Kerangka Teori. Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)

F. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI

1. Kerangka Teori.

a.Teori-teori Tentang Penyusunan Surat Dakwaan Tindak Pidana Korupsi

Pembicaraan tentang teori-teori penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi yang terdapat dalam hukum acara pidana, maka ada baiknya untuk mengetahui secara umum tentang hukum acara pidana, diamana sebenarnya letak hubungan antara hukum acara pidana dengan penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi serta bentuk-bentuk surat dakwaan tindak pidana korupsi dan tujuan surat dakwaan beserta dengan isi dari surat dakwaan tersebut. Hukum acara pidana adalah sangat penting bilamana kita hendak mempelajari disiplin ilmu pengetahuan tertentu, ada beberapa defenisi yang dikemukan oleh para ahli hukum, diantaranya yaitu: 5 1. Wiryono Prodjodikoro, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum acara pidana. 2. Achmad Soemadipraja, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh Negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnya Undang-undang pidana. 5 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, Bandung: Penerbit CV.Mandar Maju, 1999, hlm.8 Universitas Sumatera Utara 3. Sudarto, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pengertian dari beberapa kata ungkapan yang dapat dipetik dari surat dakwaan ini adalah pengertian yang lebih penting dilihat dari kaca mata hukum. Dalam pengertian sehari-hari, tuduh dapat diartikan dengan sangka. Maka, tuduhan berarti jika secara harfiah adalah sangkaan, akan tetapi tidak demikian dengan bahasa hukum. Dengan adanya tuduhan ataupun dakwaan yang tentu harus berdasarkan bukti-bukti yang ada, Jaksa sebagai penuntut umum menghadapkan terdakwa dimuka sidang pengadilan, dan pada intinya dengan adanya tuduhan khusus dalam pengertian hukum pidana, maka seseorang telah dituduhdidakwa melakukan suatu perbuatan pidana baik berupa kejahatan ataupun pelanggaran. Guna keperluan diatas yaitu menyampaikan perkara ini dan menghadapkan seorang pelaku tindak pidana ke muka sidang pengadilan, maka Jaksa Penuntut Umum akan membuat surat dakwaan. Sekarang timbul pertanyaan apa yang diartikan surat dakwaan? Maka guna mendapat penjelasan lebih jauh dibawah ini ada beberapa ahli hukum yang mengartikan surat dakwaan. Universitas Sumatera Utara R.Achmad, mengatakan:” Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan yang sementara dapat disimpulkan dari surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar dari hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup bukti dapat dijatuhkan hukuman”. 6 R.Wirjono Prodjodikoro, mengatakan sebagai berikut:”Surat tuduhan adalah dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya, kalau yang disebutkan dalam surat tuduhan itu tidak terbukti atau tidak merupakan kejahatan atau pelanggaran maka terdakwa harus dibebaskan dari tuduhan”. 7 Didalam hukum acara pidana juga mengatur tentang mekanisme penyusunan dan atau pembuatan surat dakwaan, sebelum melangkah kepada mekanisme penyusunan surat dakwaan, maka terlebih dahulu harus mengetahui defenisi tentang surat dakwaan tersebut, ada pun defenisi tentang surat dakwaan dari para ahli ilmu hukum, antara lain: 8 1. A.Karim Nasution, menyatakan sebagai berikut tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari suatu tindak pidana yang dituduhkan yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman. 6 Soemadi Pradja, R.Achmad.S, Surat Dakwaan, Bandung: Penerbit Sinar Bandung, 1985, hlm.33 7 Prodjodikoro, R.Wirjono, Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung: Penerbit Sumur, 2000, hlm.71 8 M.Husein, Harun, Surat Dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi, Dan Permasalahannya, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994, hlm 44-45. Universitas Sumatera Utara 2. Yahya Harahap, menyatakan bahwa pada umumnya surat dakwaan diartikan oleh para ahli ilmu hukum berupa pengertian: suratakte yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan. 3. A.Soetomo, merumuskan surat dakwaan sebagai berikut, surat dakwaan adalah surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan berkas perkara kepengadilan yang memuat nama dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan dimana perbuatan dilakukan serta uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal- pasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggung jawabkan untuk perbuatan tersebut. Djoko Prakoso, mengatakan: ”Bahwa salah satu asas yang paling fundamental dalam proses pidana adalah keharusan pembuatan surat dakwaan, ia menentukan batas-batas pemeriksaan dan penilaian hakim, ia memuat fakta-fakta yang didakwakan terhadap seorang terdakwa, dan hakim hanya boleh memutuskan atas Universitas Sumatera Utara dasar fakta-fakta tersebut, tidak boleh kurang atau lebih sehingga oleh sebab itulah surat dakwaan di pandang sebagai suatu yang penting”. 9 Adanya beberapa pengertian dari surat dakwaan yang diberikan para sarjana diatas sudah barang tentu sedikit akan memberikan gambaran yang jelas bagi kita tentang surat dakwaan itu, karena seperti diketahui Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak ada memberikan defenisi yang jelas dari surat dakwaan itu, melainkan hanya mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan surat dakwaan itu sendiri. Penuntut umum telah menentukan bahwa dari hasil pemeriksaan penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Adapun setiap penuntut umum melimpahkan perkara kepengadilan selalu disertai dengan surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim di pengadilan. Gambaran betapa pentingnya untuk memperhatikan kecermatan dalam merumuskan syarat formil maupun syarat materil dalam surat dakwaan, di bawah ini beberapa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyangkut hal tersebut, antara lain: 9 Prakoso, Djoko, Tugas dan Peran Jaksa Dalam Pembangunan, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 1981, hlm.4 Universitas Sumatera Utara 1.Putusan Mahkamah Agung RI No.104 KKr1971 tanggal 31 Januari 1973, menyatakan:”Putusan Pengadilan NegeriPengadilan Tinggi harus dibatalkan karena tuduhan merupakan Obscuur Libel yang hanya mengemukakan rumusan delik Pasal 378 KUHP, tanpa mengkhususkan tentang perbuatan-perbuatan tertuduh yang dianggap menipu dalam arti Pasal 378 KUHP”. Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, jelaslah bahwa yang menjadi dasar pertimbangan pembatalan dakwaan adalah karena dakwaan Obscuur Libelperumusan tindak pidana yang didakwakan kabur, karena penuntut umum dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan hanya merumuskan kualifikasi tindak pidana penipuan saja, tanpa menguraikan perbuatan nyatafakta yang memenuhi rumusan unsur-unsur tindak pidana tersebut. 2.Putusan Mahkamah Agung RI No. 74 KKr1973 tanggal 10 Desember 1974, menyatakan:” Tindak Pidana secara prinsipil berbeda dengan tindak pidana penipuan. Ia harus tegas dirumuskan dalam tuduhan dan tidak cukup menunjuk kepada tuduhan primair saja. Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, yang menjadi dasar pembatalan dakwaan adalah karena dalam dakwaan penipuan dakwaan alternative, cara-cara terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan tidak dirumuskan secara jelas dan tegas tetapi ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Memang dalam praktek sering penuntut umum membuat perumusan demikian, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa antara tindak pidana penipuan dan penggelapan terdapat perbedaan yang prinsipil yaitu dalam hal penipuan beralihnya barang dari eigenaar atau beziternya kepada terdakwa disebabkan karena telah digunakannya cara-cara penipuan Universitas Sumatera Utara sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP sedangkan dalam penggelapan beralihnya barang kepada terdakwa bukan karena dilakukannya cara penipuan tersebut. Barang tersebut dari semula memang sudah berada dalam tangan terdakwa karena alas hak yang sah, umpamanya karena adanya hubungan pinjam-meminjam, atau karena adanya hubungan titip-menitip, umpamanya dijual atau digadaikan, dipinjamkan kepada orang lain atau sebagainya. Oleh karena perbedaan yang prinsipil itu adalah tidak benar bila dalam dakwaan subsidiair, cara-cara terdakwa melakukan perbuatan ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Sebaiknya, apabila akan melakukan penunjukan demikian, hanya dilakukan terhadap waktu dan tempat yang telah dirumuskan dalam dakwaan primer saja, sebab tidak pernah ada dua tindak pidana yang satu dan yang lain sama persis unsur-unsurnya. 3.Putusan Mahkamah Agung RI No.41 KKr1973 tanggal 25 Januari 1975, menyatakan:” bahwa dalam tuduhan kedua diatas, ternyata disebutkan semua unsur delik Pasal 378 KUHP dan meskipun disebutkan waktu dan tempat perbuatan dilakukan, tetapi tidak dengan jelas dan tepat dilukiskan hal ikhwal perbuatan terdakwa”. Pembatalan surat dakwaan dalam putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, disebabkan penuntut umum tidak merumuskan secara cermat, jelas dan lengkap tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa 4.Putusan Mahkamah Agung RI No.600 KPid1982 tanggal 09 November 1983 menyatakan: “dalam surat dakwaan kumulasi yang diajukan penuntut umum tidak jelas corak kumulasinya, apakah concursus idealis atau concursus realis, serta Universitas Sumatera Utara sangat sulit untuk memahami dalam tindak pidana mana para terdakwa dikumulasikan dan dalam tindak pidana pula mereka berdiri sendiri”. Putusan Mahkamah Agung RI No.808KPid 1984 tertanggal 6 Juni 1985 yang menyatakan: Dakwaan tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus dinyatakan batal demi hukum Proses penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi tersebut diarahkan kepada beberapa teori tujuan hukum yaitu Teori Utilitas dari Bentham, yaitu hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang, maka menurut pendapat ini tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut: hukum bertujuan menjamin adanya bahagia sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya 10 Aristoteles, dalam teorinya Tujuan Hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari pada hokum ditentukan oleh kesadaran etis apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil 11 Teori-teori tersebut diatas ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum, agar jaksa dalam menerapkan hukum atau peraturan kepada seseorang sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh terdakwa dan adil sehingga dengan penerapan hukum yang dilakukan oleh Jaksa tersebut dapat membawa faedah danatau bermanfaat serta adil kepada terdakwa. Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bentuk surat dakwaan selain ketentuan tersebut hanya mengatur syarat-syarat pembuatan surat dakwaan. 10 E.Utrecht, Saleh Djindang, Moh, Pengantar Dalanm Hukum Indonesia, Cetakan Kesebelas, Jakarta: Penerbit PT.Ichtiar Baru, 1983, hal. 12 11 Soeroso, R, “Pengantar Ilmu Hukum”, edisi pertama, Cetakan ke-empat, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2001, hal. 58 Universitas Sumatera Utara Bentuk surat dakwaan adalah penting bagi penuntut umum dalam rangka menyusun strategi penuntutan untuk menghadapi banyak ragamnya kejahatan yang terjadi, dalam praktek peradilan bentuk surat dakwaan sebagai berikut: 12 1. Surat dakwaan berbentuk tunggal 2. Surat dakwaan berbentuk berlapis 3. Surat dakwaan berbentuk alternatif 4. Surat dakwaan berbentuk kumulatif 5. Surat dakwaan berbentuk gabunganKombinasi 6. Surat dakwaan atas tindak pidana yang terdapat perbedaan wewenang yang menyidik 7. Surat dakwaan atas suatu perkara yang terdapat dua tindak pidana yang berbeda kekuasaan mengadili. Selain itu, didalam literatur yang berbeda terdapat pembagian bentuk surat dakwaan yang berbeda dari literatur yang lainnya, melakukan perumusan surat dakwaan. 12 RM, Suharto, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1994, hal. 67 Universitas Sumatera Utara Perumusan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan dilakukan suatu perumusan kedalam 4 bentuk surat dakwaan, antara lain: 1. Surat dakwaan biasa. 2. Surat dakwaan alternatif 3. Surat dakwaan subsidair 4. Surat dakwaan kumulasi Ad.1. Surat Dakwaan Biasa. Bentuk surat dakwaan biasa adalah surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan, umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor-faktor penyertaanmededaderschap atau faktor concursus maupun faktor alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentuk tunggal. Ad.2. Surat Dakwaan Alternatif Bentuk surat dakwaan alternatif ini antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan, atau One That Substitutes For Another, dengan demikian pengertian yang diberikan kepada bentuk dakwaan yang bersifat alternatif, antara isi rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain, yaitu: 1. Saling mengecualikan, dan 2. Memberi pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang tepat dipertanggung jawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Universitas Sumatera Utara Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan alternatif, pada dasarnya bertitik tolak dari pemikiran atau perkiraan: 13 a. Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggung jawaban hukum pidana. b. Memberikan pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat Ad.3 Surat Dakwaan Subsidair. Surat dakwaan ini disusun untuk menuntut perkara pidana lebih dari satu dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana yang berat ditempatkan pada deretan pertama, yang disebut dakwaan primer, kemudian yang disusul dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai dakwaan subsider. Mungkin masih ada lagi bobot pidana yang lebih ringan, diurutkan lagi dengan urutan ketiga dengan dakwaan lebih subsider. Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis-lapis yaitu di mulai dari dakwaan terberat sampai yang ringan, berupa susunan secara primer, subsider, lebih subsider, lebih-lebih subsider dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan istilah terutama, penggantinya, penggantinya lagi dan seterusnya. 13 Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Cetakan Ke-8, Edisi Ke-2, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006, hal. 400-401 Universitas Sumatera Utara Fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan suatu perkara: 14 a. Bagi Hakim 1. Merupakan dasar dan sekaligus menentukan ruang lingkup pemeriksaan siding. 2. Merupakan dasar penilaian pertimbangan dan musyawarah majelis hakim dalam rangka mengambil keputusan tentang perbuatan dan kesalahan terdakwa. b. Bagi Penuntut Umum 1. Merupakan dasar pelimpahan perkara 2. Merupakan dasar pembuktianpembahasan yuridis 3. Merupakan dasar tuntutan pidana 4. Merupakan dasar pengajuan upaya hukum c. Bagi terdakwapenasehat hukumnya 1. Merupakan dasar pengajuan eksepsi 2. Merupakan dasar pembelaan diri, karena itu dakwaan harus cermat, jelas, dan lengkap agar dapat di mengerti oleh terdakwa. Dasar pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah norma yang tidak tertulis: tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, dasar ni adalah mengenai di pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang dilakukannya. Dasar ini adalah mengenai dipertanggung jawabakannya seseorang atas perbuatan yang dilakukannya, jadi, mengenai Criminal Responsiblitiy atau Criminal Liability, akan tetapi, mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, mengenai Criminal Act, juga ada dasar yang pokok, yaitu asas Legalitas, asas yang menentukan bahwa tiada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini dikenal dengan bahasa latin sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Tiada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. 14 Hamid, Hamrat, M.Husein, Harun, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: Penerbit:Sinar Grafika, 1992, hal. 25 Universitas Sumatera Utara Biasanya asas legalitas ini di maksud mengandung 3 pengertian, yaitu: 15 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. 2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogikias 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. Berbagai defenisi sebagaimana diuraikan diatas, kelihatannya berbeda satu sama lain, namun demikian bila diteliti dengan seksama maka dalam perbedaan tersebut terkandung persamaan pula pada intinya. inti persamaan tersebut berkisar pada hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akte. b. Bahwa setiap defenisi surat dakwaan tersebut selalu mengandung elemen yang sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. c. Bahwa dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan perUndang-undangan. 15 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2008, hal. 27 Universitas Sumatera Utara d. Bahwa surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor:47 KKr1956 tanggal 23 Maret 1957, yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar pemeriksaan oleh pengadilan ialah surat tuduhan dakwaan, bukan tuduhan yang dibuat oleh polisi. Azas Oportunitas Hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut penuntut umum. Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu, ini disebut Dominus Litis ditangan penuntut umum atau Jaksa. Hubungan dengan hak penuntutan dikenal 2dua asas yaitu disebut dengan asas Legalitas dan asas oportunitasa, menurut asas oportunitas, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum, jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut 16 Menurut A.Z.Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut: 17 “Asas hukum yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum untut menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum” 16 Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Penerbit CV.Sapta Artha Jaya, 1996, hal. 15 17 A.Z.Abidin Farid, dalam bukunya Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Penerbit CV.Sapta Artha Jaya, 1996, hal. 15 Universitas Sumatera Utara Perumusan surat dakwaan telah ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagaiman diatur dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP, yaitu: a. Syarat Formil, adalah surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penuntut umum. Surat dakwaan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal dan agama. Akan tetapi, berdasarkan kelaziman dalam praktek sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-518AJ.A112001 tanggal 01 November 2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana di samping identitas terdakwa tersebut juga dilengkapi dengan pendidikan, yaitu untuk acara biasa dengan bentuk P- 29 dan acara singkat dengan P-30. Konkretnya, dicantumkannya tanggal dan tanda tangan diperlukan untuk memenuhi syarat sebagai suatu akta untuk menghindari Error In Persona. Tidak dipenuhinya syarat formal tidaklah menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum, tetapi surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan atau dinyatakan batal sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.41 KKr1973 tanggal 25 Januari 1975 b. Syarat Materil, adalah surat dakwaan yang memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan Pengertian cermat, jelas dan lengkap maksudnya ketelitian Jaksa Penuntut Umum untuk mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan-kekurangan atau kekeliruan yang dapat dibuktikan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan. Universitas Sumatera Utara Pengertian jelas adalah bahwa Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan, sekaligus memadukan uraian dengan perbuatan materil yang dilakukan oleh terdakwa. Pengertian lengkap adalah uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur yang ditentukan undang-undang jangan sampai terjadi adanya unsur yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan, yang dapat berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.Rumusan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan harus dirumuskan secara tegas dan dijelaskan unsur-unsur yang subjektif dan objektif. Perumusan unsur objektif adalah mengenai bentuk atau macam tindakan dan acara-acara terdakwa melakukan tindak pidana tersebut. Perumusan unsur subjektif adalah mengenai masalah pertanggung jawaban seseorang menurut hukum, misalnya adanya unsur kesengajaan, kekeliruan dan sebagainya. Pada hakikatnya, dakwaan subsidaritas hampir sama dengan jenis dakwaan alternatif, akan tetapi, perbedaannya kalau dalam dakwaan alternatif hakim langsung dapat memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian dipersidangan, sedangkan pada dakwaan subsidaritas hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan terberatmisalnya Primer, apabila dakwaan primer tidak terbukti, kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan yang berikutnya atau subsider dan seterusnya. Sebaliknya apabila dakwaan telah terbukti, dakwaan selebihnyasubsider dan seterusnya tidak perlu dibuktikan lagi. 18 18 Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 102-103. Universitas Sumatera Utara Ad.4. Surat Dakwaan Kumulatif Apabila surat dakwaan disusun secara kumulatif, maka tiap perbuatan delik itu harus dibuktikan tersendiri-sendiri pula, walaupun pidananya disesuaikan dengan peraturan tentang delik gabungan dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Hukum Terhadap Pidana di Bidang Kehutanan (Studi Putusan No.481/K/Pid.B/2006 PN Jkt.Pst & Putusan Mahkamah Agung No. 2462/K/Pid/2006 dengan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus)

6 90 359

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DI LUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK

0 3 16

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG TIDAK SESUAI DENGAN SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM (Putusan Mahkamah Agung RI No.1958 K/Pid.Sus/2009)

1 21 214

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG TIDAK SESUAI DENGAN SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM (Putusan Mahkamah Agung RI No.1958 K/Pid.Sus/2009)

1 11 16

Pengabaian Pembuktian Dakwaan Primair Pada Dakwaan Subsidaritas Oleh Judex Factie Sebagai Argumentasi Kasasi Penuntut Umum Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2244K/Pid.Sus/2013).

0 0 14