Pengaruh Panglima Laot Terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Nelayan Pemilik : Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor Dan Kapal Motor Di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan)

(1)

PENGARUH PANGLIMA LAOT TERHADAP

PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN

(Studi Kasus : Nelayan Pemilik : Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor dan Kapal Motor di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan)

SKRIPSI

OLEH :

YESSI EKA SARTYKA 040309024/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PANGLIMA LAOT TERHADAP

PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN

(Studi Kasus : Nelayan Pemilik : Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor dan Kapal Motor di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan)

OLEH :

YESSI EKA SARTYKA 040309024/PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. H. Hasman Hasyim, MSi) (Dr. Ir. Tavi Supriana,MS)

NIP. 130 936 323 NIP. 131 836 671

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

RINGKASAN

YESSI EKA SARTYKA ( 040309024 ) dengan judul PENGARUH PANGLIMA LAOT TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN (Studi Kasus : Nelayan Pemilik Kapal Motor, Perahu Motor dan Perahu Tanpa Motor di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah secara simple random sampling. Jumlah populasi nelayan pemilik di daerah penelitian sebanyak 123 orang dan diambil sebagai sampel 30 orang nelayan pemilik. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan metode deskriptif, regresi berganda dan uji t (dengan menggunakan program SPSS 13).

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Belum terdapat perkembangan yang signifikan dari Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, baik perkembangan secara kualitas maupun kuantitas dari Panglima Laot tersebut.

2. Tidak ada pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di derah penelitian.

3. Terdapat perbedaan pendapatan antara nelayan pemilik : kapal motor, perahu motor dan perahu tanpa motor.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tapaktuan, pada tanggal 03 Januari 1986. Penulis merupakan anak tunggal dari Bapak Herliswan (alm.) dan Ibu Afnita. Pendidikan yang ditempuh Penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1992 masuk Sekolah Dasar di SDN 9 Tapaktuan, tamat tahun 1998

2. Tahun 1998 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTsN 1 Tapaktuan, tamat tahun 2001

3. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Tapaktuan, tamat tahun 2004

4. Tahun 2004 diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, melalui jalur SPMB

5. Bulan Maret s/d April 2008 melakukan penelitian di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan 6. Tanggal 20 Juni s/d 20 Juli 2008 melaksanakan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun

Selama mengikuti perkuliahan Penulis juga aktif di organisasi kampus : 1. Badan Kenaziran Mushalla (BKM) Al-Mukhlisin FP USU


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Atas kemurahan dan kemudahan yang diberikanNya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kapada Rasulullah saw, para sahabat dan keluarga beliau.

Ungkapan terima kasih yang tulus Penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi, selaku ketua komisi

pembimbing sekaligus ketua Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian FP USU yang telah mencurahkan ilmunya kepada Penulis

2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah berkenan memberikan ilmunya kepada Penulis 3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP, selaku ketua Departemen

Agribisnis beserta seluruh dosen, staff dan pegawai di departemen Sosial Ekonomi Pertanian yang telah mencurahkan ilmunya dan bersedia membantu Penulis dalam segala urusan akademis

4. Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan beserta seluruh staff yang telah banyak memberikan keterangan-keterangan dan membantu Penulis dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan


(6)

5. Bapak Saiful Amri, selaku Panglima Laot Lhok Tapaktuan II, yang telah bersedia memberikan keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh Penulis

6. Seluruh nelayan sampel, yang juga telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu Penulis dalam melengkapi data-data yang dibutuhkan selama penelitian

7. Ibunda tercinta, yang telah banyak berkorban (pikiran, materi, tenaga, dukungan dan semangat yang luar biasa) dalam kehidupan Penulis, khususnya dalam meneyelesaikan skripsi ini

8. Keluarga besar tersayang, yang juga telah banyak membantu dan memberi dukungan.

Terima kasih juga buat sahabat-sahabat tercinta (mimi, leny, nisa, iis, syam, bintun, dian, siti, rini, erdina, adrina, nelly) dan adik-adik tersayang (unul, miranda, ipum, adel, lia, ariani, sitha, laras, prisni) serta seluruh pengurus BKM Al-Mukhlisin, yang telah turut membantu dan memberikan semangat serta dukungan kepada Penulis selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, Amin.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Nelayan dan Desa Pantai ... 5

2.2 Pengaruh Panglima Laot... 6

2.3 Kilas Balik Panglima Laot Pra Kemerdekaan ... 10

2.4 Panglima Laot pada Masa Reformasi... 11

2.5 Landasan Teori ... 12

2.6 Kerangka Pemikiran ... 14

2.7 Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Penentuan Daerah Penelitian ... 18

3.2 Metode Penarikan Sampel ... 19

3.3 Metode Pengumpulan Data... 20


(8)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional... 22

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN... 25

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian... 25

4.1.1 Keadaan Fisik dan Geografi ... 25

4.1.2 Keadaan Sosisal Ekonomi ... 25

4.2 Karakteristik Nelayan Sampel... 27

4.2.1 Umur ... 27

4.2.2 Pendidikan ... 27

4.2.3 Jumlah Tanggungan ... 28

4.2.4 Lama Melaut ... 28

4.2.5 Luas Wilayah Tangkapan ... 28

4.2.6 Jenis Pancing dan Armada... 29

4.2.7 Pendapatan... 29

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1 Hasil Penelitian... 31

5.1.1 Panglima Laot ... 31

5.1.2 Waktu dan Persiapan Penangkapan ... 33

5.1.3 Jarak Tangkap dan Jenis Ikan Tangkapan ... 33

5.1.4 Armada dan Alat-alat yang Digunakan ... 34

5.1.5 Penjualan Hasil Tangkapan... 37

5.1.6 Diskusi Nelayan ... 38

5.2 Pembahasan ... 39

5.2.1 Lembaga Hukom Adat Laot/Panglima Laot... 39

5.2.2 Mekanisme Pemilihan Panglima Laot ... 41

5.2.3 Fungsi dan Tugas Panglima Laot ... 42

5.2.4 Perkembangan Panglima Laot Selama 3 (Tiga) Tahun Terakhir ... 44


(9)

5.2.5 Pengaruh Panglima Loat terhadap Peningkatan

Pendapatan Nelayan... 47

5.2.6 Perbedaan Rata-rata Pendapatan Nelayan Pemilik ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No

Tabel Judul Halaman

2.1 2.2 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 5.2 5.3

Jumlah Panglima Laot di Kabupaten Aceh Selatan, 2006

Jumlah Panglima Laot di Kecamatan Tapaktuan, 2006

Jumlah Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh di Kabupaten Aceh Selatan, 2006

Jumlah Nelayan Pemilik di Kecamatan Tapaktuan, 2006

Populasi dan Sampel Nelayan Pemilik di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan

Keadaaan Sosial Ekonomi Penduduk Kelurahan Lhok Bengkuang, 2008

Rekapitulasi Karakteristik Nelayan Pemilik di Daerah Penelitian Tahun 2008

Susunan Panglima Laot

Perbedaan Rata-rata Pendapatan Nelayan Sampel

9 9 18 19 18 20 26 27 40 50


(11)

DAFTAR GAMBAR

No

Gambar Keterangan Halaman

2.1

5.1 5.2

Skema Kerangka Pemikiran Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan Jenis Alat GPS (fishfinder)

Rumpon Sederhana

16 35 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Lampiran Keterangan

1 2 3

4 5 6

Karakteristik Nelayan Sampel (Responden)

Frekuensi Pertemuan Nelayan Sampel dengan Panglima Laot Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan

Jawaban Responden

Gambar Alat GPS dan Rumpon


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Letaknya yang berada di antara dua samudera (Pasifik dan Hindia) tersebut, memungkinkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menggali berbagai manfaat ekonomi yang dapat diangkut dari laut (Mulyadi, 2005).

Indonesia mempunyai potensi lestari sumber daya ikan yang dapat ditangkap, yaitu sekitar 6,2 juta ton/tahun dan baru dimanfaatkan sebesar 40%. Sedangkan luas lahan perairan umum di Indonesia adalah sekitar 54 juta ha, terdiri atas: 39,4 juta ha rawa, 12 juta ha sungai, luas waduk dan danau sekitar 2,6 juta ha (Prosiding Puslitbang Perikanan, 1993).

Pondasi ekonomi negara didukung oleh membaiknya tingkat pendapatan nelayan (tradisional) yang sangat banyak jumlahnya, dengan membaiknya kesejahteraan mereka, maka akan menuntaskan kemiskinan dalam masyarakat nelayan (Abdullah, dkk., 2006).

Data-data selama ini telah menunjukkan bahwa pembangunan perikanan telah mampu meningkatkan produksi, devisa dan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, pembangunan perikanan nasional masih belum berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama nelayan tradisional dan buruh nelayan (Kusnadi, 2004).

Penyerahan wilayah laut kepada pemerintah daerah, diyakini akan memungkinkan terselenggaranya sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber


(14)

daya yang berkeadilan. Secara historis, sejumlah daerah pesisir di Indonesia memang menyediakan laut sebagai wilayah kekuasaan daerah setempat. Di Aceh sejak dahulu dipraktekkan sistem Panglima Laot untuk mengatur sistem pemanfaatan sumber daya laut dan menyelesaikan konflik (Nasution, 2005).

Dalam UU No. 6 tahun 1996, sesungguhnya sudah dicantumkan masalah wilayah laut, yakni dengan perluasan laut sejauh 12 mil laut (pasal 3 dan pasal 10). Secara spesifik, ditentukan bahwa dalam wilayah laut tersebut, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang mencakup : eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumber daya laut, pengaturan administratif, tata ruang, penegakan hukum serta bantuan penegakan keamanan negara (Nasution, 2005).

Di wilayah perairan laut Aceh, terdapat sejumlah aturan penangkapan ikan dan bagi hasil ikan. Aturan tersebut merupakan hukum adat bagi nelayan yang melakaukan penangkapan ikan di daerah operasinya. Untuk mendukung tetap tegaknya hukum adat laot (sebagai pengisi kekosongan hukum positif nasional) dalam bidang keperdataan laut, maka keikutsertaan pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi Panglima Laot pada saat menetapkan sanksi-sanksi adat (Abdullah, dkk., 2006).

Di Kabupaten Aceh Selatan, Panglima Laot mempunyai peran yang cukup berarti, yaitu sebagai mitra kerja Dinas Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan terus berupaya agar kerja sama itu dapat terus dipertahankan dalam mengambil suatu kebijakan daerah, yaitu tentang penangkapan ikan serta masalah sosial ekonomi nelayan (Dzumairi, 2006).


(15)

Untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di daerah penelitian, maka dapat dirumuskan suatu identifikasi masalah sebagai berikut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di daerah penelitian?

2. Bagaimana pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di daerah penelitian?

3. Bagaiman perbedaan pendapatan nelayan pemilik : perahu tanpa motor, perahu motor dan kapal motor di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis perkembangan Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di daerah penelitian

2. Menganalisis pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di daerah penelitian

3. Menganalisis perbedaan pendapatan nelayan pemilik : perahu tanpa motor, perahu motor dan kapal motor di daerah penelitian


(16)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan acuan bagi Panglima Laot dan nelayan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan

2. Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan

3. Sebagai bahan referensi/sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, baik pihak akademis maupun nonakademis


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nelayan dan Desa Pantai

Pembangunan masyarakat nelayan dan desa pantai tidak bisa lepas dari pembangunan masyarakat desa pada umumnya. Strategi pada pembangunan masyarakat desa harus diterapkan juga pada pembangunan masyarakat pantai, yaitu membantu masyarakat untuk dapat berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri, dengan mendasarkan pada pengembangan potensi alam lingkungan desa. Kebijakan yang digariskan di dalam melaksanakan pembangunan masyarakat desa meliputi beberapa hal, salah satu di antaranya adalah dengan meningkatkan dan memanfaatkan peranan lembaga-lembaga masyarakat yang berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Mulyadi, 2005).

Data-data selama ini telah menunjukkan bahwa pembangunan perikanan telah mampu meningkatkan produksi, devisa dan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, pembangunan perikanan nasional masih belum berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama nelayan tradisional dan buruh nelayan (Kusnadi, 2004).

Charles (2001) telah membagi kelompok nelayan dalam empat kelompok, yaitu :

1. Nelayan Subsisten, yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri


(18)

2. Nelayan Asli, yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun juga memiliki hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil

3. Nelayan Rekreasi, yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan/berolahraga 4. Nelayan Komersial, yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan

komersial/dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor, kelompok nelayan ini juga dapat dibagi dua ; nelayan skala kecil dan skala besar

2.2 Pengaruh Panglima Laot

Panglima Laot merupakan suatu struktur adat di kalangan masyarakat nelayan, di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Panglima Laot ini bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukum Adat Laot, mengatur tata cara penangkapan ikan di laut, menetapkan waktu penangkapan ikan di laut, melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adat kenelayanan, menyelesaikan perselisihan antarnelayan serta menjadi penghubung antara nelayan dengan penguasa

(Wikipdia Indonesia, 2006).

Hukum Adat Laot dan adat istiadat merupakan hukum-hukum adat yang diperlukan oleh masyarakat nelayan, yaitu untuk menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan, menyelesaikan persengketaan antarnelayan serta mengatur kehidupan masyarakat nelayan di pantai (Lembaga Hukum Adat Laot, 2006).


(19)

Sengketa diselesaikan Panglima Laot di tingkat desa (lhok), bila belum selesai maka dibawa di tingkat kabupaten. Berbagai studi seperti Untung Wahyono dkk (1992) dan Basuki dkk (1996) sebagaimana dikutip (Satria, 2005) menggambarkan bahwa ada aturan aturan seperti :

1. Larangan pemasangan alat tangkap semi atau permanen di wilayah yang dijadikan alur navigasi

2. Semua nelayan wajib mengikuti sistem bagi hasil yang telah disepakati 3. Orang dari daerah luar bisa melakukan kegiatan penangkapan atas izin

Panglima Laot, termasuk verifikasi jenis dan metoda penangkapan ikan yang akan dipakai

Ada juga aturan mekanisme hubungan manusia dengan alam, berupa larangan pengeboman ikan, penebangan vegetasi pantai yang merusak ekosistem pantai serta pelarangan untuk melaut pada hari-hari tertentu.

Hal ini juga mendorong pemerintah untuk melibatkan masyarakat adat serta hukum-hukumnya dalam mengelola sumber daya perikanan. Seperti yang tetuang dalam pasal 6 ayat 2 UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan (sebagai pengganti UU No. 9 tahun 1985) yang berbunyi pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan adat/kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat (Dzumairi, 2006).

Selanjutnya dalam kerangka hukum nasional, setiap nelayan harus mengajukan izin resmi berlayar dan menangkap ikan. Izin ini dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dengan rekomendasi dari Panglima Laot. Walaupun demikian, nelayan yang ingin menangkap ikan di wilayah lhok tertentu,


(20)

tetap harus mengikuti aturan-aturan hukum adat laut yang menaungi wilayah tersebut (Wikipdia Indonesia, 2006).

Dalam suatu wilayah lhok, di mana nelayan berpangkalan dan masyarakat nelayan berdomisili dipimpin oleh seorang Panglima Laot. Wilayah lhok yang dimaksud adalah suatu wilayah di pesisir pantai, di mana nelayan berdomisili dan melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan. Wilayah tersebut dapat berorientasi untuk satu desa pantai, beberapa desa (satu pemukiman), kecamatan atau satu kepulauan (Lembaga Hukum Adat Laot, 2006).

Mengenai susunan Panglima Laot, dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan, yakni Panglima Laot Propinsi, Panglima Laot Kabupaten/Kota dan Panglima Laot Lhok. Adapun jumlah Panglima Laot di Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Jumlah Panglima Laot di Kabupaten Aceh Selatan, 2006

NO KECAMATAN JUMLAH PANGLIMA LAOT (ORG)

1 Labuhanhaji Barat 1

2 Labuhan Haji 1

3 Labuhanhaji Timur 1

4 Meukek 2

5 Sawang 2

6 Samadua 2

7 Tapaktuan 2

8 Pasie Raja 1

9 Kluet Utara 2

10 Kluet Selatan 2

11 Bakongan 1

12 Bakongan Timur 1

13 Trumon 2

TOTAL 20

Sumber Data : Dinas Kalautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006

Sedangkan jumlah Panglima Laot di Kecamatan Tapaktuan dapat dilihat pada Tabel 2.2


(21)

Tabel 2.2 Jumlah Panglima Laot di Kecamatan Tapaktuan, 2006

NO KELURAHAN JUMLAH PANGLIMA LAOT (ORG)

1 Gunung Kerambil

1 2 Air Berudang

3 Air Pinang 4 Lhok Rukam 5 Panjupian

1 6 Batu Itam

7 Lhok Keutapang 8 Lhok Bengkuang 9 Pasar Tapaktuan

TOTAL 2

Sumber Data : Dinas Kalautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006

Di laut ada sebuah institusi lokal bernama Panglima Laot, yakni orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur tempat/areal penangkapan ikan, dan penyelesaian sengketa. Institusi Panglima Laot merupakan bagian dari produk hukum yang dikeluarkan kesultanan di Aceh masa lalu. Tentu, Panglima Laot dulu berbeda dengan saat ini, mengingat adanya perubahan sistem politik maupun modernisasi perikanan (Satria, 2005).

2.3 Kilas Balik Panglima Laot Pra Kemerdekaan

Panglima Laot adalah lembaga pemimpin adat nelayan/pesisir, yang telah ada sejak zaman kerajaan samudera pasai abad XIV. Pada masa itu, Panglima Laot adalah perpanjangan tangan sultan dalam rangka memungut cukai dari kapal-kapal dagang di pelabuhan, serta memobilisasi rakyat dalam peperangan. Namun, seiring dengan perubahan zaman peran ini terus mengalami pergeseran. Pergeseran peran ini terutama terjadi pada zaman kolonial Belanda, seperti yang dijelaskan oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya Aceh di Mata Kolonial bahwa Panglima Laot tidak lagi merupakan perpanjangan tangan sultan, tetapi


(22)

lebih merupakan pemimpin adat kaum nelayan. Panglima Laot mengatur segala kegiatan nelayan dan kehidupan sosial yang terkait di sebuah wilayah. Saat ini di seluruh NAD tercatat ada 147 lhok, masing-masing lhok dipimpin oleh Panglima Laot Lhok. Seiring dengan kebutuhan dan makin luasnya jangkauan wilayah, para panglima kemudian membentuk organisasi di tingkat kecamatan, kabupaten dan propinsi (Lembaga Hukum Adat Laot, 2006).

Secara politik, dahulu Panglima Laot adalah kuasa raja, namun kini mereka menjadi representasi masyarakat sipil yang independen, karena mereka dipilih di kalangan nakhoda dan pemuka masyarakat. Pada masa itu, Panglima Laot berfungsi untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya di tingkat desa, kini cakupannya lebih luas, seiring dengan perubahan karakteristik perikanan dari subsisten (tanpa motor) ke komersial (kapal motor) (Satria, 2005).

2.4 Panglima Laot pada Masa Reformasi

Pembangunan yang dilakukan pada masa orde baru (yang mengabaikan hak ulayat masyarakat adat setempat), telah menimbulkan bencana terhadap kelestarian sumber daya perairan di Indonesia. Sehingga sering menimbulkan konflik antarnelayan. Hal ini tidak hanya terjadi pada Lembaga Adat Laot yang berhubungan dengan nelayan, tetapi juga pada pengelolaan sumber daya alam lainnya. Pada akhirnya, pemerintah dan pemerhati masalah sosial mengakui bahwa adat istiadat yang selama ini dijaga oleh masyarakat, ternyata lebih handal dalam menjaga kelestarian sumber daya alam serta menjaga konflik antarmasyarakat (Dzumairi, 2006).


(23)

Kelembagaan pengelolaan bersama secara adaptif merupakan suatu badan organisasi pengelolaan yang sangat penting. Tanpa adanya kelembagaan tersebut, upaya untuk melestarikan sumber daya ikan dan usaha penangkapan ikan di perairan yang bersangkutan mustahil akan berhasil dengan baik. Penegakan hukum akan jauh lebih mudah dilaksanakan apabila pengelolaan sumber daya perikanan tersebut di lakukan bersama-sama dengan nelayan, masyarakat setempat, serta pelaku perikanan lainnya ( Hardjamulia, 2001 ).

Pada masyarakat nelayan/pesisir, pola adaptasinya berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan atau daratan. Bagi masyarakat yang bekerja di tengah-tengah lautan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya dan sarat dengan resiko. Karena pekerjaan nelayan adalah memburu ikan, maka hasilnya tidak dapat ditentukan kepastiannya, semuanya hampir serba spekulatif. Masalah resiko dan ketidakpastian terjadi karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk di eksploitasi (Acheson, 1981).

2.5 Landasan Teori

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatan (Imron, 2003).

Upaya peningkatan pendapatan nelayan tidak terlepas dari pola penguasaan unit penangkapan dan pola bagi hasil dalam kegiatan usaha penangkapan ikan, status penguasaan alat seperti perahu biasanya menentukan


(24)

besarnya bagi hasil yang diterima, baik bagi nelayan maupun oleh pemilik perahu dan alat tangkap (Silaen, 1994).

Usahatani (bidang perikanan) dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan luar usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan, maka seorang petani/nelayan seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya (Fedoli, 1998).

Berdasarkan teori ekonomi makro, usaha nelayan pada prinsipnya dapat digolongkan ke dalam bentuk perusahaan karena untuk memproduksi secara umum diperlukan modal, tenaga kerja, teknologi dan kekayaan alam. Penggunaan teknologi yang efisien dipengaruhi oleh keterampilan/pendidikan yang dimiliki (Ramli, 1988).

Teknologi canggih dapat kita manfaatkan untuk menunjang aktifitas kita sehari-hari. GPS (Global Positioning System), sebagai alat yang menginformasikan posisi kita di bumi ini, banyak aplikasi yang diciptakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui dimana saya , namun telah beranjak menuju suatu sistem yang mengeksploitasi informasi itu untuk kemudahan penggunanya, dalam hal ini seorang nelayan dapat menentukan posisi mereka dan dapat secara mudah mengetahui keberadaan ikan di laut (Kresnamurti, 2008).

Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber alam yang tersedia. Akibatnya pada setiap usaha-usaha penduduk hanya mampu menghasilkan pendapatan yang rendah (Kartasapoetra, 1994).


(25)

2.6 Kerangka Pemikiran

Hakikatnya, Panglima Laot (PL) merupakan individu yang terpilih sebagai pemimpin adat dalam masyarakat nelayan di Nanggroe Aceh Darussalam. Seorang Panglima Laot yang telah terpilih dengan beberapa ketentuan tersebut diharapkan mampu memelihara, melaksanakan dan menyebarkan pengetahuan dari hukum adat yang berlaku di laut pada wilayah kekuasaannya (yang biasa disebut lhok).

Secara bersamaan, Panglima Laot bekerja dalam bidang perikanan laut. Sebab, keberadaan Panglima Laot di lhok tidak dapat dipisahkan dari aktivitas nelayan yang ada di wilayah tersebut. Panglima Laot sebagai lembaga adat laut mempunyai kedudukan penting dalam mengatur hukum adat laut di wilayah tangkapan nelayan. (Lembaga Hukum Adat Laot, 2006) menyatakan bahwa Panglima Laot Lhok sebagai pemilik hak ulayat laut ini, mempunyai kewenangan adat untuk : mengatur jalur-jalur penangkapan ikan, mengatur bahan dan alat penangkapan ikan, mengatur waktu dan lokasi yang terlarang bagi kegiatan penangkapan ikan, mengatur tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan menyelesaikan sengketa secara adat di wilayah hak ulayat laut.

Sasaran operasi Panglima Laot Lhok adalah seluruh nelayan yang ada di wilayah lhok, yaitu nelayan pemilik yang menggunakan armada : Perahu Tanpa Motor (PTM), Perahu Motor (PM) dan Kapal Motor (KM).

Pengaruh yang diberikan oleh Panglima Laot terhadap ketiga kategori nelayan pemilik ini harus dilakukan secara adil agar tidak terjadi konflik, dan pengaruh-pengaruh tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para nelayan di daerah penelitian


(26)

Secara singkat, skema kerangka pemikiran mengenai pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan dapat dilihat pada Gambar 2.1

NPPTM

Panglima Laot NPPM Pendapatan

NPKM

Keterangan :

NPPTM : Nelayan Pemilik Perahu Tanpa Motor NPPM : Nelayan Pemilik Perahu Motor NPKM : Nelayan Pemilik Kapal Motor

: Pengaruh

Gambar 2.1Skema Kerangka Pemikiran Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan


(27)

2.7 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perkembangan Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di daerah penelitian

2. Terdapat pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di daerah penelitian

3. Untuk tujuan 3 :

a. Pendapatan rata-rata nelayan pemilik kapal motor lebih besar dari pada pendapatan rata-rata nelayan pemilik perahu motor

b. Pendapatan rata-rata nelayan pemilik kapal motor lebih besar dari pada pendapatan rata-rata nelayan pemilik perahu tanpa motor

c. Pendapatan rata-rata nelayan pemilik perahu motor lebih besar dari pada pendapatan rata-rata nelayan pemilik perahu tanpa motor


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling, maksudnya daerah dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang diperoleh menunjukkan penelitian dilakukan di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Alasan penentuan daerah ini adalah karena Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan merupakan daerah yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan di Kabupaten Aceh Selatan.

Tabel 3.1 Jumlah Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh di Kabupaten Aceh Selatan, 2006

NO KECAMATAN NELAYAN TOTAL(ORG)

Pemilik (Org) Buruh (Org)

1 Labuhanhaji Barat 94 243 337

2 Labuhan Haji 141 591 732

3 Labuhanhaji Timur 73 137 210

4 Meukek 225 817 1042

5 Sawang 162 583 745

6 Samadua 103 180 283

7 Tapaktuan 435 818 1253

8 Pasie Raja 104 200 304

9 Kluet Utara 94 231 325

10 Kluet Selatan 126 185 311

11 Bakongan 111 435 546

12 Bakongan Timur 207 409 616

13 Trumon 144 325 469

TOTAL 2.019 5.154 7.173

Sumber Data : Dinas Kalautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006

Adapun jumlah nelayan pemilik yang ada di Kecamatan Tapaktuan pada taun 2006 dapat dilihat pada tabel 3.2


(29)

Tabel 3.2 Jumlah Nelayan Pemilik di Kecamatan Tapaktuan, 2006

NO KELURAHAN JUMLAH NELAYAN PEMILIK (ORG)

1 Gunung Kerambil 12

2 Air Berudang 47

3 Air Pinang 10

4 Lhok Rukam 72

5 Panjupian 18

6 Batu Itam 69

7 Lhok Keutapang 32

8 Lhok Bengkuang 123

9 Pasar Tapaktuan 52

TOTAL 435

Sumber Data : Dinas Kalautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006

3.2 Metode Penarikan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan pemilik yang ada di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan. Agar populasi nelayan pemilik tetap terwakili oleh sampel, maka nelayan pemilik di bagi menjadi beberapa kelompok/kategori berdasarkan tingkat motorisasinya.

Penarikan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling

(penarikan sampel acak sederhana) dari setiap kategori, di mana setiap nelayan pemilik mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Dari 123 populasi nelayan pemilik di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan diambil 30 sampel nelayan pemilik, yaitu 10 nelayan pemilik perahu tanpa motor, 10 nelayan pemilik perahu motor dan 10 nelayan pemilik kapal motor. Agar lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.3


(30)

Tabel 3.3 Populasi dan Sampel Nelayan Pemilik di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, 2006

NO NELAYAN PEMILIK POPULASI SAMPEL

1 Perahu Tanpa Motor 35 10

2 Perahu Motor 17 10

3 Kapal Motor 71 10

TOTAL 123 30

Sumber Data : Diolah

Apabila subjeknya (populasinya) kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Namun demikian, sampel yang dikehendaki juga dapat diambil secara sembarang (acak) saja. Jika jumlah populasinya besar (asumsi >100) maka sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2005).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari nelayan responden melalui wawancara dengan menggunakan quisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan dan dari instansi terkait lainnya.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh terlebih dahulu ditabulasikan, kemudian dianalisis dengan alat uji yang sesuai dengan hipotesis.

- Hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif

- Hipotesis 2 dianalisis dengan menggunakan alat uji regresi berganda, yang dapat dinyatakan dalam bentuk :


(31)

Y = a + b1X1+ b2X2

Keterangan :

Y = Pendapatan nelayan

X1 = Frekuensi pertemuan Panglima Laot dengan nelayan/tahun

X2 = Frekuensi pelatihan/tahun

n = Banyak sampel (Wibisono, 2005). Dengan Ketentuan :

H0: Tidak terdapat pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan

nelayan

H1: Terdapat pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan

nelayan

Jika Fhitung Ftabelmaka terima H0, tolak H1

Jika Fhitung> Ftabelmaka tolak H0, terima H1

Untuk menguji hipotesis regresi berganda dapat juga digunakan metode statistik penelitian dengan program SPSS 13.

- Untuk menguji hipotesis 3 : a, b dan c maka digunakan analisis Compare Means One-Way ANOVA dari program SPSS 13

(Trihendradi, 2005). Dengan ketentuan :

H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata pendapatan dari ketiga nelayan sampel

H1: Terdapat perbedaan rata-rata pendapatan dari ketiga nelayan sampel

Jika Fhitung Ftabelmaka terima H0, tolak H1


(32)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Definisi

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam menafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut : 1. Panglima Laot merupakan suatu struktur adat di kalangan masyarakat nelayan

di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Lembaga Hukum Adat Laot

2. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dengan tujuan sebagian/seluruh hasilnya dijual

3. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki bahan dan alat untuk menangkap ikan, seperti alat pancing (pukat, jaring) dan armada (perahu tanpa motor, perahu motor, kapal motor)

4. Nelayan Pemilik Perahu Tanpa Motor (NPPTM) adalah nelayan pemilik yang menggunakan/mengoperasikan armada perahu tanpa motor untuk menangkap ikan (termasuk nelayan tradisional), dengan batas wilayah tangkapannya adalah sejauh 0-3 mil

5. Nelayan Pemilik Perahu Motor (NPPM) adalah nelayan pemilik yang menggunakan/mengoperasikan armada perahu motor untuk menangkap ikan (termasuk nelayan umum), dengan batas wilayah tangkapannya adalah sejauh 3-6 mil

6. Nelayan Pemilik Kapal Motor (NPKM) adalah nelayan pemilik yang menggunakan/mengoperasikan armada kapal motor untuk menangkap ikan


(33)

(termasuk nelayan modern), dengan batas wilayah tangkapannya adalah sejauh 6 mil ke atas

7. Frekuensi pertemuan (X1) adalah banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh

nelayan dengan Panglima Laot di balai pertemuan, dan dapat dihitung/tahun 8. Frekuensi pelatihan (X2) adalah banyaknya kegiatan pelatihan yang

dilaksanakan Panglima Laot di mana sasarannya adalah para nelayan, dan dapat dihitung/tahun

9. Pendapatan nelayan (Y) adalah penerimaan yang diperoleh nelayan atas hasil penjualan tangkapan mereka dalam bentuk rupiah

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan

2. Waktu penelitian (pra-survey) dilaksanakan pada Desember 2007

3. Nelayan sampel yang akan diteliti adalah nelayan pemilik yang menggunakan armada : perahu tanpa motor, perahu motor dan kapal motor dan masing-masing sampel berjumlah 10 orang


(34)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Keadaan Fisik dan Geografi

Penelitian dilakukan di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Luas Kelurahan Lhok Bengkuang adalah 422 ha2. Kelurahan Lhok Bengkuang terdiri dari 7 lingkungan, yaitu; Hilir, Gambir,

Hulu, Gunung Durian, Sebrang, Ujung Pasir dan Batu Merah. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Lhok Bengkuang adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Bukit Barisan

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Batu Itam Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pasar Tapaktuan

4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi penduduk di Kelurahan Lhok Bengkuang pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.1


(35)

Tabel 4.1 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Kelurahan Lhok Bengkuang, 2008

NO KETERANGAN JUMLAH (JIWA)

1. Jumlah Penduduk 4.768

2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan 2.3302.438

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut a. Islam b. Kristen c. Hindu d. Budha 4.600 168 -4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

a. Buta Huruf b. Tidak Tamat SD c. Tamat SD/Sederajat d. Tamat SLTP/Sederajat e. Tamat SLTA/Sederajat f. Tamat D1

g. Tamat D2 h. Tamat D3 i. Tamat S1 j. Tamat S2 k. Tamat S3

10 75 1.361 637 499 -3 16 115 15 5 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

a. Buruh Tani b. Petani c. Nelayan

d. PNS/Pegawai Pemerintahan e. Swasta/Pengusaha/Pedagang f. Penjahit

g. Montir h. Supir i. Kontraktor j. Tukang Kayu k. Tukang Batu

75 200 200 589 100 20 15 20 4 100 100 Sumber : Kantor Kelurahan Lhok Bengkuang, 2008


(36)

4.2 Karakteristik Nelayan Sampel

Nelayan yang dijadikan sebagai sampel di Kelurahan Lhok Bengkuang adalah nelayan pemilik , yang memiliki armada : kapal motor, perahu motor dan perahu tanpa motor. Masing-masing sampel berjumlah 10 (sepuluh) orang. Sehingga secara keseluruhan sampelnya adalah 30 orang.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Karakteristik Nelayan Pemilik di Daerah Penelitian Tahun 2008

Uraian Satuan Rataan Range

Umur Tahun 47.73 29-64

Pendidikan Tahun 7.90 1-12

Jumlah tanggungan Orang 3.43 1-8 Lama Melaut Tahun 22.23 4-40 Luas Wilayah Tangkapan Mil 4.23 1-6 Jenis Pancing Unit 1.23 1-3 Jenis Armada Unit 1.00 1-3 Pendapatan Rupiah 1,862,000 180,000-6jt Sumber Data : Diolah

4.2.1 Umur

Dilihat dari tingkat umur, rata-rata umur nelayan sampel adalah 47.73 tahun dengan range 29-64 tahun. Usia ini masih terbilang produktif, sebab para nelayan masih kuat fisiknya dalam mengarungi wilayah tangkapan mereka.

4.2.2 Pendidikan

Karakteristik terpenting yang mempengaruhi pengambilan keputusan masyarakat nelayan sampel adalah tingkat pendidikan. Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber alam yang tersedia. Nelayan sampel memiliki pendidikan formal yang relatif rendah, yakni hanya sebatas tingkat dasar. Rata-rata para nelayan sampel


(37)

memberi pemahaman kepada kita bahwa kondisi tersebut tercipta oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga dan faktor kemauan dari dalam diri nelayan yang bersangkutan.

4.2.3 Jumlah Tanggungan

Sebagian besar nelayan sampel tidak mempraktekan program Keluarga Berencana (KB). Sebab, rata-rata masyarakat nelayan memiliki jumlah tanggungan lebih dari 3 orang. Akibatnya, penghasilan yang mereka peroleh dari aktivitas menangkap ikan terkadang tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehari-hari.

4.2.4 Lama Melaut

Lamanya melautpun juga relatif lama, rata-rata selama 22.23 tahun, dengan range 4-40 tahun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengetahuan teknis nelayan sampel di lapangan lebih teruji dan terbukti.

4.2.5 Luas Wilayah Tangkapan

Untuk lokasi yang boleh dilalui adalah berdasarkan jalur-jalur yang sudah ditetapkan :

a. Untuk jalur penangkapan 0-3 mil dikuasai oleh nelayan tradisional (nelayan pengguna perahu tanpa motor)

b. Untuk jalur penangkapan 3-6 mil dikuasai oleh nelayan umum (nelayan pengguna perahu motor)

c. Untuk jalur penangkapan 6 mil ke atas dikuasai oleh nelayan modern (nelayan pengguna kapal motor)


(38)

4.2.6 Jenis Pancing dan Armada

Adapun jenis pancing yang biasa digunakan oleh para nelayan adalah mata pancing, jaring dan timah. Sedangkan armada yang dipakai untuk mencari ikan di laut ada tiga kategori armada laut yaitu Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor dan Kapal Motor.

4.2.7 Pendapatan

Pendapatan rata-rata nelayan sampel pemilik perahu tanpa motor setiap bulannya diperkirakan sebesar Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 400.000. Dengan catatan, nelayan pemilik pengguna perahu tanpa motor menangkap ikan secara sendiri/tidak berkelompok, dan mereka berlayar tidak jauh dari tempat tinggal, hanya sejauh 1-2 mil laut dan dalam jangka waktu setengah atau satu hari saja, kemudian pulang ke rumah (tidak sampai bermalam di laut).

Pendapatan rata-rata nelayan sampel pemilik perahu motor setiap bulannya diperkirakan berkisar antara Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp.4.000.000. Dengan catatan, nelayan yang menggunakan perahu motor terdiri dari 3 orang nelayan dan mereka juga secara berkelompok berlayar sejauh 3-6 mil laut dalam jangka waktu 3-5 hari di laut, kemudian baru kembali ke rumah.

Sedangkan pendapatan rata-rata nelayan sampel pemilik kapal motor setiap bulannya diperkirakan berkisar antara Rp. 2.000.000 sampai dengan Rp.6.000.000. Dengan catatan, nelayan yang menggunakan kapal motor terdiri dari 3 orang nelayan dan mereka secara berkelompok berlayar sejauh 6 mil laut dalam jangka waktu lima hari atau bahkan satu minggu di laut, kemudian baru kembali ke rumah.


(39)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa masyarakat yang bekerja di tengah-tengah lautan sangatlah mengandung banyak bahaya dan sarat denga resiko. Karena pekerjaaan nelayan adalah memburu ikan, maka hasilnya tidak dapat ditentukan kepastiannya, semuanya hampir serba spekulatif (bersifat untung-untungan).

5.1.1 Panglima Laot

Panglima Laot juga merupakan seorang nelayan yang melakukan aktivitas menangkap ikan, lalu menjualnya. Kegiatan yang dilakukannya tidak ada beda dengan masyarakat nelayan lainnya. Karenanya, tidak menutup kemungkinan hasil yang diperolehnya lebih sedikit ataupun lebih banyak dibandingkan dengan nelayan lainnya. Hanya saja Panglima Laot memiliki posisi dan kedudukan yang lebih tinggi di tengah-tengah masyarakat nelayan, karena dia diberikan kepercayaan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mengatur hukum adat laut di wilayah tangkapan nelayan.

Panglima Laot di Kelurahan Lhok Bengkuang hanya berjumlah satu orang, bernama Saiful Amri. Bapak Saiful Amri merupakan seorang Panglima Laot yang diberi kewenangan untuk mengatur hukum adat laut di wilayah Lhok Tapaktuan II sejak tahun 1998. Lhok Tapaktuan II terdiri dari 5 (lima) kelurahan :

1. Kelurahan Air Pinang 2. Kelurahan Lhok Rukam 3. Kelurahan Panjupian


(40)

4. Kelurahan Batu Itam

5. Kelurahan Lhok Bengkuang

Sepanjang Panglima Laot ini masih ada/masih berkuasa, maka segala apa yang terjadi di wilayah Lhok Tapaktuan II akan menjadi tanggung jawabnya. Apabila terjadi perselisihan antarnelayan, maka Panglima Laot bertanggung jawab menyelesaikan/mendamaikannya.

Aktivitas Panglima Laot di setiap kelurahan berbeda-beda. Hal ini tergantung pada beberapa keadaan, diantaranya adalah:

1. Keadaan daerah di mana Panglima Laot bertugas

2. Keadaan nelayan yang ada di daerah tersebut, dapat dilihat dari kedekatan emosional antarnelayan dan antara nelayan dengan Panglima Laot.

Khususnya di Kelurahan Lhok Bengkuang, Panglima Laot wajib melakukan pengawasan terhadap kegiatan nelayan, baik di laut maupun di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Walaupun demikian, Panglima Laot lebih sering atau bahkan melakukan pengawasan/kontrol di Tempat Pelelangan Ikan dari pada di tengah laut, sebab hal tersebut cukup sulit dilakukan.

Kemudian, segala aktivitas yang ada di lapangan/Tempat Pelelangan Ikan akan dilaporkan oleh Panglima Laot ke Dinas Kelautan dan Perikanan, sesuai dengan fakta dan keadaan yang sesungguhnya.

5.1.2 Waktu dan Persiapan Penangkapan

Pada umumnya, para nelayan melaut pada hari yang tidak dapat ditentukan. Ada yang setengah hari, satu hari, bahkan ada yang berhari-hari di laut. Tergantung pada terget yang mereka inginkan. Namun demikian, pada hari Jum at para nelayan dilarang melaut. Sebab, hari itu mesti diisi dengan melakukan


(41)

ibadah sholat Jum at di mesjid. Tetapi, tidak semua nelayan mau mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.

Dalam penentuan kapan hari yang bagus untuk melaut, terkadang para nelayan meminta saran dari pawang laot. Pawang Laot mempunyai kemampuan mengetahui perubahan cuaca yang terjadi. Misalnya, kapan hari yang baik pergi melaut, cuaca cerah atau cuaca buruk, akan ada banyak ikan atau tidak, dan lain sebagainya.

Banyaknya persiapan penangkapan tergantung pada armada yang digunakan nelayan. Bagi nelayan pengguna kapal motor mesti mempersiapkan bekal yang cukup, bahan dan segala alat yang digunakan. Seperti : bahan bakar mesin kapal, lampu/senter/penerangan lainnya, mata pancing/alat pancing, fiber (tong ikan), dan lain-lain.

5.1.3 Jarak Tangkap dan Jenis Ikan Tangkapan

Nelayan pemilik perahu tanpa motor, hanya memiliki kesempatan berlayar lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Mereka berlayar sejauh 1-3 mil laut atau hanya sampai batas kecamatan yang telah ditentukan. Jenis ikan yang diperoleh sebagian besar adalah teri dan ikan-ikan kecil lainnya.

Nelayan pemilik pengguna perahu motor (berukuran 9-10 m) memiliki kesempatan berlayar sejauh 4-6 mil laut, hampir menempati wilayah kekuasaan kapal motor. Jenis ikan yang ditangkap juga bervariasi. Seperti tongkol, tuna, bawal dengan harga yang bervariasi juga.

Sedangkan nelayan pemilik pengguna kapal motor (berukuran 0-5 GT/12 m) memiliki kesempatan untuk berlayar lebih jauh. Sejauh 6 mil laut yaitu sampai ke pulau-pulau, seperti pulau Sinabang. Bahkan sampai ke perbatasan yang telah


(42)

ditentukan. Jenis ikan yang mereka peroleh juga bervariasi. Seperti, ikan karang, tongkol, kepiting, udang dan ikan-ikan besar liannya. Sehingga harganya juga bervariasi.

5.1.4 Armada dan Alat-alat yang digunakan untuk Mempermudah Penangkapan Ikan

Adapun armada yang digunakan oleh nelayan sampel adalah perahu tanpa motor, perahu motor dan kapal motor, yang jalur penangkapannya telah ditentukan.

Banyak alat-alat yang dapat digunakan oleh nelayan untuk mengetahui keberadaan ikan dan makhluk hidup lainnya yang ada di laut, sehingga mereka dapat secara langsung menentukan wilayah tujuan mereka. Alat ini dapat juga membantu nelayan untuk mengurangi biaya produksi, waktu dan tenaga mereka, sebab dengan menggunakan alat ini nelayan dapat dengan mudah melakukan aktivitas penangkapan ikan.

Global Posotioning System (GPS)

Sebagai alat yang menginformasikan posisi kita di bumi ini (Global Positioning System), banyak aplikasi yang diciptakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui dimana saya , namun telah beranjak menuju suatu sistem yang mengeksploitasi informasi itu untuk kemudahan penggunanya (gambar terlampir).


(43)

Rumpon

Rumpon merupakan salah satu alat bantu operasi penangkapan ikan. Fungsi rumpon yaitu sebagai tempat tumbuh makanan, tempat berlindung dan tempat mencari makan bagi ikan. Sebab, pada rumpon tersebut terdapat sumber makanan alami bagi phytoplankton dan zooplankton. Hal inilah yang menyebabkan ikan kecil banyak berkumpul di rumpon, sehingga memudahkan bagi nelayan dalam operasi penangkapan ikan.

Untuk memudahkan pengoperasian rumpon, maka rumpon harus ditata dengan rapidi atas kapal secara berurutan, bagian pemberat sebelah bawah dilanjutkan dengan pemikat dan pelampung sebelah atas, sedangkan tali tambang digulung dengan rapi.

Untuk efisiensi dalam pembuatan rumpon, hal yang perlu diketahui adalah kedalaman laut di mana rumpon akan dioperasikan. Hal ini akan memudahkan dalam menghitung bahan-bahan yang dibutuhkan. Adapun langkah kerja pembuatan rumpon secara sederhana adalah sebagai berikut :

a. Membuat pelampung, ikat 5 (lima) batang bambu menjadi sebuah pelampung

b. Sisipkan tali utama sepanjang kedalaman laut di mana rumpon akan dioperasikan, salah satu ujungya diikatkan pada pelampung

c. Pasang pemikat pada tali cabang tersebut. Jarak ikatan antara pemikat yang satu dengan pemikat yang lian 1,5 m. Satu ikatan pemikat terdiri dari 2-3 pelepah daun pinang/daun kelapa


(44)

Gambar 5.2 Rumpon Sederhana 5.1.5 Penjualan Hasil Tangkapan

Sebagian besar hasil tangkapan nelayan dibawa ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI merupakan suatu fasilitas yang dibangun pada Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang dilengkapi peralatan untuk keperluan melelang ikan, di mana nelayan dapat melakukan transaksi jual beli, baik dengan agen/pedagang pengumpul, pedagang pengecer maupun langsung kepada konsumen.

Pendapatan Nelayan Pemilik Perah Tanpa Motor

Kondisi yang mencolok terlihat pada nelayan pemilik perahu tanpa motor. Hasil tangkapannya sebagian besar dikonsumsi untuk keluarga nelayan, dan sebagian lain dijual. Banyaknya ikan yang mereka peroleh setiap kali melaut sebanyak 3 kg-8 kg. Harga jual rata-rata Rp. 10.000/kg. Pendapatan yang mereka terima sebesar Rp. 30.000-Rp. 80.000 atau bahkan tidak ada penghasilan sama sekali sebab hasil tangkapan habis untuk konsumsi keluarga nelayan.

Pendapatan Nelayan Pemilik Perahu Motor

Tidak berbeda jauh dengan nelayan pemilik perahu motor. Hasil tangkapan juga bervariasi, mulai dari 50 kg-150kg setiap kali melaut (3-5 hari).


(45)

yang diperoleh juga dibagi berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Nelayan pemilik mendapat 1/3 dari hasil penjualan. Rata-rata penerimaan neayan pemilik perahu motor setiap kali melaut adalah sebesar Rp. 150.000 sampai dengan Rp. 1.000.000

Pendapatan Nelayan Pemilik Kapal Motor

Hasil tangkapan pemilik kapal motor berkisar antara 100 kg-300 kg setiap kali melaut (5-7 hari). Harga yang mereka tawarkan juga bervariasi, mulai dari Rp. 15.000-Rp. 25.000/kg tergantung dari jenis ikannya. Penghasilan dibagi berdasarkan kesepakatan bersama. Biasanya nelayan pemilik mendapatkan 1/3 dari hasil penjualan. Rata-rata penerimaan nelayan pemilik kapal motor setiap kali melaut adalah sebesar Rp. 500.000 sampai dengan Rp. 1.500.000

5.1.6 Diskusi Nelayan

Aktivitas nelayan yang lain selain menangkap dan menjual ikan, adalah kegiatan diskusi antarnelayan, antarkelompok nelayan serta antara nelayan dengan Panglima Laot. Forum diskusi bersifat nonformal, sehingga para nelayan lebih leluasa mengemukakan aspirasi maupun keluhan mereka kepada Panglima Laot.

Pertemuan nelayan dengan Panglima Laot dalam forum diskusi ini biasanya dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan pada setiap hari Jum at. Pertemuan dilakukan secara berkelompok maupun perorangan. Hal yang dibahas adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan perikanan, antara lain :

a. Bagaimana membuat permohonan bantuan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan


(46)

b. Bagaimana mengoperasikan fishfinder (alat yang digunakan untuk melihat biota laut, seperti rumput laut, terumbu karang, dan makhluk hidup air lainnya

c. Bagaimana cara bongkar pasang mesin boat/perahu/kapal

d. Bagaimana menyelesaikan konflik jika terjadi pelanggaran terhadap daerah-daerah perbatasan

e. Bagaimana meningkatkan hasil produksi ikan f. Pembudidayaan ikan tuna dan pemeliharaannya

Apabila dari sekian banyak masalah di atas dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat nelayan, maka Panglima Laot bersama dengan Dinas yang berkaitan menggelar suatu simposium atau lokakarya, yang dihadiri oleh sejumlah nelayan untuk membahas masalah yang dianggap perlu dan dibutuhkan oleh masyarakat nelayan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Lembaga Hukom Adat Laot/Panglima Laot

Struktur adat ini mulai diakui keberadaannya dalam tatanan kepemerintahan daerah sebagai kepemerintahan tingkat desa. Akan tetapi, fungsi dan kedudukannya belum dijelaskan secara detail.

Panglima Laot berada di luar struktur organisasi pemerintahan, akan tetapi bertanggung jawab kepada kepala daerah setempat (gubernur, bupati, camat, kepala desa). Wilayah kewenangan Panglima Laot tidak mengacu pada wilayah administrasi pemerintahan, melainkan berbasis pada satuan lokasi tempat nelayan melabuhkan perahunya, menjual ikan atau berdomisili yang disebut Lhok. Lhok


(47)

biasanya berupa pantai atau teluk, bisa mencakup wilayah seluas sebuah desa, beberapa desa, kecamatan bahkan gugus kepulauan.

Struktur organisasi vertikal Panglima Laot mulai ditata pada musyawarah Panglima Laot se-Nanggroe Aceh Darussalam di Banda Aceh pada Juni 2002 lalu. Panglima Laot di tingkat Lhok, bertanggung jawab menyelesaikan persengketaan nelayan di tingkat Lhok. Bila persengketaan di tingkat Lhok belum juga selesai, maka diajukan kepada Panglima Laot tingkat kabupaten. Selanjutnya, bila perselisihan mencakup antarkabupaten, propinsi atau bahkan internasional, akan diselesaikan di tingkat propinsi oleh Panglima Laot Propinsi.

Tabel 5.2 Susunan Panglima Laot

No Susunan Tingkat Terdiri dari Jumlah (org)

1. Panglima Laot

Lhok Lhok/Desa/Kelurahan - Penasehat- Ketua (Panglima Laot) - Wakil Ketua

- Sekretaris - Bendahara 3 1 1 1 1 2. Panglima Laot

Kabupaten/ Kota

Kabupaten/

Kota - Penasehat- Ketua (Panglima Laot) - Wakil Ketua

- Sekretaris - Bendahara 3 1 1 1 1 3. Panglima Laot

Propinsi NAD (Pasca

Tsunami)

Propinsi - Dewan Pertimbangan - Penasehat

- Ketua Umum (Panglima Laot Prop. NAD)

- Ketua

- Sekretaris Umum - Sekretaris - Bendahara - Wakil Bendahara - Anggota-anggota 9 3 1 5 1 3 1 1

5.2.2 Mekanisme Pemilihan Panglima Laot

Proses pemilihan Panglima Laot Lhok dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Dipilih untuk masa waktu selama 10 tahun sekali


(48)

1. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat

2. Calon sedikitnya 5 (lima) orang, dipilih oleh pawang-pawang yang ada dalam wilayah Lhok yang bersangkutan, dengan syarat :

a. Pandai mengaji dan taat beragama b. Pandai baca tulis

c. Pernah menjadi pawang laut

d. Berdomisili di wilayah kerja lhok tersebut e. Usia minimal 25 tahun

Forum dianggap sah apabila dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah pawang-pawang yang ada di daerah yang bersangkutan dan disaksikan oleh pembina (Dinas Perikanan dan camat)

3. Calon yang memperoleh suara terbanyak I langsung menjadi Panglima Laot, suara terbanyak II langsung menjadi wakil, berikutnya suara terbanyak III menjadi sekretaris dan suara terbanyak IV menjadi bendahara serta suara terbanyak V menjadi wakil bendahara

5.2.3 Fungsi dan Tugas Panglima Laot

Secara umum, fungsi dan tugas Panglima Laot meliputi tiga hal : 1. Mempertahankan keamanan di laut

2. Mengatur pengelolaan sumber daya alam di laut 3. Mengatur pengelolaan lingkungan laut

Panglima Laot bertugas sebagai pengaman di laut. Artinya, Panglima Laot bertanggung jawab atas segala yang terjadi di lingkungan laut. Jalur-jalur penangkapan ikan diatur secara adil agar tidak terjadi konflik atau perselisihan.


(49)

Selanjutnya, dalam kerangka hukum nasional setiap nelayan harus mengajukan izin resmi berlayar dan menangkap ikan, yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dengan rekomendasi dari Panglima Laot.

Mengatur bahan dan alat yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan, juga bagian dari tugas Panglima Laot. Melarang pem-bom-an, sebab tindakan tersebut beresiko pada pemanfaatan sumber daya laut, karena dapat merusak sistem kehidupan makhluk hidup yang ada dalam laut. Serta mengatur waktu dan lokasi yang terlarang bagi nelayan untuk menangkap ikan. Untuk lokasi yang boleh dilalui adalah berdasarkan jalur-jalur yang sudah ditetapkan :

a. Untuk jalur penangkapan 0-3 mil dikuasai oleh nelayan tradisional b. Untuk jalur penangkapan 3-6 mil dikuasai oleh nelayan umum c. Untuk jalur penangkapan 6 mil ke atas dikuasai oleh nelayan modern

Dengan adanya pembagian jalur penangkapan seperti itu diharapkan Panglima Laot dapat berlaku adil kepada setiap nelayan yang ingin menangkap ikan. Panglima Laot bertugas mengatur pengelolaan sumber daya alam di laut. Hal ini berarti bahwa Panglima Laot harus memiliki kemampuan untuk melibatkan seluruh pihak yang terkait : para nelayan dan instansi terkait lainnya agar secara bersama-sama ikut serta dalam mengelola pemanfaatan sumber daya laut.

Panglima Laot Lhok Tapaktuan II, khususnya di kelurahan Lhok Bengkuang kecamatan Tapaktuan kabupaten Aceh Selatan, merupakan penghubung antara masyarakat nelayan dengan pihak pemerintahan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan). Sebagaimana yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, maka secara khusus fungsi dan tugas Panglima Laot Lhok adalah memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan


(50)

hukom adat laot, mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut, menyelesaikan perselisihan dan persengketaan yang terjadi di antara sesama anggota nelayan/kelompoknya, mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laut, menjaga/mengawasi agar pohon-pohon pantai tidak ditebang dan merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah.

Panglima Laot Lhok berada di luar struktur organiasai pemerintahan, namun bertanggung jawab kepada Dinas Kelautan dan Perikanan. Meskipun begitu, jumlah rupiah yang diterima oleh Panglima Laot hanya berkisar antara Rp. 125.000 s.d Rp. 200.000 setiap bulannya. Untuk memudahkan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan, maka Panglima Laot bersedia untuk mengambil gajinya setelah satu tahun.

5.2.4 Perkembangan Panglima Laot Selama 3 (tiga) Tahun Terakhir

Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu, telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur kelembagaan Panglima Laot. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah Panglima Laot yang hilang atau tewas diterjang gelombang pasang. Akan tetapi, sekitar 13-14 ribu nelayan dinyatakan hilang atau tewas. Secara tradisional, Panglima Laot adalah individu, bukan sebuah komite yang terdiri dari beberapa orang pengurus, sehingga masyarakat nelayan yang selamat dari tsunami mengalami kesulitan untuk memilih penggantinya, secara cepat dan memenuhi segala kriteria yang telah disepakati secara turun-temurun.

Selain itu, karena Hukum Adat Laot merupakan hukum yang tidak tertulis dan tidak terdokumentasi, maka besar peluang untuk musnah apabila sebagian besar orang yang mengerti, ikut menjadi korban tsunami. Secara kasat mata, belum terlihat perkembangan yang signifikan dari Lembaga Hukom Adat


(51)

Laot/Panglima Laot. Bahkan sebaliknya, masa pemulihan pascatsunami berpeluang menimbulkan konflik dan persengketaan terkait dengan berbagai proses penyaluran bantuan yang tidak merata, tidak tepat sasaran dan tidak jelas prosedurnya.

Masalah inilah yang menyebabkan terjadinya kemelut yang cukup berarti, antara Panglima Laot dengan masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Lhok Bengkuang. Setelah mendapatkan penjelasan secara langsung dari Panglima Laot Lhok, maka diperoleh suatu titik terang dari suatu kesalahpahaman yang seharusnya tidak akan terjadi di tengah-tengah masyarakat nelayan. Panglima Laot bukanlah orang yang tepat untuk mengubah kehidupan masyarakat nelayan menjadi sejahtera. Melainkan, hanya dapat membantu kelancaran aktivitas nelayan. Misalnya, nelayan yang menginginkan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan harus mendapatkan legitimasi dari Panglima Laot terlebih dahulu.

Letak kesalahpahaman masyarakat nelayan terhadap Panglima Laot adalah pada status bantuan yang diberikan. Bantuan yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan tidak diberikan secara gratis/cuma-cuma, tetapi diberikan dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut :

1. Nelayan yang menginginkan bantuan (pinjaman) berupa : mesin, perahu, tong ikan, dan lain-lain, harus membuat/mengajukan permohonan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan melalui Panglima laot

2. Setiap permohonan bantuan yang masuk ke dinas, terlebih dahulu diseleksi oleh dinas yang bersangkutan


(52)

3. Bantuan yang diberikan bersifat bergulir. Artinya, bagi nelayan yang telah mendapatkan bantuan, tidak berhak lagi mendapatkan bantuan pada periode berikutnya

4. Bantuan yang sudah tersedia, langsung diberikan kepada pemohon, dan bagi setiap pemohon yang sudah mendapatkan bantuan wajib membayar/mengansur sejumlah uang yang telah ditetapkan

Kesimpulannya adalah segala bantuan yang diberikan oleh dinas adalah Bantuan Pinjaman berupa : mesin perahu, perahu mesin, fiber (tong ikan), dan lain-lain.

Sedangkan bantuan gratis (murni tanpa dipungut biaya apapun) yang diberikan kepada masyarakat nelayan berasal dari badan atau organisasi di luar instansi pemerintah atau Non Government Organization (NGO). Yang mana, bantuan ini langsung diberikan kepada nelayan tanpa melalui perantara Panglima Laot. Sehingga, dalam urusan seperti ini Panglima Laot berupaya untuk tidak melakukan intervensi terhadap pihak NGO. Sebagian besar dari masyarakat nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang sulit membedakan hal tersebut, sehingga mereka kurang respon terhadap Panglima Laot. Padahal Panglima Laot sudah berusaha memberikan penjelasan atas kondisi yang sesungguhnya kepada para nelayan. Namun demikian, kembali lagi kita mencermati latar belakang sosial masyarakat nelayan setempat. Salah satu kondisi sosial masyarakat nelayan yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang rendah, juga dapat menimbulkan kemelut yang cukup berarti bagi perkembangan profesi Panglima Laot.


(53)

Oleh karena itu, dari uraian-uraian pada paragraf sebelumnya, dapat diketahui hipotesis dari tujuan utama penelitian ini adalah bahwa belum terdapat perkembangan yang signifikan dari Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, Sehingga Hipotesis 1 ditolak.

5.2.5 Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan

Untuk menguji terdapatnya pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, maka dapat diuji dengan menggunakan alat uji regresi berganda, yaitu dengan menggunakan program SPSS 13 (tabel terlampir).

Tabel model summary menampilkan R, R2, Adjusted R2, Std. Error dan

Change Statistics. Di mana nilai Sig. F Change adalah 0,415. Apabila nilai signifikasi > 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang nyata (tabel terlampir)

Tabel ANOVA menampilkan nilai Fhitung = 0.908, dan nilai Ftabel (2; 27)=

3.35, variabel dari frekuensi pertemuan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Panglima Laot untuk masyarakat nelayan tidak dapat meningkatkan pendapatan mereka. Nelayan yang sering mengikuti pertemuan maupun pelatihan dengan Panglima Laot juga belum tentu dapat meningkatkan pendapatan mereka, sebab pekerjaan sebagai nelayan tidak dapat ditentukan hasilnya karena semuanya tergantung pada alam.

Dalam hal ini Panglima Laot tidak memberikan pengaruh apa-apa dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Namun demikian, Panglima Laot hanya merupakan seseorang yang dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang sifatnya


(54)

memotivasi para nelayan untuk lebih giat meningkatkan produksi ikan dengan cara memberikan informasi-informasi yang dianggap berguna bagi masyarakat nelayan.

Jika Fhitung Ftabel tidak terdapat pengaruh nyata, maka terima H0, tolak H1.

Sehingga disimpulkan bahwa : tidak ada pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan.

5.2.6 Perbedaan Pendapatan Rata-rata Nelayan Pemilik : Kapal Motor, Perahu Motor dan Perahu Tanpa Motor

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata pendapatan nelayan sampel, maka dapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13 (tabel output terlampir).

Tabel ANOVA menampilkan nilai Fhitung= 21.473 maka didapat nilai Ftabel (2;27)= 3.35

Pada tabel Multiple Comparisons terlihat jelas pada kolom Mean Difference (I-J), terdapat perbedaan pendapatan yang signifikan antara ketiga nelayan sampel. Jika Fhitung> Ftabel terdapat perbedaan nyata, maka tolak H0, terima H1.

Secara sederhana, perbedaan pendapatan nelayan sampel dapat ditampilkan pada Tabel 5.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3 Perbedaan Rata-rata Pendapatan Nelayan Sampel

No Jenis Armada N Rata-rata Pendapatan (Rp) Fhitung

1 2 3

Kapal Motor Perahu Motor Perahu Tanpa Motor

10 10 10 3,470,000 1,858,000 248,000 21.473 Ftabel = 3.35

Sumber Data : Diolah

Dari Tabel 6.2 dapat diketahui bahwa jumlah dari masing-masing nelayan sampel adalah 10 orang. Nilai Fhitung= 21.473 > nilai Ftabel = 3.35 maka tolak H0,


(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

1. Hukom Adat Laot/Panglima Laot yang ada di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan selama 3 (tiga) tahun terakhir ini belum memperlihatkan perkembangan yang signifikan, baik secara kualitas maupun kuantitas

2. Tidak ada pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan

3. Terdapat perbedaan pendapatan rata-rata nelayan pemilik: kapal motor dengan perahu motor, kapal motor dengan perahu tanpa motor dan perahu motor dengan perahu tanpa motor

6.2 Saran

Diharapkan kepada Pemerintah dan para pembuat keputusan (decisión maker) agar lebih memperhatikan kesejahteraan hidup masyarakat nelayan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya para nelayan di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Acheson, J. M., 1981. Anthropology of Fishing. Annual Review of Anthropology. Vol. 10 (1989)

Arikunto, S., 2005.Manajemen penelitian. Rineka Cipta, Jakarta

Charles, A. T., 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd, London. 370 p

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006. Perikanan Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2006 (Perikanan Tangkap)

Dzumairi, 2006. Kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan Dalam Membangun Kemitraan Dengan Masyarakat Adat. Makalah Disampaikan Pada Kongres II, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA), Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya

Fedoli, 1998. Tanaman Padi di Indonesia : Strategi dan Pengembangannya. LP3ES, Jakarta

Gaspersz, V., 1989. Statistika untuk Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial. Armico, Bandung

Hardjamulia, A. dkk, 2001. Analisis Kebijaksanaan Pembanguna Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta

Hurgronje, S., 1985.Aceh Di Mata Kolonial. Yayasan Soko Guru, Jakarta

Imron, M., 2003. Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan, Dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya. PMB-LIPI, Jakarta

Kantor Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, 2008. NAD

Kartasapoetra, A. G., 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta

Kresnamurti, O., 2008.Manfaat Teknologi GPS. Blogplace, Jakarta

Kusnadi, 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan, Yogyakarta

Lembaga Hukom Adat Laot, 2006. Tetap Tegaknya Lembaga Hukom Adat Laot Panglima Laot Di NAD Pasca Tsunami. Sekretariat dan Informasi


(57)

Mulyadi, 2005.Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Nasution, M. dkk, 2005. Isu-isu Kalautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Prosiding Puslitbang Perikanan, 1993. Pengkajian Potensi dan Prospek Pengembangan Perairan Umum Sumatera Bagian Selatan. Prosiding Puslitbang Perikanan No. 26/1992, 23 pp

Ramli, 1988. Analisa Faktor Sosial dan Ekonomi yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Perahu Bermotor dan Nelayan Perahu Layar Desa Pantai Percut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. USU, Medan

Satria, A., 2005. Rekonstruksi Kelautan Pasca Tsunami (Artikel). Sekretariat Republika Online, Jakarta

Silaen, M. P. N., 1994. Peranan Kehadiran TPI Terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan dan Faktor yang Mempengaruhinya. FP USU, Medan

Trihendradi, C., 2005. Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. ANDI, Yogyakarta

Wibisono, W., 2005. Metode Statistik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta


(1)

3. Bantuan yang diberikan bersifat bergulir. Artinya, bagi nelayan yang telah mendapatkan bantuan, tidak berhak lagi mendapatkan bantuan pada periode berikutnya

4. Bantuan yang sudah tersedia, langsung diberikan kepada pemohon, dan bagi setiap pemohon yang sudah mendapatkan bantuan wajib membayar/mengansur sejumlah uang yang telah ditetapkan

Kesimpulannya adalah segala bantuan yang diberikan oleh dinas adalah Bantuan Pinjaman berupa : mesin perahu, perahu mesin, fiber (tong ikan), dan lain-lain.

Sedangkan bantuan gratis (murni tanpa dipungut biaya apapun) yang diberikan kepada masyarakat nelayan berasal dari badan atau organisasi di luar instansi pemerintah atau Non Government Organization (NGO). Yang mana, bantuan ini langsung diberikan kepada nelayan tanpa melalui perantara Panglima Laot. Sehingga, dalam urusan seperti ini Panglima Laot berupaya untuk tidak melakukan intervensi terhadap pihak NGO. Sebagian besar dari masyarakat nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang sulit membedakan hal tersebut, sehingga mereka kurang respon terhadap Panglima Laot. Padahal Panglima Laot sudah berusaha memberikan penjelasan atas kondisi yang sesungguhnya kepada para nelayan. Namun demikian, kembali lagi kita mencermati latar belakang sosial masyarakat nelayan setempat. Salah satu kondisi sosial masyarakat nelayan yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang rendah, juga dapat menimbulkan kemelut yang cukup berarti bagi perkembangan profesi Panglima Laot.


(2)

Oleh karena itu, dari uraian-uraian pada paragraf sebelumnya, dapat diketahui hipotesis dari tujuan utama penelitian ini adalah bahwa belum terdapat perkembangan yang signifikan dari Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, Sehingga Hipotesis 1 ditolak.

5.2.5 Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan

Untuk menguji terdapatnya pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, maka dapat diuji dengan menggunakan alat uji regresi berganda, yaitu dengan menggunakan program SPSS 13 (tabel terlampir).

Tabel model summary menampilkan R, R2, Adjusted R2, Std. Error dan

Change Statistics. Di mana nilai Sig. F Change adalah 0,415. Apabila nilai signifikasi > 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang nyata (tabel terlampir)

Tabel ANOVA menampilkan nilai Fhitung = 0.908, dan nilai Ftabel (2; 27)=

3.35, variabel dari frekuensi pertemuan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Panglima Laot untuk masyarakat nelayan tidak dapat meningkatkan pendapatan mereka. Nelayan yang sering mengikuti pertemuan maupun pelatihan dengan Panglima Laot juga belum tentu dapat meningkatkan pendapatan mereka, sebab pekerjaan sebagai nelayan tidak dapat ditentukan hasilnya karena semuanya tergantung pada alam.

Dalam hal ini Panglima Laot tidak memberikan pengaruh apa-apa dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Namun demikian, Panglima Laot hanya merupakan seseorang yang dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang sifatnya


(3)

memotivasi para nelayan untuk lebih giat meningkatkan produksi ikan dengan cara memberikan informasi-informasi yang dianggap berguna bagi masyarakat nelayan.

Jika Fhitung Ftabel tidak terdapat pengaruh nyata, maka terima H0, tolak H1.

Sehingga disimpulkan bahwa : tidak ada pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan.

5.2.6 Perbedaan Pendapatan Rata-rata Nelayan Pemilik : Kapal Motor, Perahu Motor dan Perahu Tanpa Motor

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata pendapatan nelayan sampel, maka dapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13 (tabel output terlampir).

Tabel ANOVA menampilkan nilai Fhitung= 21.473 maka didapat nilai Ftabel (2;27)= 3.35

Pada tabel Multiple Comparisons terlihat jelas pada kolom Mean Difference (I-J), terdapat perbedaan pendapatan yang signifikan antara ketiga nelayan sampel. Jika Fhitung> Ftabel terdapat perbedaan nyata, maka tolak H0, terima H1.

Secara sederhana, perbedaan pendapatan nelayan sampel dapat ditampilkan pada Tabel 5.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3 Perbedaan Rata-rata Pendapatan Nelayan Sampel

No Jenis Armada N Rata-rata Pendapatan (Rp) Fhitung

1 2 3

Kapal Motor Perahu Motor Perahu Tanpa Motor

10 10 10

3,470,000 1,858,000 248,000

21.473 Ftabel = 3.35

Sumber Data : Diolah

Dari Tabel 6.2 dapat diketahui bahwa jumlah dari masing-masing nelayan sampel adalah 10 orang. Nilai Fhitung= 21.473 > nilai Ftabel = 3.35 maka tolak H0,


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

1. Hukom Adat Laot/Panglima Laot yang ada di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan selama 3 (tiga) tahun terakhir ini belum memperlihatkan perkembangan yang signifikan, baik secara kualitas maupun kuantitas

2. Tidak ada pengaruh Panglima Laot terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan

3. Terdapat perbedaan pendapatan rata-rata nelayan pemilik: kapal motor dengan perahu motor, kapal motor dengan perahu tanpa motor dan perahu motor dengan perahu tanpa motor

6.2 Saran

Diharapkan kepada Pemerintah dan para pembuat keputusan (decisión maker) agar lebih memperhatikan kesejahteraan hidup masyarakat nelayan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya para nelayan di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Acheson, J. M., 1981. Anthropology of Fishing. Annual Review of Anthropology. Vol. 10 (1989)

Arikunto, S., 2005.Manajemen penelitian. Rineka Cipta, Jakarta

Charles, A. T., 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd, London. 370 p

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, 2006. Perikanan Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2006 (Perikanan Tangkap)

Dzumairi, 2006. Kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan Dalam Membangun Kemitraan Dengan Masyarakat Adat. Makalah Disampaikan Pada Kongres II, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA), Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya

Fedoli, 1998. Tanaman Padi di Indonesia : Strategi dan Pengembangannya. LP3ES, Jakarta

Gaspersz, V., 1989. Statistika untuk Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial. Armico, Bandung

Hardjamulia, A. dkk, 2001. Analisis Kebijaksanaan Pembanguna Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta

Hurgronje, S., 1985.Aceh Di Mata Kolonial. Yayasan Soko Guru, Jakarta

Imron, M., 2003. Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan, Dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya. PMB-LIPI, Jakarta

Kantor Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, 2008. NAD

Kartasapoetra, A. G., 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta

Kresnamurti, O., 2008.Manfaat Teknologi GPS. Blogplace, Jakarta

Kusnadi, 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan, Yogyakarta

Lembaga Hukom Adat Laot, 2006. Tetap Tegaknya Lembaga Hukom Adat Laot Panglima Laot Di NAD Pasca Tsunami. Sekretariat dan Informasi


(6)

Mulyadi, 2005.Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Nasution, M. dkk, 2005. Isu-isu Kalautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Prosiding Puslitbang Perikanan, 1993. Pengkajian Potensi dan Prospek Pengembangan Perairan Umum Sumatera Bagian Selatan. Prosiding Puslitbang Perikanan No. 26/1992, 23 pp

Ramli, 1988. Analisa Faktor Sosial dan Ekonomi yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Perahu Bermotor dan Nelayan Perahu Layar Desa Pantai Percut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. USU, Medan

Satria, A., 2005. Rekonstruksi Kelautan Pasca Tsunami (Artikel). Sekretariat Republika Online, Jakarta

Silaen, M. P. N., 1994. Peranan Kehadiran TPI Terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan dan Faktor yang Mempengaruhinya. FP USU, Medan

Trihendradi, C., 2005. Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. ANDI, Yogyakarta

Wibisono, W., 2005. Metode Statistik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta