BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Dakwah, dan menjadi kewajiban kaum Muslimin secara pribadi organisasi untuk mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan
bagi kesempurnaan pelaksanaannya. Suatu kewajiban tidak bisa sempurna pelaksanaannya kecuali ada kelengkapan dan sarana. Dakwah Islam adalah
perjuangan yang besar dan berat, karena merupakan pembangunan umat yang menyeluruh di segala bidang dan lapangan kehidupan. Oleh karenanya, dalam
melaksanakan Dakwah memerlukan berbagai bahan dan persiapan yang cukup banyak sebagai sarana dan dapat mengantar perjuangan umat sampai kepada
tujuannya. Dakwah merupakan usaha membumikan dan menyebarluaskan ajaran Islam di tengah-tengah umat manusia, dalam rangka menuntun manusia untuk
senantiasa menjalankan segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh ajaran Islam dalam segala lapangan kehidupan sebagai bentuk ketundukan dan
kepatuhan kepada Allah SWT. Di berbagai negara, apalagi yang mayoritas penduduknya muslim, jumlah
Masjid mengalami pertambahan yang amat pesat. Pertambahan jumlah mesjid merupakan sesuatu yang harus kita syukuri, apalagi ini bertanda bahwa eksistensi
Islam dan umatnya, khususnya negeri kita masih kuat. Namun sebagai muslim yang baik, kita tdak boleh puas hanya karena Masjid dan musholla kian
1
bertambah banyak, hal ni karena apabila kita lihat dari sisi lain yakni menilai sejauh mana fungsi masjid yang telah terwujud sekarang ini, yang seharusnya kita
merasa prihatin melihat kenyataan sebagian besar dari masjid-masjid kita yang belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Secara teoritis
konseptual, Masjid
adalah pusat kebudayaan umat islam. Di tempat suci inilah, syiar keislaman yang meliputi aspek duniawi dan ukhrawi,
material spiritual dimulai, karena setelah Nabi Muhammad SAW Hijrah ke Madinah, beliau berusaha bersama Muhajirin lainnya dengan masyarakat
setempat kaum Anshor membangun masjid supaya orang islam berkumpul untuk melaksanakan shalat lima waktu.
1
Selain berfungsi sebagai tempat ibadah ritual, masjid menurut Ulama terkemuka, Syaikh Yusuf Qardhawi
2
, Masjid juga berfungsi sebagai tempat sosial kemasyarakatan seperti bersillaturahmi untuk
memperkuat ikatan persaudaraan, tempat menimba ilmu, tempat pengumpulan dana zakat, infak dan sedekah, tempat penyelesaian sengketa, lembaga solidaritas
dan bantuan kemanusiaan, tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pemimpin umat, tempat membina keutuhan jamaah, dan tempat bergotong royong
di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Akan tetapi, fungsi strategis diatas, belakangan ini ternyata sudah banyak mengalami pergeseran.
Bahkan, ada kecenderungan umum bahwa masjid lebih difungsikan dari aspek sakralnya saja, yakni seremonial. Sebaliknya fungsi-fungsi sosialnya justru
1
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, h.29
2
Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid Jakarta: Pustaka Intermasa, 2007, Cet.Ke-1, h.7
2
kurang mendapat proritas. Kondisi inilah yang diprediksi menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya kemajuan umat islam dan rapuhnya kesatuan umat
islam. Selain itu, barang kali pula, yang menjadi salah satu faktor penyebab mundurnya peradaban dari umat islam.
3
Sayangnya, banyak di antara Masjid yang masih memfungsikan Masjid sebagai ritual ibadah semata, tidak menjadikan
Masjid sebagaimana mestinya, tentu hal ini akan menjadi mimpi belaka saat mengelola Masjid tanpa di iringi Manajemen yang professional, karena Masjid
dipandang sebagai bangunan yang Megah semata, namun perlu untuk dimakmurkan oleh seluruh komponen pengurus masjid dan jamaah. Maka
dalam hal ini masjid harus berperan sebagai wadah pemersatu yang memperkokoh persatuan dan kesatuan masyarakat atas dasar persamaan agama.
Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan mutu atau kualitas kegiatan masjid khususnya kegiatan pembinaan umat melalui berbagai kegiatan dakwah.
4
Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 18:
☺ ☺
☺
3
Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid, h.8
4
Nana Rukmana D.W., Masjid dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002, Cet.1, h.1
3
Artinya : “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” Q.S. at Taubah: 18
Masjid bukan hanya sekedar tempat sujud dan sarana penyucian tetapi masjid berarti juga tempat melaksanakan segala aktifitas manusia yang mencerminkan
kepatuhan pada Allah SWT. Masjid tempat berkumpulnya orang-orang untuk menjalankan ibadah energi spiritual yang menjadi modal membangun perubahan.
Manusia yang datang ke masjid dengan niat yang ikhlas pastilah menginginkan spiritualitas dirinya menuju cita-cita menjadi shaleh. Keluaran dari proses ini jelas
akan menghasilkan keshalehan sosial yang mampu mendobrak kebekuan umat. Dewasa ini Umat Islam terus menerus mengupayakan pembangunan Masjid,
baik di kota-kota besar, kota kecil maupun pelosok pedesaan, bahkan hampir di setiap lingkungan perkantoran, di kampus-kampus, di lingkungan pusat kegiatan
ekonomi, baik di kantor-kantor pemerintah maupun kantor-kantor swasta berdiri dengan megah masjid-masjid dengan berbagai bentuk dan gaya arsitektur.
5
Begitupun juga Masjid dibangun di dalam Mall atau Pusat Perbelanjaan, dalam hal ini banyak sekali bangunan Mall yang sudah menjajahi negara ini
secara tidak langsung, ini berarti membuktikan bahwa semakin banyak penduduk yang membutuhkan keperluan masing-masing yang mengarah gaya hidup yang
konsumtif. Mall atau Pusat Perbelanjaan baru saat ini berlomba untuk menyajikan
5
Nana Rukmana D.W., Masjid dan Dakwah, h. 2
4
pesona untuk menarik pengunjungnya dengan memperindah bangunannya, ataupun memberikan berbagai fasilitas bagi pengunjungnya, mulai dari lapangan
parkir yang luas ada yang gratis pula, toilet yang nyaman dan gratis, kendaraan antar jemput ke dalam mall, mendatangkan artis terkenal bahkan disediakan ruang
menyusui. Tetapi, Melihat Realita yang ada saat ini dari semua fasilitas yang ada dalam Mall atau Pusat Perbelanjaan di Jakarta pada khususnya, pihak mall sangat
mengeyampingkan kenyamanan kita dalam beribadah yaitu keberadaan atau penyediaan tempat beribadah yaitu Masjid atau Mushollah.
Mengapa Negara yang berpenduduk muslim terbesar, memiliki Mall atau Pusat Perbelanjaan yang Masjidnya sangat kecil, kebanyakan Masjid di dalam
mall dengan istilah menyedihkan. Mall-mallnya megah, tetapi Masjidnya selalu ditempatkan diarea parkir, terkesan yang penting ada. Kebanyakan bentuknya
sempit, panas, bau dan letaknya jauh di basemen ataupun dekat tangga darurat. Jamaah yang ingin sholat mesti antri berdesakan dan harus segera pergi bila sudah
selesai sholat, jangan harap ada waktu untuk dapat berdoa dengan khusu’. Pengelola mal masih beranggapan bahwa keberadaan mushola belum
menjadikan nilai tambah untuk mal tersebut. Pengelola mal masih berpikir ala kapitalis, hanya memikirkan keuntungan materi belaka. Ketika pengelola mall
membangun arena parkir luas, menampung ratusan mobil, mereka hanya menyediakan mushala seukuran parkir empat buah mobil, sehingga antrian untuk
shalat pun menjadi panjang. Usai salam tanpa sempat berdoa sudah harus diganti
5
jamaah lain. Mall yang buka 12 jam, mulai pukul 10.00-22.00, tentu melalui waktu shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Dzuhur dan Isya waktunya cukup
panjang. Tapi, Ashar dan Maghrib yang waktunya sempit, Apa harus dijamak setiap berada di mall?
6
Belanja, Itulah alasan banyak orang yang mengunjungi mall. Tapi, belanja bukan satu-satunya alasan. Ada pula yang motif utamanya rekreasi: berkumpul,
cuci mata, dan lain-lain kendati untuk menikmati gaya hidup itu tak sedikit yang menebusnya dengan rupiah, misalnya membeli soft drink atau juice di food court.
Mall saat ini telah menjadi ruang untuk beragam ekspresi masyrakat perkotaan, bukan hanya tempat belanja, makan, atau kumpul-kumpul. Mall telah menjadi
ruang publik paling nyaman. Dengan hal ini mestinya Mall atau Pusat Perbelanjaan yang gemerlap tak
sekedar menjadi ruang ekspresi duniawi, tetapi juga memfasilitasi ekspresi ‘masa depan’ sebagai hamba Allah. “ Untuk itulah peran ruang kecil yang biasa disebut
mushalah sebagai sarana ekspresi keimanan sangat dibutuhkan. Itu untuk menjaga hubungan vertical dengan pemilik alam semesta.”
7
Belanja maupun rekreasi di pasar modern yang menyediakan aneka kebutuhan dalam balutan suasana nyaman, kerap melenakan. Sedang asyik memilah dan
memilih barang, jalan-jalan dan sedang ngobrol bersama kerabat atau teman kita,
6
Citizen Journalism, Mushala Kecil Nan Menyedihkan Apa Kata Dunia?, Jakarta: Replubika, 2007, h. A2
7
Citizen Journalism, Mushala di Mal, Belanja Rekreasi Shalat Yes, Jakarta: Replubika, 2007, h. A3
6
jarum jam berputar cepat. Saat sadar, waktu shalat hampir habis terutama shalat maghrib. Mencari tempat shalat di luar mall jelas butuh waktu dan energi. Karena
ruang sebuah mall laksana menggecetkan waktu dan memacunya untuk berlari. Oleh karena itu, mushalah di Mall atau Pusat Perbelanjaan amat diperlukan.
Mushalah nyaman tak sekedar layak perlu disediakan disetiap lantai agar memudahkan pengunjung dalam beribadah sehingga tidak perlu adanya antrian.
Hampir setiap orang sudah terbiasa dengan hiruk pikuk suasana di pasar. Begitu pula dengan Pusat Perbelanjaan Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Aktivitas transaksi jual beli di pusat grosir terbesar di Asia Tenggara ini berlangsung dari pagi hingga menjelang malam. Ribuan orang, dari berbagai suku
bangsa dan warna kulit, hilir mudik melakukan perniagaan. Tempat ini hampir tak pernah sepi dari ribuan manusia setiap harinya. Begitulah kondisi sebuah pasar.
Namun, bila diperhatikan secara saksama, ada beberapa perbedaan yang cukup mencolok antara Pasar Tanah Abang dibandingkan pasar lainnya, apalagi dengan
pasar tradisional. Di tempat ini, kebersihan cukup terjaga kendati dipenuhi berbagai macam barang dagangan. Satu hal lagi, termasuk yang membedakannya
dengan pusat perbelanjaan lainnya, adalah keberadaan tempat ibadah masjid atau mushala. Biasanya, di pasar tradisional, lokasi masjid atau mushala ditempatkan
di bagian sudut. Di mal-mal, pada umumnya, masjid atau mushala ditempatkan di pojok ruangan sempit, di basement lantai dasar, atau di parkiran. Hal tersebut
berbeda dengan Blok A Pasar Tanah Abang. Masjid di lokasi ini justru
7
8 ditempatkan di bagian paling atas gedung pasar, yakni di lantai 14 sehingga relatif
bisa membuat Ibadah menjadi nyaman. Berdasarkan Latar Belakang dan fenomena kondisi Masjid pada Mall atau
Pusat Perbelanjaan di Jakarta sekarang ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keberadaan Masjid yang ada di Pusat Perbelanjaan Grosir
Tanah Abang. Maka penulis memilih Judul “ Manajemen Masjid Pasar Tanah Abang Blok A dalam Meningkatkan Aktivitas Keagamaan Pedagang Di
Pusat Perbelanjaan Grosir Tanah Abang, Jakarta Pusat “.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah