Perkembangan Panglima Laot Selama 3 tiga Tahun Terakhir

hukom adat laot, mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut, menyelesaikan perselisihan dan persengketaan yang terjadi di antara sesama anggota nelayankelompoknya, mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laut, menjagamengawasi agar pohon-pohon pantai tidak ditebang dan merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah. Panglima Laot Lhok berada di luar struktur organiasai pemerintahan, namun bertanggung jawab kepada Dinas Kelautan dan Perikanan. Meskipun begitu, jumlah rupiah yang diterima oleh Panglima Laot hanya berkisar antara Rp. 125.000 s.d Rp. 200.000 setiap bulannya. Untuk memudahkan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan, maka Panglima Laot bersedia untuk mengambil gajinya setelah satu tahun.

5.2.4 Perkembangan Panglima Laot Selama 3 tiga Tahun Terakhir

Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu, telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur kelembagaan Panglima Laot. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah Panglima Laot yang hilang atau tewas diterjang gelombang pasang. Akan tetapi, sekitar 13-14 ribu nelayan dinyatakan hilang atau tewas. Secara tradisional, Panglima Laot adalah individu, bukan sebuah komite yang terdiri dari beberapa orang pengurus, sehingga masyarakat nelayan yang selamat dari tsunami mengalami kesulitan untuk memilih penggantinya, secara cepat dan memenuhi segala kriteria yang telah disepakati secara turun-temurun. Selain itu, karena Hukum Adat Laot merupakan hukum yang tidak tertulis dan tidak terdokumentasi, maka besar peluang untuk musnah apabila sebagian besar orang yang mengerti, ikut menjadi korban tsunami. Secara kasat mata, belum terlihat perkembangan yang signifikan dari Lembaga Hukom Adat Universitas Sumatera Utara LaotPanglima Laot. Bahkan sebaliknya, masa pemulihan pascatsunami berpeluang menimbulkan konflik dan persengketaan terkait dengan berbagai proses penyaluran bantuan yang tidak merata, tidak tepat sasaran dan tidak jelas prosedurnya. Masalah inilah yang menyebabkan terjadinya kemelut yang cukup berarti, antara Panglima Laot dengan masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Lhok Bengkuang. Setelah mendapatkan penjelasan secara langsung dari Panglima Laot Lhok, maka diperoleh suatu titik terang dari suatu kesalahpahaman yang seharusnya tidak akan terjadi di tengah-tengah masyarakat nelayan. Panglima Laot bukanlah orang yang tepat untuk mengubah kehidupan masyarakat nelayan menjadi sejahtera. Melainkan, hanya dapat membantu kelancaran aktivitas nelayan. Misalnya, nelayan yang menginginkan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan harus mendapatkan legitimasi dari Panglima Laot terlebih dahulu. Letak kesalahpahaman masyarakat nelayan terhadap Panglima Laot adalah pada status bantuan yang diberikan. Bantuan yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan tidak diberikan secara gratiscuma-cuma, tetapi diberikan dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut : 1. Nelayan yang menginginkan bantuan pinjaman berupa : mesin, perahu, tong ikan, dan lain-lain, harus membuatmengajukan permohonan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan melalui Panglima laot 2. Setiap permohonan bantuan yang masuk ke dinas, terlebih dahulu diseleksi oleh dinas yang bersangkutan Universitas Sumatera Utara 3. Bantuan yang diberikan bersifat bergulir. Artinya, bagi nelayan yang telah mendapatkan bantuan, tidak berhak lagi mendapatkan bantuan pada periode berikutnya 4. Bantuan yang sudah tersedia, langsung diberikan kepada pemohon, dan bagi setiap pemohon yang sudah mendapatkan bantuan wajib membayarmengansur sejumlah uang yang telah ditetapkan Kesimpulannya adalah segala bantuan yang diberikan oleh dinas adalah Bantuan Pinjaman berupa : mesin perahu, perahu mesin, fiber tong ikan, dan lain-lain. Sedangkan bantuan gratis murni tanpa dipungut biaya apapun yang diberikan kepada masyarakat nelayan berasal dari badan atau organisasi di luar instansi pemerintah atau Non Government Organization NGO. Yang mana, bantuan ini langsung diberikan kepada nelayan tanpa melalui perantara Panglima Laot. Sehingga, dalam urusan seperti ini Panglima Laot berupaya untuk tidak melakukan intervensi terhadap pihak NGO. Sebagian besar dari masyarakat nelayan di Kelurahan Lhok Bengkuang sulit membedakan hal tersebut, sehingga mereka kurang respon terhadap Panglima Laot. Padahal Panglima Laot sudah berusaha memberikan penjelasan atas kondisi yang sesungguhnya kepada para nelayan. Namun demikian, kembali lagi kita mencermati latar belakang sosial masyarakat nelayan setempat. Salah satu kondisi sosial masyarakat nelayan yang menyebabkan hal tersebut adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang rendah, juga dapat menimbulkan kemelut yang cukup berarti bagi perkembangan profesi Panglima Laot. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, dari uraian-uraian pada paragraf sebelumnya, dapat diketahui hipotesis dari tujuan utama penelitian ini adalah bahwa belum terdapat perkembangan yang signifikan dari Panglima Laot selama 3 tahun terakhir di Kelurahan Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, Sehingga Hipotesis 1 ditolak.

5.2.5 Pengaruh Panglima Laot terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan