Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “Othello” Karya Satomi Ikezawa

(1)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERU

COSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah

satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

FRISKA MAWARNI SAGALA NIM. 060708017

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERU

COSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah

satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan S.S.M.Hum

NIP : 19620727 1987 03 2 005 NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Disetujui Oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen S-1 Sastra Jepang Ketua jurusan,

NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karuniaNya sejalan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Usaha diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan yang sedikit banyak mempengaruhi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga bisa dijadikan motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan yang juga selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai..

3. Ibu Adriana S.S., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan


(5)

memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang S-1 Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis.

5. Kepada kedua Orang Tua penulis, Bapak Ir. Daud Sagala dan Ibu Christiana Silitonga, yang selalu mendoakan dan mendukung agar penulis selalu sehat dan semangat, dan telah bayak memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, menyelesaikan perkulihan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang telah dicita-citakan, dan tanpa kedua Orang Tua penulis, penulis tidak akan mampu untuk menjadi seperti sekarang ini.

6. Kepada adik-adikku, Nico Demus Sagala, Juan Bill Sagala, Rani Inggriani Sagala yang telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis. 7. Kepada teman-teman penulis di Depertemen Sastra Jepang Stambuk 2006,

Hanna, Frida, Febri, Fredy, Randy, Ferdian, Victor, Hyantes, Novaria, Andar, Astirawati, Sari, Christyani, Jessi, Siska, Andi, Fadiah, Hary, Rizal, Teddy, Zulvianita, Irwan, Okky, Farah, Hartati, Ivana, Musfa, Dewi, Suci, Wulan, Nining, Wilma, Mahera, Elicabeth, Israr.

9. Kepada Kakak-kakak Senior dan Adik-adik Junior di Depertemen Sastra Jepang.

Banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, isinya pun jauh dari sempurna, untuk itu bagi para pembaca diharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang.


(6)

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi peneliti yang memiliki bahan terkait dengan isi skripsi ini.

Medan, Desember 2010

penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.6. Metode Penelitian ... 10

BAB II. “OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY 2.1. Manga di Jepang ... 12

2.2. Setting Manga “OTHELLO” ... 15

2.2.1. Latar Waktu ... 16

2.2.2. Latar Tempat ... 16

2.2.3. Latar Sosial ... 17

2.3. Biografi Pengarang ... 17

2.4. Cosplay ... 18

2.4.1. Pengertian Cosplay ... 18

2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang ... 20


(8)

2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO” ... 25

BAB III. ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS 3.1. Sinopsis Cerita ... 27

3.2. Karakteristik tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 30

3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah ... 30

3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah ... 30

3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat ... 31

3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay ... 31

3.3. Analisis Kehidupan Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 32

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 46

4.2. saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(9)

http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai.html

(Semua website diatas diakses pada bulan September hingga November 2010)

ABSTRAK

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

Di Jepang ada fenomena baru yang berkembang didalam lingkungan masyarakat saat ini, yaitu komunitas cosplay. Komunitas ini semakin berkembang khususnya dikalangan remaja Jepang. Istilah “cosplay” sendiri adalah singkatan dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bila diartikan adalah “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang diucapkan kosupure (コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan yang sama dengan cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta kostum, karnaval

atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk karakter apa saja, namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah cosplay untuk berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu, original,


(10)

Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa banyak menandakan adanya

pola interaksi sosial yang terjadi di dalam komunitas cosplay. Hal yang paling menonjol dalam manga ini adalah adanya budaya kelompok dan diskriminasi serta pandangan negatif oleh masyarakat terhadap komunitas cosplay. Bagi masyarakat awam komunitas ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan para pemuda Jepang yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan serius dan berdandan sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan komunitasnya dan berdandan yang dirasa cukup aneh bagi sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi

cosplayer yaitu tokoh utama Yaya. Walaupun disajikan dalam bentuk fiksi, manga

ini dapat menunjukkan kondisi masyarakat Jepang yang sebenarnya secara sepintas dalam gaya hidup yang tidak terpisahkan dari budaya kelompok.

Isi cerita manga “OTHELLO” ini mayoritas menceritakan pola tingkah laku tokoh utama Yaya dalam bersosialisasi dan kegemarannya dalam bercosplay.

Manga “OTHELLO” bercerita tentang Yaya, seorang remaja yang sangat

kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih kecil. Semua temannya sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang dapat membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Beragam permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani, dan rasa ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama Yaya menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya, komunitas itu adalah cosplay (costum play). Di dalam manga ini kita dapat mengetahui dengan jelas bagaimana kehidupan tokoh utama Yaya yang sangat


(11)

berbeda setelah bergabung dengan komunitas ini. Sifat Yaya yang pemalu dan susah bergaul tidak lagi ada bila sudah berada didalam lingkungan komunitasnya.

Yaya menjadi anak yang ceria dan mudah bergaul. Tekanan-tekanan yang banyak

dialaminya selama dirumah dan disekolahpun dapat dihilangkan dari pikirannya bila sudah berbagi dengan anggota komunitas lainnya. Berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa kelompok memegang peranan sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang.

Para cosplayer biasa bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di

Jingu-Bashi. Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya

terjadi sesuai kebiasaan saja. Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung biasa seperti komunitas lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar permasalahan yang dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan berupa solusi dan semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah, mengenai artis idola, dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam komunitas ini adalah masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut menjelaskan idenditas mereka yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih satu nama baru yang nantinya akan menjadi nama panggilannya di dalam komunitas ini. Seperti Yaya yang memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam bercosplay.

Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang serta kegemaran pada masing-masing anggota komunitas ini.


(12)

要旨 よ う し

里美池沢 さ と み い け ざ わ

の さくひん

作 品 の“OTHELLO”という漫画 ま ん が

におけるCOSPLAYERの

しゅじんこう 主 人 公 の

社 会 学 的 しゃかいがくてき

な ぶんせき 分 析

最 近 さいきん

、 に ほ ん

日本 では、 社 会 しゃかい

の なか

中 で 発 展 はってん

した あたら

新 しい 現 象 げんしょう

が で

出 てきた。それ

はCosplayのコミュニティである。このコミュニティは 日本 に ほ ん

の わかもの

若 者 を 中 心 ちゅうしん

に はげ 激

しく 広 ひろ

がっている。”Cosplay”という よ う ご

用語は「Costume Play」の英語 え い ご

から ゆ ら い 由来して

きて、翻 訳 ほんやく

すると、”bermain kostum”という い み

意味である。日本語 にほんご

では、コスプレ

と い

言 わ れ る 。 そ れ に 関 かん

し て 、 にし

西の 国 々 くにぐに

で は 、 い ぜ ん

以前 か ら コ ス プ レ の よ う な

masqueradeという 活 動 かつどう

が で


(13)

ティーなどのとき、 行 おこな

われている。 に ほ ん

日本 では、コスプレがすべてのキャラクタ

ーと 適 用 てきよう

される。だが、 に ほ ん が い

日本外 にあるコスプレのファンにとっては、コスプレ

をするとき、コスプレの用語 よ う ご

を とくべつ

特 別 にされる。たとえば、日本 に ほ ん

から き

来 た「ロリ

タ,ヴィジュアル系, アルティス, オリジナル, 特撮, ゲーム,漫画 , アニメ」という キャラクターである。

里美池沢 さ と み い け ざ わ

の さくひん

作 品 の”OTHELLO”という漫画 ま ん が

には、コスプレのコミュニテ

ィで お

起こったソシアルインテルアクションの 傾 向 けいこう

が おお

多 いことを説 明 せつめい

する。この

ま ん が

漫画 における 一 番 いちばん

はっきり み

見 えることはグループの文化 ぶ ん か

と さ べ つ

差別 とコスプレのコ

ミュニティに 対 たい

しての

しょうきょくてき 消極的 な視点

し て ん

である。 いっぱん

一 般 の 社 会 しゃかい

にとっては、このよ

うなコミュニティが ひと

人 の迷 惑 めいわく

になるものである。なぜならば、まじめに きょういく

教 育 を

受 う

けたり、 き そ ん

既存 の 基 準 きじゅん

のとおり、いい た い ど

態度 をとったりするべきの日本 に ほ ん

の わかもの 若 者 は

逆 ぎゃく

に、コスプレのコミュニティと あつ

集 まって時間 じ か ん

を す

過ごしたり、変 へん

な た い ど

態度をとっ

たりしている 傾 向 けいこう

である。この もんだい 問 題 に 基

もと

づいて、

さ と み い け ざ わ

里美池沢はヤヤという 主 人 公 しゅじんこう

のコスプレアーの せいかつ

生 活 の視点 し て ん

を たいしょう

対 象 にして、 漫画 ま ん が

の はなし

話 に 作 つく

ることがおもしろ

いと かんが

考 えられる。フィクションの 話 はなし

でも、この ま ん が

漫画 はグループの文化 ぶ ん か

から はな 離

れないライフスタイルのような日本社会 に ほ ん し ゃ か い

の ほんとう

本 当 の 状 態 じょうたい

を の


(14)

“OTHELLO”という漫画 ま ん が

はコスプレをするとき、または

しゃかいかつどう 社 会 活 動 を 営

いとな むと

きのヤヤという

しゅじんこう 主 人 公 の態度

た い ど

について せつめい

説 明 する 傾 向 けいこう

である。この漫画はヤヤに

ついて説明して、 こ ど も

子供のときお母 かあ

さんに し

死なれて以来 い ら い

、 さび

寂 しく 感 かん

じる わかもの 若 者 であ

る。みんなの 友 達 ともだち

が かれ

彼 を「変 へん

な ひと

人 」だといった。または、すべての悪 わる

い こ と ば 言葉 が

ヤヤを恥 は

ずかしく かん

感 じらせる。いろいろの 生 活 問 題 せいかつもんだい

やしなければならない ゆうこう 友 好

の 催 促 さいそく

、また、すべての もんだい

問 題 を 解 決 かいけつ

することができないことの げんいん

原 因 で、ヤヤが

持 も

ったままの じ ぶ ん 自分 が 受

けられるコミュニティを さが

探 してみた。それは、コスプレ

である。この漫画 ま ん が

を よ

読 んでから、 読 者 どくしゃ

はヤヤという

しゅじんこう

主 人 公 がこのコミュニティ

に入って以来 い ら い

、 せいかつ

生 活 がはっきり変 か

わったことが わ

分 かります。また、 恥 はず

かしがり

や、 ともだち 友 達 を 探

さが

しにくい せいかく

性 格 もなくなった。 逆 ぎゃく

に、ヤヤは あか

明 るくて、 友 達 ともだち

がた

くさんできた ひと

人 になった。このコミュニティのメンバーと相 談 そうだん

すると、 いえ 家 また

は学 校 がっこう

で かん

感 じたストレスもなくなった。この 現 実 げんじつ

で、 に ほ ん

日本の 社 会 生 活 しゃかいせいかつ

では、グ

ループが しゅやく 主 役 を持

っていることが わ

コスプレアーたちはジング

分かりました。

橋 ばし

という ところ

所 の 原 宿 はらじゅく

の とうきょう

東 京 でよく 集 合 しゅうごう

ている。コスプレアーの しゅうごう

集 合 はスケジュールがなくて、ただばったり会 あ

うだけ

である。このコミュニティのインテルアクションの し か た

仕方 が 一 般 いっぱん


(15)

と同 おな

じぐらいである。 わ だ い

話題も学 校 がっこう

または いえ 家 で感

かん じた

もんだい

問 題 、その問 題 もんだい

の かいけつ 解 決 、ア

イドルの 俳 優 はいゆう

、コスプレの もんだい

問 題 について話 はな

している。このコミュニティの とくべつ 特 別

なことの 一 ひと

つは各メンバーが ほんとう

本 当 のアイデンティティの説 明 せつめい

を さいそく

催 促 されない。

コスプレアーが 呼 よ

び な

名 を 自由 じ ゆ う

に えら

選 ぶことができる。たとえば、コスプレでは、

ヤヤの呼 よ

び な

名は「ミミ」と呼 よ

“OTHELLO”という

ばれた。

漫画 ま ん が

におけるコスプレのコミュニ テ ィは みっせつ

密 接 な 関 係 かんけい

繋いでいると説明された。なぜかというと、このコミュニティは人々によく け い し 軽視

されて、同 おな

じの し ゅ み

趣味と履歴 り れ き


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Selama manusia masih hidup, manusia tidak akan pernah berhenti untuk berkarya dan mencari hiburan, karena berkarya adalah salah satu hasil dari tindakan perwujudan pemikiran manusia yang merupakan bukti peradaban bahwa manusia masih terus menerus berpikir dan mampu berdaya cipta. Salah satu hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan. Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.

Salah satu unsur kebudayaan yaitu bahasa. Bahasa selalu ada dalam kehidupan manusia dan saling mendukung di dalam kebudayaan. Hasil pemikiran manusia dalam berbahasa dan berbudaya adalah karya sastra. Menurut Teew (1984:23) sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang di bentuk dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan –tra berarti alat atau sarana. Sedangkan menurut Luxemburg (1992:23,25) sastra dapat di pandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat mencerminkan kehidupan.


(17)

Pada bentuk yang umum, karya sastra memiliki jenis yang beragam. Misalnya novel, cerita pendek, syair, pantun, sandiwara atau drama, puisi, prosa, cerita bergambar, teater, roman dan lain sebagainya.

Cerita bergambar dalam karya sastra disebut dengan komik, komik dalam bahasa Jepang disebut dengan manga. Kata manga (漫画) terdiri dari dua kanji

yaitu, 漫(man) dan (ga). Nelson (2005) Dalam kamus kanji moderen

menjelaskan 漫(man) diartikan sebagai ‘suatu hal yang lucu’ dan(ga) artinya

‘gambar’. Maka, manga berarti suatu gambar yang lucu. Manga berkembang begitu cepat dengan beragam media diseluruh dunia khususnya Indonesia.

Manga memiliki jenis penyajian dan kisah yang beragam yang

membuatnya berbeda dari komik-komik negara lain maupun buatan Indonesia. Cerita yang disajikan sangat beragam dan banyak pilihan dan tidak monoton. Misalnya saja seperti cerita tentang persahabatan, kepahlawanan, fantasi, percintaan, komedi dan lain sebagainya.

Salah satu manga yang mengangkat tema tentang kehidupan remaja dan digemari oleh pembaca manga adalah “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.

Satomi Ikezawa (池沢理美 ) lahir pada 18 Maret 1962, bertempat tinggal di Sumida, Tokyo Jepang. Satomi Ikezawa mengambil latar cerita yang sama dengan

tempat kelahiran dan tempat tinggalnya selama ini yaitu pada kota Tokyo di Jepang. Satomi mengungkapkan hal berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kehidupan sosial masyarakat disekitarnya.

Di Jepang sendiri ada fenomena baru yang berkembang didalam lingkungan masyarakat, yaitu komunitas cosplayer. Komunitas ini semakin berkembang khususnya dikalangan remaja Jepang. Bagi sebagian masyarakat


(18)

awam hal ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan para pemuda Jepang yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan serius dan berdandan sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan tujuan yang tidak jelas dengan komunitasnya dan berdandan aneh bagi sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi cosplayer yaitu tokoh utama Yaya.

Manga “OTHELLO” karya Satomi bercerita tentang tokoh Yaya, seorang

remaja yang sangat kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih kecil. Yaya sama sekali tidak memiliki teman yang sebenarnya. Semua temannya sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang dapat membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Tokoh Yaya mencoba keluar dan memberontak dari normalitas hidup yang penuh dengan peraturan dan kepura-puraan. Beragam permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani, dan rasa ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama

Yaya menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya,

komunitas itu adalah cosplay (costum play).

Pendekatan sosiologis akan digunakan dalam menganalisis permasalahan sosial yang dihadapi tokoh Yaya, karena pendekatan ini dapat menunjukkan bagaimana tokoh Yaya berinteraksi dalam lingkungan sosialnya. Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (1990:21) sosiologis adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Sedangkan menurut Bruce dalam Wiyarti (2008:1)


(19)

sosiologis adalah suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya mereka berkelakuan dan mengatur diri mereka.

Media analisis penelitian ini adalah karya sastra yaitu manga. Secara spesifik ilmu yang menganalisis aspek sosiologi dalam karya sastra adalah sosiologi sastra. Ratna (2002:2) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

Kondisi sosial dan masalah remaja masyarakat Jepang yang tercermin melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam manga “OTHELLO” karya Satomi

Ikezawa secara khusus dan mendalam akan di bahas melalui skripsi yang berjudul “ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA ‘OTHELLO’ KARYA SATOMI IKEZAWA”

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi sosial membuat kehidupan tokoh Yaya pada manga “OTHELLO” menjadi sangat kompleks. Yaya mengalami banyak tekanan dirumah akibat cara mendidik ayahnya yang sangat ketat, sehingga membuat Yaya selalu merasa terkekang. Akibatnya disekolahpun Yaya memiliki sifat yang kurang ceria, susah bergaul, tidak percaya diri dan hal ini dirasa sangat membosankan bagi teman-temannnya, sehingga Yaya tidak memiliki teman disekolah dan keberadaannya di lingkunganpun kurang dihargai. Dalam manga “OTHELLO” tokoh utama Yaya menjadi cosplayer tiap akhir minggu karena dapat mengurangi kejenuhan dalam menjalani hidupnya. Yaya menganggap menjadi cosplayer adalah dirinya yang sebenarnya, sedangkan pada hari biasa adalah dirinya yang sedang berpura-pura. Berdandan tebal, memakai nama samaran dan merahasiakan jati diri tidak


(20)

menghalangi komunitas ini untuk saling mendukung dan memberi semangat serta bertukar pikiran tentang permasalahan hidup yang dialami masing-masing anggota kelompok. Hal inilah yang membuat Yaya merasa nyaman dan merasa dihargai didalam komunitas ini. Pandangan miring masyarakat mengenai komunitas cosplay ini juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para cosplayer. Masyarakat melihat komunitas cosplay sebagai komunitas aneh dan beranggapan bahwa cosplayer adalah kumpulan pemuda yang tidak memiliki tujuan, sengaja berdandan aneh untuk menutupi kekurangan tubuh, sehingga para cosplayer sering dilecehkan.

Dengan melihat latar belakang yang sudah ada, maka masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas cosplay di Jepang dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?.

2. Bagaimanakah kondisi dan masalah sosial kehidupan komunitas cosplay di Jepang yang digambarkan melalui tokoh utama dalam manga

“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?. 1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada kondisi dan masalah sosial kehidupan para remaja sebagai

cosplayer di Jepang yang tercermin dalam manga ini, terutama dilihat dari tingkah


(21)

mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya fenomena sosial

Cosplay sebagai sebuah komunitas di Jepang berdasarkan manga “OTHELLO”. 1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1. Tinjauan Pustaka

Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Kehidupan masyarakat menurut kutipan diatas menghasilkan hasil pemikiran berupa karya sastra.

Sastra menurut Wellek dan Warren dalam Melani Budianta (1995:3) adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan Jan

van Luxemburg (1992:23,25) menyatakan bahwa sastra dapat di pandang sebagai

suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat mencerminkan gambaran kehidupan sosial yang terjadi pada alur sastra tersebut dibuat.

Dalam sebuah karya sastra khususnya prosa terdapat unsur-unsur pembangun, antara lain tema, penokohan, plot, latar dan sebagainya. Tokoh adalah unsur penting dalam karya sastra karena tokoh menunjukkan sifat dan sikap yang dideskriptifkan oleh pengarang. Interaksi tokoh sangat menentukan bagaimana cara para penikmat sastra untuk menafsirkan suatu cerita. Menurut


(22)

Abram dalam Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita (character), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Ilmu yang mempelajari tentang interaksi sosial masyarakat adalah sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan atau teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan (dalam :

org/wiki/Sosiologi). Menurut Shadily (1993:1) sosiologi itu adalah ilmu yang

mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan.

Antara sosiologi dan sastra saling berkaitan, dimana menurut Ratna (2002:2) sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Sedangkan pendekatan sosiologi sastra menurut Gunoto Saparie

(dalam:

sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan, kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai cerminan masyarakat tertentu.

Dalam manga “OTHELLO”, pengarang menyajikan suatu karya yang banyak mengandung nilai-nilai sosiologis yang tergambar jelas dari sikap, sifat serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai interaksi sosial yang berisi pesan, amanat, atau fenomena sosial yang dipaparkan sipengarang melalui karyanya.


(23)

1.4.2. Kerangka Teori

Landasan teori sebagai acuan pendekatan yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang secara spesifik digunakan pendekatan sosiologis sastra dan semiotik.

Sosiologi adalah konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tak terpisahkan antara manusia dan masyarakat. Dimulai dari perkembangan manusia sejak lahir, pada waktu manusia berada dalam dominan kelompok utama (prime group) yang ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama yang erat yaitu peleburan individu dengan kelompok (Horton dalam Soerjono 2007:352). Sedangkan pendekatan terhadap

sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3). Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.

Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari cara pembaca dalam menangkap maksud si pengarang, dan menterjemahkan isinya sebagai suatu pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (1998:40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Selain itu teori Jabrohim (2001:71) menyatakan Semiotik (semiotika)


(24)

adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Dalam hal ini, penulis menganalisis kondisi sosiologis tokoh cosplayer dari manga “OTHELLO”, yang kemudian dihubungkan dengan pendekatan semiotik untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam

manga ini.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya komunitas

cosplay di kalangan remaja Jepang yang digambarkan dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.

2. Untuk mengetahui kondisi kehidupan sosial komunitas cosplayer yang menjadi tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa yang dapat menjadi cerminan fenomena sosial masyarakat Jepang sebenarnya.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai komunitas cosplay di Jepang dewasa ini.

2. Pada para pelajar bahasa dan kebudayaan Jepang khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manga

“OTHELLO”, khususnya aspek sosiologis.

3. Dapat menjadi sumber referensi bagai peneliti lain, terutama penelitian dengan pendekatan yang sama, yaitu sosiologis sastra.


(25)

1.6. Metode Penelitian

Karena penelitian ini membahas dan memaparkan sisi sosiologis para tokoh utama dalam manga “OTHELLO” maka penelitian dengan metode deskriptif dalam cakupan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologis dirasa sangat tepat untuk menganalisis data-data yang didapat. Menurut Nazir (2002:54) bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah manga yang berjudul

“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa jilid 1-7 yang diterbitkan oleh PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta pada tahun 2007 setelah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Manga “OTHELLO” pertama kali diterbitkan oleh KODANSHA Ltd.- Tokyo pada tahun 2002.

Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka (library

research) yaitu untuk mendukung teori, peneliti akan mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber-sumber kepustakaan diperoleh dari; buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (skripsi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet). Keseluruhan upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk penelitian.


(26)

Langkah-langkah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah: 1) Membaca manga “OTHELLO” jilid 1-7 karya Satomi Ikezawa.

2) Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang terdapat dalam manga “OTHELLO”.

3) Mengumpulkan data yang dapat dijadikan sumber dan tetap terkait dengan objek penelitian.


(27)

BAB II

“OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY

2.1. MANGA DI JEPANG

Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat (2004) adalah cerita bergambar (cergam) yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai penjelasan dialog dan alur cerita. Komik merupakan salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam gambar dan tanda, mengarah pada suatu pemikiran dan perenungan.

Komik jika diterjemahkan kedalam bahasa Jepang adalah manga (漫画)

(baca: man-ga, atau ma-ng-ga). Di Jepang sendiri manga merujuk pada semua jenis komik, namun di luar Jepang manga lebih di khususkan pada komik buatan Jepang. Sehingga ada perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik, dimana manga lebih difokuskan pada komik-komik Jepang (kadang juga termasuk Asia) sedangkan komik lebih kepada komik-komik buatan Eropa/Barat.

Mangaka sendiri adalah istilah untuk orang yang menggambar manga.

Takeshi Ishizawa dalam “Kedalaman Dunia manga Jepang” (www.google.com, 2006), mengatakan bahwa komik atau manga, telah menjadi hiburan bagi orang Jepang selama berabad-abad. Komik Jepang paling tua dan terkenal pertamakali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara yang memperlihatkan berbagai macam ekspresi wajah manusia dengan mata keluar dan melotot dalam bentuk Fusakumen. Karya lain yang juga terdapat dalam

Shooshooin yaitu karikatur yang disebut daidaron, menggambarkan mata yang


(28)

yang terdapat pada langit-langit kondoo (gedung utama) kuil Budha Horyuuji pada abad ke-8. Dalam gambar komik-komik ini terdapat unsur-unsur religius dan nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix kuil Byoodoin, tercatat arsitektur masa Heian (794-1185) yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur pengadilan rendah.

Di zaman Heian, terdapat gambar komik yang disebut Oko-e yang populer sebagai hobi di kalangan penguasa. Kemudian di akhir zaman Heian juga terdapat gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu Toba Soojoo, menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artisnya yang sederhana dan bentuknya yang dilebih-lebihkan, seperti ekspresi artistik dari komik umumnya pada masa kini. Gulungan surat bergambar ini berupa sindiran yang ditujukan bagi bangsawan dan biksu yang tamak dan haus akan kedudukan dalam politik.

Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang terkenal yang disebut Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang dinamis. Dalam gambar tersebut terdapat sebuah adegan pendeta Budha Myoren membuat sebuah panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang kaya ke puncak gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras terbang keluar dari gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun 1100-an) memperlihatkan gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang terbakar dengan ekspresi wajah dari sekitar seratus orang yang dikejutkan oleh api atau orang-orang yang melarikan diri, hal ini membuat adegan ini menjadi hidup dan membuat kita merasa ada diantara mereka. Kedua gambar ini termasuk ke dalam kategori cerita bergambar (emaki-mono).


(29)

Sejarah komik Jepang seutuhnya berawal dari zaman Edo, ketika istilah komik (manga dalam bahasa Jepang) pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e (grafis pahatan kayu) yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Ia memproduksi sebuah serial buku bergambar yang diterbitkan dalam 15 jilid antara tahun 1814 dan 1878. Manga ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai menggambarkan gerakan otot benar-benar terlihat alami dan nyata, seperti dalam komik Suzume Odori-zu.

Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad manga anak-anak, dimana saat manga ini mulai berkembang pesat. Pada waktu itu tahun1989 dan dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta manga, 500 juta manga bulanan, dan 700 juta manga mingguan. Dari prestasi yang dicapai ini Jepang bisa disebut sebagai “Kerajaan Manga”, yang mulai bangkit dalam situasi setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak.

Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II, para seniman lokal menggunakan

The Japan Punch sebagai media penerbitan yang juga merupakan majalah komik

dengan cerita humor yang dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di Jepang, meskipun awalnya The Japan Punch muncul sebagai satiris politik, yang pada saat itu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Jepang.

Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca Perang Dunia ke-II tidak terlepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka (1928-1989).

Tezuka mengubah wajah komik Jepang paska perang dunia ke-II secara radikal. Ia

menggunakan gaya narasi yang unik dengan komposisi cerita menyerupai novel yang disebut dengan komik naratif atau story manga dengan alur cerita yang naik turun saat menuju klimaks cerita.


(30)

Komik naratif mengambil tehnik-tehnik seperti pada pembuatan film, dengan pengambilan gambar yang dinamis dengan penggalan-penggalan gambar yang tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk menggambarkan urutan gerakan dan membangun ketegangan.

Majalah-majalah manga di Jepang biasanaya terdiri dari beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab). Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200 hingga 850 halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga bertahun-tahun.

Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankoban (atau kadang dikenal sebagai istilah volume). Manga dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak mau atau malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki beragam campuran cerita/judul.

Majalah manga dicetak massal dan dijual diberbagai tempat dengan harga murah. Setiap edisi yang terbit, memuat sekitar 12 atau lebih judul manga serial. Meskipun menerbitkan buku manga jauh lebih menguntungkan daripada menerbitkan majalah manga, namun majalah manga tetap dipertahankan untuk memperkenalkan karya mangaka baru dan sebagai media seleksi komik-komik yang layak dibukukan, atau bisa dikatakan majalah manga merupakan media untuk memulai debut bagi para mangaka yang baru terjun kedunia industri manga.

Untuk penjualan, majalah manga mencapai angka yang cukup besar, sepuluh majalah manga mingguan terlaris terjual sekitar satu juta eksemplar.


(31)

Sementara Shounen Jump yang dijual dengan harga 200 yen dengan ketebalan buku terdiri atas 300 sampai 400 halaman, terjual sekitar lima sampai enam juta eksemplar setiap kali terbit.

Pada tahun 1992, penjualan majalah manga mencapai 540 milyar yen atau sekitar 23% dari penjualan buku di Jepang.

Manga mempunyai posisi yang sangat tinggi dalam industri penerbitan di

Jepang, karena hampir 25% hasil penjualan buku merupakan manga dengan angka penjualan setiap tahunnya terus meningkat, belum termasuk penjualan komik Jepang di luar negri yang juga sangat laris dipasaran.

Persaingan antara komikus (mangaka) senior dan junior cukup ketat, karena banyak mangaka yang terjun dalam bisnis ini, tetapi hanya beberapa

mangaka yang bisa bertahan dan berhasil mendobrak angka penjualan fantastis

yang belum pernah dicapai oleh mangaka lain seperti Dragon Ball, Detektif

Conan, Doraemon, Sailor Moon, Great Teacher Onizuka, Samurai X dan lain-lain. 2.2. SETTING MANGA “OTHELLO”

Abrams dan Nurgiyantoro (1995:216) mengatakan bahwa latar atau setting yang disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Nurgiyantoro (1995:227) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan sendiri, pada kenyataannya salaing berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.


(32)

2.2.1. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu yang faktual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Latar waktu dalam manga ini dapat dilihat dari awal cerita yang dimulai dengan narasi “tahun baru 2000”. Selain itu jilid pertama

manga “OTTHELLO” pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2001 hingga

Jilid ke tujuh pada tahun 2004. Sehingga kita dapat melihat cerminan komunitas

cosplayer di Jepang pada era tersebut. 2.2.2. Latar Tempat

Latar tempat mengindikasikan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keaadaan geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Latar tempat pada manga “OTHELLO” adalah distrik Harajuku di kota Tokyo. Tempat para cosplayer sebenarnya sering berkumpul di Jepang adalah di Jingu-Bashi (jembatan harajuku).


(33)

2.2.3. Latar Sosial

Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disusatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lain-lain. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau atas. Di dalam manga “OTHELLO” tercermin jelas adanya diskriminasi oleh masyarakat umum dalam memandang suatu komunitas. Latar sosial tokoh utama Yaya sendiri adalah seorang siswi SMU biasa yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya dalam keadaan ekonomi yang berkecukupan.

2.3. BIOGRAFI PENGARANG MANGA “OTHELLO”

Biografi pengarang adalah salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya sastra. Pengarang merupakan unsur ekstrinsik yang paling berpengaruh akan bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Walaupun unsur ekstrinsik bukan merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam karya sastra itu sendiri tetapi keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung dapat mempengaruhi hasil dari karya sastra fiksi tersebut.

Pengarang manga “OTHELLO” adalah Satomi Ikezawa (池沢 理美 –

ikezawa satomi). Pada website pribadiny dijelaskan Satomi Ikezawa adalah seorang wanita bergolongan darah A yang lahir di kota Tokyo – Jepang pada tanggal 18 Maret 1962. Keluarganya sendiri hanya terdiri dari suami, seorang anak perempuan dan anjing-anjing peliharaannya.


(34)

Satomi adalah sosok wanita yang tidak terlalu mementingkan penampilan. Dia

menyukai sesuatu yang bersifat kasual seperti mengenakan kaus dan celana denim, tetapi Satomi sangat menyukai aksesoris yang berwarna keemasan. Untuk aliran bermusik sendiri satomi beranggapan “No music, no life!” dan ia sendiri sangat menyukai aliran musik rock barat di era 70-an.

Satomi juga menuangkan dalam website pribadinya bahwa ia memiliki

pola pikir apabila ia memiliki suatu hal yang membebani pikiran, maka ia akan mencari tahu hal tersebut dan segera mencari solusinya. Kegemaran dari wanita ini sendiri adalah makan, minum, jalan-jalan, liburan, bermain dengan komputer pribadi, melakukan diet, melihat-lihat pemandangan dan nonton drama.

Jika diminta berkomentar tentang pekerjaannya sebagai seorang komikus,

Satomi berpendapat dalam website pribadinya bahwa walaupun ia menyukainya

tetapi terkadang ia akan merasa capek dan bosan. Tetapi rasa ingin mewujudkan suatu karya masih saja ada. Satomi mengaku kurang memiliki daya konsentrasi dalam menuangkan karyanya. Meskipun dalam menyelesaikan sebuah manga lebih banyak peran dari mesin dan pihak lain, tetap saja memerlukan waktu dalam prosesnya. Satomi memiliki impian suatu saat nanti ingin dapat hidup senang kedepannya tanpa terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Debut awal Satomi dimulai pada tahun 1984. Satomi berhasil memenangkan penghargaan dalam festival komik pendatang terbaru dengan tema persahabatan untuk karyanya yang dimuat dalam surat kabar “juliet” pada september 1984 yang berjudul ガラスの波にささやいて. Karyanya yang lain

adalah


(35)

Much, Manga award yang ke-24 pada tahun 2000 untuk kategori manga bergenre wanita

yang berjudul Guru-guru Pon-chan.

2.4. COSPLAY

2.4.1. Pengertian Cosplay

Istilah “cosplay” dalam majalah Animoster volume 61 (2004:27) adalah singkatan dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bila diartikan perkata berarti “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang diucapkan kosupure (コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan

yang sama dengan cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta kostum, karnaval atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk karakter apa saja, namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah

cosplay untuk berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu

dan artis yang berasal dari Jepang. Untuk membedakan cosplay dan masquarede, dalam ber-cosplay selain memakai kostum, tingkah laku dan tindakan si pemakainya juga harus sesuai dengan karakter yang ditampilkan. Misalnya mengucapkan kata-kata khas, gaya bicara dan gerakan yang sering dilakukan si karakter.

Pelaku cosplay sendiri disebut dengan cosplayer. Namun para cosplayer Jepang menyebut diri mereka sebagai reyaazu (レヤーズ) yaitu pelafalan Jepang

untuk menyebut Layers. Layers adalah potongan dari kata cosplayers. Biasanya karakter seorang cosplayer akan berubah total bila sedang memakai kostum


(36)

karakter yang dipakainya. Misalnya bila seorang cosplayer yang kesehariannya adalah anak yang ceria, maka bila dia sedang ber-cosplay menjadi tokoh

orochimaru (tokoh antagonis dari anime Naruto) yang memiliki karakter serius,

pendiam, dan kejam. Cosplayer tersebut juga akan melakukan hal yang sama dengan karakter tersebut selama memakai kostum tersebut.

Cosplay dianggap sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dapat

memeriahkan suatu event yang berhubungan dengan anime. Disamping itu

cosplay menjadi ajang bagi cosplayer untuk menunjukkan kebolehan baik dalam

mendesain kostum maupun berperan menjadi karakter yang dimainkan. Bagi seorang cosplayer yang beridealis tinggi biasanya kostum haruslah buatan sendiri, bukan hasil pinjaman atau pembelian. Selain itu kostum biasanya hanya dipakai sekali saja. Bagi mereka, ber-cosplay dengan kostum hasil pinjaman atau pembeliaan adalah tindakan curang.

2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang

Azani (2008) mengkategorikan cosplay sebagai salah satu bagian dari subkultur Harajuku style. Jenis-jenis cosplay sebenarnya secara khas tidak ada, namun jenis-jenis cosplay banyak meniru dan terinspirasi tokoh-tokoh yang terdapat dalam : manga, anime, game, tokusatsu, original, artis, visual-kei dan

lolita.

Meniru karakter tokoh yang terinspirasi dari salah satu manga dapat disebut cosplay. Biasanya manga-ka (penulis manga) sengaja memunculkan tokoh yang memiliki ciri khusus sesuai dengan tema cerita. Bagi para pecinta manga yang ingin membuat tokoh kesukaaannya menjadi nyata sering sekali berdandan dengan kostum sesuai dengan ciri-ciri umum dan khusus si tokoh. Contoh cosplay


(37)

yang berkarakter dari manga adalah Death Note, Detektif Conan, GeGeGe no

Kintaro dan lainnya.

Anime (ア ニ メ) adalah

melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton.

Anime dipengaruhi gaya gambar

. Akibat hal ini terdapat sedikit kesulitan

dalam mengkategorikan apakah seseorang tersebut bercosplay dari manga atau

anime. Contohnya adalah seperti Naruto, Bleach dan One Piece. Masing-masing contoh diatas memiliki serial versi manga dan animenya. Kecintaan para pecinta anime terhadap tokoh-tokoh anime membuatnya ingin bercosplay sebagai tokoh tersebut, kemiripan terhadap si tokoh semakin mudah ditiru karena karakternya yang bergerak dan berwarna sehingga menghasilkan sosok tokoh yang lebih detail bila di aplikasikan kedalam kostum.

Video Game dan kostum sendiri adalah hal yang tidak terpisahkan bagi para pencinta karakter video game yang benar-benar menunjukan keseriusan dan dalam mengekpresikan idola mereka dalam video game dengan memakai kostum yang unik dan detail dengan karakter aslinya. Tokoh karakter game misalnya

Squall Leonhart, Tiffany Lockheard, Cloud Strife, Solid Snake, Mario, Aya Brea

dan lainnya.

Istilah tokusatsu (特撮) (dalam:

adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk efek spesial dan seringkali digunakan untuk menyebut film sci-fi, fantasi, horor live-action produksi Jepang. Istilah


(38)

"tokusatsu" merupakan kependekan dari istilah tokushu satsuei (特 殊 撮 影),

sebuah istilah bahasa Jepang yang bisa diterjemahkan sebagai "special

photography" yang berarti menggunakan trik kamera untuk karya fotografi.

Biasanya, dalam sebuah film atau pertunjukan, orang yang bertanggung jawab untuk urusan spesial efek seringkali dipanggil dengan julukan tokushu gijutsu (

殊技術), yang berarti "special techniques" (Istilah ini dulu digunakan untuk menyebut "special effects"), atau tokusatsu kantoku (特撮監督). Ada

macam-macam jenis tokusatsu di jepang, dari semua itu tokusatsu dibagi menjadi beberapa jenis yg terdiri dr:

• Kamen Rider series, contoh: Kamen Rider, Kamen Rider Black, Kamen Rider Den-O.

• Super Sentai series, contoh: Google V, Zyuranger, Dekaranger, Gekiranger

• Ultraman series, contoh: Ultraman, Ultraman Tiga, Ultraman Nexus, Ultra Seven X .

• kaiju series, contoh: Godzilla, Gamera.

• Metal Heroes series, contoh: Gavan, Spielvan, Jiraiya

• Seishin series, contoh: Chouseishin Gransazer, Genseishin Justirisers.

• Other heroes series, contoh: Garo, Lionmaru.

Selain itu ada istilah cosplay original. Cosplayer yang mengambil tema original memiliki tantangan tersendiri, karena harus memikirkan dan memunculkan karakter tokoh atau superhero baru yang akan dibuat dan


(39)

diperankan tokohnya. Tokoh yang dibuat benar-benar tidak boleh ada di dalam tokoh anime, manga, game dan lainnya. Tokoh tersebut haruslah tokoh baru dan hasil pemikiran sendiri.

Dampak kecintaan beberapa masyarakat Jepang terhadap artis idolanya kadang membuat dirinya ingin menjadi mirip atau ingin serupa dengan artis tersebut. Dengan memanfaatkan ketenaran dan ciri khas artis tersebut membuat masyarakat awam gampang mengenali karakter siapa yang sedang ditirunya dalam melakukan cosplay, misalnya penyanyi POP Namie Amuro yang dianggap sebagai orang yang mempopulerkan Ganguro (dandanan wanita jepang yang sengaja menghitamkan diri dan berdandan ngentrik).

Berbicara mengenai Visual Kei (ヴィジュアル系, baca: bijuaru kei)

dalam majalah Animonster volume 68 (2004:38) adalah suatu fenomena sendiri yang mewabah pada dunia J-Rock. Banyaknya band indie di Jepang membuat setiap band mencari ciri khas sendiri agar dapat mudah diinggat oleh penontonnya. Pada masa inilah J-Rockers mengadaptasi berbagai style salah satunya Visual Kei. Visual kei bukanlah aliran genderless yang mengesankan dandanan para pria yang berubah menjadi sosok yang cantik. Semakin ekstrim, semakin berkarakter akan semakin mencerminkan image band itu sendiri.

Visual Kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa Inggris)

yang berarti “pandangan” dan Kei (bahasa Jepang) yang berarti “gaya”. Jika komunitas punk berasal dari London, maka visual kei berasal dari Jepang. Istilah

Visual Kei benar-benar ada ketika”X-Japan” mempopulerkannya secara


(40)

digandrungi di Jepang. Visual Kei bangkit lagi namun orientasinya lebih ke arah penampilan band cadas.

Bicara mengenai style, pada umumnya band visual kei memadukan gaya-gaya yang fetish, Gothic, Cyber, hingga Glam. Para J-Rocker biasanya tampil dengan make-up tebal dan serba pucat, tatanan rambut yang memadukan unsur ‘liar’ dan dramatis, kolaborasi warna, dan tampil dengan kostum-kostum yang merefleksikan abad ke-17. Kini Visual kei tidak lagi dianggap sebagi sekedar

style, penyuka aliran Visual Kei semakin sering berdandan di keseharian seperti

ini. Berkumpul dan melakukan berbagai aktivitas bersama seperti kumpul di taman, berfoto, membahas hobi masing-masing dan sebagainya.

Pengamat barat seringkali kebingungan dalam membedakan Visual Kei

Band dengan Band Gothic karena kadang-kadang penampilannya yang mirip

dalam berdandan dan berpakaian, tetapi sebagian gothic Jepang tidak bisa memasukkan visual Kei menjadi Gothic, dan disana ada persilangan budaya kecil antara Visual Kei Jepang dan Gothic Jepang diluar model gothic lolita, yang mana dipengaruhi oleh sub-budaya gothic.

Yang terakhir adalah lolita, Kata “Lolita” dijelaskan dalam majalah Animoster volume 94 (2007:70) awalnya berasal dari judul novel karya Vladirmir Nabokov tahun 1955. Walau gaya Lolita ini populer dikalangan remaja, para pengusung style ini tidak memiliki kesan mesum seperti yang dikira kebanyakan orang. Para pecinta Lolita menerjemahkan kata ini sebagai seorang anak atau baby

dolls yang memiliki kesan lucu, imut, cantik dan elegan. Di Jepang gaya


(41)

terekspos media. Gaya ini baru populer sekitar tahun 1990-an hingga awal tahun 2000. Setelah Mana gitaris band Malize Mizer mempopulerkan style ini.

Sedikit sulit membedakan lolita sebagai jenis cosplay atau aliran Fashion. Hal ini dikarenakan banyaknya peminat lolita yang membuat pakaian bergaya imut ini menjadi gaya berpakaian sehari-hari. Begitu pula para penulis

manga dan pembuat game yang terinspirasi dan membuat tokoh-tokoh manga dan game-nya bergaya lolita dan ditiru oleh para cosplayer. Sejumlah karakter anime / manga banyak tampil dalam penampilan lolita seperti Paradise kiss, Rozen Maiden, Chobit xxxHOLIC, Pitaten, Death note, Cardcaptor Sakura, NANA dan

lainnya.

Dasarnya lolita style diadaptasi dari pakaian anak-anak bergaya

victorian dan edwardian dipadu dengan style baju periode Rococo. Boneka

victorian juga menjadi sumber inspirasi bagi style ini. Sudah menjadi kegemaran anak muda Jepang yang funky, senang mencampur adukkan berbagai style. Termasuk memadukannya dengan unsur Gothic Eropa, punk, hingga seragam pelayan prancis (maid). Setelah menjadi populer, Lolita ini kemudian terbagi-bagi dalam subgenre, yaitu :

Gothic Lolita / Gosuloli Sweet Lolita / Amaloli Classic Lolita

Punk Lolita / Punkloli Wa Lolita / Waloli Qi lolita / Qiloli Erotic Lolita / Erololi


(42)

Para penggila Fashion lolita di Jepang sebenarnya tidak terpengaruh aliran musik apapun. Mereka menyukai musik yang sama seperti orang pada umumnya, seperti mendengarkan J-Pop ataupun lagu-lagu visual kei. Akibat banyaknya peminat Lolita banyak orang melihat peluang usaha dan membuka butik dengan brand khusus yang hanya menjual pakaian bergaya lolita misalnya toko Kabushiki Kaisha Baby The stars shine Bright (BTSSB), Moi-Meme-Moitie,

Closet Child, Temps de Fille dan lainnya yang banyak menyebar di sepanjang

Harajuku dan Shibuya.

2.4.3. Cosplay sebagai gejala Sosial di Jepang

Sekitar tahun 1985, hobi cosplay semakin meluas di Jepang karena

cosplay telah menjadi sesuatu hal yang mudah dilakukan. Pada waktu itu

kebetulan tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan kaus T-shirt pemain bola Kapten Tsubasa, orang sudah bisa "ber-cosplay". Kegiatan cosplay dikabarkan mulai menjadi “kegiatan berkelompok” sejak tahun 1986. Sejak itu pula mulai bermunculan fotografer amatir (disebut kamera-kozō) yang senang memotret kegiatan cosplay.

Pada awalnya cosplay berkembang di Jepang dan bersifat hanya sebuah kegemaran, dimana para cosplayer memamerkan kostum yang mereka pakai, dan saling mengambil gambar. kemudian hal ini berkembang menjadi salah satu kegiatan para otaku. Otaku adalah sebutan bagi penggemar berat Jepang seperti satu tempat berkumpulnya para cosplayer yang terkenal adalah jembatan

Harajuku (Jingu-bashi) dan taman Ueno. Biasanya pada akhir pekan cosplayer


(43)

Kameko (singkatan dari Kamera kozo) dan siap memfoto para cosplayer lain.

Sekitar tahun 1998 distrik Akihabara dikenal sebagai pusat toko elektronik, anime,

manga, dan game yang murah. Juga mulai bermunculan cosplay cafe serta maid cafe yang pelayannya ber-cosplay mengenakan kostum anime hingga kostum lolita atau maid.

2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO”

Tokoh utama Yaya sangat mengidolakan band JULIET terutama Shohei gitarisnya yang merupakan band yang beraliran Visual Kei. Kecintaannya pada hal ini membuat Yaya menjadikan aliran Visual kei sebagai inspirasinya dalam desain kostum dan berdandan dalam bercosplay. Ragam desain kostum-kostum

Yaya selalu berubah setiap minggunya, selain berdandan dengan Visual Kei

kadang Yaya juga meragamkan tampilan cosplaynya dengan berdandan dengan

Gothic Lolita (Go-Loli). Pada dasarnya dandanan cosplay yang disukai Yaya

adalah dandanan serba gelap dan terkesan misterius. Tidak jarang Yaya digambarkan sedang melakukan cross-dressing dalam bercosplay. Cross-dressing adalah kegiatan cosplayer yang berdandan sesuai dengan dandanan lawan jenisnya. Disini dimaksudkan Yaya berdandan dan berpakaian seolah-olah menjadi laki-laki.

Setiap akhir pekannya dalam manga “OTHELLO” ini dijelaskan bahwa para cosplayer bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di Jingu-Bashi. Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya terjadi sesuai kebiasaan saja. Apabila ingin melakukan cosplay biasanya para cosplayer berangkat ke Harajuku dengan dandanan umumnya. Sebagai contoh saat Seri dan


(44)

kostumnya di Jingu-Bashi, Yaya terlebih dahulu berganti pakaian di toilet stasiun kereta Harajuku. Jadi Yaya tidak langsung mengenakan kostum dari rumah.

Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung biasa seperti komunitas lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar permasalahan yang dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan berupa solusi dan semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah, mengenai artis idola, dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam komunitas ini adalah masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut menjelaskan idenditas mereka yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih satu nama baru yang nantinya akan menjadi nama panggilannya di dalam komunitas ini. Seperti Yaya yang memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam bercosplay.

Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang serta kegemaran pada masing-masing anggota komunitas ini.


(45)

BAB III

ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS

3.1. Sinopsis Cerita

Seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena sudah lama ditinggal mati oleh sang ibu, membuat Yaya menjadi sosok yang pendiam, kikuk, pemalu dimata lingkungannya. Pergaulannya sangat dibatasi karena ketakutan sang ayah akan pola tingkah laku muda-mudi masa kini dan tanggung jawabnya sebagai seorang orangtua tunggal. Akibat sifatnya yang dirasa tidak menarik dimata teman-temannya, Yaya memiliki kesulitan dalam berteman disekolah. Hanya Seri dan moe yang mau berpura-pura menganggap Yaya sebagai teman, tetapi hal ini hanya untuk mengambil keuntungan dari Yaya yang mau diperbudak dan dimanfaatkan.

Akibat semua hal diterimanya, Yaya tanpa sadar membentuk kepribadian baru dalam dirinya, bila sedang dalam puncak kebencian akan dirinya yang lemah dan tanpa sengaja Yaya bercermin maka akan datang sosok kepribadian baru dalam dirinya yaitu Nana. Sosok Nana adalah semua sifat kebalikan dari Yaya. Bila sosok Nana sudah mengambil alih pikiran Yaya, maka sifatnya akan menjadi pemberani, melawan bila ditindas, tegas, dan spontan.


(46)

Selain itu untuk keluar dari dunia yang dibencinya itu, Yaya mencoba masuk kedunia baru yaitu komunitas Cosplay. Komunitas ini sama sekali tidak membahas latar belakang dan idenditas seseorang, semua anggota bersembunyi dibalik kostum dan mencoba menjadi sosok lain diluar keseharian mereka. Hal ini membuat Yaya merasa nyaman dan diterima apa adanya di dalam komunitas ini.

Mimi adalah nama samaran Yaya pada komunitas ini. Sosok Mimi semakin

meningkat pamornya apabila Nana mengambil alih tubuh Yaya, karena Nana memiliki kemampuan akrobat dan akan membela mati-matian apabila ada yang menjelek-jelekan komunitas Cosplay. Setiap akhir minggu kehadiran Mimi sangat ditunggu untuk melihat aksi dan kostumnya oleh para cosplayer lain dan para photograper.

Satu-satunya orang yang disukai dan peduli terhadap Yaya disekolah adalah Moriyama. Mereka memiliki banyak kesamaan dalam hal bermusik,

Moriyama sering meminta pendapat Yaya pada lagu-lagu ciptaannya. Moriyama

sebagai vokalis band BLACK DOG sering mengundang Yaya untuk datang melihat latihan dan konser bandnya. Pada waktu ingin menonton konser BLACK

DOG Moriyama belum menyadari kepribadian Nana dalam diri Yaya sewaktu Nana tiba-tiba mencium Moriyama ketika Moriyama sedang bernyanyi pada

konser BLACK DOG. Dilain hari, Moriyama kembali mengajak Yaya untuk datang melihat latihan bandnya sekaligus mengajak Yaya untuk menjadi staff bandnya. Setelah Moriyama menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang sama dan merupakan sosok kepribadian lain dari wanita yang disukainya, hal ini tidak merubah perasaanya. Sosok Nana yang spontan sering membantu band


(47)

yang menggantikannya bernyanyi. Sewaktu Nana sedang bernyanyi Syohei seorang mantan vokalis band JULIET yang sudah bubar dan merupakan band kesukaan Yaya mencoba mencari penyanyi baru untuk diproduseri. Syohei tidak menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang sama. Syohei sudah memutuskan bahwa orang yang akan diproduserinya adalah sosok Nana didalam tubuh Yaya. Yaya yang tidak menyadari apa yang terjadi selalu menolak tawaran

Syohei, dan Syohei pun melakukan segala cara agar Yaya mau menerima

tawarannya.

Disekolah, penindasan terhadap Yaya tidak juga berhenti oleh Seri. Misalnya saja mengarang cerita yang aneh tentang Yaya, sengaja memberi tahu jadwal tamasya kelas yang salah, menyuruhnya untuk membuat bekal bagi mereka, mendorong Yaya ke kolam ikan, menghina cara berpakaiannya, menyebarkan keteman-teman sekolah tentang sosok Yaya yang melakukan

Cosplay. Penderitaan Yaya semakin bertambah ketika Megumi Hano pindah

kesekolahnya. Tujuan utama Hano adalah untuk mendekati Moriyama, namun tujuannya bertambah ketika menyadari bahwa nana juga ada disekolah itu. Hano memiliki dendam pribadi terhadap sosok Nana karena cemburu melihat kedakatannya pada saat berciuman dengan Moriyama di konser BLACK DOG yang lalu. Awalnya Hano juga tidak menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang sama. Walaupun dimulut Hano berkata bahwa Yaya adalah teman baiknya, pada kenyataan Yaya hanyalah diperbudak dan dibodohi demi kepentingan Hano. Hano yang memiliki pekerjaan sampingan terselubung sebagai germo ini, juga menjebak Yaya dan temannya yang lain dengan modus akan diorbitkan sebagai artis di manajemen artis milik ayahnya. Kenyataannya mereka


(48)

akan dijual kepada pria hidung belang. Tetapi tanpa disadari Yaya, sosok Nana dalam dirinya sudah sering melakukan pembalasan dendam yang setimpal dan berbalik mengerjai Sena dan Hano. Akibatnya kemarahan Hano semakin meningkat, Yaya yang lemah dipaksa menggunakan kostum Cosplaynya di sekolah dan menunjukkan jati diri yang sebenarnya sebagai seorang Cosplayer yang masih dianggap aneh oleh teman-teman disekolahnya. Namun kemunculan sosok Nana dengan tiba-tiba membuat Yaya yang mengenakan kostum terlihat menjadi keren dan mengancam Hano akan semua tindakannya tersebut.

Di lain hal, akibat dari seringnya berjumpa antara Yaya dengan Moriyama pada saat sekolah dan latihan band membuat hubungan mereka semakin membaik dan berkembang. Namun hal ini sedikit gangguan setelah munculnya sosok Shuko sebagai mantan kekasih Moriyama yang berusia lebih tua tiga tahun dari

Moriyama. Pada suatu kejadian tanpa sengaja Shuko bertemu dengan Yaya yang

sedang mengalahkan beberapa berandalan dengan tangan kosong, Shuko tidak mengetahui bahwa itu adalah kepribadian lain Yaya yaitu Nana. Shuko pun dengan segera merekam kejadian tersebut dengan telefon genggamnya. Setelah kejadian Shuko menunjukkan video tersebut dan menyadarkan Yaya bahwa dia sebenarnya memiliki kepribadian ganda. Yaya tidak dapat menerima keadaan ini dan semakin bingung akan dirinya. Moriyama yang sengaja merahasiakan hal ini sejak lama memarahi Shuko yang tidak mengerti keadaan Yaya. Sosok Yaya menjadi semakin jarang keluar, sosok nana lah yang semakin sering mengambil alih kehidupan Yaya. Moriyama terus berupaya menyadarkan Yaya untuk kembali bangkit, dan menyadarkan Nana juga bahwa dia bukanlah pemilik tubuh Yaya.


(49)

Nana hanyalah sosok baru yang diciptakan yaya untuk melawan semua ketakukan

dan kebenciannya akan kehidupan.

Sosok Nana lama-kelamaan disadarkan oleh Moriyama, bahwa Yaya lah pemilik tubuh ini dan Nana mulai menghilang dari kehidupan Yaya. Yaya pun semakin kuat dan tabah untuk lebih berupaya dalam menjalani hidup dan mengejar mimpinya. Yaya akhirnya berani menerima tawaran Syohei dan berlatih keras untuk mengejar impian masa kecilnya sebagai penyanyi. Yaya pun akhirnya menyadari dan menerima bahwa kehadiran Nana dulu adalah sebagai pelindungnya. Yaya semakin berterimakasih kepada Moriyama yang sudah banyak membantunya selama ini dan menerima cinta Moriyama.

3.2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa

Tokoh Utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa adalah

Yaya Higuchi. Yaya adalah seorang siswi SMA berumur 16 tahun yang suka

melakukan Cosplay di akhir pekannya. Yaya memilih nama Mimi sebagai nama samarannya di dalam komunitas tersebut.

3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah

Yaya hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena ibunya sudah lama

meninggal sewaktu Yaya berumur 6 tahun. Ia memiliki impian masa kecil untuk menjadi penyanyi namun ayahnya tidak mendukung cita-citanya tersebut. Ayah

Yaya sangat protektif terhadap anaknya, sehingga membatasi pergaulan anaknya

dengan sangat terlalu. Hasil didikan ayahnya membuat Yaya menjadi anak yang penurut namun tidak berani mengungkapkan pendapat dan keinginannya. Sosok


(50)

Yaya yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil membuatnya bertanggung jawab

akan semua kegiatan rumah tangga dan pendidikannya.

3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah

Yaya Higuchi adalah seorang murid SMA yang memiliki sifat pemalu

yang cenderung penakut, sikapnya mudah sekali kikuk dan minder bila berada di lingkungan baru yang membuatnya susah bergaul dan mendapatkan teman baru. Akhirnya dia hanya memiliki teman yang bernama Seri dan Moe, mereka sengaja berteman dengan Yaya dikarenakan sifat Yaya yang sangat penurut dan tidak akan marah ataupun melawan bila dikerjai dan ditindas.

Sosok Yaya sedikit berbeda dengan teman-teman sebayanya, karena tidak menyukai hal-hal yang umum disukai anak seusianya seperti berbelanja barang bermerek dan berkencan. Akibat karakternya yang terbentuk di rumah, sosok

Yaya-pun menjadi seseorang yang tidak berani mengungkapkan pendapatnya di

sekolah. Karena sangat ingin memiliki teman Yaya menjadi seseorang yang mudah percaya dengan siapapun dan menganggap semua orang tidak mungkin bermaksud jahat padanya. Karena Cosplay adalah kegiatan yang dirasa aneh oleh teman-temannya, maka tak jarang Yaya sering menerima hinaan karena kegiatannya tersebut.

3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat

Selain dirumah dan disekolah, Moriyama sering mengajak yaya untuk melihat bandnya berlatih atau mengundang Yaya untuk melihat penampilan bandnya. Lingkungan band menjadi tempat bermain Yaya yang baru. Personil band yang lain sangat menerima kehadiran Yaya, walaupun sifat yaya yang kikuk pada saat perkenalan. Yaya menjadi lebih ceria dilingkungan ini di bandingkan


(51)

dengan sekolah. Penampilan Yaya pun menjadi lebih berani dan menjadi sosok yang lebih menyenangkan. Namun Yaya memiliki sedikit masalah apabila berhadapan dengan penggemar band BLACK DOG yang lain. Sama seperti disekolah, Yaya pun tetap saja ditindas oleh penggemar yang lain. Yaya yang tidak memiliki keberanian untuk melawan hanya diam menerima tindakan kasar yang ditujukan kepadanya.

3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay

Sebagai jalan keluar dari kejenuhannya dalam menjalani hidup, setiap akhir pekan dia berubah menjadi sosok Mimi. Mimi adalah nama samaran yang digunakan Yaya ketika melakukan Cosplay. Dengan ber-cosplay Yaya merasa dapat sejenak terbebas dari kehidupannya yang menjemukan dan terbebas dari permasalahan, karena bila melakukan cosplay dia merasa menjadi orang lain dan memiliki teman di komunitas yang dapat menerima dia apa adanya. Karena diterima dengan baik oleh komunitas ini, Yaya berubah menjadi anak yang ceria dan tidak ragu untuk mengungkapkan pendapat dan masalahnya di depan anggota komunitas yang lain. Karena rasa setianya pada kelompok Yaya tidak segan untuk menentang orang lain yang merendahkan komunitas cosplay dan memberikan pelajaran bagi yang menjelek-jelekan komunitasnya. Yaya dengan bebas dan berani menceritakan dan berbagi semua permasalan yang dialami masing-masing anggota komunitas di keseharian mereka di luar komunitas. Kesamaan akan kegemaran pun membuat mereka menjadi lebih dekat tanpa menuntut pengorbanan ke komunitas. Dandanan mimi sebagai cosplayer yang tebal hingga


(52)

tidak dikenali juga menjadi pembebas tersendiri bagi Yaya untuk membalas semua tindakan teman-temannya yang suka menindasnya disekolah.

3.3. Analisis Kehidupan Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa

Pada bagian ini akan diungkapkan analisis kehidupan tokoh utama pada

manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa terlebih di dalam komunitas cosplay.

Dalam novel ini banyak membahas pola interaksi remaja dan proses pembentukan karakteristik tokoh utama terhadap lingkungannya serta menunjukkan bagaimana peranan suatu komunitas di dalam pembentukan karakteristik seseorang. Dalam manga ini terungkap beberapa contoh pola interaksi yang sangat kompleks terutama di dalam komunitas cosplay baik itu secara keseluruhan cerita maupun dalam beberapa tindakan atau perilaku.

Cuplikan 1, jilid 1

(Seri dan Moe mengajak Yaya janjian untuk merayakan pergantian tahun Milenium di pusat kota.)

Seri dan Moe : Ha ha ha.. Hua ha ha ha.. (menertawai Yaya) Seri : Masih pede pakai hak setebal itu Yaya... !? Yaya : Eh, Tapi masih banyak yang pakai, lho. Moe : Mereka nggak ikut tren.

Seri : Aaah, Coba kamu ikut waktu aku pergi beli mule Aku malu jalan denganmu.

.

Yaya selalu ketinggalan, telmi dan norak. Menurutmu begitu Moe?


(53)

Analisis Mule

Cuplikan 2, jilid 1

adalah merek sepatu yang sedang tren pada saat itu. Dari cuplikan diatas dapat dilihat bagaimana gaya pergaulan masyarakat muda Jepang yang tercermin dari penokohan Seri dan Moe yang banyak menganut konsumerisme benda-benda bermerek dan selalu mengikuti tren. Selain itu terlihat sekali adanya intimidasi bagi Yaya yang tidak mengikuti tren atau berbeda gaya pemikiran dengan teman-teman seusianya. Ucapan-ucapan yang kasar dan memojokkan pun tidak segan-segan diucapkan untuk menyinggung Yaya yang berbeda pandangan dengan diri Seri dan Moe. Yaya mengalami hidup yang sangat berat dilingkungan sekolahnya karena harus tidak memiliki kemampuan untuk melawan tindakan kasar teman-temannya. Hal ini juga menjadi salah satu faktor mengapa Yaya merasa lebih nyaman bergaul bersama komunitas Cosplay daripada teman-teman sekolah yang menjunjung tinggi tren, yaitu dengan alasan penerimaan status seseorang apa adanya dan tidak banyak menuntut.

(Karena Yaya pulang telat kerumah pada malam tahun baru, ayahnya memarahinya habis-habisan.)

Ayah : Tahun baru, kek. Abad 21, kek. Nggak pantas anak perempuan berkeliaran di tempat jauh malam-malam begini!.

Kamu harus menyesal!.

Yaya : Tapi, waktu itu ayah bilang boleh... Ayah : Kamu melawan!?.

Keterlaluan,

Analisis


(54)

Keluarga merupakan lingkungan sosial awal bagi seseorang untuk berkembang dan akan menjadi dasar bagaimana pola interaksi terhadap lingkungan sosial masyarakat yang lebih kompleks nantinya. Gaya mendidik orang tua Yaya yang sangat keras dan disiplin dalam mendidik anak membuat sosok anak seperti Yaya tidak berani mengungkapkan pendapatnya sendiri. “almarhum ibumu pasti sedih kalau tahu hal ini...”

Cuplikan 3, jilid 1

dari cuplikan kalimat diatas dapat dilihat cara ayah Yaya memakai alasan yang membuat Yaya tertekan akan semua tindakan yang dianggap ayahnya salah. Cuplikan diatas memberikan penjelasan bahwa tokoh Yaya tidak suka dengan didikan ayahnya yang keras, alasan tersebut membuat tokoh Yaya mencari jati dirinya sebagai anak yang mempunyai kebebasan untuk memilih, dan sebagai pelariannya Yaya memilih untuk masuk dalam komunitas Cosplay. Karena didalam komunitas ini Yaya memiliki kesempatan berbagi masalah yang dialami diluar lingkungan komunitas terhadap cosplayer lainnya.

(Seri dan Moe mendatangi Yaya pada jam istirahat kelas untuk mengajak Yaya berbelanja di akhir minggu nanti)

Seri : Minggu ini ada diskon, lho. Pergi, yuk!

Cari baju musim dingin.

Gimana kalau yaya beli mule juga?. Yaya : Maaf hari minggu aku nggak bisa. Seri : Kenapa?.


(1)

Moe menjadi senjata yang bagus untuk membalas dendam terhadap Yaya apabila diberitahukan kepada Moe. Moe sendiri melihat hal ini sebagai suatu peluang untuk mengerjai yaya akan hal yang disukainya tersebut.

Cuplikan 14, jilid 4

(Hano yang baru saja menerima informasi tentang kegemaran Yaya yang suka bercosplay dari Seri segera merencanakan suatu hal untuk mengerjai Yaya.) Yaya : a, ada apa Hano?!.

Hano : (sambil memegang costum cosplay.) Hadiah untukmu.

Hobi rahasiamu... benar?. Tapi sayang kalo disembunyikan. Makanya, tunjukan dirimu dengan pakai baju ini dihadapan seluruh murid sekolah, hano pasti akan mendukungmu. Yaya : itu.. Hano, kalau itu...

Hano : Bisakan?, kamu saja juga bisa jadi Nana. Yaya : Aku bukan Nana.

Hano :

Yaya : Hen, hentikan..

Ayo dandani dia jadi boneka yang cantik.

Analisis

Bagi masyarakat biasa cosplay tetaplah menjadi hal yang kurang bisa diterima. Dikarenakan hal ini Yaya dengan sengaja menutup rapat-rapat kebiasaannya diakhir pekan ini, dengan tujuan agar tidak dijauhi atau dianggap aneh oleh teman-temannya. Namun karena Hano telah mengetahui hal ini, kebiasaan Yaya dalam bercosplay dijadikan hal yang bagus untuk mengerjai Yaya. Hano sadar dan bermaksud menunjukkan kepada seluruh teman sekolahnya


(2)

siapakah Yaya yang sebbenarnya di akhir pekan. Jika semua teman-temannya tahu makan Moe beranggapan seluruh teman-teman sekolah akan menganggap Yaya aneh dan akan dijauhi dan ditertawakan oleh teman-teman yang lain. Ajakan Hano kepada teman-teman lainnya dengan kalimat “Ayo dandani dia jadi boneka yang cantik.

BAB IV

” Dimaksudkan karena memang setiap cosplayer biasanya selalu berdandan tebal dengan tata rias wajah yang ekstrem sampai-sampai terlihat seperti seorang boneka.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya maka di dalam akhir penulisan skripsi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Istilah “cosplay” adalah singkatan dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bila diartikan perkata berarti “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang diucapkan kosupure (コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan yang sama dengan cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta kostum, karnaval atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk karakter apa saja, namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah cosplay untuk berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu original, artis, visual-kei dan lolita yang berasal dari Jepang.


(3)

2. Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa yang dijadikan objek penelitian banyak menandakan adanya pola interaksi sosial yang terjadi di dalam komunitas cosplay. Pola sosial yang paling menonjol dalam manga ini adalah adanya diskriminasi dan pandangan negatif oleh masyarkat terhadap komunitas ini. Dalam manga ini mengungkapkan bahwa Satomi Ikezawa masih mempertahankan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat muda Jepang, dengan menceritakan peristiwa yang berkaitan dengan pola interaksi masyarakat Jepang terutama didalam berkelompok. Walaupun disajikan dalam bentuk fiksi, manga ini dapat menunjukkan kondisi masyarakat Jepang yang sebenarnya secara sepintas dalam gaya hidup yang tidak terpisahkan dari budaya kelompok.

3. Karena isi cerita manga “OTHELLO” ini mayoritas menceritakan pola tingkah laku tokoh utama dalam bersosialisasi dan kegemarannya dalam bercosplay. Kita dapat mengetahui dengan jelas bagaimana kehidupan tokoh utama Yaya yang sangat berbeda setelah bergabung dengan komunitas ini. Sifat Yaya yang pemalu dan susah bergaul tidak lagi ada bila sudah berada didalam lingkungan komunitasnya. Yaya menjadi anak yang ceria dan mudah bergaul. Tekanan-trekanan yang banyak dialaminya selama dirumah dan disekolahpun dapat dihilangkan dari pikirannya bila sudah berbagi dengan anggota komunitas lainnya.

4.2. Saran

1. Sebelum menetapkan bahwa suatu komunitas itu baik atau buruk, ada baiknya terlebih dahulu menyelidiki latar belakang dan keberadaan komunitas itu sendiri. Selain untuk pengetahuan bagi pribadi, kita juga


(4)

dapat menjadikan karya sastra, baik berupa karya fiksi maupun nonfiksi untuk dapat memberitahukannya kepada masyarakat. Dengan demikian kita akan lebih beralasan dalam menetapkan apakah suatu komunitas itu baik atau tidak.

2. Melalui skripsi ini diharapkan agar manga tidak hanya dijadikan sebagai alternative kesenangan, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan. Kita sebagai pembaca layaknya berusaha untuk memahami makna serta nilai positif yang terkandung didalamnya dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

3. Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, mulai dari pemahaman konsep, penulisan, analisa maupun yang lain. Disarankan bagi pembaca dan mahasiswa yang ingin mengetahui atau meneliti budaya-budaya Jepang lainnya agar benar-benar memahami konsep budaya tersebut dengan baik dan benar dan didukung oleh data yang akurat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azani, Sarah. 2008. Fenomena Gaya Harajuku Dalam Kehidupan Remaja Jepang Dewasa Ini (Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara.

Horton, Paul.B dan Chester L.Hunt.1987.Sosiologi (Edisi keenam). Jakarta: Erlangga (terjemahan).

Ikezawa, Satomi.2007. OTHELLO jilid 1-7. Jakarta : PT Elex Media Komputindo (Terjemahan).

Jabrohim . 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT. Hanindita Graha Widia.

Koentjaraningrat. 1980 . Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara baru. Luxemburg, Jan Van.1992. Pengantar Ilmu Sastra .Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama

Nazir, Moh.2002. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Nelson, Andrew N.2005. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia. Jakarta : Kesaint Blanc.


(6)

Nurgiyanto, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha.2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Soekanto, Soerjono.1990. Sosiologi Suatu Penghantar. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Wiyarti, Sri. 2008. Sosiologi.Surakarta: UNS Press. “Cosplay”. Animoster, Vol.61 April 2004. Halaman 2004

“A prelude to Visual Kei”. Animonster,Vol. 68 November 2004. Halaman 38 “Gothic & Lolita Fashion”. Animonster, Vol.94 January 2007. Halaman 70

http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra