Analisa Jumlah Kecukupan Armada Tanker Dengan Pendekatan Metode Branch And Bound Di PT. Burung Laut

(1)

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

GEORGE PETER SIDAURUK NIM : 050423004

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISA JUMLAH KECUKUPAN ARMADA TANKER

DENGAN PENDEKATAN METODE BRANCH AND BOUND

DI PT. BURUNG LAUT

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Penulisan Tugas Sarjana

Oleh:

GEORGE PETER SIDAURUK NIM : 050423004

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

(Ir. Abadi Ginting SS, MSIE)

P RO G R A M PE N DI DI K AN S A RJ A N A

E K ST E N SI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

“SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA”

No. : ..……/ H5.2.1.4.2.4/KRK/2009

Kami yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa setelah melakukan : - Evaluasi hasil Seminar DRAFT Tugas Sarjana

- Pemeriksaan Terhadap Perbaikan DRAFT Tugas Sarjana terhadap mahasiswa :

Nama : George Peter Sidauruk N I M : 050423004

Tempat dan tanggal lahir : Dumai, 13 Nopember 1983

Judul Tugas Sarjana : Analisa Jumlah Kecukupan Armada Tanker

dengan Pendekatan Metode Branch and

Bound di PT. Burung Laut

menetapkan ketentuan-ketentuan berikut sebagai hasil evaluasi :

Dapat menerima perbaikan Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri dan kepada

penulisnya diizinkan untuk mengikuti Sidang Sarjana / Ujian Kolokium yang akan diadakan Departemen Teknik Industri FT USU.

Medan, Desember 2009 Tim Pembanding,

Pembanding I, Pembanding II, Pembanding III,

Ir. Poerwanto, MS Ir. Parsaoran Parapat, MSi Ir. Ukurta Tarigan, MT Tanggal, ... Tanggal, ... Tanggal, ... Pembimbing I, Ketua ,


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Laporan Tugas Sarjana ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM dan Bapak Aulia Ishak, ST, MT selaku Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Abadi Ginting SS, MSIE selaku pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, bimbingan, pengarahan dan koreksi dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Suryadin Noernikmat, ST selaku Direktur Utama PT. Burung Laut dan Bapak Drs. Rumai Nur Ben Ali selaku Manajer Umum & SDM PT. Burung Laut yang telah memberikan izin, kesempatan dan kontribusi kepada penulis untuk melakukan penelitian di perusahaan pelayaran PT. Burung Laut.

5. Kedua Orangtuaku tercinta, serta Kakak-kakaku dan Adikku yang selalu memberikan dorongan moral, materiil dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

6. Saudara Hendra Simanjuntak, ST, Fredon Simson Hutapea, ST, Reynard L. Lumbantoruan, ST sebagai teman-teman di Program Pendidikan Sarjana


(5)

Ekstensi Tahun 2005 yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan kepada penulis dalam penulisan Tugas Sarjana ini. 7. Juga tidak lupa buat orang aku sayangi Lismawati br.Purba A.Md yang telah

memberikan semangat dalam segala hal selama dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

8. Juga rekan-rekan seangkatan pada Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Tahun 2005 yang selalu mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

9. Berbagai pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

Demikian ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalasnya dengan pahala yang setimpal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, Penulis Medan, Desember 2009


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Tugas Sarjana ini.

Adapun Judul Tugas Sarjana adalah “Analisa Kecukupan Jumlah Armada Tanker dengan Pendekatan Metode Branch and Bound di PT. BURUNG LAUT” merupakan pra syarat yang wajib dilaksanakan oleh setiap mahasiswa sebelum meraih gelar Sarjana pada Program Pendidikan Sarjana Ekstensi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada, penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tulisan ini. Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis yang membaca dan memerlukannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, Penulis Medan, Desember 2009


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

ABSTRAK ... xxv

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-6 1.4. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian ... I-7 1.5. Sistematika Penulisan Laporan ... I-8

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-3


(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-4 2.4. Daerah Operasional ... II-5 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-6 2.5.1. Struktur Organisasi ... II-7 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-8 2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-9 2.5.3.1. Tenaga Kerja ... II-9 2.5.3.2. Jam Kerja ... II-10 2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas ... II-11 2.5.4.1. Sistem Pengupahan ... II-11 2.5.4.2. Fasilitas Tenaga Kerja ... II-11

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Pengambilan Keputusan Dalam Riset Operasi ... III-1 3.1.1. Seni dan Ilmu Riset Operasi ... III-1 3.1.2. Unsur-unsur Dari Sebuah Model Keputusan ... III-2 3.1.3. Jenis-jenis Model Riset Operasi... III-3 3.1.4. Tahap-tahap Studi Riset Operasi... III-5 3.2. Program Linear . ... III-7 3.2.1. Karakteristik Permasalahan Program Linear ... III-8


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.2.3. Asumsi Dasar Program Linear ... III-10 3.3. Pemrograman Integer ... III-13

3.3.1. Program Integer Dengan K Kendala Yang Harus

Dipenuhi Oleh N Kendala ... III-14 3.4. Algoritma Branch And Bound... III-16 3.4.1. Definisi Metode Branch And Bound ... III-16 3.4.1.1. Pencabangan (Branching) ... III-19 3.4.1.2. Pembatasan (Bounding) ... III-20 3.4.1.3. Penghentian (Fathoming) ... III-21 3.5. Jenis-jenis Kapal ... III-22 3.5.1. Jenis Kapal Menurut Bentuk Lambung ... III-22 3.5.1.1. Kapal Aerostatic ... III-23 3.5.1.2. Kapal Hydrodynamic ... III-25 3.5.1.3. Kapal Hydrostatic ... III-26 3.5.1.4. Kapal Multi Lambung ... III-26 3.5.2. Jenis Kapal Menurut Fungsinya ... III-27 3.5.2.1. Kapal Niaga ... III-27 3.5.2.2. Kapal Perang ... III-29 3.5.2.3. Kapal Khusus ... III-30 3.6. Pengoperasian Kapal Tanker ... III-31


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

Tanker ... III-32 3.6.2. Spesifikasi Armada Tanker PT. Burung Laut ... III-33 3.6.3. Loading Time, Unloading Time, Sailing Time dan

Round Trip ... III-35 3.6.3.1. Perhitungan Loading Time... III-35 3.6.3.2. Perhitungan Unloading Time ... III-35 3.6.3.3. Perhitungan Sailing Time ... III-35 3.6.3.4. Perhitungan Round Trip ... III-36 3.7. Bahan Bakar Minyak (BBM) ... III-36 3.8. Statistik Deskriptif ... III-40 3.9. Microsoft Excell ... III-42

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Studi Pendahuluan ... IV-2 4.2. Studi Pustaka ... IV-3 4.3. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-3 4.4. Identifikasi Kebutuhan Data ... IV-4 4.5. Penentuan Teknik Pengumpulan Data ... IV-5 4.6. Pengolahan Data... IV-6 4.7. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-8


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.9. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-9

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Kapasitas Kapal Yang Tersedia Tahun 2007 ... V-2 5.1.2. Kapasitas Pelabuhan Muat Tahun 2007... V-3 5.1.3. Volume Angkutan BBM HSD Tahun 2007 ... V-4 5.1.4. Hari Kerja Effektif Tahun 2008 ... V-5 5.1.5. Time Sheet Kapal Tahun 2007 ... V-6 5.1.5.1. Kapal MT. Pelita Laut ... V-6 5.1.5.2. Kapal MT. Pelita Energi ... V-8 5.1.5.3. Kapal MT. Maiden ... V-11 5.1.5.4. Kapal MT. Batamas Snetosa ... V-14 5.2. Pengolahan Data ... V-17 5.2.1. Perhitungan Waktu Muat (Loading Time) ... V-18

5.2.1.1. Kapal MT. Pelita Laut ... V-18 5.2.1.1.1. Pelabuhan Dumai ... V-19 5.2.1.1.2. Pelabuhan P. Sambu ... V-21 5.2.1.1.3. Pelabuhan Tg. Uban ... V-23 5.2.1.2. Kapal MT. Pelita Energi ... V-25 5.2.1.2.1. Pelabuhan Dumai ... V-26


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.1.2.2. Pelabuhan P. Sambu ... V-29 5.2.1.2.3. Pelabuhan Tg. Uban ... V-30 5.2.1.3. Kapal MT. Maiden ... V-32 5.2.1.3.1. Pelabuhan Dumai ... V-33 5.2.1.3.2. Pelabuhan Tg. Uban ... V-35 5.2.1.4. Kapal MT. Batamas Sentosa V ... V-37 5.2.1.4.1. Pelabuhan Dumai ... V-38 5.2.1.4.2. Pelabuhan Tg. Uban ... V-40 5.2.2. Perhitungan Waktu Bongkar (Unloading Time)... V-43 5.2.2.1. Kapal MT. Pelita Laut ... V-44 5.2.2.2. Kapal MT. Pelita Energi ... V-47 5.2.2.3. Kapal MT. Maiden ... V-50 5.2.2.4. Kapal MT. Batamas Sentosa V ... V-53 5.2.3. Perhitungan Waktu Layar (Sailing Time) ... V-56 5.2.3.1. Kapal MT. Pelita Laut ... V-57 5.2.3.1.1. Dumai - Belawan dan Sebaliknya ... V-58 5.2.3.2.2. P. Sambu – Belawan atau

Sebaliknya... V-59 5.2.3.2.3. Tg. Uban –Belawan atau


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.3.2.1. Dumai - Belawan dan Sebaliknya ... V-65 5.2.3.2.2. P. Sambu – Belawan atau

Sebaliknya... V-69 5.2.3.2.3. Tg. Uban –Belawan atau

Sebaliknya ... V-71 5.2.3.3. Kapal MT. Maiden ... V-73 5.2.3.3.1. Dumai - Belawan dan Sebaliknya ... V-74 5.2.3.3.2. Tg. Uban –Belawan atau

Sebaliknya ... V-76 5.2.3.4. Kapal MT. Batamas Sentosa ... V-79 5.2.3.4.1. Dumai - Belawan dan Sebaliknya ... V-80 5.2.3.4.2. Tg. Uban –Belawan atau

Sebaliknya ... V-82 5.2.4. Perhitungan Ronde Perjalanan (Round Trip) ... V-86 5.2.5. Formulasi Permasalahan... V-88

5.2.5.1. Fungsi Tujuan ... V-91 5.2.5.2. Fungsi Kendala ... V-95 5.2.6. Penyelesaian Permasalahan dengan Metode Branc


(14)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.7. Perhitungan kapasitas Angkutan Optimal Tahun 2008 Berdasarkan Hasil Pengolahan Dengan

Branch and Bound ... V-102

VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Armada, Kapasitas Pelabuhan Muat dan Volume

Angkutan BBM HSD Tahun 2007 ... VI-1 6.2. Waktu Muat, Waktu Bongkar dan Waktu Layar ... VI-3 6.2.1. Waktu Muat (Loading Time) ... VI-3 6.2.2. Waktu Bongkar (Unloading Time) ... VI-5 6.2.3. Waktu Layar (Sailing Time) ... VI-6 6.3. Ronde Perjalanan (Round Trip)... VI-7 6.4. Penyelesaian Permasalahan Dengan Metode Branch and

Bound ... VI-8 6.5. Perbandingan Hasil Penelitian Awal dengan

Hasil Penelitian Baru ... VI-11

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-5


(15)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut ... II - 10 Tabel 2.2. Jam Kerja Darat ... II - 10 Tabel 2.3. Jam Kerja Laut ... II – 11 Tabel 3.1. Tabel Permulaan Penyelesaian Contoh Soal Metode

Simplex... III-11 Tabel 3.2. Tabel Pemilihan Entering Variabel ... III-12 Tabel 3.3. Tabel Pertama Penyelesaian Contoh Soal Metode Simplex ... III-12 Tabel 3.4. Tabel Kedua Penyelesaian Contoh Soal Metode Simplex ... III-12 Tabel 3.5. Instrumen Operasi Muat dan Bongkar Kapal Tanker ... III- 32 Tabel 3.6. Data Spesifikasi Armada Tanker PT. Burung Laut ... III- 34 Tabel 5.1. Kapasitas Armada Tanker PT. Burung Laut Tahun 2007 ... V - 2 Tabel 5.2. Kapasitas Pelabuhan Muat Tahun 2007 ... V - 3 Tabel 5.3. Distribusi BBM HSD PT. Burung Laut Tahun 2007 ... V - 5 Tabel 5.4. Time Sheet Kapal MT. Pelita Laut... V - 6 Tabel 5.5. Time Sheet Kapal MT. Pelita Energi ... V - 9 Tabel 5.6. Time Sheet Kapal MT. Maiden... V - 12 Tabel 5.7. Time Sheet Kapal MT. Batamas Sentosa V ... V - 15 Tabel 5.8. Loading Time Kapal MT. Pelita Laut di Pelabuhan Belawan.... V - 19 Tabel 5.9. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Laut


(17)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

Tabel 5.10. Loading Time Kapal MT. Pelita Laut di Pelabuhan

P. Sambu ... V - 21 Tabel 5.11. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Laut

di Pelabuhan P. Sambu ... V - 22 Tabel 5.12. Loading Time Kapal MT. Pelita Laut di Pelabuhan

Tg. Uban ... V - 23 Tabel 5.13. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Laut

di Pelabuhan Tg. Uban ... V - 25 Tabel 5.14. Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di Pelabuhan

Belawan ... V - 26 Tabel 5.15. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Energi

di Pelabuhan Belawan ... V - 28 Tabel 5.16. Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di Pelabuhan

P. Sambu ... V - 29 Tabel 5.17. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Energi

di Pelabuhan P. Sambu ... V - 30 Tabel 5.18. Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di Pelabuhan

Tg. Uban ... V - 31 Tabel 5.19. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Pelita Energi

di Pelabuhan Tg. Uban ... V - 32 Tabel 5.20. Loading Time Kapal MT. Maiden di Pelabuhan Belawan ... V - 33


(18)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

Tabel 5.21. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Maiden

di Pelabuhan Belawan ... V - 34 Tabel 5.22. Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di Pelabuhan

Tg. Uban ... V - 35 Tabel 5.23. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Maiden

di Pelabuhan Tg. Uban ... V - 37 Tabel 5.24. Loading Time Kapal MT. Batamas Sentosa V

di Pelabuhan Belawan ... V - 38 Tabel 5.25. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Batamas

Sentosan V di Pelabuhan Belawan ... V - 39 Tabel 5.26. Loading Time Kapal MT. Batamas Energi di Pelabuhan

Tg. Uban ... V - 40 Tabel 5.27. Analisis Deskriptif Loading Time Kapal MT. Batamas

Sentosa V di Pelabuhan Tg. Uban... V – 42 Tabel 5.28. Unloading Time Kapal MT. Pelita Laut di Pelabuhan

Belawan ... V – 44 Tabel 5.29. Analisis Deskriptif Unloading Time Kapal MT. Pelita Laut

di Pelabuhan Belawan ... V – 46 Tabel 5.30. Unloading Time Kapal MT. Pelita Energi di Pelabuhan


(19)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

di Pelabuhan Belawan ... V – 49 Tabel 5.32. Unloading Time Kapal MT. Maiden di Pelabuhan

Belawan ... V – 51 Tabel 5.33. Analisis Deskriptif Unloading Time Kapal MT. Maiden

di Pelabuhan Belawan ... V – 53 Tabel 5.34. Unloading Time Kapal MT. Batamas Sentosa V di Pelabuhan

Belawan ... V – 54 Tabel 5.35. Analisis Deskriptif Unloading Time Kapal MT. Batamas

Sentosa V di Pelabuhan Belawan ... V – 56 Tabel 5.36. Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (Dumai-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 58 Tabel 5.37. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (Dumai-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 59 Tabel 5.38. Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (P. Sambu-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 60 Tabel 5.39. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut

(P. Sambu-Belawan atau Sebaliknya) ... V – 61 Tabel 5.40. Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (Tg. Uban-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 62 Tabel 5.41. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut


(20)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

Tabel 5.42. Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (Dumai-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 66 Tabel 5.43. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (Dumai-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 69 Tabel 5.44. Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (P. Sambu-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 69 Tabel 5.45. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi

(P. Sambu-Belawan atau Sebaliknya) ... V – 70 Tabel 5.46. Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (Tg. Uban-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 71 Tabel 5.47. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi

(Tg. Uban-Belawan atau Sebaliknya)... V – 72 Tabel 5.48. Sailing Time Kapal MT. Maiden (Dumai-Belawan

atau Sebaliknya) ... V – 74 Tabel 5.49. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Maiden (Dumai-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 75 Tabel 5.50. Sailing Time Kapal MT. Maiden (Tg. Uban-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 76 Tabel 5.51. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Maiden


(21)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

atau Sebaliknya) ... V – 80 Tabel 5.53. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Batamas

Sentosa V (Dumai-Belawan atau Sebaliknya) ... V – 81 Tabel 5.54. Sailing Time Kapal MT. Batamas Sentosa V (Tg. Uban-

Belawan atau Sebaliknya) ... V – 82 Tabel 5.55. Analisis Deskriptif Sailing Time Kapal MT. Batamas

Sentosa V (Tg. Uban-Belawan atau Sebaliknya) ... V – 85 Tabel 5.56. Rekapitulasi Loading Time, Unloading Time dan

Sailing Time... V – 87 Tabel 5.57. Perhitungan Round Trip Kapal ... V – 88 Tabel 5.58 Solusi Optimal Volume Angkutan BBM HSD PT.PLN


(22)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

Gambar 1.1. Gambaran Daerah Sumber, Tujuan dan Perjalanan Armada

Tanker PT. Burung Laut ... I-4 Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Burung Laut ... II-7 Gambar 3.1. Solution Search Tree ... III-18 Gambar 3.2. Pohon Penyelesaian ... III-19 Gambar 3.3. Pengelompokan Kapal Menurut Garis Air ... III-23 Gambar 3.4. Hovercraft ... III-24 Gambar 3.5. Kapal Tanker ... III-28 Gambar 3.6. Kapal Jenis Destroyers ... III-29 Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-2 Gambar 4.2. Flowchart Pengolahan Data ... IV-7 Gambar 5.1. Ilustrasi Pelayaran Kapal MT. Pelita Laut ... V-6 Gambar 5.2. Ilustrasi Pelayaran Kapal MT. Pelita Energi... V-9 Gambar 5.3. Ilustrasi Pelayaran Kapal MT. Maiden ... V-12 Gambar 5.4. Ilustrasi Pelayaran Kapal MT. Batamas Sentosa V ... V-15 Gambar 5.5. Trend Loading Time Kapal MT. Pelita Laut di

Pelabuhan Dumai ... V-20 Gambar 5.6. Trend Loading Time Kapal MT. Pelita Laut di ...


(23)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

Pelabuhan Tg. Uban ... V-24 Gambar 5.8. Trend Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di

Pelabuhan Dumai ... V-28 Gambar 5.9. Trend Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di

Pelabuhan P. Sambu ... V-29 Gambar 5.10. Trend Loading Time Kapal MT. Pelita Energi di

Pelabuhan Tg. Uban ... V-31 Gambar 5.11. Trend Loading Time Kapal MT. Maiden di

Pelabuhan Dumai ... V-34 Gambar 5.12. Trend Loading Time Kapal MT. Maiden di

Pelabuhan Tg. Uban ... V-36 Gambar 5.13. Trend Loading Time Kapal MT. Batamas Sentosa V di

Pelabuhan Dumai ... V-39 Gambar 5.14. Trend Loading Time Kapal MT. Batamas Sentosa V di

Pelabuhan Tg. Uban ... V-42 Gambar 5.15. Trend Unloading Time Kapal MT. Pelita Laut di

Pelabuhan Belawan ... V-46 Gambar 5.16. Trend Unloading Time Kapal MT. Pelita Energi di

Pelabuhan Belawan ... V-49 Gambar 5.17. Trend Unloading Time Kapal MT. Maiden di


(24)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

Gambar 5.18. Trend Unloading Time Kapal MT. Batamas Sentosa V di

Pelabuhan Belawan ... V-55 Gambar 5.19. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (Dumai –

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-58 Gambar 5.20. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (P. Sambu –

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-60 Gambar 5.21. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Laut (Tg. Uban–

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-64 Gambar 5.22. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (Dumai –

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-68 Gambar 5.23. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (P. Sambu –

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-70 Gambar 5.24. Trend Sailing Time Kapal MT. Pelita Energi (Tg. Uban–

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-72 Gambar 5.25. Trend Sailing Time Kapal MT. Maiden (Dumai –

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-75 Gambar 5.26. Trend Sailing Time Kapal MT. Maiden (Tg. Uban–

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-78 Gambar 5.27. Trend Sailing Time Kapal MT. Batamas Sentosa V (Dumai –


(25)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

Belawan Atau Sebaliknya) ... V-85 Gambar 5.29. Diagram Branch and Bound Kapal MT. Pelita Laut ... V-102 Gambar 5.30. Diagram Branch and Bound Kapal MT. Pelita Energi ... V-103 Gambar 5.31. Diagram Branch and Bound Kapal MT. Haiden ... V-104 Gambar 5.32. Diagram Branch and Bound Kapal MT. Batamas

Sentosa V ... V-105 Gambar 6.1. Grafik Loading Time di Pelabuhan Muat Tahun 2007 ... VI-4 Gambar 6.2. Grafik Unloading Time di Pelabuhan Bongkar Tahun 2007 .. VI-5 Gambar 6.3. Grafik Sailing Time Kapal Tahun 2007... VI-6 Gambar 6.4. Grafik Round Trip Kapal Tahun 2007 ... VI-8


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

Contoh Penyelesaian Branch and Bound pada Software QM4Win ... L-1 Diagram Penyelesaian Branch and Bound pada (MT.Pelita Laut) ... L-2 Diagram Penyelesaian Branch and Bound pada (MT.Pelita Energi) ... L-3 Diagram Penyelesaian Branch and Bound pada (MT.Pelita Maiden) ... L-4 Diagram Penyelesaian Branch and Bound pada

(MT.Batamas Sentosa V) ... L-5 Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-6 Formulir Penetapan Tugas Sarjana ... L-7 Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-8 Surat Balasan Permohonan Riset Tugas Sarjana di PT.Burung Laut ... L-9 Surat Keterangan Tugas Sarjana ... L-10 Form Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-11


(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana transportasi laut sebagai sarana penghubung utama antara pulau. Distribusi barang antara pulau banyak dilakukan melalui penggunaan jasa angkutan laut. Oleh karena itu, sektor angkutan laut menempati posisi yang strategis di dalam pendistribusian barang dalam negeri, dimana penggunaan jasa angkutan laut selain relatif murah dibandingkan dengan jasa pengangkutan udara ataupun darat, juga mampu mengangkut volume barang lebih banyak.

Demikian halnya pada PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan yang menggunakan jasa angkutan laut kapal tanker untuk mengangkut BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis HSD (High Speed Diesel) dan IFO (Industrial Fuel Oil) sebagai bahan bakar beberapa PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang beroperasi di Sicanang, Belawan. Belakangan ini, dengan semakin meningkatnya kegiatan industri dan jumlah penduduk di Sumatera Utara, maka kebutuhan akan daya listrik juga mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Seiring dengan itu, pemakaian BBM (baik HSD maupun IFO) juga akan meningkat yang mengakibatkan akan meningkat pula kebutuhan akan kapal tanker sebagai sarana pengangkut BBM tersebut.

Berdasarkan pada Tugas Akhir oleh Saudara Suriadin Noernikmat (040423008) mahasiswa Ekstention yang mencoba menyelesaikan masalah


(28)

optimisasi pelayaran kapal Tanker milik PT. Burung Laut dengan menggunakan ilmu Operation Research yaitu dengan Linear Programming metode Simpleks, solusi yang dicapai belum optimal. Hasil penelitian Saudara Suriadin Noernikmat dengan menggunakan metode Simpleks tersebut terdapat solusi yang berbentuk bilangan desimal atau Non-Integer yang artinya terdapat pembulatan dalam menentukan solusi optimal pelayaran kapal Tanker tersebut, karena tidak mungkin jumlah perjalanan sebuah kapal Tanker dalam bentuk bilangan desimal. Saudara Marnangkok Butar-Butar (040403064) mahasiswa reguler juga mencoba melakukan analisis ulang dengan menggunakan Pemrograman Integer untuk mencapai solusi Integer Optimal. Berdasarkan analisa diatas maka saya tertarik melakukan analisis ulang untuk penentuan jumlah pelayaran optimal (Round Trip) untuk keempat kapal Tanker milik Perusahaan Pelayaran PT. Burung Laut untuk pengangkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkit Belawan tersebut dengan menggunakan Metode Branch and Bound untuk mencapai solusi yang lebih optimal dari analisis sebelumnya.

Perusahaan Pelayaran PT. Burung Laut yang menjalin kerja sama kemitraan dengan PT. Citra Bintang Familindo sejak tahun 2002 hingga sekarang, adalah merupakan salah satu sub vendor yang melaksanakan pengangkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan dari pelabuhan muat Pertamina di Dumai, Pulau Sambu dan Tanjung Uban ke pelabuhan bongkar PLTD/U di Sicanang, Belawan. Untuk melaksanakan pengangkutan BBM HSD tersebut digunakan 4 unit tanker yang berkapasitas antara 5.000 – 6.000 KL.


(29)

Sepanjang tahun 2007, dari kebutuhan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan sebesar 1.080.000 KL, yang dapat dilayani pengangkutannya oleh ke 4 armada tanker tersebut di atas hanyalah sebesar 861.200 KL saja. Terjadinya defisit angkutan sejumlah 218.800 KL disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: tidak optimalnya waktu pengoperasian kapal, baik yang diakibatkan oleh antrian kapal di pelabuhan muat atau di pelabuhan bongkar, proses administrai yang ada untuk memasuki pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, maupun yang diakibatkan oleh kendala-kendala lain, seperti: ketidaktersediaan stock BBM HSD, perawatan dan perbaikan kapal serta cuaca buruk.

Kemampuan armada tanker PT. Burung Laut untuk melayani angkutan BBM HSD sangat dipengaruhi pula oleh jarak, waktu tempuh dan kecepatan masing-masing kapal. Terdapatnya perbedaan jarak antara tiap pelabuhan muat (Belawan, Pulau Sambu dan Tanjung Uban) ke pelabuhan bongkar (Belawan) dan perbedaan kecepatan masing-masing kapal sangat berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan oleh tiap kapal dalam melaksanakan angkutan BBM HSD dari pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar.

Untuk meningkatkan pelayanan PT. Burung Laut dalam mengoperasikan armada tanker nya di masa-masa mendatang, diperlukan suatu kajian akademis guna mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor penyebab tidak terpenuhinya angkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan pada tahun 2007, sekaligus mencari solusi optimal untuk mengatasinya dengan


(30)

memperhatikan faktor-faktor kendala yang ada. Untuk lebih sederhana, permasalahan diatas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Gambaran Daerah Sumber, Tujuan dan Perjalanan Armada Tanker PT. Burung Laut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalah diatas maka dapat dirumuskan masalah yang dihadapi oleh PT. Burung Laut dalam melaksanakan angkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan pada tahun 2008 adalah 1. Jadwal pengoperasian yang kurang optimal dan buruknya Transportation

Management pengoperasian keempat armada tanker yang dioperasikannya untuk memenuhi target volume angkutan BBM HSD sebesar 1.080.000

Tujuan C1 C2 C3 C4 V1 V2 V3 V4 Q1 Q2 Q3 Q4 S1 (Sambu) (270.00KL) S3 (Dumai) (540.00KL)

Ci = Cost ($/KL)

Vi = Kecepatan Kapal (Mile/Jam)

Qi = Quantity (KL)

Dimana: Q1 = 5000 KL

Q2 = 6000 KL

Q3 = 5300 KL

Q4 = 5300 KL

S2 (Tj Uban) (270.00KL)


(31)

KL yang diangkut dari pelabuhan Muat (Dumai, Pulau Sambu dan Tanjung Uban) ke pelabuhan bongkar (Belawan).

2. Sulitnya menentukan keadaan Optimum untuk pengoperasian keempat armada tanker untuk memenuhi target volume angkutan BBM HSD sebesar 1.080.000 KL dari pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar di Belawan.

Dalam melaksanakan angkutan BBM HSD tersebut didapati beberapa kendala yang membawa dampak terhadap jadwal pengoperasian armada tanker PT. Burung Laut. Kendala pertama kecepatan kapal yang berbeda, sehingga mengakibatkan waktu tempuh yang berbeda pula untuk masing-masing kapal. Kendala ini dibatasi pula oleh hari kerja effektif pada tahun 2008 yang hanya 341 hari kerja dari hari kalender seluruhnya 365 hari. Kekurangan 24 hari kerja setiap tahunnya yang dipergunakan oleh masing-masing kapal untuk melaksanakan program perawatan dan perbaikan, sangat berpengaruh terhadap waktu pelayanan masing-masing kapal dalam melaksanakan angkutan BBM HSD.

Kendala kedua adalah keterbatasan stock BBM HSD untuk PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan di masing-masing pelabuhan muat. Pelabuhan Dumai menyediakan stock BBM HSD sebesar 540.000 KL pertahunnya, sedangkan di pelabuhan Pulau Sambu dan Tanjung Uban disediakan stock BBM HSD masing-masing hanya 270.000 KL setiap tahunnya.

Kendala ketiga adalah berupa alasan teknis operasional kapal, dimana dari 4 unit armada tanker yang ada, 2 unit diantaranya dapat melakukan pemuatan BBM HSD di semua pelabuhan muat dengan frekuensi kunjungan 24 kali di


(32)

Dumai, 12 kali di Pulau Sambu dan 12 kali di Tanjung Uban. Sedangkan 2 unit lainnya sama sekali tidak dapat melaksanakan pemuatan di pelabuhan muat Pulau Sambu, sehingga frekuensinya kunjungannya hanya 24 kali di Dumai dan 24 kali di Tanjung Uban.

Berkenaan dengan permasalahan di atas, PT. Burung Laut dituntut untuk mencari solusi optimal dalam pencapain target angkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan pada tahun 2008 sebesar 1.080.000 KL per tahun dengan tetap menggunakan 4 unit armada tanker yang dioperasikannya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat model Transportasi memenuhi target volume angkutan BBM HSD sebesar 1.080.000 KL yang diangkut dari pelabuhan Muat (Dumai, Pulau Sambu dan Tanjung Uban) ke pelabuhan bongkar (Belawan) sebanyak 1.080.000 KL. Hal ini akan menghasilkan jumlah Round Trip optimum armada tanker yang dioperasikan oleh PT. Burung Laut dalam melaksanakan angkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan dengan cara mengidentifikasi waktu muat (loading time) di pelabuhan muat, waktu bongkar (unloading time) di pelabuhan bongkar dan waktu layar kapal (sailing time) dari pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar atau sebaliknya berdasarkan data tahun 2007 guna mendapatkan volume angkutan BBM HSD yang paling optimal yang dapat dilaksanakan pada tahun 2008.


(33)

1.4. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian

Penelitian dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, antara lain :

1. Penelitian hanya dilakukan pada armada Tanker PT. Burung Laut yang melayani pengangkutan BBM HSD PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan.

2. Pelabuhan muat yakni pengisian BBM HSD hanya di tiga pelabuhan, yaitu: pulau Smabu, Tanjung Uban dan pelabuhan Dumai dengan daerah tujuan pelabuhan Belawan.

3. Variabel pembatas sebagai kendala yang digunakan adalah: jumlah round trip tiap kapal, kapasitas pelabuhan muat, dan spesifikasi teknis armada tanker. 4. Data yang dikumpulkan untuk penentuan kecukupan armada adalah data time

sheet tiap armada Tanker pada tahun 2007.

5. Penentuan jumlah kecukupan armada Tanker yang dilakukan adalah untuk tahun 2008 berdasarkan data tahun 2007 tersebut diatas.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Pelaksanaan perbaikan armada Tanker sesuai dengan yang ditentukan.

2. Tidak ada perubahan jalur yang akan dilalui oleh armada Tanker jika sudah ditugaskan.

3. Instruksi dalam melakukan loading dan unloading dilakukan dengan benar. 4. Kondisi pelayaran armada Tanker dianggap tidak terganggu.

5. Keadaan perlengkapan serta mesin dianggap cukup baik. 6. Data yang dikumpulkan dianggap berdistribusi normal.


(34)

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI


(35)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(36)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut disingkat PT. Burung Laut dibeli dan diambil alih kepemilikannya dari pemilik lama oleh pemilik baru H.M. Noernikmat dan keluarga berdasarkan Akte Jual Beli No. 21 Tahun 1989 dan Berita Acara Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas No. 25 Tahun 1989, yang keduanya dibuat dihadapan Notaris Aniswar Yanis, S.H di Medan. Hingga saat ini akte perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir mengalami penyesuaian sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang dibuat dihadapan Notaris Ekoevidolo, S.H. berkedudukan di Medan dengan Berita Acara No. 126 Tahun 2008.

Pada awal operasinya, PT. Burung Laut diberi kepercayaan oleh pabrik semen PT. SAI (Semen Andalas Indonesia) yang merupakan salah satu PMA (Penanaman Modal Asing) di Banda Aceh untuk menjadi agen umum pelayaran (shipping general agent) yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan (inward & outward clearance) kapal-kapal asing yang disewa oleh PT. SAI untuk mengangkut dan mendistribusikan semen curah ke beberapa pelabuhan di Indonesia. Disamping itu, PT. Burung Laut juga ditunjuk oleh PT. SAI sebagai transportir laut untuk mengangkut BBM HSD (High Speed Diesel) keperluan operasional pabrik dengan menggunakan kapal tanker MT. Bumeugah


(37)

Dalam perkembangannya, pada bulan Mei 2001 atas pembiayaan dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. - Cabang Belawan, kapal MT. Bumeugah dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Laut dan didaftarkan pada kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Sabang.

Pada tahun 2002, PT. Burung Laut menjalin kemitraan dengan PT. Citra Bintang Familindo dan mendapatkan kontrak untuk angkutan BBM IFO (Industrial Fuel Oil) milik PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Pembangkit & Penyaluran Sumatera Bagian Utara (sekarang menjadi PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan) dari Instalasi/Depot Pertamina Pulau Sambu ke dermaga PLTG/U Sicanang, Belawan dengan volume angkutan sebesar 390.000 KL/tahun. Angkutan ini dilayani oleh kapal tanker MT. Pelita Laut ditambah dengan kapal tanker MT. Mercury II (Kapasitas 6.000 KL) berbendara Singapore yang dicharter dari perusahaan asing. Untuk menunjang pengangkutan BBM IFO tersebut, pada bulan Mei 2003 Kapal MT. Mercury II dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Energi serta didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Batam.

Pada awal tahun 2005, terjadi perubahan kontrak angkutan PT. Burung Laut, dari yang tadinya mengangkut BBM IFO berubah menjadi mengangkut BBM HSD dengan volume angkutan sebesar 720.000 KL/tahun. Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan pemakaian BBM (terutama HSD), yang setiap tahunnya cenderung meningkat, maka pada awal April 2008 PT. Burung Laut menambah 1 (satu) unit lagi armada tankernya yang diberi nama MT. Pelita


(38)

Samudera (Kapasitas 7.000 KL) dan didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Belawan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Burung Laut adalah merupakan suatu perusahaan pelayaran nasional yang bergerak di dalam bidang jasa angkutan laut (dalam dan luar negeri) dan keagenan pelayaran. Bisnis utama perusahaan adalah melayani jasa pengangkutan muatan cair, seperti: BBM (Bahan Bakar Minyak), Gula Cair (Molasses) dan CPO (Crude Palm Oil). Disamping itu, perusahaan juga melayani jasa keagenan pelayaran yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan kapal (inward & outward clearance) di suatu pelabuhan.

Beberapa konsumen yang pernah menggunakan jasa angkutan laut PT. Burung Laut adalah:

1. PT. Semen Andalas Indonesia, Banda Aceh 2. Mobil Oil, Singapore

3. PT. Karya Prajona Nelayan, Medan 4. PT. Rafina Segara Sejahtera, Jakarta 5. PT. Kiani Kertas, Jakarta

6. PT. Citra Bintang Familindo, Lhokseumawe

Adapun konsumen yang pernah menggunakan jasa keagenan pelayaran PT. Burung Laut adalah:


(39)

3. PT. Arpeni Pratama Ocean Line, Jakarta 4. PT. Dutaryo, Jakarta

5. PT. Trust, Jakarta

2.3. Lokasi Perusahaan

Sejak diambil alih pada tahun 1989, kedudukan perusahaan adalah di Banda Aceh dengan alamat kantor:

Jl. Jend. A. Yani No. 38 (d/h. 14) Kode Pos : 23122

Telephone : +62 651 21451 - 22040 Facsimile : +62 651 33637

E-ma

Website :

Untuk mendukung pengoperasiannya, PT. Burung Laut memiliki beberapa kantor cabang di beberapa daerah, yakni:

1. MEDAN

Jl. Bantam No. 3 - 3 A, Kode Pos : 20153

Telephone : + 62 61 4561166 (Hunting) Facsimile : + 62 61 4152233

E-mail :

2. BELAWAN


(40)

Kode Pos : 20412

Telephone : +62 61 6941129 Facsimile : +62 61 6943789

E-mail :

3. LHOKSEUMAWE Jl. Merdeka Timur No. 57 Kode Pos : 24352

Telephone : +62 645 46983 Facsimile : +62 645 46983

E-mail :

Kegiatan operasional perusahaan dipusatkan di kantor Medan, dimana Direksi dan para stafnya sehari-hari berkantor.

2.4. Daerah Operasional

Dalam memasarkan jasa angkutan lautnya, PT. Burung Laut tidak membatasi daerah operasionalnya. Untuk pemasaran di luar negeri (foreign going) biasanya PT. Burung Laut bekerja sama dengan cargo brokerage di Singapore, sedangkan untuk pemasaran di dalam negeri (domestic line) selalu diupayakan oleh tenaga pemasaran dari perusahaan sendiri.

Sejak tahun 2002 hingga sekarang, PT. Burung Laut mendapatkan kontrak untuk mengangkut BBM HSD milik PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan dari Dumai, Pulau Sambu dan Tanjung Uban ke PLTD/U


(41)

bermitra dengan salah satu perusahaan pelayaran nasional lainnya, menggunakan 4 unit armada tanker yang berkapasitas antara 5.000 - 6.000 KL. Basis pengoperasian dan perawatan ke 4 unit armada tanker tersebut dipusatkan di Belawan dengan pertimbangan jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dengan lokasi kantor perusahaan.

Disamping jasa angkutan laut, PT. Burung Laut juga melayani keagenan pelayaran untuk kapal-kapal yang dicharter oleh PT. Semen Andalas Indonesia untuk mengangkut dan mendistribusikan semen curah dari Langkawi, Malaysia ke beberapa pelabuhan di Indonesia, seperti: Lhoknga, Lhokseumawe, Belawan, Dumai dan Batam.

2.5. Organisasi dan Manajemen

Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan di antara mereka diberikan pembagian tugas sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing.

Sedangkan manajemen adalah tata cara yang diterapkan suatu organisasi untuk mengelola dan menjalankan aktifitas organisasinya untuk mencapai target yang telah direncanakan.

Struktur organisasi adalah gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran secara baik. Struktur organisasi dapat


(42)

dinyatakan dalam gambar grafik (bagan yang memperlihatkan hubungan antara unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada).

Struktur organisasi dan sistem manajemen yang dipergunakan PT. Burung Laut dalam melaksanakan aktifiitas bisnisnya adalah seperti yang diuraikan berikut ini:

2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi PT. Burung Laut dikelompokkan pada 4 tingkatan kepengurusan, yang berbeda yaitu: Dewan Komisaris, Direksi, Manejer dan Kepala Cabang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

DIREKSI DEWAN KOMISARIS

MANEJER

KEUANGAN MANEJER OPERASI

MANEJER UMUM DAN PERSONALIA

CABANG/ KEAGENAN

LHOKNGA

CABANG/ KEAGENAN

BELAWAN

CABANG/ KEAGENAN LHOKSEUMAWE

NAHKODA KAPAL Keterangan :

Hubungan Lini

Hubungan Fungsional


(43)

Berdasarkan struktur di atas, maka hubungan kerja dalam organisasi perusahaan PT. Burung Laut adalah hubungan campuran lini-fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan lini pada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab Direksi ke Manejer sehingga terbentuk Departemen Keuangan, Departemen Operasi dan Departemen Umum & Personalia. Hubungan fungsional dijumpai pada hubungan setingkat, baik antara sesama Manejer maupun antara sesama Kepala Cabang.

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan di perusahaan PT. Burung Laut adalah sebagai berikut :

1. Dewan Komisaris

Bertanggung jawab kepada pemegang saham dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mengawasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Direksi. 2. Direksi

Direksi terdiri dari Direktur Utama dan Direktur.

a. Direktur Utama bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk menggerakan roda bisnis perusahaan dan mencari peluang-peluang bisnis baru (bersifat eksternal). b. Direktur bersama-sama dengan Direktur Utama bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk menjalankan dan mengelola aktifitas perusahaan (bersifat internal).


(44)

Dalam hal Direktur Utama berhalangan, Direktur diberikan wewenang untuk melaksanakan fungsi dan tugas Direktur Utama.

3. Manejer Keuangan

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengelola keuangan perusahaan.

4. Manejer Operasi

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengoperasikan armada tanker perusahaan dan memberdayakan potensi-potensi kantor cabang perusahaan dalam pelayanan keagenan kapal.

5. Manejer Umum & Personalia

Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk memastikan tersedianya perlengkapan ATK bagi aktifitas perusahaan, memonitor legalitas dan validitas perizinan perusahaan, memberdayakan SDM yang dimiliki perusahaan serta perawatan aset perusahaan.

6. Kepala Cabang

Bertanggung jawab kepada Manejer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk melaksanakan pelayanan keagenan kapal di daerahnya masing-masing.


(45)

Bertanggung jawab kepada Manejer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk membawa dan merawat kapal sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan perusahaan.

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.5.3.1. Tenaga Kerja

PT. Burung Laut memiliki 99 orang tenaga kerja dengan perincian sebagai berikut:

1. 36 orang tenaga kerja tetap,

2. 60 orang tenaga kerja kontrak (crew kapal) 3. 3 orang tenaga honor

Rincian tenaga kerja selengkapnya adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut

Jabatan/Bagian Pria Wanita Total Keterangan

Dewan Komisaris 2 1 3 Tetap

Direksi 2 - 2 Tetap

Departemen Keuangan 4 1 5 Tetap

Departemen Operasi 2 1 3 Tetap

Departemen Umum & SDM 3 2 5 Tetap

Konsultan Pajak 1 - 1 Honor

Pesuruh Kantor 1 - 1 Honor

Pengelola Parkir 1 - 1 Honor

Cabang Lhoknga 5 1 6 Tetap

Cabang Belawan 6 1 7 Tetap

Cabang Lhokseumawe 4 1 5 Tetap

MT. Pelita Laut 19 - 19 Kontrak

MT. Pelita Energi 21 - 21 Kontrak

MT. Pelita Samudera 20 - 20 Kontrak

T o t a l 91 8 99


(46)

2.5.3.2. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PT. Burung Laut dibedakan menjadi: 1. Jam kerja darat

2. Jam kerja laut

Jam kerja darat adalah jam kerja yang berlaku bagi tenaga kerja yang bekerja di kantor dengan ketentuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jam Kerja Darat

No Hari Kerja Jam Kerja

1 Senin s/d Kamis

08.00 - 12.00 : Jam Kerja I 12.00 - 13.00 : Istirahat 13.00 - 17.00 : Jam Kerja II

2 Jum’at

08.00 - 12.00 : Jam Kerja I 12.00 - 14.00 : Istirahat 14.00 - 16.00 : Jam Kerja II 3 Sabtu 08:00 - 12:30 : Jam Kerja

Sumber : PT. Burung Laut, 2008

Sedangkan jam kerja laut adalah jam kerja yang berlaku bagi crew kapal yang bekerja di laut dengan ketentuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Jam Kerja Laut

No Hari Kerja Jam Kerja

1 Senin s/d Minggu

08.00 - 12.00 : Jam Jaga I 12.00 - 16.00 : Jam Jaga II 16.00 - 20.00 : Jam Jaga III 20.00 - 24.00 : Jam Jaga I 24.00 - 04.00 : Jam Jaga II 04.00 - 08.00 : Jam Jaga III

Sumber : PT. Burung Laut, 2008


(47)

2.5.4.1. Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan di PT. Burung Laut dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Upah Tetap, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja tetap di kantor . 2. Upah Kontrak, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja kontrak (crew

kapal).

3. Upah Honor, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja honor.

2.5.4.2. Fasilitas Lainnya

Fasilitas yang diberikan oleh PT. Burung Laut kepada seluruh tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Tunjangan Hari Raya (THR). 2. Bonus akhir tahun.

3. Asuransi Jiwa, Kecelakaan Kerja dan Kesehatan (Rawat Inap). 4. Uniform dan Alat Keselamatan Kerja (khusus untuk Crew Kapal).


(48)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Pengambilan Keputusan dalam Riset Operasi 3.1.1. Seni dan Ilmu Riset Operasi 1)

Riset Operasi (Operations Research/OR) berusaha menetapkan arah tindakan terbaik (optimum) dari sebuah masalah keputusan dibawah pembatasan sumber daya yang terbatas. Istilah riset operasi sering kali diasosiasikan hamper secara eksklusif dengan penggunaan teknik-teknik matematis untuk membuat model dan menganalisis masalah keputusan. Walaupun matemetika dan model matematis merupakan inti dari riset operasi, pemecahan masalah tidaklah hanya sekedar pengembangan dan pemecahan model-model metematis. Secara spesifik, masalah keputusan biasanya mencakup factor-faktor penting yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam bentuk model matematis. Yang paling utama dari factor-faktor ini adalah kehadiran unsur manusia di hampir setiap lingkungan keputusan. Pada kenyataanya, telah dilaporkan adanya situasi-situasi keputusan di mana pengaruh perilaku manusia begitu mempengaruhi masalah keputusan sehingga pemecahan yang diperoleh dari model matematis dipandang tidak praktis. Sebuah ilustrasi yang basik dari kasus ini adalah salah satu versi dari masalah elevator yang dikenal luas. Sebagai tanggapan dari para penghuni tentang lambatnya elevator di sebuah bangunan perkantoran yang besar, sebuah pemecahan yang didasari oleh analisis teori jalur


(49)

lanjut, ditemukan bahwa waktu menunggu sangat singkat. Sebuah pemecahan diajukan dimana sebuah cermin panjang dipasang ditempat masuk elevator. Keluhan menghilang karena para pengguna elevator asik memandangi diri mereka sendiri dan orang lain sambil menunggu elevator.

Ilustrasi elevator ini menggarisbawahi pentingnya memandang aspek matematis dari riset operasi dalam konteks yang lebih luas dari sebuah proses pengambilan keputusan yang unsur-unsurnya tidak dapat diwakili sepehunya oleh sebuah model matematis. Pada kenyataannya, masalah ini dikenali oleh para ilmuan Inggris yang merintis kegiatan-kegiatan riset operasi yang pertama setelah Perang Dunia II. Harus ditekankan bahwa kelompok riset operasi yang berhasil diharapkan memperlihatkan kemampuan yang memadai dalam aspek ilmu dan seni riset operasi. Penekanan pada satu aspek dan tidak pada askpek lainnya cenderung merintangi pemanfaatan riset operasi secara efektif dalam praktek.

3.1.2. Unsur-unsur Dari Sebuah Model keputusan.

Sebuah model keputusan semata-mata merupakan alat untuk “meringkaskan” sebuah maslah keputusan dengan cara yang memungkinkan identifikasi dan evaluasi yang sistematis terhadap semua alternatif keputusan dari sebuah masalah. Sebuah keputusan lalu dicapai dengan memilih alternative yang dinilai “terbaik” diantara semua pilihan yang tersedia.

Berikut akan diilustrasikan unsur-unsur dasar dari sebuah model keputusan dengan mengikuti contoh sederhana, tetapi berguna. Selama bulan-bulan musim panas, seorang professor yang tinggan di Fayetteville (FYTV), Arkansas,


(50)

memiliki komitmen konsultasi selama 5 minggu di Denver (DEN), Colorado. Professor tersebut terbang kesana pada hari senin dan kembali pada hari rabu diminggu yang sama. Sebuah tiket pulang-pergi yang dibeli pada hari senin untuk kembali pada hari rabu diminggu yang sama berharga 20% lebih mahal daripada tiket yang melewati akhir pekan. Tiket satu arah dalam arah apapun berharga 75% dari harga tiket pulang-pergi biasa (tanpa potongan harga). Harga dari sebuah tiket pulang-pergi adalah $900. Bagaimana sebaiknya profesor tersebut membeli tiketnya selama periode konsultasi sepanjang lima minggu tersebut? Contoh ini dibuat untuk memperkenalkan proses pengambilan keputusan: alternatif keputusan, batasan masalah, dan kriteria tujuan.

3.1.3. Jenis-jenis Model Riset Operasi

Metode pemecahan biasanya dirancang untuk memanfaatkan struktur khusus dari model yang dihasilkan. Dengan demikian, berbagai model yang berkaitan dengan sistem nyata yang ada menimbulkan berbagai teknik pemecahan dalam jumlah yang sama. Istilah asal dari berbagai nama yang sudah dikenal seperti pemrograman linear, integer, dinamis, dan non-linier yang mewakili berbagai algoritma untuk memecahkan kelompok-kelompok model riset operasi tersebut.

Dalam kebanyakan aplikasi riset operasi, diasumsikan bahwa tujuan dan batasan sebuah model dapat diekspresikan secara kuantitatif atau secara matematis sebagai fungsi dari variabel keputusan. Dalam kasus demikian, kita mengatakan


(51)

Sayangnya, walaupunterdapat kemajuan yang mengesankan dalam pemodelan matematis, sejumlah situasi nyata masih berada jauh diluar kemampuan teknik-teknik matematis yang sekarang tersedia. Karena suatu hal, sistem nyata kemungkinan terlalu rumit untuk memungkinkan representasi matematis yang memadai. Kemungkinan lain, sekalipun sebuah model matematis dapat diformulasikan, model itu terbukti terlalu kompleks untuk dipecahkan dengan metode-metode pemecahan yang sudah ada.

Sebuah pendekatan yang berbeda untuk pemodelan sistem (yang kompleks) adalah penggunaan simulasi. Model-model simulasi berdeda dengan model matematis dalam hal bahwa hubungan antara masukan dan keluaran tidak dinyatakan secara eksplisit. Melinkan, sebuah model simulasi memecahkan sistem yang dimodel tersebut kedalam modul-modul dasar atau elementer yang lalu dikaitkan satu sama lain dengan hubungan-hubungan logis yang didefenisikan dengan baik. Jadi dengan dimulai dengan modul masukan, perhitungan akan bergerak dari satu modul ke modul lainnya. Sampai sebuah hasil keluaran direalisasikan.

Model simulasi, ketika dibandingkan dengan model matematis, memang menawarkan keluwesan yang lebih besar dalam mewakili sistem yang kompleks. Alasan utama untuk keluwesan ini adalah bahwa simulasi memandang sistem dari tingkat elementer yang mendasar. Pemodelan matematis sebaliknya, cenderung mempertimbangkan sistem dari tingkat representasi yang kurang terinci.

Keluwesan simulasi bukannya tidak mempunyai kekurangan. Pengembangan sebuah model simulasi biasanya cukup mahal baik dalam waktu


(52)

maupun sumber daya. Selain itu, pelaksanaan sebuah model simulasi, sekalipun dengan komputer yang tercepat, dapat menimbulkan sejumlah biaya yang cukup besar. Sebaliknya, model-model matematis yang berhasil biasanya dapat dikelola dalam hal perhitungannya.

3.1.4. Tahap-tahap Studi Riset Operasi

Tahap-tahap utama yang harus dilalui untuk melakukan sebuah studi operasi riset adalah mencakup:

1. Defenisi masalah. 2. Pengembangan model. 3. Pengujian keabsahan model. 4. Implementasi model akhir.

Tahap pertama dari studi ini berkaitan dengan defenisi masalah, hal ini menunjukkan tiga aspek utama, yaitu;

1. Deskripsi tentang sasaran atau tujuan dari studi tersebut. 2. Identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut.

3. Pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut. Tahap kedua dari studi ini berkaitan dengan pengembangan model. Bergantung pada defenisi masalah dan harus memutuskan model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang bersangkutan. Model seperti ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan dan batasan masalah dalam bentuk variabel keputusan. Jika model yang dihasilkan termasuk dalam salah satu model


(53)

menggunakan teknik-teknik matematis. Jika hubungan matematis dalam model tersebut terlalu kompleks untuk memungkinkan pemecahan analitis, sebuah model simulasi kemungkinan lebih sesuai.

Tahap ketiga dari studi ini berkaitan dengan pemecahan model. Dalam model-model matematis, hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik optimisasi yang didefenisikan dengan baik dan model tersebut dikatakan menghasilkan sebuah pemecahan optimal. Jika simulasi atau model heuristik dipergunakan, konsep optimalitas tidak didefenisikan dengan begitu baik, dan pemecahan dalam kasus ini dipergunakan untuk memperoleh evaluasi terhadap tindakan dalam sistem tersebut. Hal ini biasanya disebut dengan analisis sensitivitas. Secara khusus, analisis seperti ini diperlukan ketika parameter dari sebuah sistem tidak dapat diestimasi secara akurat.

Tahap keempat menuntut pemeriksaan terhadap keabsahan model. Sebuah model dikatakan absah jika dapat memberikan prediksi yang wajar dari kinerja sistem tersebut walaupun tidak secara pasti mewakili sistem tersebut. Satu metode yang umum untuk menguji keabsahan sebuah model adalah dengan membandingkan kinerjanya dengan data masa lalu yang tersedia untuk sistem aktual tersebut. Model tersebut akan absah jika dalam kondisi masukan yang serupa, model tersebut dapat menghasilkan ulang kinerja masa lalu dari sistem tersebut.

Tahapa akhir dalam studi ini adalah berkaitan dengan implementasi hasil model yang telah diuji tersebut. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini menjadi petunjuk operasi yang terinci dan disebarkan dalam bentuk yang mudah


(54)

dipahami kepada para individu yang akan mengatur dan mengoperasikan sistem yang direkomendasikan tersebut.

3.2. Program Linear 2)

Program Linear adalah suatu teknis matematika yang dirancang untuk membantu manajer dalam merencanakan dan membuat keputusan dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan perusahaan.

Tujuan perusahaan pada umumnya adalah memaksimalisasi keuntungan, namun karena terbatasnya sumber daya, maka dapat juga perusahaan meminimalkan biaya.

Program Linear memiliki 4 ciri khusus yang melekat, yaitu :

1. Penyelesaian masalah mengarah pada tujuan maksimisasi atau minimisasi 2. Kendala yang ada membatasi tingkat pencapaian tujuan

3. Ada beberapa alternatif penyelesaian 4. Hubungan matematis bersifat linear

Secara teknis, ada lima syarat tambahan dari permasalahan Program Linear yang harus diperhatikan yang merupakan asumsi dasar, yaitu:

1. Certainty (kepastian), maksudnya adalah fungsi tujuan dan fungsi kendala sudah diketahui dengan pasti dan tidak berubah selama periode analisa. 2. Proportionality (proporsionalitas), yaitu adanya proporsionalitas dalam fungsi

tujuan dan fungsi kendala.


(55)

4. Divisibility (bisa dibagi-bagi), maksudnya solusi tidak harus merupakan bilangan integer (bilangan bulat), tetapi bisa juga berupa pecahan.

5. Non-negative variable (variabel tidak negatif), artinya bahwa semua nilai jawaban atau variabel tidak negatif.

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan Program Linear ada 2 pendekatan yang bisa digunakan, yaitu: Metode Grafik dan Metode Simpleks. Metode grafik hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana variabel keputusan sama dengan dua. Sedangkan metode simpleks bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana variabel keputusan dua atau lebih.

3.2.1. Karakteristik Permasalahan Program Linear

Beberapa karakterisitik permasalahan dalam Program Linear adalah: 1. Semua permasalahan Program Linear memiliki tujuan untuk

memaksimumkan atau meminimumkan sesuatu, seperti profit atau biaya. 2. Permasalahan Program Linear memiliki kendala (konstrain) yang membatasi

tingkatan pencapaian tujuan.

3. Adanya beberapa alternatif tindakan yang bisa dipilih. Sebagai contoh, kalau suatu perusahaan menghasilkan tiga produk maka alternatif solusinya adalah apakah ia akan mengalokasikan semua resources untuk satu produk, membagi rata resources untuk ketiga produk, atau mendistribusikannya dengan cara lain.


(56)

4. Fungsi tujuan dan kendala (konstrain) dalam permasalahan Program Linear diekspresikan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan linier.

3.2.2. Langkah-langkah dalam Formulasi Program Linear

1. Mengidentifikasi dan menotasikan variabel dalam fungsi tujuan dan pembatas.

2. Memformulasikan fungsi tujuan. 3. Memformulasikan fungsi kendala. 4. Memasukkan kendala non negativitas.

Maksimumkan : ∑ =

J

j j j

X C

1

Dengan kendala : ∑ ≤ =

J

j ji j i

b X a 1 dimana: j

C = nilai profit per unit untuk setiap Xj

j

X = variabel keputusan ke-j

ji

a = kebutuhan resourcei untuk setiap Xj

i

b = jumlah resourcei yang tersedia

j = banyaknya variabel keputusan, mulai dari 1, 2, ... J.


(57)

3.2.3. Asumsi Dasar Program Linear

1. Kepastian (certainty)

Koefisien dalam fungsi tujuan (Cj) dan fungsi kendala (aji) dapat diketahui dengan pasti dan tidak berubah.

2. Proporsionalitas (proportionality)

Dalam fungsi tujuan dan fungsi kendala, semua koefisien dalam formulasi

j

C dan aji, merupakan koefisien yang bersifat variabel terhadap besarnya variabel keputusan.

3. Additivitas (additivity)

Total semua aktivitas sama dengan jumlah (additivitas) setiap aktivitas individual.

4. Divisibilitas (divisibility)

Solusi permasalahan Program Linear (dalam hal ini nilai Xj) tidak harus dalam bilangan bulat (integer).

5. Nonnegatif (nonnegativity)

Variabel keputusan tidak boleh bernilai negative

Contoh soal penggunaan Simplex Methode pada persamaan Linear Programming dapat kita perhatikan pada contoh berikut : 3)

Minimumkan : z = 2x1 + x2

Berdasarkan pembatas : 3x1 + x2 ≥ 3

4x1 + 3x2≥ 6


(58)

x1, x2≥ 0

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah arah ketidaksamaan pembatas sehingga bertanda ( ≤ ), kemudian menambahkan slack variabel. Diperoleh formulasi berikut :

Minimumkan : z = 2x1 + x2

Berdasarkan pembatas :

-3x1 - x2 + s1 = -3

-4x1 - -3x2 + s2 = -6

x1 + 2x2+ s3 = 3

x1, x2 ≥ 0

Tabel Simplexnya adalah: Tabel Permulaan:

Tabel 3.1. Tabel Permulaan Penyelesaian Contoh Soal Metode Simplex

cb Cj 2 1 0 0 0

Bi

Bv x1 x2 s1 s2 s3

0 s1 -3 -1 1 0 0 -3

0 s2 -4 -3 0 1 0 -6

0 s3 1 2 0 0 1 3

Cj 2 1 0 0 0 z = 0

Dari Tabel 3.1. dapat diperhatikan bahwa variabel-variabel basis awalnya tidak memberikan solusi awal yang fisibel (s1 dan s2 berharga negatif), tetapi

koefisien persamaam z sudah memenuhi kondisi optimalitas.

Pada Tabel 3.1. di atas, s2 (= -6) terpilih sebagai leaving variabel,


(59)

Tabel 3.2. Tabel Pemilihan Entering Variabel

x1 x2 s1 s2 s3

Koefisien persamaan z 2 1 0 0 0

Koefisien persamaan s2 -4 -3 0 1 0

Rasio -1/2 -1/3 0 0 0

dengan demikian, x2 terpilih sebagai entering variabel.

Langkah berikutnya dilakukan seperti Tabel Permulaan: Tabel Pertama:

Tabel 3.3. Tabel Pertama Penyelesaian Contoh Soal Metode Simplex

cb

Cj 2 1 0 0 0

bi

Bv x1 x2 s1 s2 s3

0 s1 -5/3 0 1 -1/3 0 -1

1 x2 4/3 1 0 -1/3 0 2

0 s3 5/3 0 0 2/3 1 -1

Cj 2/3 0 0 1/3 0 z = 2

Tabel Kedua:

Tabel 3.4. Tabel Kedua Penyelesaian Contoh Soal Metode Simplex

cb

Cj 2 1 0 0 0

bi

Bv x1 x2 s1 s2 s3

2 x1 1 0 -3/5 1/5 0 3/5

1 x2 0 1 4/5 -3/5 0 6/5

0 s3 0 0 -1 1 1 0

cj 0 0 -2/5 -1/5 0 z = 12/5

Berdasarkan Tabel 3.4., solusi optimal dan fisibel telah tercapai karena tidak terdapat lagi nilai cj yang lebih besar dari nol.


(60)

z = 12/5 x1 = 3/5

x2 = 6/5

3.3. Pemrograman Integer

Program integer adalah program linear yang seluruh atau sebahagian dari variabel keputusannya adalah integer. Pemrograman bulat dibutuhkan ketika keputusan harus dilakukan dalam bentuk bilangan bulat (bukan pecahan yang sering terjadi bila kita gunakan metode simpleks). Model matematis dari pemrograman bulat sebenarnya sama dengan model linear programming, dengan tambahan batasan bahwa variabelnya harus bilangan bulat. Terdapat 3 macam permasalahan dalam pemrograman bulat, yaitu:

1. Pemrograman bulat murni, yaitu kasus dimana semua variabel keputusan harus berupa bilangan bulat.

2. Pemrograman bulat campuran, yaitu kasus dimana beberapa, tapi tidak se mua, variabel keputusan harus berupa bilangan bulat.

3. Pemrograman bulat biner, kasus dengan permasalahan khusus dimana semua variabel keputusan harus bernilai 0 dan 1.

Banyak aplikasi kegunaan dari integer programming, misalnya dalam penghitungan produksi sebuah perusahaan manufaktur, dimana hasil dari perhitungannya haruslah bilangan bulat, karena perusahaan tidak dapat memproduksi produknya dalam bentuk setengah jadi. Misal perusahaan perkitan


(61)

bilangan bulat, dengan metode pembulatan, bisa kita hasilkan misalnya 5 mobil A dan 2 mobil B per hari, tetapi apakah metode pembulatan ini efisien? Kita lihat pada penjelasan selanjutnya. Model pemrograman bulat dapat juga digunakan untuk memecahkan masalah dengan jawaban ya atau tidak (yes or no decision), untuk model ini variabel dibatasi menjadi dua, misal 1 dan 0, jadi keputusan ya atau tidak diwakili oleh variabel, katakanlah xj, menjadi:

{

untuk keputusanya

tidak keputusan untuk

j

x

=

10,,

Model ini sering disebut dengan model pemrograman bulat biner.

3.3.1. Program Integer Dengan K Kendala yang Harus Dipenuhi Oleh N Kendala4)

Program integer denagn N kendala, tetapi hanya K yang harus dipenuhi, dimana pada suatu kasus K<N. Sebahagian dari proses optimisasi adalah mencari kombinasi K kendala yang memberikan fungsi objektif terbaik. Jadi ada N-K kendala yang akan dieliminasi dari kelompok kendala tersebut, meskipun solusi layak mungkin saja masih memenuhi sebahagian diantara.

Bentuk umum dari kasus sebelumnya yang dapat dikatakan mempunyai k=1 dan N=2. misalkan N kendala tersebut adalah:

f1(X1, X2,...,Xn)d1

f2(X1, X2,...,Xn)d2 .

.


(1)

B <= 12

C <= 12

A >= 0

B >= 0

C >= 0

Optimal Solution: p = 216464; a = 24, b = 0.07734, c = 12

Tableau #1

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 213 254.5 254.4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8184 6000 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 540000 0 6000 6000 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 540000 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 12 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -6000 -6000 -6000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

Tableau #2

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 254.5 254.4 1 0 0 0 0 0 213 0 0 0 8184 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6000 0 0 0 540000 0 6000 6000 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 540000 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 12 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -6000 -6000 0 0 0 0 0 0 -6000 0 0 1 0 Tableau #3

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 254.4 1 0 0 0 0 0 213 254.5 0 0 8184 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6000 0 0 0 540000 0 0 6000 0 0 1 0 0 0 0 6000 0 0 540000 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 12 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -6000 0 0 0 0 0 0 -6000 -6000 0 1 0 Tableau #4

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 0 1 0 0 0 0 0 213 254.5 254.4 0 8184 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6000 0 0 0 540000 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6000 6000 0 540000 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 12 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0


(2)

Tableau #5

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 0 1 0 0 -213 0 0 0 254.5 254.4 0 3072 0 0 0 0 1 0 -6000 0 0 0 0 0 0 396000 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6000 6000 0 540000 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 12 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 6000 0 0 0 -6000 -6000 1 144000 Tableau #6

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 0 1 0 0 -213 -254.5 0 0 0 254.4 0 18.6 0 0 0 0 1 0 -6000 0 0 0 0 0 0 396000 0 0 0 0 0 1 0 -6000 0 0 0 6000 0 468000 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 12 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 6000 6000 0 0 0 -6000 1 216000 Tableau #7

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 0 0.003931 0 0 -0.8374 -1 0 0 0 1 0 0.07312 0 0 0 0 1 0 -6000 0 0 0 0 0 0 396000 0 0 0 -23.59 0 1 5024 2.123 0 0 0 0 0 467600 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 12 0 0 0 -0.003931 0 0 0.8374 1 1 0 0 0 0 11.93 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 0 0 1 0.003931 0 0 -0.8374 -1 0 0 0 0 0 0.07312 0 0 0 23.59 0 0 975.6 -2.123 0 0 0 0 1 216400

Tableau #8

a b c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 p 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 12 0 0 0 0 1 0 -6000 0 0 0 0 0 0 396000 0 0 0 -23.58 0 1 5023 0 -2.122 0 0 0 0 467500 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 24

0 0 0 0.00393 0 0 -0.8371 0 -0.9996 0 1 0 0 0.07734 0 0 0 -0.00393 0 0 0.8371 1 0.9996 0 0 0 0 11.92 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24

0 1 0 0.00393 0 0 -0.8371 0 -0.9996 0 0 0 0 0.07734 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 12


(3)

3.

MT. Maiden

Maximize p = 5300A + 5300C subject to

214.16A + 212.97C <= 8184

5300A <= 540000

5300C <= 270000

A <= 24

C <= 24

A >= 0

C >= 0

Optimal Solution: p = 203243; a = 14.35, c = 24

Tableau #1

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 214.2 213 1 0 0 0 0 0 0 0 8184 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 0 540000 0 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 270000 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -5300 -5300 0 0 0 0 0 0 0 1 0


(4)

0 213 1 0 0 0 0 214.2 0 0 8184 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 0 540000 0 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -5300 0 0 0 0 0 -5300 0 1 0

Tableau #3

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 1 0 0 0 0 214.2 213 0 8184 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 0 540000 0 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -5300 -5300 1 0

Tableau #4

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 1 0 0 -214.2 0 0 213 0 3044 0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 0 412800 0 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 5300 0 0 -5300 1 127200 Tableau #5

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 0.004695 0 0 -1.006 0 0 1 0 14.29 0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 0 412800 0 0 -24.89 0 1 5330 0 0 0 0 194200 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 -0.004695 0 0 1.006 1 0 0 0 9.706 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0.004695 0 0 -1.006 0 0 0 0 14.29 0 0 24.89 0 0 -29.61 0 0 0 1 203000

Tableau #6

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 0 0 -24.75 1 0 0 5271 0 0 0 464000 0 0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 142800 0 0 0.004669 0 0 0 -0.9944 1 0 0 14.35 0 0 -0.004669 0 0 1 0.9944 0 0 0 9.652 1 0 0.004669 0 0 0 -0.9944 0 0 0 14.35 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 0 0 24.75 0 0 0 29.45 0 0 1 203200


(5)

4.

MT. Batamas Sentosa

Maximize p= 5300A + 5300C subject to

273.42A + 212.14C

8184

5300A <= 540000

5300C <= 270000

A <= 24

C <= 24

A >= 0

C >= 0

Optimal Solution: p = 187148; a = 11.31, c = 24

Tableau #1

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 273.4 212.1 1 0 0 0 0 0 0 0 8184 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 0 540000 0 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 270000 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -5300 -5300 0 0 0 0 0 0 0 1 0

Tableau #2

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 212.1 1 0 0 0 0 273.4 0 0 8184 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 0 540000 0 5300 0 0 1 0 0 0 0 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -5300 0 0 0 0 0 -5300 0 1 0

Tableau #3

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 1 0 0 0 0 273.4 212.1 0 8184 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 0 540000 0 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -5300 -5300 1 0


(6)

0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 0 412800 0 0 0 0 1 0 0 0 5300 0 270000 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 5300 0 0 -5300 1 127200

Tableau #5

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 0.004714 0 0 -1.289 0 0 1 0 7.646 0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 0 412800 0 0 -24.98 0 1 6831 0 0 0 0 229500 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 0 0 -0.004714 0 0 1.289 1 0 0 0 16.35 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 24 0 1 0.004714 0 0 -1.289 0 0 0 0 7.646 0 0 24.98 0 0 -1531 0 0 0 1 167700

Tableau #6

a c s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 p 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 24 0 0 -19.38 1 0 0 4112 0 0 0 480100 0 0 0 0 1 0 -5300 0 0 0 142800 0 0 0.003657 0 0 0 -0.7759 1 0 0 11.31 0 0 -0.003657 0 0 1 0.7759 0 0 0 12.69 1 0 0.003657 0 0 0 -0.7759 0 0 0 11.31 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 24 0 0 19.38 0 0 0 1188 0 0 1 187100