2. Perlindungan hukum yang represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan
hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip Negara hukum.
Oleh karena itu terhadap lembaga perbankan perlu diberikan landasan gerak yang kokoh dan mampu menampung tuntutan perkembangan jasa
perbankan lebih mampu melaksanakan fungsinya secara efisien, sehat, dan wajar.
11
B. Data Nasabah
Perlindungan hukum terhadap nasabah bank atas kerusakan elektronik banking dihubungkan dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen.
12
Dengan disahkannya UUPK tersebut pada tanggal 20 April 1999, masalah perlindungan konsumen telah dijadikan sebagai hal yang penting, artinya
kehadiran Undang-Undang tersebut tidak saja memberikan posisi tawar yang kuat pada konsumen untuk menegakkan hak-haknya, melainkan juga agar dapat
tercipta aturan main yang lebih fair bagi semua pihak. Dalam penjelasan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi
11
Direktorat Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penelitian Hukum Tentang Aspek Hukum Pertanggung jawaban Bank Terhadap Nasabah Jakarta : Direktorat Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1995, h. 21.
12
Ronny Prasetya, Pembobolan Atm Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban Kejahatan Perbankan Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010, h. 58
konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, perlindungan konsumen akan dapat mendorong iklim berusaha yang
sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1. pemakai barang hasil produksi bahan pakaian, makanan, dsb: kepentingan pun harus diperhatikan; 2.
penerima pesan iklan; 3. pemakai jasa pelanggan dsb. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis
formal ditemukan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK No. 8 Tahun 1998. UUPK menyatakan, bahwa konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
13
Hal ini kemudian diakomodasi dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, yaitu konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Jadi, konsumen dalam pengertian ini merupakan pemakai akhir, dan bukan konsumen antara. Konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli
sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Artinya,
13
Ahmad Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2011, hal. 4.
dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu dilandasi privity of contract hubungan kontraktual.
Namun demikian, posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat kesadaran akan
haknya, kemampuan finansial, dan daya tawar bargaining position yang rendah, padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesenjangan. Tata hukum harus
memosisikan pada tempat yang adil, di mana hubungan konsumen dengan pelaku usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain. Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum
karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah berikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut
harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen. Implikasi hukum terhadap pemahaman mengenai aspek perlindungan
konsumen dalam sistem hukum Indonesia menempatkan posisi hukum perlindungan konsumen sebagai bagian dari bidang hukum publik, terutama
bidang hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Sebelumnya pandangan hukum perlindungan konsumen hanya berkaitan dengan bidang hukum perdata
dalam arti luas. Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman mengenai hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang bersifat kontraktual saja.
Dasar hubungan hukum antara bank dengan para nasabah adalah hubungan kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan bank,
maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak perjanjian. Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah merupakan suatu
kontrak campuran, yang menampakkan ciri-ciri perjanjian pemberian kuasa lastgeving sebagaimana diatur oleh Pasal 1792, dan juga dalam bentuk
perjanjian penitipan barang Pasal 1694.
14
Perkembangan ilmu teknologi yang semakin maju kemudian membawa perubahan juga terhadap arah perlindungan konsumen. Talcott Parsons,
sebagaimana diuraikan oleh Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa “…
penemuan di bidang teknologi merupakan penggerak perubahan sosial sebab penemuan yang demikian itu menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang
berantai sifatnya.” Pemahaman terhdap hukum pun akan berubah. Hukum tidak sekedar pasif menunggu adanya perubahan namun aktif menciptakan perubahan
di mana peranan hukum dalam pembangunan adalah justru untuk mendirikan insfrastruktur bagi tercapainya perubahan politik, perubahan ekonomi, dan
perubahan sosial di dalam masyarakat. Dalam pasal 2 UUPK, dinyatakan bahwa perlindungan hukum bagi
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 lima prinsip dalam pembangunan nasional, yaitu:
14
Marulak Pardede, Likuidasi Bank Perlindungan Nasabah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cet. Pertama, h. 59.
1. Prinsip manfaat. Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaran perlindungan hukum bagi konsumen harus memberi manfaat sebesarnya-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan; 2.
Prinsip keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen
dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
3. Prinsip Keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah; 4.
Prinsip Keamanan dan keselamatan konsumen. Dimaksudkan untuk memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang digunakan;
5. Prinsip Kepastian Hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen, di mana negara dalam hal ini turut
menjamin adanya kepastian hukum tersebut. Dalam praktiknya saat ini perlindungan hukum atas privasi data informasi
pribadi dalam transaksi online di internet dapat diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, yaitu misalnya Undang-Undang Perlindungan
Data atau Undang-Undang lainnya yang mengatur pula mengenai perlindungan
privasi data pribadi. Selain itu, perlindungan hukum atau juga dapat diperoleh berdasarkan peraturan yang dibuat oleh situs misalnya kebijakan privasi privacy
policy, privacy notice, privasi statement maupun ketentuan-ketentuan pelayanan situs.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tersebut diatur mengenai siapa yang dimaksud dengan subjek data, pengguna data, hak dan
kewajiban para pihak, lembaga pengawas pelaksanaan dan penyelesaian sengketa mengenai perlindungan data, prinsip-prinsip perlindungan data dan lain-lain.
Prinsip-prinsip tersebut jika mengacu pada Data Protection Act Inggris 1998 yaitu sebagai berikut.
1. Data pribadi harus diperoleh secara jujur dan sah.
2. Data pribadi harus dimiliki hanya satu tujuan atau lebih yang spesifik dan sah,
dan tidak boleh diproses lebih lanjut dengan cara yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut.
3. Data pribadi harus layak, relevan, dan tidak terlalu luas dalam hubungannya
dengan tujuan atau tujuan-tujuan pengolahannya. 4.
Data pribadi harus akurat dan jika perlu selau up-to-date. 5.
Data pribadi harus diproses sesuai dengan tujuannya dan tidak boleh dikuasai lebih lama dari waktu yang diperlukan untuk kepentingan tujuan atau tujuan-
tujuan tersebut.
6. Data pribadi harus diproses sesuai dengan hak-hak dari subjek data
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini. 7.
Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk menghadapi kegiatan pemrosessan data pribadi yang tidak sah serta atas
kerugian yang tidak terduga atau kerusakan dari data pribadi. 8.
Data pribadi tidak boleh dikirim ke Negara atau wilayah lain di luar Wilayah Ekonomi Eropa kecuali jika Negara atau wilayah tersebut menjamin dengan
suatu tingkat perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan subjek data sehubungan dengan pemrosesan data pribadi.
15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 76PBI2005 juga menjelaskan pengertian Data Pribadi Nasabah yaitu identitas yang lazim disediakan oleh
Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank. Perlindungan hukum terhadap nasabah dapat dilakukan melalui 2 cara
yaitu: a. Perlindungan secara implisit implicit deposit protection, yaitu perlindungan
yang dihasilkan olrh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui: 1 Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,
15
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 187.
2 Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
3 Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada
umumnya, 4 Memelihara tingkat kesehatan bank,
5 Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, 6 Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah, dan 7 Menyediakan informasi resiko pada nasabah.
16
Perlindungan ini adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya
resiko kerugian dari kegiatan yang dilakukan oleh bank. Perlindungan langsung terdapat dalam ketentuan sebagai berikut:
a. Perlindungan secara eksplisit explicit deposit protection, yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
16
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta:Kencana, 2005, h. 133
2. Sistem Perlindungan Nasabah Penyimpan deposit protection system.
Di seluruh dunia, industri perbankan adalah salah satu cabang industri yang paling banyak diatur oleh Pemerintah karena stabilitas sistem perbankan
dan keuangan merupakan prasyarat mutlak bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Alasan intervensi Pemerintah tersebut
adalah; Pertama, menjaga keamanan dan kesehatan lembaga perbankan maupun
sistem keuangan secara keseluruhan. Tanpa adanya lembaga perbankan dan sistem keuangan yang terpercaya tidak mungkin masyarakat bersedia
menerima uang sebagai alat tukar, sebagai ukuran nilai, sebagai alat penyimpan kekayaan, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan utang
piutang di kemudian hari deferred payments. Kedua, untuk dapat mengontrol jumlah uang beredar dalam menjaga
stabilitas tingkat harga. Semakin maju suatu perekonomian, semakin kecil peranan uang kertas dan uang logam yang beredar karena semakin besar
peranan surat utang yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan sebagai pengganti uang kertas dan logam.
Ketiga, industri perbankan dianggap sebagai industri yang sangat strategis dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi untuk mewujudkan berbagai
sasaran pembangunan. Dengan perkataan lain, lembaga keuangan seolah-olah dianggap sebagai semi perusahaan negara yang dapat digunakan oleh
Pemerintah sebagai instrumen untuk mewujudkan sasaran kebijaksanaannya.
Keempat, untuk memelihara persaingan yang sehat dalam industri keuangan. Melalui persaingan yang sehat, lembaga keuangan berlomba untuk
memobilisir dana masyarakat, berlomba untuk menurunkan biaya intermediasi, dan lomba menurunkan piutang ragu-ragu karena adanya kredit
macet.
17
Untuk mencapai hal-hal diatas, kepada nasabah bank juga perlu diberikan perlindungan. Dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap nasabah bank
tersebut setidaknya terdapat enam pilihan kebijakan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Secara tegas menyatakan, bahwa pemerintah tidak memberikan
perlindungan terhadap simpanan nasabah; b.
Simpanan nasabah tidak diberikan perlindungan akan tetapi nasabah penyimpan diberi hak prioritas dalam proses likuidasi bank;
c. Cakupan jaminan yang tidak tegas;
d. Jaminan terselubung;
e. Jaminan terbatas yang dinyatakan secara eksplisit;
f. Jaminan menyeluruh yang dinyatakan secara tegas.
18
17
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2002, h. 140.
18
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, h. 141.
33
BAB III INTERNET BANKING
A. Perbankan