Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

13 a Untuk mengetahui pengaturan wakaf tanah masyarakat Tionghoa di Kota Medan. b Untuk mengetahui pengelolaan perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa. c Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan. 2. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 dua manfaat yang dapat dihasilkan yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu: a Bersifat teoritis, yakni hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang dapat memberikan andil bagi peningkatan pengetahuan dalam disiplin Ilmu Hukum khususnya dalam hal pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan. b Bersifat Praktis, yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat luas khususnya perwakafan tanah pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Pengelolaan Pewakafan Tanah Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 14

E. Tinjauan Kepustakaan

Bagi negara agraris, seperti halnya negara Indonesia, tanah merupakan barang yang amat vital. Setiap kegiatan yang dilakukan di negara itu, baik oleh seorang warga negara perorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun oleh pemerintah pasti melibatkan soal tanah. Dengan tanah dan diatas tanah itu semua kegiatan phisik dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Pembangunan dilakukan oleh Bangsa Indonesia adalah sebagai upaya mencapai kehidupan yang sejahtera lahir batin dalam suasana masyarakat yang adil dan makmur. Berdasarkan pancasila, sejalan dengan predikat yang telah melekat pada Negara Indonesia yaitu sebagai Negara hukum, maka semua kegiatan pembangunan di dalam negara Indonesia harus didasarkan pada suatu ketentuan hukum. kehadiran hukum memang mutlak diperlukan agar pembangunan itu dapat berjalan lancar dan dapat dihindarkan perbenturan kepentingan, khususnya pembenturan kepentingan dalama soal tanah. 4 Tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan, yang berisi tetap dalam keadaannya. Hampir dapat dikatakan bahwa tanah tidak dapat musnah. Ketiadaan kemungkinan mengerjakan tanah itu, hanya bersifat sementara saja. Kalau air bah sudah surut kembali, muncullah tanah sebagai benda perekonomian yang berangkali malahan lebih subur dan lebih gemuk daripada sebelumnya. 5 Pengertian wakaf menurut hukum adat dapat disebutkan pendapat dari Koesoema Atmadja, wakaf adalah : Suatu perbuatan hukum dengan mana perbuatan suatu barang barang keadaan telah telah dikeluarkan diambil 4 Sudjito, Prona: Persetifikatan Tanah secara Massal dan Penyelesaian Sengketa Tanah yang bersifat Strategis, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1987, hal 1 5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda, Jakarta : Penerbit PT Intermasa,1986, hal 22 15 kegunaannya dalam lalu lintas masyarakat semula, guna kepentingan seseorang orang tertentu atau guna seseorang maksudnya tujuan barang tersebut sudah berada dalam tangan yang mati. 6 Menurut Ter Haar wakaf merupakan suatu perbuatan hukum yang rangkap maksudnya adalah : Perbuatan itu disatu pihak adalah perbuatan mengenai tanah atau benda yang menyebabkan obyek itu mendapat kedudukan hukum yang khusus tetapi dilain pihak seraya itu perbuatan itu menimbulkan suatu badan dalam hukum adat ialah suatu badan hukum yang sanggup ikut serta dalam kehidupan hukum sebagai subyek hukum. 7 Selanjutnya wakaf yang telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia dalam perkembangannya banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan itu disebabkan oleh penyelewengan harta wakaf oleh nadzir atau keturunan nadzir dengan mengaku kepemilikan harta wakaf. Selain itu penyimpangan juga dapat terjadi dalam bentuk penyimpangan kegunaan atau fungsi wakaf. Oleh karena itu pemerintah membuat suatu peraturan tentang wakaf yang bertujuan untuk mengamankan harta wakaf serta mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan wakaf sebagai perwujudan dari melaksanakan ibadah. 8 Sebenarnya perwakafan tanah ini dapat dimasukkan dalam kategori pengasingan tanah land alienation karena pengertian wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentinganna guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum 6 Abdurrahman, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negara kita, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 15 7 Ibid, hal 16 8 Jefri Ira Wansusianto, Problem Tanah Wakaf Masjid Perumahan, melalui http:jefriirawansusianto.blogspot.com201406problema-tanah-wakaf-masjid-perumahan_ 2167.html, diakses tanggal 22 April 2015 16 menurut syariah. Namun dalam kaitannya dengan administrasi pendaftaran tanah, wakaf masuk ke dalam kategori penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan tanah wakaf tersebut melalui keputusan pejabat yang berwenang. 9 Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakaf tanah dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat Tionghua yang penggunaannya Dalam undang-undang RI tentang wakaf diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang berkembang di Indonnesia yang pada umumnya berupa tanah milik, erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Semakin meningkatnya pembangunan di Indonesia, kebutuhan tanah baik untuk memenuhi kebutuhan perumahan perorangan maupun untuk pembangunanpembangunan prasarana umum seperti jalan, pasar, sekolahan, fasilitas olah raga, dan industri meningkat pula. Kondisi yang demikian menyebabkan pemerintah mulai memikirkan usaha-usaha untuk memanfaatkan tanah yang ada secara efisien dan mencegah adanya pemborosan dalam memanfaatkan tanah. Dari data-data tanah menunjukkan bahwa masih ada daerah terdapat peta-peta dengan gambaran tanah terutama di daerah-daerah yang penduduknya padat dan status tanahnya bukan tanah-tanah orangorang yang menggarapnya. 9 Mhd Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2010, hal 266 17 menyimpang dari akad wakaf. Dalam praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris wakaf setelah wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris masyarakat Tionghua. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali. Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh masyarakat Tionghua secara turun temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau keturunan masyarakat Tionghua beranggapan bahwa tanah tersebut milik masyarakat Tionghua sehingga penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat ketidaktahuan ahli waris masyarakat Tionghua. 10

F. Metode Penelitian