Proses Penerjemahan Kualitas Terjemahan Media Online (Studi Kasus terhadap Terjemahan Dokumen Berita Politik dan Kekerasan dari Melayu.Palinfo.com

15 juga pemaknaan pragmatik yang dikaitkan dengan konteks situasi yang berlaku pada teks atau ujaran dalam Bsu. Proses 3: sinkronisasi struktur dalam Bsu dan Bsa. Pada tahap ini, struktur luar Bsu telah bertransformasi menjadi struktur dalam. Di kepala si penerjemah, struktur dalam ini disinkronisasi untuk mendapatkan penyelarasan pemahaman teks atau ujaran dalam Bsu ke dalam teks atau ujaran Bsa. Proses 4: pemadanan makna ke dalam Bsa. Pada tahap ini, hasil penyelarasan itu dikonversikan menjadi teks atau ujaran dalam Bsa yang dapat dipahami dengan baik oleh pembaca atau pendengar Bsa, sebaik pemahaman yang diperoleh oleh pembaca atau pendengar Bsu. Dalam proses pemadanan ini, penerjemah tidak boleh hanya memperhatikan aspek leksikal atau gramatikal saja, tetapi harus benar-benar memperhatikan aspek semantis dan pragmatis pada teks atau ujaran dalam Bsu saat dihadirkan dalam bentuk Struktur Bsa. 9 Artinya, untuk mendapatkan hasil terjemahan yang berkualitas seorang penerjemah perlu memahami ilmu bahasa. Seperti leksikologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan kaidah kelaziman serta kepahaman dalam proses penerjemahan. Leksikologi mampu memanjakan penerjemah dalam memilih penggunaan makna kosakata sesuai ujaran atau teks Bsu yang berpadanan dari kamus. Karena itu meningkatkan keakuratan makna sehingga mudah dibaca. Pada teks terjemahan terkadang penerjemah terkecoh dengan pola kata yang tertera di Tsu. Oleh karena itu, ilmu morfologislah yang mampu merubah makna ke Bsa menjadi perubahan makna yang otentik. 9 Moch. Syarif. Hidayatullah,Seluk Beluk Terjemahan Arab-Indonesia Kontemporer. Tangerang: Alkitabah, 2014, hlm. 20-21. 16 Sementara itu, pola kalimat yang tertera dalam Bsu tidak semata-mata penerjemah artikan dengan seenaknya. Maka untuk itu, untuk memahami pola kalimat dalam Tsu dibutuhkan ilmu sintaksis sehingga pola kalimatnya sesuai, sehingga sinkron dengan Tsa. Struktur pemaknaan semantik juga perlu diperhatikan guna menjadikan bentuk struktur penerjemahan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia berupa SPOK. Hal ini tentu berkaitan dengan pemaknaan pragmatik yang dikaitkan dengan konteks situasi yang berlaku pada Bsu.

D. Metode Terjemahan

Molina dan Albir mengartikan metode penerjemahan sebagai cara proses penerjemahan dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemah. Metode terjemahan merupakan pilihan global yang mempengaruhi keseluruhan teks. Pada dasarnya metode terjemahan akan ditetapkan terlebih dahulu oleh penerjemah sebelum dia melakukan proses penerjemahan. 10 Metode penerjemahan merupakan teknik yang dipergunakan oleh seorang penerjemah saat hendak memutuskan menerjemahkan suatu Tsu. Banyak metode penerjemahan yang dikembangkan oleh para ahli. Namun, di antara metode yang ada, metode yang ditawarkan Newmark 1998 dinilai sebagai paling lengkap dan memadai. Menurut Newmark, metode ini terbagi menjadi delapan. Dari delapan metode itu, empat di antaranya berorientasi pada keakuratan Tsu, sementara lainnya berorientasi pada keterbacaan Tsa. 11 Dengan demikian, setiap proses penerjemahan memiliki teknik masing- masing. Terlebih antara Tsu dan Tsa memiliki metode terjemahan tersendiri agar menghasilkan terjemahan berkualitas. 10 L. Molina A.H Albir, “Translation Technique Revisited: A Dynamic and Functional Approach”, Meta, Vol XLVIII, No. 4, 2002, hlm. 507-508. 11 Newmark, P.A, Textbook of Translation. New York: Prentice-Hall Internasional, 1998, hlm. 45. 17

1. Metode Penerjemahan yang Berorientasi pada Keakuratan Tsu

a. Metode Penerjemahan Kata Demi Kata

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah meletakkan kata-kata Tsa langsung di bawah Tsu. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan apa adanya. Namun, metode ini biasanya digunakan oleh para pemula yang tidak mempunyai wawasan Tsu yang cukup baik, atau digunakan untuk kegiatan prapenerjemahan analisis dan tahap pengalihan untuk Tsu yang sukar dipahami. Contoh: ع بتك ثاث Klausa tersebut bila diterjemahkan dengan menggunakan metode ini, maka hasil terjemahannya akan menjadi seperti berikut: dan di sisiku tiga buku-buku.

b. Metode Penerjemahan Harfiah

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah mencarikan padanan konstruksi gramatikal Tsu yang terdekat dalam Tsa. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini biasanya digunakan pada tahap awal pengalihan.Contoh: لا ج نم لج ء ج ل سحإا ا ل لا ي حض ع س ل ت ك يغ ي Artinya: datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan. Terjemahan tersebut terlihat menggunakan metode ini, karena penerjemahannya hanya mencari padanan kontruksi gramatikal, tetapi masih melepaskannya dengan konteks. Ia seharusnya mengetahui orang yang sukarela terlibat dalam membantu korban bencana alam itu disebut sebagai ‘relawan’. Oleh karena itu, klausa di atas seharusnya bias diterjamahkan menjadi seorang relawan datang ke Yogyakarta untuk membantu korban gempa. 18

c. Metode Penerjemahan Setia

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah memproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetapi dibiarkan. Ia berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga agak kaku dan terasa asing. Ia tidak berkompromi dengan kaidah Tsa. Metode ini biasanya digunakan pada tahap awal pengalihan. Contoh: م لا ي ك ه Artinya: dia lk dermawan karena banyak abunya. Terjemahan tersebut terlihat menggunakan metode ini, karena penerjemahannya sudah memperhatikan makna kontekstual dengan menerjemahkan ي ك م لا dengan ‘dermawan’. Meski demikian, penerjemahannya masih tampak memperhatikan arti dari struktur gramatikalnya. Ia masih menambahkan terjemahannya itu dengan ‘karena banyak abunya’. Padahal, klausa itu cukup diterjemahkan menjadi ‘dia dermawan’, karena memang itu pesan yang hendak disampaikan Tsu. Ini terkait dengan م لا ي ك yang memang idiom dan mempunyai arti ‘dermawan’.

c. Metode Penerjemahan Semantik

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah telah lebih luwes dan lebih fleksibel daripada penerjemah yang menggunakan penerjemahan setia. Ia mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Contoh: ني ج لا تيا مأ ل لا