Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 b Penjaminan pembiayaan atas bagi hasil; c Penjaminan pembiayaan lainnya, seperti jaminan orang perseorangan, jaminan perusahaan avalis.

B. Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil

Dalam membicarakan mengenai dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian Kredit Usaha Kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatanperjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Dalam pemberian Kredit Usaha Kecil ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992. UU N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambilsikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 261UKK1993 perihal Kredit Usaha Kecil. Dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dlam KUHPerdata. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata. Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama. 9 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian. 10 “Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.” Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.” Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum rechtsverhouding. Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa : 11 Selama ini memahami arti perjanjian Communis Opinio Doctorum adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua een tweezijdige 9 R. Subekti, Hukum perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1 10 Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hal. 89 11 www. Google.com, Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 rechtshandeling yaitu perbuatan penawaran aanbod, offer, dan penerimaan aanvaarding, acceptance. Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu twee eenzijdige rechthandeling yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum rechtsgevolg. Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum legal reasoning yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur. Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 empat persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Dan suatu sebab yang halal. Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah. Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum norma, asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih overlapping di antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri. Kalau Undang-Undang Perbankan ingin diubah, maka pembangunan sistem hukum perbankan harus dilakukan dengan cara: pertama, membangun kesadaran publik; kedua, mempersiapkan subtansi hukum, ketiga, melakukan sosialisasi hukum kepada semua stakeholder; keempat, mempersiapkan aparatur hukum struktur hukum; kelima, menyediakan sarana dan prasarana hukum; keenam, melaksanakan hukum; ketujuh, menciptakan kultur hukum; kedelapan, melakukan kontrol hukum; dan kesembilan, melahirkan kristalisasi hukum nilai hukum. Eksistensi Undang-Undang Perbankan harus dilihat sebagai subsistem dalam hukum yang lebih luas meliputi hukum publik hukum pidana dan hukum administratif dan hukum perdata. Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan- persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang –undang dinayatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Dari bunyi Pasal tersebut dapat diambil beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu: a. Berlaku sebagai Undang – undang Berlaku sebagai Undang – undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan antara kreditur dan debitur. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala halsesuatu yang menurut sifat persetujuan Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang – undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang undang. Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehidupan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan. b. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubahkembali persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan- alasan yang dibenarkan oleh Undang –undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata. c. Pelaksanaan dengan itikad baik Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar. Syarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yakni suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu adalah suatu yang diperjanjikan harus jelas bentuknya dan jenisnya, ringkasannya bahwa suatu perjanjian itu harus jelas tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan apa yang menjadi pokok perjanjian itu. Barang yang dijanjikan dalam perjanjian itu harus ditentukan jenisnya, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maksudnya salah satu syarat dari subjektif itu apakah sepakat atau kecakapan tidak dipenuhi, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya, artinya salah satu pihak dapat memintakannya supaya perjanjian itu dibatalkan. Berdasarkan bangunan hukum dan moral tersebut, maka seorang nasabah debitor yang telah memperoleh pinjaman kredit dari bank pada hakikatnya bukan saja bertanggung jawab terhadap bank sebagai pemberi kredit, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral terhadap nasabah penyimpan dana. Di sini terletak makna yang harus diinsyafi oleh para nasabah debitor sehingga penggunaan dana secara benar dan tepat dalam bentuk-bentuk yang produktif memiliki peran dan memberikan andil dalam pembangunan sektor ekonomi serta dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Kegagalan pengelolaan dana pinjaman kredit secara langsung dapat merugikan bank yang bersangkutan dan secara tidak langsung dapat pula merugikan kepentingan nasabah penyimpan. Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 Pentingnya jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah sebagai salah satu sarana perlindungan hukum bagi keamanan bank dalam mengatasi risiko, yaitu agar terdapat suatu kepastian bahwa nasabah debitor akan melunasi pinjamannya. Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank melakukan penilaian atas jaminan collateral sebelum memberikan kredit kepada nasabah debitor dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. Ada masalah hukum yang harus dicermati yaitu, bagaimana kalau nasabah debitur tidak memberikan jaminan yang cukup. Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi obyeknya. Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoretis, antara terciptanya kesepakatan. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1388 ayat 1 KUH Perdata tersebut, maka seluruh pasal –pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang pula. Artinya sepanjang isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausul yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu dapat batal karenanya. Perjanjian yang demikian menjadi cacat dan akibatnya dapat dibatalkan vernietigbaar, voidable.36 Persetujuan secara timbal balik terhadap bentuk dan isi perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian. Akibatnya perjanjian tersebut mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik te geode trouw, in good faith. Selain itu, dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur terdapat sejumlah asas-asas dalam bidang hukum jaminan. Secara garis besar, Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil KUK Bank Dengan Jaminan Fidusia Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Melati Medan, 2008. USU Repository © 2009 hukum jaminan terbagi dalam 2 dua kelompok yaitu hukum jaminan kebendaan zakelijke zekerheidsrecht, dan hukum jaminan perorangan persoonlijke zekerheidsrecht. Hukum jaminan kebendaan adalah sub sistem dari hukum benda yang mengandung sejumlah asas hak kebendaan real right, sedangkan hukum jaminan perorangan merupakan sub sistem dari hukum perjanjian yang mengandung asas pribadi personal right. Dengan demikian hukum jaminan yang obyeknya terdiri dari benda adalah sub sistem dari sistem hukum benda yang mengandung sejumlah asas hukum kebendaan yaitu asas absolut, droit de suite, asas assesor.

C. Tujuan Dan Fungsi Kredit Usaha Kecil

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

1 56 94

Aspek Hukum yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan Studi pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)

1 79 123

Aspek Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil Dalam Prakteknya Di BRI Cabang Tarutung

0 37 127

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

3 58 100

Analisis Peranan Kredit Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam Peningkatan Pendapatan Petani di Daerah Tingkat II Kabupaten Karo (Studi Kasus: Unit Bank Rakyat Indonesia Simpang Empat)

0 26 83

Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank-Bank Di Kota Medan)

0 16 152

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

2 73 113

Aspek Hukum Pembebanan Jaminan Fidusia Antara Perusahaan Pembiayaan Dengan Nasabah (Studi Pada PT. Dipo Star Finance Cabang Medan)

20 330 122

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIANKREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Sidodadi Cabang Sragen).

0 1 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Sidodadi Cabang Sragen).

0 2 13