59
Pada saat sekarang lebih banyak orang Tionghoa menggunakan kremasi kemudian abunya di masukkan kedalam potguci yang disusun agar kemudian hari
di sembayangziarah oleh keluarganya. Kremasi juga menggunakan biaya sekitar 1.2 juta tetapi jika seseorang yang meninggal dari keluarga yang tidak mampu
maka yayasan akan membantu beberapa yang bisa mereka bayar sebagai suatu syarat. Tempat abunya juga menggunakan biaya 2.8 juta dan apabila keluarga yang
tidak mampu yayasan juta membantu dengan syarat menunjukkan surat keterangan miskin kemudian yayasan akan membantu dari kremasi, tempat, guci, batu nisan.
Untuk keluarga yang mampu maka mereka sendiri yang memilih tempatnya di blok sesuai dengan keinginan. Harga dari pemilihan tempat memiliki beragam
harga seperti 10 jutaan, 20 jutaan dan 30 jutaan dengan harapan agar harga yang dibayar dapat membantu orang-orang yang tidak mampu dan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh yayasan seperti uang listrik, uang air, uang gaji anggota dan biaya-biaya lain, uang yang lebih akan digunakan untuk perbaikan yang rusak,
renovasi, perluasan lahan, teknologi sampai saat ini juga banyak donatur yang membantu.
B. Pemanfaatan Pengelolaan Wakaf
pada
Masyarakat Tionghoa Suatu kenyataan yang dilihat bahwa pemanfaatan pengelolaan wakaf
masyarakat Tionghoa umumnya berupa Masjid, Sekolah, Kuburan, rumah yatim piatu dan lain-lain. Dilihat secara sepintas, tampaknya wakaf berperan dalam
mewujudkan kesejahteraan umat. Hal ini mudah dipahami karena kebanyakan wakaf yang ada maksimal dalam pengelolaannya dan kadangkala tanah yang
diwakafkan juga sulit untuk dikembangkan secara produktif. Kondisi ini
60
disebabkan oleh keadaan tanah wakaf yang sempit dan hanya cukup dipergunakan untuk tujuan wakaf yang diikrarkan seperti untuk mendirikan masjid. Jika
teradapat tanah wakaf yang cukup luas dan memungkinkan untuk dikelola secara produktif, sebagai contoh tanah wakaf yang ada dapat didirikan gedung pertemuan
yang memungkinkan untuk disewakan, sehingga menghasilkan dana. Akan tetapi karena pihak yayasan pada masyarakat Tionghoa kreatif tanah yang
memungkinkan dapat dikelola secara produktif itu akhirnya diamanfaatkan sama sekali, bahkan perawatannyapun harus dicarikan sumbangan dari masyarakat atau
yayasan. Praktek wakaf yang dilaksanakan di Indonesia masih dilakukan dengan
cara konvensional yang memungkinkan rentan terhadap berbagai masalah dan tidak sedikit berakhir di pengadilan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya
penyimpangan terhadap benda-benda wakaf yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, dan juga sudah menjadi suatu rahasia umum ada benda
wakaf yang diperjual belikan. Keadaan ini tidak hanya memperburuk kepada perkembangan wakaf di Indonesia, tetapi merusak nilai-nilai luhur masyarakat
Tionghoa yang semestinya harus dijaga kelestariaannya. Menyadari tentang keadaan ini, para pihak yang berwenang telah memberlakukan beberapa peraturan
tentang wakaf untuk dilaksanakan dalam pengelolaan harta wakaf masyarakat Tionghoa.
Hasil pengelolaan wakaf bisa dimanfaatkan berbagai lapisan masyarakat, tanpa batasan golongan, untuk kesejahteraan sosial, pemberdayaan, dan
membangun peradaban umat. Karena itu, keutamaan wakaf terletak pada hartanya yang utuh atau kekal, dan manfaatnya yang terus berlipat dan mengalir abadi.
61
Karena itu, pahala wakaf tidak akan terputus meski orang yang berwakaf sudah tutup usia.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diharapkan pengelolaan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara
lain dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Tionghua, baik bagi kelompok, organisasi maupun badan hukum yang mengelola harta benda wakaf.
Pengelolaan wakaf masyarakat Tionghoa sudah dilakukan dengan manajemen yang baik, wakaf tidak lagi berfokus kepada sarana peribadatan, namun ruang
lingkupnya sudah diperluas yakni seluruh harta kekayaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang berwujud maupun yang tidak berwujud, juga
sudah dikenal dengan wakaf uang, logam mulia, surat berharga, hak kekayaan intelektual, hak sewa, hak pakai dan sejenisnya dan pengelola dengan pengawasan
yang cukup ketat. Masyarakat Tionghoa menemukan banyak aset tanah wakaf yang terlantar
dan tidak diproduktifkan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam undang- undang. Masyarakat Tionghoa memahami bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas
untuk kepentingan peribadatan dan hal yang lazim dilaksanakan masyarakat Tionghoa seperti tercermin dalam pembentukan mesjid, sekolah, kuburan dan lain-
lain, sebagaimana telah disebutkan di atas. Peruntukan yang lain yang lebih menjamin produktivitas dan kesejahteraan umat nampaknya masih belum diterima
sebagai bagian dalam wakaf.
62
C. Pengelolaan Perwakafan tanah pada Masyarakat Tionghoa