Teori Penerjemahan Teori Penerjemahan Newmark

10 Aplikasi teori tersebut tentunya akan bersinggungan dengan teori-teori penerjemahan lainnya, seperti: prosedur, metode, teknik, dan lain-lain. 6 Yang menjadi kekuatan, penelitian ini tidak hanya memberikan teori yang relevan tetapi juga memberikan contoh-contoh aplikatif yang bisa menjadi garis tegas pemahaman pemaknaan teks dalam penerjemahan, khususnya bagi penerjemah pemula seperti mahasiswa. Contoh-contoh diambil dari budaya terdekat masyarakat pembacanya sehingga diharapkan lebih mudah dicerna dan mengakar.Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini data- data tertulis dianalisis secara kualitatif, teori dijabarkan secara rinci dan diberikan contoh aplikatif yang pekat sebagai pembeda.

1. TEORI DINAMIKA PENERJEMAHAN MENURUT NEWMARK

Dalam melakukan penerjemahan, Newmark 1988:5 mengajak kita memandang teks sebagai sesuatu yang dinamis dan bukan sekadar sesuatu yang statis. Teorinya itu 6 Irna N. Djajadiningrat, Meningkatkan Daya Saing Penelitian dengan Konsep Monozukuri, Jakarta: lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada, 2012, h. 52. 11 digambarkan dalam sebuah bagan yang dinamainya The Dynamics of Translation seperti ini:

1. Penulis TSu Pembaca TSa

Penulis teks biasanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam hal ini penulis TSu sangat dipengaruhi oleh idioleknya dalam menyampaikan pesan. Newmark 1988:5 menegaskan bahwa penerjemah dihadapkan dua pilihan, mempertahankan atau menghilangkan idiolek penulis TSu dalam TSa.

2. Norma TSu dan TSa

Teks 1. Penulisan Tsu 2. Norma Tsu 3. Budaya Tsu 4. Latar dan Tradisi Tsu 5. Pembaca Tsa 6. Norma Tsa 7. Budaya Tsa 8. Latar dan Tradisi Tsa 9. Kebenara n 10. Penerjema h 12 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002:787, norma adalah 1 aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dl masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan berterima; 2 aturan, ukuran atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. Norma TSu adalah kaidah gramatikal, tekstual, dan sosial bahasa yang bersangkutan. Penggunaan gramatika dan kosa kata dalam hal ini sangat bergantung pada topik dan situasinya.

3. Budaya TSu dan TSa

Implikasi budaya dalam terjemahan bisa muncul dalam berbagai bentuk berkisar dari lexical content dan sintaksis sampai ideologi dan pandangan hidup way of life dalam budaya tertentu. Oleh karena itu penerjemah harus menentukan tingkat kepentingan yang diberikan pada aspek-aspek budaya tertentu dan sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut perlu atau diinginkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain sangat penting bagi penerjemah untuk mempertimbangkan tidak saja dampak leksikal pada pembaca bahasa sasaran tetapi juga cara bagaimana aspek budaya tersebut dipahami sehingga akhirnya menerjemahkan merupakan suatu keputusan yang harus diambil penerjemah.Sejatinya penerjemah tidak sekadar menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, tetapi juga hendaknya memahami dengan baik budaya yang melekat pada keduanya. Dengan kata lain, penerjemah idealnya adalah seorang dwibahasawan sekaligus juga seorang dwibudayawan, sebab ia tidak saja memainkan peran sebagai pengalih bahasa, tetapi juga sebagai pengalih budaya.

4. Latar TSu dan TSa Latar TSu

dalam hal ini berhubungan dengan tempat dan waktu produksi, dan format teks yang khas pada TSu. Format teks tentunya berbeda-beda berdasarkan ragamnya; format ragam teks hukum akan berbeda dengan ragam teks jurnalistik, ragam fiksi, dan lain-lain. 13

5. Kebenaran dan Penerjemah

Penerjemah dengan segala pandangan dan prasangkanya sangat mungkin bertindak memihak dan subjektif. Namun terlepas dari semua itu, penerjemah harus bisa mengungkapkan kebenaran baca: keberterimaan dalam terjemahannya. 7

C. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan yang dimaksudkan merujuk pada upaya penerjemah untuk mengalihkan pesan teks Bsu ke dalam pesan teks Bsa secara otentik. Untuk menghasilkan karya tersebut seorang penerjemah harus memiliki segmentasi akurat sehingga rancangannya menjadi akurat dan sekali lagi mampu diterima oleh pembaca. 7 Irna N. Djajadiningrat, Meningkatkan Daya Saing Penelitian dengan Konsep Monozukuri, Jakarta: lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan, 2012, h. 54-60. MASUKAN STRUKTUR LUAR BIASA PROSES 1 PEMAHAMAN LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL BSU PROSES 2 PEMAHAMAN MAKNA BSU PROSES 3 SINKRONISASI STRUKTUR DALAM BSU DAN BSA PROSES 4 PEMADANAN MAKNA KE DALAM BSA KELUARAN STRUKTUR LUAR BSA 14 Bagan 1. Proses Penerjemahan 8 Baganproses penerjemahan di atas memberikan gambaran yang jelas perihal tahapan yang lazim diupayakan oleh penerjemah dalam menghasilkan suatu terjemahan. Secara sederhana, bagan 1 tahapan proses penerjemahan yang mempermudah penerjemah dalam menghasilkan karya. Bagan tersebut memperlihatkan adanya empat proses yang harus dilalui oleh suatu teks atau ujaran saat berbentuk struktur Bsu hingga akhirnya berubah menjadi stuktur Bsa. Proses penerjemahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Proses 1: pemahaman leksikal dan gramatikal Bsu. Pada tahap ini, seorang penerjemah harus memiiki kepekaan leksikal, sehingga dia bisa memahami penggunaan makna kosakata yang terlihat pada teks atau uajaran dalam Bsu sesuai peruntukannya berdasarkan makna yang tersedia di kamus. Pemahaman morfologis teks atau ujaran dalam Bsu juga mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis kosakata teks atau ujaran dalam Bsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada teks atau ujaran dalam Bsu yang dapat berimbas pada perubahan makna. Sementara itu pemahaman sintaksis teks atau ujaran dalam Bsu, mengharuskan penerjemah memahami pola kalimat dalam Tsu, yang pada gilirannya memadankannya sesuai dengan struktur kalimat yanag berlaku dalam Bsa. Proses 2: pemahaman makna Bsu. Pada tahap ini, seorang penerjemah harus memahami struktur pemaknaan semantik yang berlaku pada teks atau ujaran dalam Bsu, 8 Moch. Syarif. Hidayatullah,Seluk Beluk Terjemahan Arab-Indonesia Kontemporer. Tangerang: Alkitabah, 2014, hlm. 20. 15 juga pemaknaan pragmatik yang dikaitkan dengan konteks situasi yang berlaku pada teks atau ujaran dalam Bsu. Proses 3: sinkronisasi struktur dalam Bsu dan Bsa. Pada tahap ini, struktur luar Bsu telah bertransformasi menjadi struktur dalam. Di kepala si penerjemah, struktur dalam ini disinkronisasi untuk mendapatkan penyelarasan pemahaman teks atau ujaran dalam Bsu ke dalam teks atau ujaran Bsa. Proses 4: pemadanan makna ke dalam Bsa. Pada tahap ini, hasil penyelarasan itu dikonversikan menjadi teks atau ujaran dalam Bsa yang dapat dipahami dengan baik oleh pembaca atau pendengar Bsa, sebaik pemahaman yang diperoleh oleh pembaca atau pendengar Bsu. Dalam proses pemadanan ini, penerjemah tidak boleh hanya memperhatikan aspek leksikal atau gramatikal saja, tetapi harus benar-benar memperhatikan aspek semantis dan pragmatis pada teks atau ujaran dalam Bsu saat dihadirkan dalam bentuk Struktur Bsa. 9 Artinya, untuk mendapatkan hasil terjemahan yang berkualitas seorang penerjemah perlu memahami ilmu bahasa. Seperti leksikologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan kaidah kelaziman serta kepahaman dalam proses penerjemahan. Leksikologi mampu memanjakan penerjemah dalam memilih penggunaan makna kosakata sesuai ujaran atau teks Bsu yang berpadanan dari kamus. Karena itu meningkatkan keakuratan makna sehingga mudah dibaca. Pada teks terjemahan terkadang penerjemah terkecoh dengan pola kata yang tertera di Tsu. Oleh karena itu, ilmu morfologislah yang mampu merubah makna ke Bsa menjadi perubahan makna yang otentik. 9 Moch. Syarif. Hidayatullah,Seluk Beluk Terjemahan Arab-Indonesia Kontemporer. Tangerang: Alkitabah, 2014, hlm. 20-21.