Profil Perempuan sebagai Orangtua Tunggal LM Tabel Profil Informan No Keterangan

sampai saat ini mampu bertahan dengan lingkungan yang mendukung mereka walau banyak tekanan yang mereka hadapi.

4.1.1.5. Profil Perempuan sebagai Orangtua Tunggal LM

Informan terakhir peneliti adalah perempuan sebagai orangtua tunggal karena kematian. LM lahir di Siantar pada tahun 1964, saat ini LM berusia 50 tahun. Perempuan mungil yang terlihat sangat keibuan ini memiliki seorang suami bermarga pangaribuan. Suami LM berasal dari Garoga, mereka di karuniai 3 orang anak yaitu satu orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki. Suami LM meninggal tahun 2007 akhir, untungnya LM bekerja sebagai PNS di Kementerian Agama. Hal itu membuat LM dapat menyekolahkan anaknya sampai sekarang dan membuat perempuan ini jauh lebih mandiri dari sebelumnya. Suami perempuan yang memiliki senyum menawan dan terlihat anggun ini dahulu bekerja sebagai karyawan di PLN Medan. Pasangan suami istri yang sama-sama bersuku batak toba ini dikaruniai anak pertama perempuan yang baru saja menyelesaikan ujian nasionalnya dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Anak kedua yaitu laki-laki yang saat ini duduk di kelas 3 SMP juga baru saja menyelesaikan ujian nasionalnya. Sementara anak terakhir kelas 1 SMP berjenis kelamin laki- laki. Sangat disayangkan bapak pangaribuan terlalu cepat meninggalkan keluarga, apalagi anak yang terakhir masih sangat kecil. Belum sempat merasakan kasih sayang yang begitu banyak, ayahnya sudah terlebih dahulu di panggil Tuhan. LM memiliki kerja sampingan yaitu membuka sebuah toko di simpang rumahnya, toko yang tidak begitu besar itu menghasilkan uang tambahan yang lumayan untuk hidup mereka. LM dan anak-anaknya berdomisili di Medan tepatnya berada di daerah Kampung Durian. Tidak jauh dari situ, terdapat tempat kuliah yang pernah diduduki oleh LM yaitu Universitas HKBP Nommensen. LM dahulu mendapatkan gelar sarjananya dari Universitas yang lumayan terkenal di Medan tersebut. Universitas Sumatera Utara

4.1.1.6. Tabel Profil Informan No Keterangan

RS YS SM MP LM 1 Tempat dan Tahun Lahir Medan, 1964 Medan, 1962 Sibolga, 1979 Sidikalang, 1973 Medan, 1964 2 Suku Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba 3 Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Tukang Cuci PNS 4 Status Pernikahan Orangtua tunggal karena kematian Orangtua tunggal karena kematian Orangtua tunggal karena cerai hidup Orangtua tunggal tanpa pernikahan hamil diluar nikah Orangtua tunggal karena kematian 5 Usia Pernikahan 22 Tahun 21 Tahun Suami Pertama : 6 Tahun Suami Kedua : 2 Tahun Tidak Ada 19 Tahun 6 Usia Status Orangtua Tunggal 3 Tahun 7 Tahun Suami Pertama : Anak Pada Pihak Suami Suami Kedua : 3 Tahum 24 Tahun 7 Tahun 7 Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen Sumber : Hasil Wawancara Universitas Sumatera Utara 4.1.2. Subordinasi terhadap perempuan sebagai orangtua tunggal dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba 4.1.2.1.Subordinasi terhadap RS dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba RS adalah seorang perempuan yang sekarang menjadi orangtua tunggal. RS menikah dengan DS dan memiliki tiga orang anak. DS meninggal akibat penyakit jantung, setelah meninggal RS tidak menikah lagi sampai saat ini. Sejak saat itu RS menjadi orangtua tunggal dan menanggung beban yang cukup berat dengan diri sendiri, anak, dan orang sekitarnya. Pandangan negatif orang sekitar muncul satu persatu, bukan hanya itu saja bahkan RS harus menjaga sikap ketika berbicara dengan lawan jenisnya. Keluarga dari suami yang awalnya tidak peduli sekarang malah semakin tidak peduli dengan keberadaan RS, padahal di adat DS merupakan hula-hula bagi keluarga sihombing. Perbedaan mencolok yang dirasakan RS yaitu saat DS masih hidup, pendapat RS dapat diperhitungkan akan tetapi semua berbeda ketika RS menyandang gelar “janda”. RS mendapat beban yang cukup besar, tetangga sering menyudutkan dia di awal kepergian suaminya. Dua minggu setelah kepergian suami, RS langsung kembali bekerja dan hal itu membuat tetangga merasa bahwa RS tidak begitu peduli terhadap kepergian suami. Sementara di benak RS jikalau dia tidak bekerja bagaimana dia menghidupi anak-anaknya. DS meninggalkan banyak kesan tersendiri untuk RS, suaminya tidak pernah memberikan kesan negatif kepada RS. Hal tersebut membuat RS berfikir bahwa suaminya masih ada disampingnya dan itu alasan yang membuat dia tidak ingin mencari pengganti suaminya. RS sangat mandiri dalam membina keluarganya, salah satu yang sangat jelas terlihat yaitu dari kesuksesannya. Usaha RS semakin berkembang dan rumah yang dia tempati juga mengalami perubahan yang Universitas Sumatera Utara mencolok. Kerja keras RS dalam membesarkan anak juga terlihat dari sikap RS yang begitu peduli terhadap anaknya, mengajari tugas anaknya dan memasak di tengah kesibukannya. RS merasa bukan hanya sekedar menjadi seorang ibu tetapi harus menjadi seorang ayah juga. RS mengaku kalau bukan hal yang mudah untuk menjadi orangtua tunggal. Dia harus dapat menempatkan diri dimana anak membutuhkan dia sebagai ayah atau ibu. RS yang memiliki tiga orang anak, satu perempuan dan dua anak laki- laki. RS memperlakukan anaknya sama seperti saat belum kehilangan. RS menjadikan anaknya sebagai sahabatnya sehingga dengan begitu dia lebih mudah menuntun anak-anaknya untuk berhasil. Setelah kepergian DS yang sangat membekas, RS hampir tidak di anggap di keluarga DS. Ketika ada pesta adat, keluarga DS tidak meminta pendapat RS lagi. Walaupun demikina, RS masih tetap di undang dalam acara-acara adat meskipun saat ini RS hanya dapat duduk di bangku tamu saja. Kenyataan yang menyedihkan tetapi tidak membuat RS patah semangat, bahkan RS rajin mengikuti acara-acara adat. Saat pergi ke pesta, RS selalu membawa anak-anaknya agar anaknya dapat paham tentang adat dan mengetahui keluarganya. Semua sesuai dengan “Dalihan Na Tolu”, RS mengajarkan anaknya agar tahu yang mana “hula-hula”, “boru”, serta “dongan tubu”. Hal tersebut di ajarkan RS karena RS beranggapan adat adalah hal terpenting dikehidupan masyarakat Batak Toba. RS juga masih aktif dengan perkumpulan marga suaminya, dia masih rajin datang ke “punguan” sihombing. RS mengaku bahwa dirinya salah satu “paradat”, bukan hanya di “punguan” tetapi jika ada tetangga yang mengundangnya ke acara adat RS pun datang ke acara tersebut. Sekalipun dia masih tetap aktif dan sikapnya tidak berbeda tetap saja gelar “janda” sudah tertempel didirinya. Mau tidak mau RS harus menjalani dan menerima dirinya sebagai janda. Bukan hanya sekedar janda tetapi dia harus siap disubordinasikan bahkan termarginalkan oleh keluarga dan lingkungannya. Universitas Sumatera Utara Orangtua tunggal memang bukan masalah jika kita adalah seorang laki-laki, tetapi jika menjadi seorang perempuan merupakan masalah yang harus dihadapi. Kenyataan yang harus dihadapi RS ketika dia harus menjaga sikap jika berbicara dengan lawan jenisnya. RS merasa canggung untuk berkomunikasi dengan lawan jenis, bahkan terkadang omongan pun dapat di salah artikan oleh beberapa pihak. Sifat yang tidak mau tahu merupakan salah satu cara RS untuk tidak menanggapi omongan orang serta tidak menambah beban sendiri. RS mengaku bahwa dia merupakan orangtua yang mandiri, RS merasa dapat menghadapi beban yang ia tanggung. Penyubordinasian yang dia rasakan bukan hanya sifat negatif dari lingkungannya akan tetapi RS juga bercerita bagaimana subordinasi di dalam adatnya. Subordinasi bukan saja tertuju bagi orangtua tunggal, akan tetapi jauh sebelum menjadi orangtua tunggal. RS berpendapat bahwa perempuan dari lahirnya memang sudah menjalani subordinasi sekalipun tujuannya baik. Keputusan selalu di tangan laki-laki, perempuan berada di nomor kedua, perempuan saat menjadi boru di pesta akan berada di belakang dan menyiapkan kebutuhan. Sementara, saat menjadi orangtua tunggal lebih terasa penomerduaan. Saat memiliki suami, RS duduk di samping suami dan posisi sebagai hula-hula. Semenjak suami meninggal, RS hanya sebagai tamu yang duduk di belakang. RS hanya di anggap ketika ia memiliki suami, bahkan jika berpendapatpun bukan suara RS tetapi anak pertama laki-laki dari RS lah yang dimintai pendapat. Hal tersebut merupakan bentuk-bentuk subordinasi yang dirasakan RS menjadi orangtua tunggal. Subordinasi di dalam adat bukanlah hal yang buruk bagi RS, karena RS berpendapat bahwa penyubordinasian di adat batak memiliki tujuan yang jelas. Dimana di dalam adat batak mengutamakan laki-laki karena laki-laki lebih dapat menstabilkan emosi dibanding perempuan. Hal ini di kemukakan RS karena RS merasa perempuan lebih mudah emosi dan labil, bukan hanya itu saja tetapi saat manusia diciptakanpun berjenis Universitas Sumatera Utara kelamin laki-laki. Itu alasan yang membuat RS merasa subordinasi yang terjadi di adat adalah baik adanya. Adat memiliki tujuan yang tepat, sebagaimana “Dalihan Na Tolu” merupakan bagian dari adat. RS mengemukakan bahwa terkadang adat di salah artikan oleh masyarakat, adat sering dijadikan alasan untuk kepentingan diri sendiri. Padahal pada kenyataannya, masyarakat lah yang sering menyalahgunakannya. Misalnya “sinamot”. “Sinamot” di dalam adat batak merupakan bentuk penghargaan dari pihak laki-laki jika ingin melamar pihak perempuan. Pihak laki-laki memberikan “sinamot” untuk ucapan syukur karena telah membesarkan perempuan, dan perempuan akan masuk ke marga suami. Dengan kata lain, jika sudah menjadi suami istri maka perempuan adalah bagian dari keluarga suami. Masyarakat batak sering mengartikannya dengan kata di beli, di beli memiliki arti yang kasar. Kata di beli membuat perempuan tidak berharga, hal itu membawa citra negatif kepada perempuan itu sendiri. Hal inilah yang kadang di salah artikan, memperhalus kalimat akan membuat arti yang berbeda. Hal ini beralasan menurut RS, karena di dalam “Dalihan Na Tolu” mengatakan “elek marboru”, artinya “boru” harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Sehingga hal inilah yang membuat RS mengatakan tujuan dari adat semuanya baik. “Dalihan Na Tolu” bertujuan agar masyarakat Batak Toba menganggap bahwa seluruh orang batak adalah saudara dan memiliki satu nenek moyang. Akan tetapi bukan hanya itu saja, “hula-hula” juga sering menyalahgunakan adat “Dalihan Na Tolu”. Misalnya saja, jika kita kesal terhadap “hula-hula” kita hanya bisa diam, kita harus mengalah karena “hula-hula” haruslah di beri penghormatan yang tinggi dan “hula-hula” di anggap benar. “somba marhula-hula”, kata somba berarti harus hormat, harus patuh sehingga “hula-hula” tidak boleh di lawan. Jadi, RS menarik kesimpulan bahwa tidak ada yang salah di adat, akan tetapi kembali lagi ke pribadinya masing-masing. Universitas Sumatera Utara Perempuan memiliki fungsi di dalam adat Batak Toba, perempuan sebagai ibu, sebagai “boru”, sebagai orang yang membesarkan anak. Bahkan, ketika perempuan sudah menjadi orangtua tunggal, dia berperan juga sebagai ayah yang harus membesarkan anak-anaknya. Hal tersebut diutarakan RS karena dia merasa perempuan memiliki fungsi yang cukup besar di dalam adat batak. Di dalam adat Batak Toba, “boru” merupakan hal terpenting, karena acara adat tidak akan berlangsung jika “boru” tidak ada. Dari persepsi tersebut juga RS berpendapat bahwa inti di dalam masyarakat bata ada pada “Dalihan Na Tolu”. 4.1.2.2.Subordinasi terhadap YS dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba Informan peneliti yang kedua sama seperti informan pertama, yaitu orangtua tunggal karena kematian. Informan kedua yang bernama YS, kehilangan suami akibat penyakit jantung. Tertutupnya suami membuat YS terkejut akan kematian suaminya, komunikasi yang mereka jalin cukup lancar akan tetapi ada beberapa hal yang ditutupi oleh suami YS. Bukan hanya pengakuan YS tetapi saat peneliti melakukan wawancara singkat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan kecil sampingan, anak YS juga mengakui sifat ayahnya yang tertutup. YS baru mengetahui suaminya memiliki sakit jantung saat 4 bulan sebelum kepergian bapak samosir. YS kehilangan suami tepat tanggal 1 mei 2007, hal itu memberi luka mendalam kepada keluarga samosir ini. Bapak samosir meninggalkan harta yang lumayan banyak agar YS dan anak-anak dapat melanjutkan hidup dengan baik. Hal ini ternyata bertolak belakang dengan keinginan bapak samosir. Hidup yang dijalani YS dan anak-anaknya berubah drastis, mereka sangat terpukul dengan kepergian kepala keluarga mereka. Banyak kejadian buruk yang menimpa keluarga samosir ini, dan semua berasal dari keluarga suami YS. Tiga bulan setelah kematian bapak Samosir, rumah mereka di kunci oleh keluarga samosir. Alasan mereka karena itu rumah warisan, Universitas Sumatera Utara akan tetapi kenyataannya suami YS lah yang berhak selaku anak laki-laki paling kecil. Mobil yang mereka miliki juga di ambil oleh keluaraga samosir, bukan hanya materi tetapi batin mereka pun tersiksa mengahadapi keluarga samosir. Anak YS yang kedua pernah bercerita kepada peneliti bahwa mereka tidak menyukai hidup mereka setelah kepergian ayahnya. Hidup mewah yang dulu mereka rasakan berubah menjadi hidup yang sangat susah, hal tersebut diungkapkan anak YS dengan perasaan yang sangat sedih. Medan merupakan pilihan yang tempat untuk pindah dari daerah yang membuat hidup YS berubah menjadi gelap. Mereka pindah ke Medan tahun 2009 dan menetap di daerah Menteng. Akan tetapi YS tetap sering ke Merek untuk mengurus ladangnya disana dan menjual hasil panennya. Kenyataan yang sangat ironis memang, tetapi YS tetap tegar dan tidak ingin menikah lagi. Sakit yang dirasakan YS tidak membuat YS putus asa, YS menunjukkan bahwa ia bisa sendiri sebagai orangtua tunggal tanpa orang lain. Hal itu dibuktikan YS lewat anak-anaknya, YS merasa sangat bangga karena anaknya mendapat gelar sarjana. YS sangat bangga karena dia tidak dapat menyelesaikan kuliahnya karena keterbatasan biaya tetapi dia sanggup menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. YS merasa anak-anaknya adalah tujuan hidupnya, YS juga bersyukur karena memiliki anak-anak yang mengerti dengan keadaan mereka. Anak-anak YS sangat membenci keluarga ayahnya, dulu pendapat YS di keluarga samosir sangat di pertimbangkan sekalipun dia perempuan dan hanya sebagai istri. YS sangat dimanjakan oleh keluraga samosir sebelum kepergian suami. Hal inilah yang membuat anak YS begitu membenci keluarga ayahnya. Tetapi YS tetap mengajarkan bahwa tidak baik untuk membenci dan mengajarkan tentang bagaimana menghormati mereka. YS juga mengajarkan adat ke anak-anaknya, dimana “Dalihan Na Tolu” adalah inti dari masyarakat batak. YS tidak kebencian membuat anaknya tidak memiliki rasa hormat dan melupakan adat karena Universitas Sumatera Utara kebencian. YS juga mengajarkan “Dalihan Na Tolu” agar anaknya mengetahui jati diri mereka. YS mengaku awalnya tidak begitu paham tentang adat tetapi setelah ia menikah, ia lumayan mengetahui bagaimana adat batak toba. YS mulai bergaul dan mulai memahami sedikit demi sedikit, YS berinteraksi dengan kerabat-kerabatnya dan mulai rajin mengikuti acar-acara adat. Setelah suami YS meninggal, YS pun masih tetap menghadiri perkumpulan marga suaminya, begitu pula dengan acara-acara adat. YS beranggapan adat sangat dibutuhkan di kehidupan masyarakat Batak Toba. YS merasa banyak mendapat teman ketika menghadiri acara-acara adat, sehingga hidup yang dijalaninya tidak datar.Sekalipun keluarga dari suami tidak menganggap YS, YS tetap menunjukkan sikap baik. Sikap baik yang ditunjukkan bukan karena YS tidak membenci tapi YS mempraktekkan bagaimana menghormati keluarganya. YS sangat paham dengan “Dalihan Na Tolu”, ketiga bagian dari “Dalihan Na Tolu” di paparkan dengan jelas. YS merasa bahwa “Dalihan Na Tolu” merupakan saran dalam berkomunikasi serta sarana untuk mendapatkan teman. Dengan mempertahankan sikap menghargainya lah yang membuat beberapa keluarga suami mulai merubah sikap menjadi baik kepada YS, sekalipun YS tetap menjaga jarak. Orangtua tunggal merupakan julukan yang sudah melekat pada YS, hari-hari yang dijalani awalnya terasa berat tetapi YS mulai terbiasa dengan keadaannya. Menjadi seorang perempuan sebagai orangtua tunggal bukan hal yang mudah bagi YS, meskipun ia terbiasa tetap ada rasa sedih yang menyelimutinya. Kesedihan yang ia rasakan tidak membuat dia patah semangat akan tetapi dia berjuang menghadapi hidup yang sendiri. YS harus siap dengan hidupnya yang sendiri, biasanya ia berbagi dengan suami dan sekarang ia harus berfikir sendiri, menangis sendiri bahkan YS harus siap dengan peminggiran yang terjadi di lingkungannya maupun di adat Batak Toba. Universitas Sumatera Utara YS mengaku menjadi orangtua tunggal dilingkungannya bukan hal yang mudah, tanggapan negatif sering tertuju kepadanya. Dia mengaku ketika menjadi “janda” cap negatif pasti melekat, hanya saja YS tidak begitu peduli dengan tanggapan orang di sekitarnya. Memang YS mengatakan bahwa lingkungannya merasa kasihan melihat hidup YS yang terus dihantui keluarga suami. Tetapi tetap saja jika dilihat dari status, YS merupakan “janda” yang otomatis orang beranggapan negatif. Tetapi beda halnya dengan lingkungan YS yang sekarang, YS tidak begitu terbuka dengan lingkungannya. YS merasa hidupnya jauh lebih nyaman ketika dia berada di Medan. Toko pupuk YS ditutupnya dan memulai hidup baru di Medan, hal ini sudah membuat YS cukup aman dengan kondisinya yang sekarang. YS mengaku bahwa dia merasakan penyubordinasian di kalangannya. Bentuk- bentuk subordinasi yang ia rasakan yaitu dimana ia tidak di panggil keluarga suami karena YS merasa keluarga suami hanya menghormati ia ketika bapak samosir masih hidup. Kekuasaan berada di pihak keluarga suami, itulah yang dirasakan YS. Selain itu, YS mengungkapkan bahwa sewaktu suami masih hidup, abang ipar YS pernah meminta anak laki-laki YS karena mereka tidak memiliki anak laki-laki. Tetapi keluarga YS menolak, akhirnya anak terkecil YS tidak menjadi anak abang ipar YS. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembawa keturunan, dengan sistem patrilineal yang dianut masyarakat batak maka keluarga tidak akan memiliki keturunan tanpa ada anak laki-laki meskipun memiliki anak perempuan. YS merasa subordinasi yang dirasakan di tengah keluarga suami karena sikap tegasnya. Saat suami masih hidup YS tegas dengan keputusannya, jika ia maka akan tetap ia dan sebaliknya. Sikap keras dan tegas YS lah yang mungkin membuat keluarga besar Samosir tidak menyukainya dan jelas ditunjukkan saat bapak samosir sudah meninggal. YS mengaku memiliki alasan yang jelas, bahwa suaminya lah yang menghidupi keluarga besar samosir. Suami YS merupakan orang yang Universitas Sumatera Utara sangat dermawan, peneliti juga mengakui karena peneliti pernah bertanya dengan tetangga YS di Merek. Peneliti menganggap cerita YS seutuhnya adalah kebenaran karena cerita YS sesuai dengan cerita beberapa tetangga YS di lingkungannya dulu. Bahkan banyak dari tetangga YS mengakui bahwa keluarga dari bapak samosir sangat gila dengan kekuasaan dan harta. Subordinasi yang dia rasakan bukan hanya saat menjadi janda, bahkan saat belum menjadi janda YS sudah merasakan. Keturunan di adat batak tidak akan berhenti jika memiliki anak laki-laki, pendapat anak laki- laki sangat di utamakan. Anak laki-laki terkecil biasanya mendapat rumah sementara anak laki-laki pertama mendapat tanah. Jika memiliki anak laki- laki, maka keluarga pasti memiliki keturunan dan meneruskan marga ayah. Sistem patrilineal yang di anut masyrakat batak memberikan efek yang sangat kontras, dimana laki-laki lah yang harus dihormati. Tetapi beda halnya dengan “sinamot”, YS merasa sekalipun “sinamot” yang arti kasarnya dibeli tetap saja itu merupakan lambang terimakasih pihak laki- laki kepada pihak perempuan. YS memiliki persepsi bahwa “sinamot” memiliki arti yang baik untuk kalangan perempuan, bahwa perempuan tidak selamanya mendapat posisi nomor dua tetapi perempuan tetap di hargai. Perempuan dihargai karena “sinamot” dibicarakan kepada pihak keluarga perempuan. Jika dilihat dari sudut pandang YS, maka filosofi “Dalihan Na Tolu” masih di terapkan dengan baik pada masyarakat batak toba. “somba marhula-hula”, dimana menghormati keluarga pihak istri, pihak laki-laki menghormati pihak istri melalui sinamot. Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, YS merasa ada ketidakseimbangan antara filososi “Dalihan Na Tolu” dengan kenyataan, “hula-hula” sering menyalahgunakannya. Sebagai contoh, jika YS kesal dengan “hula-hula” maka YS hanya bisa diam dan tidak melawan. “hula-hula” beranggapan bahwa mereka segalanya, hal itulah yang membuat YS mau mengatakan tidak ketika ia tidak setuju dengan pendapat “hula-hula”. Tetapi dari sisi Universitas Sumatera Utara lain, saat suami YS masih hidup itu tidak dipermasalahkan. “hula-hula” sering bertanya pendapat YS padahal YS masih memiliki suami, di adat batak suami lah yang dapat menentukan bukan istri. Menurut peneliti hal ini juga salah jika dilihat dari sudut pandang adat batak, karena seharusnya pendapat istri harus disampaikan lewat suami. Sikap inilah yang menurut peneliti akan menjadi boomerang bagi YS. YS terlena dengan keberadaannya yang sangat diperhitungan tetapi dari sisi lain mungkin keluarga samosir memiliki tujuan lain. Peneliti berpendapat demikian karena peneliti melihat pendapat orang sekitar tentang keluarga samosir. 4.1.2.3.Subordinasi terhadap SM dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba SM adalah informan ke-3 karena cerai hidup, dua kali menjalani pernikahan dan keduanya gagal karena pihak ketiga.pernikahan pertama dengan AS tidak bertahan lama karena SM tidak setia sementara dengan suami kedua S lah yang tidak setia. Hal ini membuat SM sangat terpukul SM yang berwajah cantik ini merasa hidupnya tidak berarti bukan hanya itu saja ia merasa bahwa orang tuanya pun tidak begitu peduli dengan kehidupannya, SM tidak pernah diadati selama ia menikah karena yang pertama dia hamil diluar nikah, kejadian itu membuat malu pihak keluarga AS sehingga tidak diadati sementara dengan suami kedua tidak begitu jelas status pernikahannya. SM mengaku bahwa iya sudah menikah dengan suami kedua akan tetapi tidak dihadiri oleh kedua orangtuanya begitu pula dari pihak laki – laki. SM mengaku iya tidak begitu paham tentang adat iya hanya tau sekilas saja . SM yang merupakan orangtua tunggal hanya memiliki tujuan yaitu membesarkan anaknya. Menurut SM hidup sebagai seorang janda merupakan hal yang sulit pandangan negatif selalu muncul dari orang sekitar, akan tetapi semenjak SM pindah ke Simpang Selayang dia begitu menjaga sikapnya. SM tidak pernah bersikap aneh-aneh apalagi dia menjadi orangtua tunggal karena bercerai. SM merasa dia harus bersikap layaknya seorang ibu, ia tidak mau hal yang sama terjadi pada anaknya. Memang sangat disayangkan SM gagal dengan suami pertamanya, SM merasa yang terjadi dalam hidupnya sekarang karena Universitas Sumatera Utara kegagalan dimasa lalunya. Sikap egois yang ada didirinya membuat ia tidak berpikir jernih penyesalan tinggal penyesalan, itulah yang dirasakan SM. SM menjalani hidup sebagai orangtua tunggal dengan tenang sekarang. SM jauh lebih dewasa setelah dua kali menjadi “janda”, ia merasa banyak pelajaran yang didapatnya selama menjalani hidup berkeluarga. SM memang tertekan dengan hari-hari yang dia jalani, suami keduanya telah menikah lagi. Sementara, suami pertamanya sampai saat ini belum menikah. Tentu dengan kenyataan yang ia terima, membuat SM sangat menyesal dengan jalan yang dipilihnya. S sering memberi uang untuk biaya ES yaitu anak perempuan SM, awalnya SM menolak tetapi SM sadar bahwa keperluan anaknya juga semakin banyak. Beda halnya dengan anak laki-laki SM. Anak pertama SM sangat tidak suka dengan keberadaannya, bukan hanya anak pertama tapi mertua laki-laki SM juga tidak menyukai SM. Mertuanya menilai SM tidak pantas menyelingkuhi AS karena AS sangat berjuang untuk hidup SM dan anaknya. Hal inilah yang membuat SM mungkin merasa sangat hancur, karena semua yang ia lakukan sudah terlambat. SM sempat ingin menjadi TKW karena SM tidak tahu bagaimana hidupnya di masa yang akan datang. Dari kecil SM kurang diperhatikan orangtuanya, ibu yang bekerja sendiri sementara ayah yang hanya mabuk- mabukan membuat SM dan adiknya tersisih. SM tidak dapat melanjut ke jenjang kuliah, SM langsung bekerja setelah tamat SMA. Memang sangat disayangkan, tetapi SM merasa jika masalah tidak datang terus menerus makan SM tidak akan dapat berubah seperti saat sekarang. SM sangat mengakui bahwa dulunya dia seorang perempuan yang “liar”, kesana kesini mencari perhatian tetapi itu semua karena SM hanya ingin diperhatikan. Ibu suami SM yang pertama sangat menyukai SM tetapi beda halnya dengan kakak AS. Kakak AS sangat tidak menyukai SM, semua perlakuan yang tidak adil wajar SM dapatkan karena sikap egoisnya. Adat merupakan hal terpenting, apalagi di lingkungan masyarakat batak. Tetapi SM sama sekali belum mengetahui adat secara keseluruhan atau secara mendalam dan menguasainya. SM mau belajar untuk tahu adat bahkan yang ia Universitas Sumatera Utara tahu, diajarkan kembali ke anak perempuannya. Jika di lihat, tetap saja SM merasa ada subordinasi di adat Batak Toba. Dia merasakan bagaimana rasanya tersubordinasi. Anak laki-lakinya berada di keluarga suami sementara anak perempuannya tidak di anggap keluarga. Perempuan tidak begitu penting akan tetapi laki-laki penting bagi masyarakat batak. Saat menikah dengan AS, SM sering di ajak mertua perempuannya ke acara-acara adat. SM melihat bahwa perempuan memang di nomor duakan, misalnya saja ketika perempuan bercerai dengan laki-laki dan perempuan menikah lagi dengan orang lain, makan pihak perempuan mengembalikan sinamotnya kepada pihak laki-laki. Sementara, jika laki-laki yang duluan menikah maka tidak ada yang perlu dikembalikan. Tetapi SM tidak merasakan itu semua karena pernikahan SM sendiri tidak di adati, sehingga tidak ada yang berhak mencampuri urusan SM dengan suaminya. Jika perempuan menjadi seorang “janda” dan mencoba berhubungan dengan laki-laki lain, perempuan tersebut akan di cap negatif. Sementara jika “duda” mendekati perempuan lain, maka orang akan beranggapan kalau laku-laki itu memang membutuhkan perempuan disampingnya. Setelah menjadi “janda” SM merasa ia harus memulai lagi hidup dari awal. SM membesarkan anak, SM mengajarkan adat karena SM merasa jika kita tidak tahu adat maka kita tidak akan punya saudara. Sebagai orang bersuku batak tentu harus tau menjalin hubungan yang baik jika semarga ataupun tidak ketika bertatap muka. Bagi SM adat dapat menyatukan kita yang semarga tetapi tidak mengenal. Akan tetapi, saat SM di tanya mengenai “Dalihan Na Tolu”, SM tidak tahu tentang “Dalihan Na Tolu”. Dia memang merasa belum mengerti banyak hal tentang budayanya sendiri karena hidup yang dijalaninya sangat berat. SM hanya tahu jika dia tau menyambungkan marganya atau jika bertemu dengan teman semarga maka ia memiliki saudara bahkan jika ia berada di ujung dunia sekalipun. SM hanya “janda” cerai hidup karena masih berfikir pendek tanpa mengetahui jalan apa yang harus ia ambil dan dia tidak mau tetap di jalan yang sama, dia berusaha untuk merubah hidupnya. Universitas Sumatera Utara 4.1.2.4.Subordinasi terhadap MP dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba Informan peneliti yang keempat ini berinisial MP, ibu satu orang anak ini tidak pernah memiliki suami. MP hamil diluar nikah saat dia duduk di bangku SMA, MP mengalami hari-hari tersulitnya saat mengandung US. Keluarga TS tidak mau bertanggung jawab dengan kandungan MP. Kejadian itu berlangsung saat MP masih tinggal di Sidikalang, tetapi setelah kejadian itu MP pindah ke Medan dan tinggal disini sampai sekarang. Cita-cita MP berubah menjadi mimpi buruk, hari- hari yang dijalani MP sangat berat. MP yang sekrang berprofesi sebagai tukang cuci merasa bahwa dirinya tidak berarti lagi setelah kejadian itu. MP memulai hidup di Medan dengan tinggal bersama ibu tirinya, dukungan ibu tirinya membuat MP merasa bahwa ia masih berarti. MP mencoba hidup baru, dia melahirkan anaknya di tahun 1990 dan mulai bekerja sebagai tukang cuci. MP merasa menjadi ibu tanpa memiliki suami merupakan hal sulit yang harus dijalaninya. Bahkan, anak semata wayangnya pun tidak mengerti dengan perasaan MP. MP begitu membenci laki-laki yang menghamilinya. Kepolosan dengan arti cinta membuat MP tidak merasakan cinta lagi di hidupnya. Awalnya MP tidak ingin menceritakan pahit hidup yang dijalaninya, bahkan dia tidak ingin orang tahu tentang hidupnya. Tetapi akhirnya MP mau juga menceritakan tentang hidupnya dan keberadaannya yang sekarang kepada peneliti. MP mengaku dia sempat tidak menyukai anaknya, anaknya begitu mirip dengan ayahnya dan anak yang dibesarkannya dengan susah payah ternyata bandal. Akan tetapi, anak tetaplah anak. Ibu tetap sayang dengan anaknya sendiri, MP menjalani hidupnya yang kacau dan lama kelamaan menjadi membaik. Keluarga MP awalnya marah besar dengan sikap MP yang mempermalukan keluarga, bahkan MP sempat tidak di anggap oleh keluarganya. Penderitaan yang dirasakan MP membuat kealuarganya berubah pikiran. Akhirnya MP Universitas Sumatera Utara diterima kembali di keluarga karena keluarga MP sadar MP butuh pertolongan dan MP sangat tertekan dengan keadaannya. MP dari awal sudah menjadi orangtua tunggal, dia tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang suami. MP tidak pernah merasakan bertukar pendapat dengan suami, menyatukan dua keluarga bahkan tidak merasakan bagaimana “sinamot” didiskusikan oleh kedua belah pihak. TS sempat ingin bertanggung jawab tetapi pada saat keluarga MP percaya, TS melarikan diri dan tidak tahu keberadaannya. MP hanya pernah bertemu keluarga TS di Sidikalang tetapi keluarga TS tidak peduli dengan keadaan MP. Bahkan keluarga TS tidak peduli dengan US yang dimana darah keluaraga TS mengalir di tubuh US. TS baru diketahui kebenarannya setelah beberapa tahun kemudian, TS sudah memiliki seorang istri. Hal ini tentu membuat MP semakin terpukul walaupun demikian MP harus melihat kedepan. Saat berpapasan dengan keluarga TS pun MP merasa campur aduk, karena kepergian TS bukan karena kemauannya sendiri melainkan keinginan ibu TS. Akibat lepas tanggung jawab TS, ayah MP mulai sakit-sakitan. Ayah MP yang menjabat sebagai camat merasa tidak punya muka berhadapan dengan orang lain karena aib keluarga mereka. Sekalipun demikian, keluarga TS sampai sekarang bersikap sinis ketika berpapasan dengan MP. Profesi MP sebagai tukang cuci membuat US tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. US hanya disekolahkan sampai lulus SMA, setelah itu US bekerja sebagai karyawan di RSUP Adam Malik. US membersihkan toilet rumah sakit setiap harinya, itu bukan pekerjaan yang mudah untuk US. Banyak resiko ketika menjadi office girl di rumah sakit, berbagai jenis penyakit ada didalamnya dan US harus menerima apapun resikonya. MP sedih karena tidak dapat hidup layaknya memiliki keluarga yang utuh. MP sangat menyesali seluruh perbuatannya di masa lalu, bukan hanya dia yang menanggung penderitaan tetapi anak satu-satunya juga harus merasakan perbuatan MP. Universitas Sumatera Utara MP tidak pernah bercerita terus terang dengan kesalahannya, MP tidak ingin anaknya merasa malu dengan sikap ibunya. Tetapi walaupun demikian, US mengetahui kisah suram ibunya sekalipun masih abu-abu. MP mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan TS setelah kejadian itu, jadi MP tidak pernah membahas tentang perkembangan US. Memang sangat disayangkan karena sikap keluarga TS, US tidak dapat merasakan keluarga yang utuh. Sikap US yang gampang untuk tebar pesona ke laki- laki saat remaja awalnya MP hanya menganggap itu hal yang biasa. Tetapi sikap tersebut terbawa-bawa sampai dia dewasa saat ini, MP merasa itu karena salahnya. MP bekerja dari pagi sampai malam dan tidak punya waktu untuk anak, Bahkan MP pernah bekerja di salah satu kafe di daerah pasar 8. Pekerjaan itu dia lakukan karena kebutuhan hidup dan harus menghidupi anaknya. MP menegaskan bahwa menjadi seorang ibu tanpa pernah memiliki suami jauh lebih menyakitkan di banding pernah memiliki suami. Rasa malu, ketakutan, rasa tidak dianggap menjadi tekanan tersendiri bagi MP. Bukan hanya tertekan dari diri sendiri bahkan rasa tertekan itu pun berasal dari lingkungannya. Saat MP ketahuan hamil di luar nikah, MP tersingkir dari keluarga dan dari lingkungannya. MP merasa sangat tersingkir dari lingkungannya, MP meanggap dirinya seorang janda sekalipun ia tidak menikah. Menjadi seorang janda bukan hal yang sepele, mungkin orang merasa biasa saja tapi tekanan yang dirasakan MP luar biasa. MP merasa ketika menjadi janda, orang lain akan menganggap kita murahan. MP memang pernah pacaran beberapa kali karena MP juga membutuhkan sosok pria dihidupnya. MP dimarginalkan oleh lingkungan pada awalnya, tetapi waktupun berlalu dan US sudah besar, sehingga MP tidak begitu disingkirkan oleh masyarakat. Begitu juga dengan bentuk subordinasi yang dia jalani, pendapat MP sekarang di dengar sekalipun karena pendapat orangtua. Dulu MP merasa tidak berharga bahkan di lingkungannya, semua dikarenakan MP tidak memiliki suami. Menurut MP jika seorang Universitas Sumatera Utara perempuan tidak memiliki suami, maka perempuan itu tidak berharga. Suami merupakan sosok yang membuat perempuan berharga karena ada yang melindungi kita dan ada yang menghargai kita. MP mengatakan bahwa hal itu merupakan penomorduaan di kalangan masyrakat batak. Tanpa suami, kita tidaklah berharga selain itu kita sebagai perempuan selalu berada di dapur. Menurut MP itu juga merupakan bentuk subordinasi dimana posisi laki-laki lebih tinggi di banding perempuan. Subordinasi bukan hanya ada di dalam adat, bahkan “Dalihan Na Tolu” sendiri pun bertolak belakang dengan sikap masyarakat Batak Toba. MP menjelaskan dan memberikan satu contoh, dimana abang ipar MP baru meninggal. Abang ipar MP bersuku melayu dan masuk ke suku batak, dia tidak memiliki kerabat karena tidak pandai bergaul. Sehingga saat meninggal yang seharusnya abang MP adalah “hula-hula” menjadi “boru” karena tidak ada yang menjadi “boru”. Hal ini bertolak belakang dengan “Dalihan Na Tolu”, dimana “hula-hula” yang seharusnya di hormati tetapi menjadi “boru”. MP mengaku bahwa jika suku batak tidak mengetahui bagaimana adat suku batak maka itu adalah hal yang memalukan. Adat dalam masyrakat Batak Toba sangat dibutuhkan, bukan hanya sekedar menjalin kekerabatan tetapi agar hidup kita tidak sia-sia. MP memberikan satu contoh, jika kita ke pasar ingin membeli sayur dan penjualnya semarga dengan kita makan penjual akan mengurangi harga tersebut. Hal tersebut dipaparkan dalam “Dalihan Na Tolu” yaitu “manat mardongan tubu”. Sehingga, “Dalihan Na Tolu” tidak dapat terlepas di kehidupan orang batak. MP menegaskan bahwa adat lah yang membentuk sistem kekerabatan pada masyarakat batak. Tetapi menurut MP tidak semua orang yang tahu adat memperlakukan hal yang sama. MP memiliki seorang majikan yang bermarga Sinaga, seharusnya jika di dalam adat pihak Sinaga menghormati MP karena anak MP bermarga Sinaga. Tetapi majikannya tidak memperlakukan dia sesuai dengan adat, majikannya memperlakukan dia layaknya seorang bos dan bawahannya. Tetapi MP Universitas Sumatera Utara menjelaskan kembali, itu semua jika di lihat dari sudut pandang tentang adat. MP menjelaskan jika ditanya mengenai adat, banyak yang bisa di ambil sisi negatif dibanding kebenarannya, tetapi itu semua kembali ke masing-masing pribadinya. 4.1.2.5.Subordinasi terhadap LM dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat batak toba LM merupakan informan terakhir peneliti, informan yang satu ini sangat berbeda dengan informan yang sebelumnya. LM menjadi orangtua tunggal karena kematian, suami LM meninggal tahun 2007 silam. Kehilangan suami tidak membuat LM kehilangan keluarga suami. LM mendapatkan perhatian lebih setelah suaminya meninggal, LM merasa bahwa janda tidak selamanya terkucilkan. Memang dapat dikatakan mendapat keluarga seperti ini sangat jarang, keluarga suami masih peduli dengan menantu mereka. Meskipun demikian LM tetap saja merasa sedih kehilangan suaminya. LM yang dulu selalu bersama dengan suami, sekarang tidak lagi dapat sama-sama seperti yang diharapkannya. LM merasa terpukul karena kepergian suami, di mata LM suaminya adalah sosok laki-laki yang sempurna. LM sering mengingat suaminya sekalipun kesibukan mengelilinginya. LM mengingat bagaimana mereka sering makan siang bersama, bagaimana ketika mereka jalan-jalan dengan keluarga, bahkan bagaimana keseharian suaminya. LM mengaku sangat sulit melupakan suaminya, karena tidak ada satu sikap buruk yang ditampakkan suaminya. Keluarga bahagia adalah sebutan yang tepat jika melihat bagaimana kisah LM dengan suaminya. Saat kepergian suami, LM hanya menafkahi anaknya sendiri bahkan peran LM di keluarganya bukan lagi sebagai ibu melainkan sebagai ayah. LM menjalani dua fungsi sekaligus, berat memang ketika kita harus sendiri tanpa ada yang mendukung kita. Untungnya, anak LM yang pertama sangat memahami situasi keluarga mereka begitu pula Universitas Sumatera Utara dengan kedua anak laki-laki LM. Ketiga anak LM sangat menyayangi ibunya, itu karena sikap LM yang menjadikan anaknya sahabat sekalipun tetap harus menghormati. LM tahu kebutuhan anaknya semakin banyak, sehingga gaji pegawai negeri tidak lah cukup, LM membuka toko untuk menambah kebutuhan mereka. Bagi LM, ketiga anaknya sangat penting di hidupnya. Ingatan yang intens muncul dipikiran LM cukup membuat LM bertahan sampai sejauh ini. LM tidak pernah berfikiran untuk menikah lagi, hubungan suami istri yang harmonis membuat LM betah sekalipun dia menjadi orangtua tunggal dan memiliki tekanan-tekanan. LM merasa dia sudah cukup memiliki keluarga yang lengkap dan keluarga yang ruku satu dengan yang lain. Keluarga suami yang sangat perhatian dan begitu juga dengan keluarga LM sendiri. Anak-anak juga sangat dekat dengan kedua keluarga mereka, sehingga tak ada satu alasanpun untuk menikah lagi. Keluarga sangat berpengaruh dikehidupan LM, keluarga suami yang tidak membedakan LM bahkan sudah menganggap LM sebagai anak dan bagian dari keluarga mereka. Disisi lain, hal yang sama pun terlihat dari keluarga LM sendiri yang memberikan perhatian juga. LM merasa pantas mendapatkan semua perhatian dari keluarganya karena LM tidak pernah bersikap buruk. LM sangat menghormati keluarganya, LM menganggap mertuanya sama dengan orangtua sendiri sehingga LM sangat menyayangi dan menghormati mertuanya. Sikap inilah yang LM yakini menjadi alasan kuat untuk keharmonisan kedua keluarga. LM merasa tidak ada penomor duaaan di kehidupannya.menurut LM menjadi seorang perempuan tidak selamanya harus tersubordinasi.Saat peneliti bertanya kepada LM bagaimana tentang subordinasi di adat batak, LM menjawab memang ada suordinasi di adat batak tetapi kembali lagi bagaimana pandangan orang menanggapinya.Menurut LM hanya ada dua pandangan jika menilai subordinasi, salah satu dari mereka adalah salah atau benar tetapi sebenarnya tidak ada yang salah, karena pandangan Universitas Sumatera Utara mereka adalah hak mereka untuk berfikir. Misalnya saja, LM merasa dia tidak tersubordinasi karena keluarga LM dan keluarga suami tidak pernah menyudutkan LM bahkan LM sendiri tidak pernah membuat masalah. Sementara mungkin saja jika orang lain beranggapan tersubordinasi, barangkali ada yang salah dari salah satu keluarga. Misalnya saja istri tidak peduli dengan mertua atau orangtua sendiri, hal ini akan membuat subordinasi sekalipun tidak di sengaja. Sekalipun LM berpendapat demikian, LM tetap mengakui adanya subordinasi di kalangan batak. Contohnya saja jika dimintai pendapat pastilah pendapat suami yang utama. Bukan hanya itu saja dengan menganut sistem patrilineal sudah dapat terlihat pengaruh bentuk subordinasi. Jika dilihat satu persatu maka akan banyak yang kita temui bentuk – bentuk subordinasi akan tetapi bedahalnya dengan ”sinamot”. Sinamot yang artinya harga yaitu sebagai bentuk pengahargaan karena sudah membesarkan anaknya perempuan dan akan menjadi keluarga pihak laki- laki. Sinamot sangat penting di adat batak, tanpa sinamot perempuan tidak akan berharga sekalipun sinamotnya kecil dia tetap berharga. Masyarakat sering menyalahkan adat, bahkan terkadang menyalahgunakan adat. “Dalihan Na Tolu” merupakan adat orang batak dan sebagai pedoman masyarakat batak. Ada tiga dalihan yaitu somba marhula – hula, elek marboru, manat mardongan tubu. “Dalihan Na Tolu” mengajarkan suku batak untuk menyayangi perempuan, manyayangi boru, menghormati keluarga istri. Akan tetapi pada kenyatanya tidak begitu ditanggapi oleh masyarakat, misalnya saja janda, janda dikalangan masyarakat batak memiliki pandangan yang negatif karena perempuan tidak memiliki pemimpin didirinya sehingga bertolakbelakang dengan “Dalihan Na Tolu”. Perempuan yang sudah menjadi janda memilikihidup yang sulit, jika perempuan dekat dengan laki - laki masyarakat pasti menganggap perempuan murahan, tidak memperdulikan anak. LM menganggap sikap tersebut bertolakbelakang dengan “Dalihan Na Tolu”. Perempuan harus dihargai sekalipun harta, kekuasaan, milik laki – laki. Universitas Sumatera Utara Tetapi kembali lagi, LM menganggap itu semua teradi karena masyarakat terbiasa dengan pola pikir yang mengatakan bahwa perempuan tidak layak untuk diutamakan dank arena menganut sistem patrilineal. 4.1.3. Tabel Subordinasi Perempuan Sebagai Orangtua tunggal dalam filosofi “Dalihan Na Tolu” pada masyarakat Batak Toba NO Keterangan RS YS SM MP LM 1 Pola Hubungan Kekerabatan Keluarga Sendiri : Memiliki hubungan yang baik sebelum dan sesudah menjadi orangtua tunggal. Keluarga Suami : Tidak memiliki hubungan baik sebelum dan sesudah menjadi orangtua tunggal. Keluarga Sendiri : Sebelum dan sesudah menjadi orangtua tunggal memiliki hubungan baik. Keluarga Suami : Sebelum menjadi orangtua tunggal, memiliki hubungan yang baik. Setelah menjadi orangtua tunggal, tidak Keluarga sendiri : Memiliki Hubungan yang baik. Keluarga Mantan Suami Pertama : Kurang memiliki hubungan yang baik. Keluarga Mantan Suami kedua : tidak memiliki hubungan yang baik. Keluarga sendiri : sempat memiliki hubungan yang kurang baik akibat hamil di luar nikah, setelah mau melahirkan baru kembali berhubung- an dengan baik. Keluarga Ayah Anak : Tidak memiliki hubungan yang baik Keluarga Sendiri : Memiliki hubungan yang baik sebelum dan sesudah menjadi orangtua tunggal. Keluarga Suami : Memiliki hubungan yang baik sebelum dan sesudah menjadi orangtua tunggal. Universitas Sumatera Utara memiliki hubungan yang baik. 2 Peran Perempuan sebagai Orangtua Tunggal di Keluarga Sebagai Orangtua Tunggal yang menafkah i anaknya sendiri, sebagai Ibu yang membesar -kan anaknya dan tetap menjadi boru. Sebagai Orangtua Tunggal yang Membesar kan dan menafkahi anaknya sendiri, tidak diperhitun gkan lagi di dalam keluarga suami. Sebagai Orangtua tunggal yang membesarka n anaknya sendiri, tidak memiliki peran di keluarga mantan suami pertama dan mantan suami kedua. Sebagai Orangtua tunggal yang membesar- kan dan menafkahi anaknya sendiri, tetap menjadi seorang boru di keluarga sendiri, tetapi tidak di anggap dari pihak keluarga laki-laki. Sebagai Orangtua tunggal yang menafkahi anaknya sendiri, tetap menjadi boru di keluarga suami dan di keluarga sendiri. 3 Pengertian terhadap Adat Sangat mengerti dan sangat menguasa i tentang adat Paradat . Cukup mengetahu i tentang adat. Tidak begitu memahami tentang adat. Men1gerti dan mengetahui tentang adat. Mengerti dan mengetahui tentang adat. Universitas Sumatera Utara 4 Sikap terhadap Perempuan di Masyarakat Batak yang Bertolak Belakang dengan “Dalihan Na Tolu” Menyalah -gunakan peran “hula- hula” dan “boru”. Menyalah- gunakan peran “hula- hula” dan “boru”. Tidak pernah merasakan karena tidak mengerti tentang perannya di adat. Pernah merasakan marginalisa- si dan merasakan tidak di anggap di keluarga ayah anak. Mengetahui adanya sikap yang bertolak belakang antara Dalihan Na Tolu dengan sikap di masyarakat, tetapi tidak merasakan sikap yang bertolak belakang tersebut. 5 Subordinasi melalui Komunikasi Verbal Keluarga :pendapat RS harus sesuai dengan pendapat anak laki- laki pertama. Lingkung -an : kata-kata negatif omongan merendah -kan. Keluarga :sindiran, kata-kata yang menyudut- kan. Lingkung- an : kata- kata negatif omongan merendah- kan. Keluarga :kat-kata kasar dan merendah- kan. Lingkung- an :: kata- kata negatif omongan merendah- kan. Keluarga :kata-kata kasar dari mertua laki- laki yang pertama. Lingkung- an : kata- kata negative omongan merendah- kan. Keluarga : tidak ada sama sekali Lingkung- an :tidak ada subordinasi melalui komunikasi verbal. Universitas Sumatera Utara 6 Subordinasi melalui Komunikasi Nonverbal Keluarga : saat acara adat tidak disedia- kan bangku di depan, tidak dapat melawan hula-hula sekalipun salah, tidak dimintai pendapat dengan sikap diam. Lingkung -an : sikap risih dari lingkunga n ketika RS berbicara dengan lawan jenis. Keluarga : sikap merendah- kan menyita rumah YS, tidak dapat melawan hula-hula, cara meman- dang sinis saat berpapasan Lingkung- an : sikap risih dari lingkungan ketika YS berbicara dengan lawan jenis. Keluarga :memindah- kan MP ke Medan, Ibu tiri yang mengasuh MP, sikap melarikan diri dari pihak laki- laki, sikap tidak peduli dari pihak laki-laki, sikap memandang sinis dari pihak laki- laki ketika berpapasan. Lingkung- an : sikap risih dari lingkungan ketika MP berbicarade ngan lawan jenis. Keluarga : keluarga mantan suami pertama tidak mengijinkan SM mengasuh anak laki- laki mereka, tidak di adati. Keluarga dari suami kedua tidak menganggap sama sekali keberadaan SM, sikap tidak peduli. Lingkung- an : sikap risih dari lingkungan ketika SM berbicara dengan lawan jenis Keluarga : tidak ada subordinasi melalui komunika-si nonverbal Lingkung- an :tidak ada subordinasi melalui komunikasi nonverbal Sumber : Hasil Wawancara Universitas Sumatera Utara

4.2. Pembahasan