84
sertipikat hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Perlindungan hukum terhadap tanah wakaf pada masyarakat Tionghoa di Kota
Medan masih lemah, karena pelaksanaan perwakafan belum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Hal tersebut
terlihat masih banyaknya tanah wakaf yang belum bersertipikat, di mana tujuan Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan hukum tanah wakaf kepada
masyarakat Tionghoa. Terlihat dari masih banyaknya tanah wakaf yang belum bersertipikat, karena sertipikat itu merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat bukti yang kuat.
E. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat Tionghua dalam pelaksanaan
pendaftaran perwakafan tanah milik berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan solusinya
Di Indonesia telah dibentuk seperangkat perundangan tentang perwakafan tanah milik seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
namun masih ada masyarakat yang belum mengetahui, memahami, mentaati, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut, sehingga timbul
permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang timbul antara lain misalnya tanah-tanah wakaf tidak diurus ditelantarkan, tidak dimanfaatkan
difungsikan dan tidak adanya tanda-tanda bukti tanah wakafnya serta tidak didaftarkan sehingga tidak ada catatan yang menerangkan bahwa tanah tersebut
adalah tanah wakaf, kemungkinan lain timbul permasalahan yang berkaitan dengan perwakafan tanah jika tidak memperhatikan dan melaksanakan perwakafan
85
sebagaimana ketentuan atau sayarat-syarat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Dapat dikatakan bahwa UU No. 412004 mengatur substansi yang lebih luas dan luwes bila dibandingkan dengan peraturan Perundang-undangan yang ada
sebelumnya. UU No. 412004 mengatur wakaf dalam lingkup yang lebih luas, tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik. Undangundang ini membagi benda
wakaf menjadi benda tidak bergerak yaitu misalnya hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah serta hak
milik atas rumah susun dan benda bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan , hak atas kekayaan intelektual dan hak sewa. Khusus untuk
benda bergerak berupa uang, UU No. 412004 mengaturnya dalam 4 pasal yaitu Pasal 28 sampai Pasal 31. Hal berbeda berikutnya yang terdapat dalam UU No.
412004 adalah mengenai pengertian sekaligus rukun wakaf. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada akan adanya wakaf. Apabila tidak ada salah satu dari rukun maka
wakaf tidak akan pernah ada. Keberadaan rukun bersifat kumulatif artinya tidak ada salah satu dari rukun berakibat wakaf tidak sah.
113
Di samping permasalahan ideologi, penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 juga mendapat hambatan karena benda wakaf tersebut tidak memiliki
kepastian hukum, khususnya harta wakaf tanah yang tidak mempunyai persyaratan. Di samping itu permasalahan nadzir wakaf yang masih tradisional-
konsumtif menjadi hambatan riil dalam penerapan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut. Artinya, ketradisionalan nadzir dipengaruhi diantaranya
113
http:jefriirawansusianto.blogspot.com201406problema-tanah-wakaf-masjid- perumahan_2167.html, diakses tanggal 23 April 2015
86
oleh: pemahaman tentang wakaf dan rendahnya kualitas sumber daya manusia SDM.
Tentang tanah milik wakaf yang tidak dapat beralih dan dialihkan serta tidak dapat dijadikan obyek hak tanggungan tersebut, sejalan dengan ketentuan
Pasal 40 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 yang mengatur bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan fidusia, disita,
dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Pasal 41 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan apabila
tanah yang sudah diwakafkan akan digunakan untuk kepentingan umum, maka benda wakaf tersebut dapat dirubah statusnya, namun harus memperoleh ijin
tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia, wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukarnya sekurang-kurangnya sama
dengan harta benda wakaf semula. Pada Pasal 43 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 diatur bahwa dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf, nazir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf, kecuali atas izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
Kendala di dalam persertifikatan tanah wakaf umumnya berkisar pada
masalah biaya, yang juga pernah dialami oleh masyarakat Tionghua di Kota
Medan. Sehubungan dengan hal tersebut, belum pernah dilaksanakannya, khususnya masyarakat Tionghoa. Beberapa faktor penyebab tanah wakaf belum
didaftarkan adalah : kurangnya pemahaman dari masyarakat Tionghoa terhadap berbagai peraturan yang menyangkut tata caraprosedur pendaftaran tanah,
sebagian surat-surat bukti hak tentang tanah itu tidak ada lagi, kurangnya tenaga khusus untuk menekuni bidang pendaftaran tanah, adanya anggapan sementara
87
bahwa tanpa sertifikat pun kedudukan tanah cukup kuat, atau kepastian hukumnya terjamin dan masalah biaya pengurusan dan pendaftaran tanah.
114
a. Setelah masyarakat Tionghua yang mewakafkan tanahnya meninggal
dunia, ahli waris dari masyarakat Tionghua tidak sesegera mungkin menyerahkan berkasberkas tentang perwakafan tanah yang dimiliki oleh
ahli waris masyarakat Tionghua tersebut ke pihak pejabat pembuat akta ikrar wakaf PPAIW. Sehingga mereka tidak melakukan AIW Akta Ikrar
Wakaf, dengan anggapan bahwa tanah yang sudah diwakafkan hubungannya adalah dengan Allah SWT sehingga tidak mungkin
diselewengkan, oleh karenanya dianggap bukti tertulis mengenai perwakafan tanah tersebut tidak diperlukan lagi dalam hal ini.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam perwakafan tanah pada masyarakat
Tionghua di Kota Medan yaitu :
1. Kendala yang berkaitan atau ditinjau dari segi wakif
b. Disini terjadi ketidaksesuaian kehendak masyarakat Tionghua, misalnya
masyarakat Tionghua menginginkan pergelolaan wakaf seperti ini, sedangkan pihak masyarakat menghendaki masyarakat Tionghua
melakukan pengelolaan dengan cara yang berbeda dengan kehendak Tionghoa. Sehingga atas dasar hal tersebut masyarakat Tionghua kemudian
tetap menguasai bukti tertulis surat menyurat atas perwakafan tanah itu. c.
Adanya seorang Tionghoa yang telah meninggal dunia, kemudian digantikan oleh ahli warisnya tetapi tidak segera melakukan perubahan
114
Adijani Al-alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, Cetakan Pertama, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,1989, hal 101
88
dalam sertifikasi wakaf, sehingga kemudian dianggap tanah wakaf tersebut sebagai waris turun temurun.
2. Kendala yang berkaitan dengan pensertifikatan tanah wakaf
Masyarakat Tionghua di Kota Medan, banyak tanah wakaf + 500 bidang
tanah wakaf yang sampai saat ini belum tersertifikatkan dan bahkan belum melakukan Akta Ikrar Wakaf AIW ke Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
PPAIW dikarenakan tidak ada dana dalam proses sertifikasi tanah itu sendiri untuk tanah yang berlum bersertifikat sebelum menjadi tanah wakaf.
Masyarakat Tionghua di Kota Medan, tanah yang diwakafkan rata-rata
belum bersertifikat. Hal ini banyak terjadi pada wakaf yang digunakan untuk tempat ibadah, makam dan sebagainya. Para masyarakat Tionghua yang diserahi
tugas untuk mensertifikatkan tanah wakaf tersebut tidak mempunyai biaya untuk pensertifikatannya, sedangkan di pihak masyarakat Tionghua sendiri beranggapan
bahwa dengan mereka menyerahkan tanahnya untuk wakaf kepada masyarakat Tionghua, maka kewajiban untuk menyertifikatkan tanah wakaf tersebut adalah
menjadi kewajiban masyarakat Tionghua. Dalam hal ini terjadi benturan tugas antara Departemen Agama dengan
pihak masyarakat Tionghua. Karena selain faktor tidak adanya biaya, juga pemikiran dari Tionghua bahwa tanah wakaf tersebut tanpa pensertifikatan sudah
tidak menjadi masalah, yang terpenting telah dilakukan Akta Ikrar Wakaf AIW. Sedangkan dari pihak Kantor Departemen Agama, terdapat aturan begitu sudah
dilakukan Akta Ikrar Wakaf AIW seharusnya diteruskan untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan untuk proses pensertifikatan tanah wakafnya. Ketentuan ini
berdasarkan pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang
89
menyebutkan bahwa : ”PPAIW atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak akta ikrar
ditandatangani”. Akhirnya wakif banyak yang tidak melakukan Akta Ikrar Wakaf
AIW tanah wakaf yang sudah ada Masyarakat Tionghua di Kota Medan ke
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW karena pengertian mereka, begitu dilakukan Akta Ikrar Wakaf AIW harus langsung di sertifikatkan yang berarti
masih harus keluar uang lagi. Tanah wakaf yang telah bersertifikat, dalam proses pensertifikatan tanah wakafnya tidak dipungut biaya oleh pemerintah.
3. Kendala dari segi kemampuan Nadzir
Merupakan kendala yang paling ekstrim Masyarakat Tionghua di Kota
Medan, pada umumnya masyarakat Tionghua tidak maksimal mengelola tanah- tanah wakaf itu sendiri, karena kebanyakan kemampuanfaham masyarakat yang
ada, konotasi masyarakat secara umum wakaf identik dengan tempat ibadah, padahal dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf
tidak hanya ditujukan sebagai tempat ibadah saja, tetapi lebih mengarah ke pemberdayaan wakaf produktif untuk pengembangan ekonomi umat. Sebagai
contoh, ada masjid di pinggir jalan raya yang merupakan tanah wakaf masjidnya
dibangun oleh masyarakat Tionghua di Kota Medan. Kemudian pemerintah punya
program wakaf tersebut akan ditingkatkan menjadi wakaf terpadu, misalnya akan dibangun swalayan dan sebagainya, pasti hal itu tidak akan diperbolehkan. Padahal
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 hal tersebut sangat diharapkan yaitu pemanfaatan wakaf secara maksimum.
4. Kendala dari segi pihak-pihak yang berada di pemerintahan itu sendiri utamanya dari pihak Kantor Pertanahan
90
Di Kantor Pertanahan sendiri sama sekali tidak ada toleransi untuk tanah
wakaf masyarakat Tionghua di Kota Medan, sehingga dalam hal ini harus tetap
diproses seperti tanah biasa meskipun sudah ada AIW nya. 5. Kendala dari segi kesadaran masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan pengelolaan perwakafan secara transparan atau terbuka yang bisa mendatangkan masukan dari
masyarakat secara luas. Dari pihak Departemen Agama juga kekurangan tenaga penyuluh ke masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah perwakafan.
Kendala yang dihadapi sifatnya hampir permanen, karena kewenangan Departemen Agama hanya sebatas administrasidokumentasi. Jadi selama tanah
wakaf itu tetap dipergunakan sebagaimana tujuannya, maka Departemen Agama tidak dapat melakukan interverensi karena tidak memiliki kewenangan untuk
masuk secara langsung dalam perwakafan tanah tersebut atau dalam hal pengelolaannya, yang menjadi pokok akar permasalahannya ada masyarakat
Tionghua sebagai pengelola tanah wakaf. Departemen Agama baru dapat melakukan kewenangannya apabila ada laporan dari masyarakat. Sedangkan
penyuluhan disini hanya sebatas himbauan kepada masyarakat mengenai perwakafan itu sendiri.
Adapun solusi yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu :
a. Perlu adanya kebijaksanaan dari pemerintah baik dari segi bantuan biaya
sertifikasi tanah wakaf, juga dalam pengelolaan tanah-tanah wakaf, karena seandainya pemerintah mau mengelola harta-harta wakaf secara baik
maksimal, didanai, maka akan dapat meningkatkan ekonomi umat secara maksimal.
91
b. Pemanfaatan dan pemberdayaan tanah wakaf secara produktif, disamping
pengamanan di bidang hukum pensertifikatan tanah wakaf, pengamanan dalam bidang peruntukan dan pengembangannya harus juga dilakukan.
Sehingga antara perlindungan hukum dengan aspek hakikat tanah wakaf yang memiliki fungsi sosial menemukan fungsinya.
c. Mendorong secara lebih luas kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap
pentingnya harta wakaf di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Melalui upaya sosialisasi wakaf diharapkan masyarakat semakin mengerti mengenai
pentingnya pelaksanaan ibadah wakaf untuk kepentingan masyarakat banyak.
F. Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap tanah Wakaf pada