Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Syari’at Islam merupakan petunjuk kehidupan yang bersifat komprehensif, ia mencakup segala dimensi kehidupan dan mampu menghadirkan alternatif solusi atas persoalan kehidupan. Seorang muslim yang mampu mempelajari kandungan Al- Qur’an dan Sunnah secara mendalam, akan dapat melihat luasnya ruang lingkup syari’ah. Syari’ah tidak hanya mengatur hubungan transendental seorang hamba dengan Tuhannya, yakni terkait dengan hukum-hukum ibadah 1 , akan tetapi syari’ah juga mengatur hubungan bermuamalat di antara sesama manusia, dalam hal ini adalah perbankan. Keberadaan perbankan syari’ah di tanah air sudah tidak lagi dianggap tamu asing, kinerja dan kontribusinya mulai dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Kenyataan akan ketahanan bank syari’ah terhadap krisis ternyata menjadi daya tarik bagi kalangan pelaku perbankan. Tidak hanya itu, keberadaan bank dengan sistem operasional syari’ah telah lama dinanti oleh umat Islam di tanah air, ternyata telah membuka peluang yang amat luas bagi calon nasabah yang memiliki loyalitas tinggi 1 Ahmad, Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syari’ah : Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008, Edisi 1, h. 13 1 terhadap sistem syari’ah untuk ikut bergabung di bank syari’ah 2 . Perbankan syari’ah di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya, hal itu ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah bank syari’ah yang diikuti dengan pertumbuhan volume usaha yang berkualitas baik. Direktorat perbankan syari’ah mencatat jumlah jaringan kantor perbankan syari’ah pada bulan desember 2007 berjumlah 711 kantor, dengan rincian yaitu 3 Bank Unit Syari’ah BUS, 25 Unit Usaha Syari’ah UUS, 222 Kantor Cabang KC, 118 Kantor Cabang Pembantu KCP, 204 Kantor Kas KK, 114 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah BPRS dan 25 Unit Pelayanan Syari’ah UPS 3 . Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syari’ah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku 4 , yakni bersumber pada prinsip-prinsip syari’ah. 2 Kurnia, Agung Robiansyah, Pengembangan Produk Pembiayaan pada Perbankan Syari’ah, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2005, h. 1 3 Harun, Masykur, Manajemen Risiko Operasional Bank Syari’a h: Studi pada UUS Bank Bukopin, Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Perbankan Syari’ah Prodi Muamalat, tahun 2008, h. 1 4 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta : Ekonisia, 2005, Edisi 1, cet ke-2, h. 41 Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan financial intermediary, yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya swasta dan pemerintah 5 . Dalam pemberian kredit pada bank konvensional kepada nasabah yang memerlukan pinjaman uang, bank mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut. Akan tetapi, dalam perbankan syariah, meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan, dimana bank meminjamkan sejumlah danauang pada nasabah dengan akad berdasarkan sistem bagi hasil. Sebagai mahkluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan kebutuhan hidup, atau keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa diantara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa menjalankan usaha- usaha produktif, atau memiliki modal besar dan bisa berusaha produktif, tetapi keinginan membantu orang lain yang kurang mampu dengan jalan mengalihkan sebagian modalnya kepada pihak yang memerlukan. Di sisi lain, tidak jarang pula ditemui orang-orang yang memiliki kemampuan dan keahlian berusaha secara produktif, tetapi tidak memiliki atau kekurangan modal usaha. Berdasarkan hal itulah, 5 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, h. 195 sangat diperlukan adanya kerjasama pemilik modal dengan orang-orang yang tidak mempunyai atau kekurangan modal. 6 Dalam hal ini adalah para investor yang menyimpan saving uangnya di suatu lembaga perbankan, kemudian pihak perbankan menyalurkan uang investor tersebut kepada nasabah yang membutuhkan pinjaman, untuk kemudian dikelola dan menghasilkan profit yang berguna untuk semua pihak yang terlibat. Bank menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha atau kegiatan tertentu dari nasabah. Selanjutnya nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank, tapi bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan. Atas penyediaan dana tersebut bank mendapat imbalan atas keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian atas usaha yang dibiayai tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali atas dasar kelalaian nasabah. 7 Pembiayaan yang dimaksud adalah pembiayaan mudharabah yaitu pembiayaan disediakan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan berdasarkan sistem bagi hasil. Pembiayaan mudharabah adalah kerjasama yang dilakukan antara pemilik dana shahibul maal dengan pengusaha mudharib untuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri 6 Helmi, Karim, Fiqh Muamalah Jakarta : PT RjaGrafindo Persada,1997, Ed. 1, Cet ke-2, h. 12 7 Ibrahim, Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jakarta : Kalam Mulia, 1995, cet ke-1, h. 667 pengelolaan bisnis sehari-hari, keuntungan yang diperoleh antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 8 Istilah mudharabah sesungguhnya tidak muncul pada masa Nabi Muhammad saw, tapi jauh sebelum Nabi lahir. Menurut Abraham L. Udovitch, istilah itu muncul sebagai kerjasama bangsa semenanjung Arab yang berkembang dalam konteks perdagangan para kafilah Arab sebelum Islam. 9 Pembiaran Nabi SAW terhadap mudharabah ini mengindasikan bahwa kerja sama dua pihak dengan mempertemukan modal dan usaha merupakan kerjasama yang sangat penting dalam kehidupan manusia. 10 Berdasarkan kenyataan itulah, maka praktik pembiayaan mudharabah dapat dilaksanakan oleh perbankan syariah tanpa mengkhawatirkan adanya sesuatu yang mengandung bathil didalam nya riba. Mudaharabah merupakan suatu akad perjanjian antara bank dengan nasabah, dimana dana yang dikeluarkan semuanya bersumber dari bank, dalam pembiayaan mudharabah terdapat istilah kepercayaan antara bank dengan pengelola, oleh karena itu mudharabah adalah pembiayaan yang cukup rentan dengan risiko, karena dikhawatirkan nasabah pengelola pembiayaan tersebut melakukan suatu kecurangan- kecurangan yang tidak diketahui oleh bank. 8 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta : Ekonisia, 2005, edisi 1, cet ke-2, h. 52 9 Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, Yogyakarta : PSEI, 2003, Cet ke-1, h. 144 10 Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah ;Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, h. 147 Bank merupakan institusi paling rentan terhadap kegagalan, tetapi justru tidak boleh gagal. Kegagalan sebuah bank akan berdampak kepada sistem perbankan dan bahkan sistem perekonomian systemicrisk 11 , akan tetapi, bank sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha return selalu dihadapkan pada risiko. Risiko mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Risiko dapat dikatakan sebagai peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. 12 Untuk itulah manajemen pembiayaan mudharabah bermasalah sangat diperlukan dalam sebuah institusi perbankan. Risiko yang diterima oleh sebuah bank adalah kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa atau serangkaian peristiwa bersifat negatif 13 dan risiko sering diartikan sebagai ketidakpastian uncertainty 14 . Semua orang menyadari bahwa dunia penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, meskipun demikian juga tetap mengandung ketidakpastian di dalamnya, antara lain mengenai kapan, maupun penyebabnya. 11 Robert, Tampubolon, Risk Management : Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif, Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2004, Cet ke 2, h. 7 12 Ferry, N Idroes, Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006, h. 6-7 13 Robert, Tampubolon, Risk Management : Risiko Manajemen Pendekatan Kualitatif, h. 4 14 Hinsa, Siahaan, Manajemen Risiko, Konsep, Kasus, dan Implementasi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007, h. 2 Ketidakpastian mengakibatkan adanya risiko yang merugikan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, lebih-lebih dalam dunia bisnis. 15 Oleh karena itu, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai otoritas dalam perkembangan dan pertumbuhannya, maka sebuah bank harus bisa menganalisa, memprediksi serta mengelola kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu risikokerugian, yaitu dengan membentuk suatu sistem yang bertujuan untuk memenej risiko pembiayaan mudharabah bermasalah. Dari kemampuan manajerial risikopembiayaan bermasalah yang baiklah kerugian dapat diminimalisir bahkan mungkin dapat dihindari agar tidak terjadi di masa yang akan datang. Bank Muamalat Indonesia merupakan bank pertama yang menjalankan prinsip operasionalnya berdasarkan syari’ah, sebagai bank syari’ah pertama, Bank Muamalat juga termasuk bank komersil yang dalam operasinya tidak terlepas dari usaha-usaha mencapai keuntungan yang akan dibagi-bagikan kepada nasabah penabung. Akan tetapi, walaupun dalam operasionalnya Bank Muamalat menjalankan konsep syari’ah, Bank Muamalat juga tidak terlepas dari adanya risiko yang ditimbulkan oleh berbagai pihak, baik pihak intern maupun ekstern yang semuanya itu dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kerugian bagi bank dan nasabah, oleh karena itu, sebagai sebuah bank yang mempunyai otoritas besar dalam pendistribusian dana keuangan masyarakat penabung kepada para defisit unit, maka 15 Soeisno, Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Jakarta : Salemba Empat, 2003, Edisi Revisi, h. 1 Bank Muamalat harus mempunyai suatu sistemalat yang bisa mengantisipasi sebelum terjadinya suatu risiko, terutama risiko pada pembiayaan mudharabah. Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang sering dilakukan oleh Bank Muamalat dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan ia memiliki risiko yang relatif tinggi, diantaranya : side streaming, lalai, kesalahan yang disengaja, dan penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah skripsi yang berjudul MANAJEMEN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERMASALAH. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Bank merupakan suatu lembaga yang sangat berperan penting terhadap perekomomian suatu Negara. Di dalam bank Islam, metode penyaluran dana jauh berbeda dari bank konvensional karena bank Islam tidak mengenal istilah kredit dalam hal penyaluran pinjaman dananya, akan tetapi bank Islam menyebut istilah tersebut sebagai pembiayaan dengan sistem bagi hasil loss and profit sharing. Produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank Islam, khususnya Bank Muamalat banyak macamnya, antara lain seperti pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan musaqahmuzarra’ah dimana keuntungan yang diperoleh berdasarkan sistem bagi hasil. Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pembahasan dan agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi pembahasan pada skripsi ini terbatas pada pembiayaan mudharabah dan cara untuk meminimalisasi pembiayaan mudharabah bermasalah yang dihadapi oleh Bank Muamalat. Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pembukaan pembiayaan mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia ? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ? 3. Bagaimanakah langkah-langkah penyelesaian pembiayaan mudharabah bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian