Jaksa Penuntut Umum dalam rangka mempersiapkan surat dakwaan, diberikan kewenangan mengadakan prapenuntutan dalam arti melakukan peneltian terhadap
berkas perkara yang diterimanya dari penyidik serta memberi petunjuk-petunjuk kepada penyidik, dengan perkataan lain, hasil penyidikan adalah dasar dalam
pembuatan dalam surat dakwaan. Rumusan-rumusan dalam surat dakwaan pada hakikatnya tidak lain dari pada hasil penyidikan. Keberhasilan penyidikan sangat
menentukan bagi keberhasilan penuntutan.
2. Resume Isi Surat Dakwaan Penuntut Umum Register Perkara Nomor:
PDS-01JKT.PST032006 Tertanggal 06 Maret 2006, Terdakwa Didakwa Telah Melakukan Tindak Pidana Sebagai Berikut:
DAKWAAN KESATU:
Bahwa ia terdakwa Darianus Lungguk Sitorus, untuk dan atas namanya sendiri dan atau untuk dan atas nama perusahaan miliknya atau perusahaan milik
keluarganya yaitu PT.Torganda, dan atau untuk dan atas nama Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, pada waktu yang tidak dapat ditentukan lagi antara
bulan April tahun 1998 sampai dengan tanggal 15 Augustus 1999, bertempat di hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawasan Kecamatan Simangambat,
Kabupaten Tapanuli Selatan atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, yang berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA003SKI2006, tanggal 05 Januari 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunjuk untuk memeriksa dan
mengadilinya, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, sehingga perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus melanggar ketentuan sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat1 Sub a jo Pasal 28 jo Pasal 34 c Undang-Undang No.3 Tahun 1971 jo Pasal 43 A Undang-Undang No.31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 ayat1 KUHP.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Hukum Dakwaan Kesatu, Jaksa Penuntut Umum semestinya dalam
meletakkan posisi terdakwa dalam Surat Dakwaan tersebut pertama sekali Jaksa Penuntut Umum harus menguraikan tentang posisi terdakwa sebagai pemilik
Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan atau hanya sebagai anggota dari Koperasi Kelapa Sawit Bukit Harapan, bukan meletakkan kalimat ”atau” dalam
menentukan posisi terdakwa. Kalimat ”atau” yang digunakan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan
posisi terdakwa memiliki makna yang sangat berarti, yang mana maknanya adalah ”pilihan”, sehingga dapat menimbulkan makna bahwasanya Jaksa Penuntut Umum
ragu-ragu serta tidak mempunyai kepastian tentang siapa pelaku yang sebenarnya. Akan tetapi, apabila Jaksa Penuntut Umum ingin mengetahui siapa yang pantas
untuk ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana tersebut, maka Jaksa Penuntut Umum tidak memakai kalimat ”atau” serta Jaksa Langsung membuat secara jelas
posisi terdakwa sebagai pelaku tindak pidana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Selain tentang posisi terdakwa, uraian secara cermat tentang duduk perkara
tindak pidana tersebut sama sekali tidak terdapat unsur-unsur baik itu dilihat dari segi alat-alat bukti surat yang dikeluarkan oleh pemerintah yang diajukan Jaksa
Penuntut Umum ke muka persidangan maupun dari alat-alat bukti lain yang mengarah kepada tindak pidana korupsi. Didalam Undang-Undang No.31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam BAB IV Pasal 28 Yang menyatakan Bahwa:” Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib
memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau
Universitas Sumatera Utara
diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang dilakukan dengan tersangka”, isi dari Pasal 28 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sama sekali tidak peroleh Jaksa Penuntut Umum untuk dapat membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang
didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama dan dakwaan kedua, serta pemilihan dari segi bentuk surat dakwaannya, yang mana dalam hal ini, Jaksa
Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan mengunakan surat dakwaan dalam bentuk campurangabungan, surat dakwaan campurangabungan yang digunakan
Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak tepat penggunaannya, melainkan Jaksa Penuntut Umum mengunakan bentuk surat dakwaan alternatif jikalau masih
terdapat keragu-raguan dalam mendakwa terdakwa. Alasan Jaksa Penuntut Umum menggunakan Dakwaan dalam bentuk alternatif untuk mendakwa terdakwa
disebabkan didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum lebih mengarah kepada 2dua tindak pidana yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan,
maka dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum dapat memilih perbuatan terdakwa mana yang harus dibuktikan terlebih dahulu, serta surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum
terdapat dugaan tindak pidana korupsi maka berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan
bahwa” Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna
penyelesaian secepatnya”, maka oleh karena itu, dengan menggunakan dakwaan alternatif Jaksa Penuntut Umum dengan mudah memilih dugaan tindak pidana
korupsi untuk dilakukan penuntutan terlebih dahulu. Penuntutan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana korupsi diatur didalam Pasal 51 ayat1, ayat2, dan ayat 3 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan KorupsiKPK
33
, akan tetapi terhadap perkara atas nama terdakwa Darianus Lungguk Sitorus yang menjadi penuntut umum adalah Jaksa
Penuntut Umum yang tidak dilakukan pengangkatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, serta apabila dalam perkara pidana atas nama terdakwa Darianus Lungguk
Sitorus terdapat dugaan tindak pidana korupsi, walaupun proses penyidikan dari awal dilakukan oleh pihak kepolisian, sampai penuntutan yang dilakukan oleh
aparatur kejaksaan. Pasal 50 ayat1 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa” dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan,
sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal dimulai penyidikan”
34
.
33
Pasal 51 ayat1, 2, 3 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
34
Pasal 50 ayat1 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
Universitas Sumatera Utara
Kenyataannya penyelesaian perkara pidana ini tidak di beritahukan dan diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diselesaikan menurut
ketentuan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1
ayat1 Sub a jo Pasal 28 jo Pasal 34 c Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak dapat dipergunakan dalam
mendakwa terdakwa pada dakwaan pertama, hal ini di sebabkan telah diterbitkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi
sebagai pengganti dari Undang-Undang No.3 Tahun 1971 yang lama sesuai dengan Asas Lex Posterior Legi Anteriori Undang-undang yang baru dapat
mengeyampingkan Undang-undang yang lama. Pasal 43 A Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mana, Pasal 43 A tersebut terdapat dalam Ketentuan Peralihan, serta
didalamnya terdiri dari 3tiga ayat, akan tetapi, didalam Dakwaan Kesatu Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak masukkan salah satu ayat dari Pasal 43 A
tersebut, sehingga Jaksa Penuntut Umum ragu-ragu untuk menentukan ayat dalam Pasal 43 A tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang menyatakan ” Pegawai Negeri meliputi:
a. Pegawai Negeri sebagaimana Undang-undang tentang kepegawaian.
b. Pegawai Negeri yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah.
Universitas Sumatera Utara
d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan Negara atau daerah, atau e.
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa : ” Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
dan perekonomian Negara.
DAN DAKWAAN KEDUA
Bahwa ia terdakwa Darianus Lungguk Sitorus, untuk dan atas namanya sendiri dan atau untuk dan atas nama perusahaan miliknya atau perusahaan milik
keluarganya yaitu PT.Torganda, dan atau untuk dan atas nama Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, pada waktu yang tidak dapat ditentukan lagi antara
bulan April tahun 1998 sampai dengan tanggal 15 Augustus 1999, bertempat di hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawasan Kecamatan Simangambat,
Kabupaten Tapanuli Selatan atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, yang berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA003SKI2006, tanggal 05 Januari 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunjuk untuk memeriksa dan
mengadilinya, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, sehingga perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus melanggar ketentuan sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat1 jo Pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat1 Ke-1 jo Pasal 64 ayat1
KUHP.
Analisis Hukum Dakwaan Kedua, Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun
redaksi kalimat mengenai ancaman pidana pada dakwaan kedua Pasal 2 ayat1 jo
Universitas Sumatera Utara
Pasal 18 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sangat membingungkan serta tidak dapat di mengerti maksud dari kalimat tersebut. Sebab
didalam kalimat tersebut terdapat kata ” Sebagaimana diubah dan ditambah dengan”, akibatnya dengan digunakannya kata tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum
dalam mendakwa terdakwa akan mengalami suatu kekaburan serta ketidak jelasan makna dari dakwaan itu, akan tetapi, Jaksa Penuntut Umum seharusnya tidak
mengunakan kata-kata tersebut, melainkan Jaksa Penuntut Umum mengunakan kata ”atau” berarti ”Pilihan”.
Jaksa Penuntut Umum dalam meletakkan Pasal 2 ayat1 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tidak tepat, karena apabila Jaksa Penuntut Umum ingin
meletakan pasal tersebut, maka Jaksa Penuntut Umum pertama sekali harus mengetahui makna yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No.31
Tahun 1999 setelah itu, Jaksa Penuntut Umum harus mengetahui makna dari Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999, sehingga akibat dari perbuatan Jaksa
Penuntut Umum yang kurang teliti serta tidak cermat dalam menguraikan, menyusun pasal dalam dakwaan pertama pada surat dakwaan dapat mengalami
pembatalan surat dakwaan karena sudah tidak terpenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a, b KUHAP.
ATAU DAKWAAN KETIGA
Bahwa ia terdakwa Darianus Lungguk Sitorus, untuk dan atas namanya sendiri dan atau untuk dan atas nama perusahaan miliknya atau perusahaan milik
Universitas Sumatera Utara
keluarganya yaitu PT.Torganda, dan atau untuk dan atas nama Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan pada waktu yang tidak dapat ditentukan lagi antara
bulan April tahun 1998 sampai dengan tanggal 15 Augustus 1999, bertempat di hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawasan Kecamatan Simangambat,
Kabupaten Tapanuli Selatan atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, yang berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA003SKI2006, tanggal 05 Januari 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunjuk untuk memeriksa dan
mengadilinya, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, dengan sengaja mengerjakan atau menduduki kawasan hutan dan hutan cadangan tanpa ijin Menteri.
Namun terdakwa Darianus Lungguk Sitorus dan Latong S serta Ir.Yonggi Sitorus tetap menduduki menguasai dan mengerjakan merubah fungsi dan
peruntukan hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawas menjadi areal perkebunan Kelapa Sawit.
Perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat1 jo Pasal 18 ayat 2
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1985 jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 ayat1 jo Pasal 1 ayat 2 KUHP
Analisis Hukum Dakwaan Ketiga, dakwaan ketiga dinyatakan bahwa terdapat
lebih dari satu orang yang melakukan menduduki, menguasai dan mengerjakan lahan kawasan hutan tersebut, diantaranya: terdakwa Darianus Lungguk Sitorus dan
Latong S serta Ir.Yonggi Sitorus, sedangkan pada dakwaan kesatu, dakwaan kedua yang hanya dijadikan terdakwa adalah Darianus Lungguk Sitorus, maka dalam hal
ini, dalam dakwaan ketiga Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan mengenai kedudukan Latong S dan Ir.Yonggi Sitorus sebagai terdakwa atau kedudukan
Latong S dan Ir.Yonggi Sitorus sebagai Pemilik Perusahaan tersebut, menurut Pasal 143 ayat 2 Huruf a tentang Syarat Formil dari suatu dakwaan, kedudukan Latong
S dan Ir.Yonggi Sitorus harus dijelaskan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 1 ayat2
KUHP tersebut tidak tepat dimasukkan kedalam dakwaan ketiga, hal ini disebabkan kedudukan Latong S dan Ir.Yonggi Sitorus dalam dakwaan ketiga tidak jelaskan
Universitas Sumatera Utara
apakah kedua orang ini dikategorikan sebagai pelaku yang maksud dalam Pasal 55 ayat1 ke-1 jo Pasal 64 ayat1, melainkan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan
ketiga meletakkan kedudukan Latong S dan Ir.Yonggi Sitorus sama dengan kedudukan terdakwa.
Ketentuan Pasal 1 ayat2 KUHP yang diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan ketiga sama sekali tidak tepat, hal ini disebabkan Peraturan
PerUndang-undang yang terapkan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum merupakan peraturan Per-Undang-undangan yang sudah tidak layak digunakan serta
peraturan tersebut sudah dilakukan pergantian sesuai dengan asas hukum Lex Posterior Legi Anteriori Undang-undang yang baru dapat mengesampingkan
Undang-undang yang lama, maka , Jadi penempatan Pasal 6 ayat1 jo Pasal 18 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan dapat
diterapkan pada 3tiga orang terdakwa tersebut diatas, Maka dengan muncul dakwaan ketiga ini sudah sangat jelas menunjukan ketidak cermatan, ketidak
jelasan serta ketidak lengkapan Jaksa dalam menyusun dakwaan kesatu dan dakwaan kedua.
DAKWAAN KEEMPAT
Bahwa ia terdakwa Darianus Lungguk Sitorus, untuk dan atas namanya sendiri dan atau untuk dan atas nama perusahaan miliknya atau perusahaan milik
keluarganya yaitu PT.Torganda, dan atau untuk dan atas nama Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan pada waktu yang tidak dapat ditentukan lagi antara
bulan April tahun 1998 sampai dengan tanggal 15 Augustus 1999, bertempat di hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawasan Kecamatan Simangambat,
Kabupaten Tapanuli Selatan atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, yang berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA003SKI2006, tanggal 05 Januari 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunjuk untuk memeriksa dan
Universitas Sumatera Utara
mengadilinya, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, dengan sengaja mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Perbuatan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat3 huruf a jo Pasal 78
ayat2 Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 ayat1 KUHP.
Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Keempat Jaksa Penuntut Umum Pasal 50 ayat 3 huruf a Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, menyatakan: ”
Set iap orang dilarang: mengerj akan dan at au menggunakan dan at au menduduki kawasan hut an secara t idak sah; ,
penj elasan t erhadap Pasal 50 ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan, diant aranya :
a. Mengerj akan :
Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari
pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya.
b. Menggunakan :
Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat
yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan izin yang diberikan.
c. Menduduki :
Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang
berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya.
Penj elasan at as Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan t ersebut diat as, diant aranya:
35
35
Penj elasan Pasal 50 ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan
Universitas Sumatera Utara
a. Mengerj akan, surat dakwaan Jaksa Penunt ut Umum dalam dakwaannya
t idak menj elaskan kedudukan t erdakwa apakah kedudukan t erdakwa sebagai t erdakwa at au pemilik dari suat u korporasi t ersebut sert a
dalam surat dakwaan Jaksa Penunt ut Umum j uga t idak memaparkan t ent ang pihak-pihak mana saj a yang t ermasuk kedalam unsur yang
mengerj akan, apakah t erdakwa yang t ermasuk kedalam kalimat mengerj akan at au korporasi yang pemiliknya at as nama t erdakwa.
b. Menggunakan, dalam surat dakwaan Jaksa Penunt ut Umum hanya
dij elaskan bahwa t erdakwa t elah melakukan suat u perbuat an penggarapan t anah dan at au perambahan t anah hut an unt uk membuat
t anaman kelapa sawit t anpa izin bukan menggunakan kawasan hut an sebagaimana yang dimaksud dalam penj elasan pasal t ersebut .
c. Menduduki, surat dakwaan Jaksa Penunt ut Umum t idak dengan j elas
menent ukan siapa pelaku, apakah t erdakwa at au korporasinya. Dakwaan keempat t idak ada dit emukan bahwa t erdakwa t elah
menduduki hut an dikawasan hut an Negara, akan t et api, t erdakwa dalam dakwaannya hanya melakukan suat u perambahan hut an dikawasan hut an
Negara. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang kehut anan, yang mana,
Undang-undang kehut anan ini hanya mengat ur t ent ang pelaku yang melakukan kerusakan hut an adalah orang, dan j uga badan hukum
sebagaimana dij elaskan dalam penj elasan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang kehut anan. Akan t et api, didalam isi dakwaan keempat j aksa
Universitas Sumatera Utara
penunt ut umum sama sekali t idak menj elaskan secara t erang mengenai siapa pelaku dari kerusakan hut an t ersebut , apakah pelakunya dalam
bent uk orang at au badan hukum. Jikalau dilihat dari isi dakwaan keempat Jaksa Penunt ut Umum ini, maka dapat diambil suat u pendapat bahwa
Jaksa Penunt ut Umum masih t erdapat keragu-raguan dalam mendakwa t erdakwa, dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Jaksa Penunt ut Umum
dalam menent ukan pelaku t indak pidana kehut anan dalam dakwaan keempat dengan menggunakan kalimat ” at au” dalam art ian ” Pilihan”
sehingga pelet akkan Pasal 50 ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan agak sulit unt uk dit erapkan apabila t erdapat
suat u keragu-raguan. Seharusnya dalam uraian dakwaan keempat t erhadap penent uan
pelaku t indak pidana t idak memakai kalimat ” at au” , melainkan langsung dit ent ukan siapa yang berhak unt uk dinyat akan pelakunya sesuai dengan
bukt i-bukt i yang sudah t erkumpul. Maka dalam hal ini, t erlihat ket idak cermat an sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b
KUHAP Jaksa Penunt ut Umum dalam merumuskan isi dari dakwaan keempat .
3. Tujuan Dari Surat Dakwaan