Latar Belakang Masalah Aktivitas pelayaran dan perdagangan masyarakat muslim melayu Singapura tahun 1800-1824

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari segi geografis, wilayah Asia Tenggara merupakan salah satu tempat yang strategis dalam bidang pelayaran dan perdagangan internasional. Berada diantara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan menyebabkan wilayah Asia Tenggara sebagai tempat persilangan sistem lalu lintas laut yang menghubungkan benua Timur dan benua Barat, dengan Selat Malaka sebagai jalur penghubung utama. Hubungan dagang antara para pedagang Asia Tenggara dan para pedagang internasional, Cina, Arab, dan India, berlangsung sejak abad pertama masehi. 1 Para pedagang asing singgah untuk memperdagangkan barang-barang dari negeri asal maupun dari negeri-negeri yang mereka singgahi, sedangkan para pedagang pribumi memperdagangkan hasil bumi Asia Tenggara. Pulau-pulau di kawasan Semenanjung Malaya dan Nusantara adalah pusat penghasil kekayaan bumi, sedangkan pulau-pulau di kawasan Timur Indonesia adalah pusat penghasil rempah-rempah yang dibutuhkan oleh para pedagang asing. 2 Navigasi kelautan bertumpu kepada angin monsoon yang terbagi ke dalam dua angin musim; musim barat atau musim berlayar, dan musim timur atau musim jeda berlayar. Angin timur dimanfaatkan para pedagang untuk memperbaiki kapal, membuat perkampungan, serta berinteraksi dengan masyarakat setempat, hingga 1 J.C.Van Leur, Indonesian Trade and Society : Essays in Asian Social and Economic History, Holland : Foris Publications, 1983, h. 3. 2 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900; Dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta : Gramedia, 1988, h. 1-2. datang musim berlayar. 3 Interaksi perdagangan para pedagang Muslim membuka jalan ke arah Islamisasi Asia Tenggara. Islamisasi di kepulauan Melayu membuka jalan ke arah pembentukan kerajaan Muslim Melayu di Nusantara sebagai kota niaga sejak abad ke-13. Pendirian Kesultanan Malaka pada abad ke-15 didorong keinginan Parameswara untuk membangun pelabuhan bebas bagi pedagang Arab setelah ia menikah dengan putri dari Kesultanan Samudera Pasai dan masuk Islam. 4 Dapat dipahami bahwa hubungan dagang memberikan dampak perubahan dalam bidang ekonomi, politik, sosial-masyarakat serta kultural bagi masyarakat lokal. Kesultanan Malaka abad ke-15 adalah pusat perdagangan terbesar dan ramai di Selat Malaka dan Asia. Kekuatan dagang Malaka dibangun atas jalinan hubungan dengan India, Jawa dan Cina. Malaka adalah pusat ilmu pengetahuan, ekonomi, serta pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Para guru di Malaka mengajarkan Islam kepada para pelajar yang datang dari berbagai wilayah dan aktif menyebarkan Islam hingga ke Filipina Selatan. Di Semenanjung Malaya, penguasa Pahang, Kedah, dan Patani menganut Islam pada tahun 1474; sedangkan di Sumatera, Islam tersebar ke Rokan, Kampar, Siak, dan Indragiri. 5 Kemajuan Malaka adalah faktor penggerak bagi perkembangan berbagai wilayah di perairan Selat Malaka, terutama Semenanjung Malaya, sebagai wilayah vassal Malaka. Posisi Malaka sebagai emporium perdagangan internasional turut memperkuat peranan orang-orang Melayu dalam perdagangan internasional. 3 Sartono, Pengantar Sejarah, h. 5-7. 4 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Pekembangan Kota-kota Muslim di Indonesia, Kudus : Menara Kudus, 2000, h. 8 5 Ira. M. Lapidus., Sejarah Sosial Ummat Islam; Bag : I II terj, Jakarta : Rajawali Pers, 2000, h. 721-22. Sejak abad ke-15, intensitas kedatangan para pedagang internasional dalam jumlah besar; Arab, Persia, Turki, Cina, India, dan Jepang, menyebabkan para pedagang Melayu berperan penting dalam perdagangan regional. Kapal-kapal perniagaan Melayu bermuatan besar mendominasi jalur perdagangan regional sebagai perantara pembelian komoditi dagang dari kawasan Timur Indonesia. Dari abad ke-15 hingga abad ke-17, terdapat sejumlah besar golongan pedagang Melayu di kota-kota niaga; Malaka, Patani, Ayudhaya, Johor, Aceh, Brunei, Makassar, dan kota-kota pelabuhan di Jawa. Mereka membentuk jaringan perdagangan yang saling berhubungan antar kota niaga dengan bahasa Melayu sebagai bahasa perdagangan. 6 Orientasi perdagangan Melayu yang berpusat di kota-kota niaga mendominasi perdagangan dan perkapalan antar pulau, disamping bahasa Melayu menjadi bahasa niaga di kota-kota niaga Asia Tenggara. Aktivitas pelayaran dan perdagangan internasional telah membawa hasil- hasil bumi Asia Tenggara ke berbagai pelabuhan internasional di dunia, termasuk Eropa. Ekspedisi pelayaran pertama pedagang Eropa ke Asia Tenggara dilakukan para pedagang Italia abad ke-15; Nicolo d’Conti dan Ludovico di Varthema. Pada abad ke-16, lonjakan permintaan rempah-rempah dan lada di berbagai pelabuhan internasional Eropa; Venice, Barcelona dan Hanseatic, menyebabkan ramainya pelayaran pedagang Eropa hingga kedatangan Portugis di Malaka sebagai upaya melakukan kolonialisasi pertama di Asia Tenggara serta memonopoli komoditi lada dan rempah-rempah dari kawasan Timur Indonesia ke Eropa. 7 6 Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, terj, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1992, h.10 7 D.G.E Hall., Sejarah Asia Tenggara, terj., Jakarta : Usaha Nasional, 1988, h. 197-206 Kedatangan bangsa-bangsa Eropa berdampak negatif bagi perdagangan internasional di Asia Tenggara. Intervensi Portugis di Malaka pada tahun 1511, mengacaukan struktur perdagangan internasional, terutama di perairan Selat Malaka. Banyak para pedagang internasional yang menghindari kota Malaka, terutama para pedagang Muslim, sehingga ekonomi Malaka semakin merosot. Intervensi ini mendorong timbulnya kota-kota niaga baru di Sumatera, Jawa, Molucca, dan Borneo, serta rute baru para pedagang Muslim yang melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda. 8 Perubahan rute pelayaran berdampak kepada berkembangnya penyebaran Islam ke wilayah Asia Tenggara lainnya. Pada abad ke-17 terdapat tiga pusat kekuasaan pengganti dari kesultanan Malaka, sebagai pusat politik dan kultural Muslim; kesultanan Aceh, kesultanan yang berada di Semenanjung Malaya, dan kerajaan-kerajaan Muslim Jawa. 9 Kesuksesan Portugis dalam perdagangan rempah-rempah di pasaran Eropa, menyebabkan bangsa-bangsa Eropa lain; Spanyol, Belanda, dan Inggris, berusaha melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah. Organisasi dagang Eropa yang dilengkapi kemiliteran adalah kekuatan utama dalam mengukuhkan dominasi terhadap monopoli perdagangan Asia Tenggara. 10 Persaingan hegemoni perdagangan yang terjadi antar bangsa Eropa maupun dengan kesultanan dan kerajaan lokal, menciptakan berbagai konflik peperangan yang berakibat kepada penguasaan wilayah dan kolonialisasi. 8 Anthony Reid., Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara 1450-1680, terj., Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999, h. 86-7 9 Lapidus, Sejarah Sosial, h. 723. 10 Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Jakarta : Pustaka LP3ES, 2004, h. 11. Pada abad ke-17 hingga abad ke-19, Belanda dan Inggris merupakan dua kekuatan Eropa yang berpengaruh dalam persaingan hegemoni. Organisasi dagang Belanda VOC mengukuhkan dominasinya dengan mengalahkan Portugis di Malaka. Dominasi Belanda dalam monopoli perdagangan rempah-rempah terjadi dari perjanjian dagang dengan raja-raja lokal di kepulauan Timur Indonesia. Organisasi dagang Inggris EIC mulai berkembang dan berpengaruh di Hindia Timur pada abad ke-17. Keberadaan pos perdagangan di Masulipatam pada pelayaran Globe telah membuka hubungan perdagangan dengan wilayah-wilayah di Samudera Hindia; Cina, Jepang, Siam, Burma serta Nusantara. 11 Konflik perdagangan antara Inggris dan Belanda berawal dari kontak perdagangan rempah-rempah antara Inggris dengan raja-raja lokal di kepulauan Timur. Monopoli perdagangan Belanda yang merugikan penduduk pribumi, menyebabkan raja-raja lokal melakukan perdagangan dengan para pedagang asing selain Belanda. Dalam perkembangannya, konflik tersebut berpengaruh terhadap kesulitan dalam mengembangkan perdagangan Inggris di Nusantara. 12 Kegagalan dalam membuat pos-pos perdagangan di Nusantara, menyebabkan Inggris mengalihkan perhatian kepada pulau-pulau di Semenanjung Malaya. Di Semenanjung Malaya, kolonialisasi yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa telah merebut kekuasaan atas Selat Malaka yang telah dikuasai oleh kesultanan di Semenanjung Malaya sejak abad ke-15. Suksesi kekuasaan Melayu sejak kejatuhan Malaka tahun 1511 di pegang oleh kesultanan Johor 1512-1812 sebagai kesultanan terbesar yang merupakan sebuah wilayah kewenangan yang diperintah oleh beberapa penguasa dari dinasti berbeda dan menerapkan sistem 11 Hall., Sejarah Asia Tenggara, h. 257-8 12 Hall., Ibid, h. 260-3 desentralisasi pemerintahan. Wilayah kesultanan Johor diperintah administrator yang bertindak sebagai kepala daerah; Temenggong di Johor dan Bendahara di Pahang. 13 Kesultanan Johor berperan besar dalam membantu mengembangkan pengaruh Belanda dan Inggris di Semenanjung Malaya. Pada abad ke-17, hegemoni perdagangan VOC di Semenanjung Malaya bersama alliansi kesultanan Johor, menyebabkan Belanda mengendalikan sistem politik dan monopoli perdagangan di Selat Malaka dan Semenanjung Malaya. Pengaruh Inggris di Semenanjung Malaya semakin kuat setelah menguasai Penang pada tahun 1786, dan Singapura di tahun 1819. Raffles, Letnan-Gubernur Inggris di Bengkulu berperan besar dalam menemukan Singapura sebagai tempat yang strategis bagi pelabuhan dan pusat perdagangan Inggris. Kepemilikan Inggris atas Singapura merupakan hasil kerjasama Inggris dengan Sultan Hussein, putra sulung Sultan Mahmud III, dalam mengembalikan tahta Johor kepadanya. 14 Dipandang dari sisi historis, Singapura merupakan tempat yang strategis sebagai kota dagang, karena telah menjadi sebuah pos perdagangan sejak masa kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada masa kesultanan Malaka dan Johor, Singapura merupakan vassal yang menyediakan tempat persinggahan di pantai selatan Semenanjung Malaya. Sehingga tidak mengherankan bila Inggris menjadikan Singapura sebagai pusat perdagangan mereka pada abad ke-19. Penguasaan Inggris atas pulau-pulau di Semenanjung Malaya sebagai hasil perjanjian London tahun 1824 dengan Belanda, membawa perubahan dalam segi kehidupan sosio-ekonomi masyarakat Muslim Melayu. Kekuasaan Inggris melalui 13 L. A. Mills, British Malaya 1824-67; Singapore 1819-1826, JMBRAS : 33,no.4, 1960, h. 69 14 Ibid., h. 70 kebijakan-kebijakan yang berbeda dari masa kesultanan, membuat masyarakat Muslim Melayu di Singapura beradaptasi dengan kebijakan tersebut. Terutama dalam bidang pelayaran dan perdagangan, sebagai mata pencaharian utama. Dengan memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dalam skripsi ini penulis mencoba untuk melihat permasalahan-permasalahan dalam proses perubahan dan adaptasi masyarakat Muslim Melayu Singapura terhadap pendudukan Inggris dalam kurun waktu tahun 1800 sampai tahun 1824. Tahun 1800 yaitu masa dimana Inggris pertama kali menguasai Penang dan Singapura, sedangkan tahun 1824 yaitu masa sebelum masa strait settlement yang diterapkan Inggris terhadap pulau-pulau di Semenanjung Malaya, khususnya dalam bidang pelayaran dan perdagangan, dengan judul “AKTIVITAS PELAYARAN DAN PERDAGANGAN MASYARAKAT MUSLIM MELAYU SINGAPURA TAHUN 1800-1824”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah