Pengertian Integrasi dan Konsep Integrasi Menurut Intelektual

49 faktor atau perincian-perincian yang telah digabungkan ke dalam bentuk sedemikian intimnya sehingga menimbulkan suatu keseluruhan yang sempurna. 106 Dengan demikian, integrasi merupakan suatu proses penggabungan dan pembauran dengan menghilangkan jati diri yang khas. Sedangkan menurut Ogburn dan Nimkoff, 107 integrasi adalah: “process where by individuals or groups once dissimilar become similar, become indentified in their interest and outlook.” proses dimana oleh individu atau kelompok yang berbeda menjadi sama, menjadi teridentifikasi dalam kepentingan dan pandangan mereka. Integrasi memiliki beberapa aspek, seperti aspek horizontal teritorial dan aspek vertikal elite-massa. Kedua aspek tersebut dapat dikaji dari segi tujuan integrasi, dari segi konsensus atau dari segi budaya politik. Juga sifat integrasi dianggap sebagai suatu proses bukan sebagai suatu yang konstan, agama atau ideologi salah satu aspek kuat dan menentukan dari proses integrasi tersebut. 108 Ogburn dan Nimkoff beranggapan bahwa integrasi memiliki relevansinya dengan sistem norma sebagai unsur dalam mengatur tingkah laku suatu kelompok dan keberhasilan dalam proses integrasi, unsur-unsur tersebut yaitu, saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, mencapai konsensus mengenai norma- norma sosial, dan norma-norma yang berlaku tetap konsisten sehingga membentuk suatu struktur yang jelas. 106 Saafrudin Bahar, Integrasi Nasional, Teori, Masalah dan Strategi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1996, hal.97 107 Ogburn dan Nimkhoff, A handbook of Sociology, London: 1960, hal.101 108 Bahar Saafrudin, Integrasi Nasional, Teori, Masalah dan Strategi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1996, hal.97. Demikian juga, menurut Ogburn dan Nimkoff, integrasi merupakan proses mental karena itu prosesnya berjalan tidak cepat. Lihat tulisan Ogburn dan Nimkoff yang diambil dari Park dan Burgess, “It is a process of interpenetration and fusion in which persons and groups acquire the memories, sentiments and attitudes of other persons or groups and by sharing their experiences and history are incorporated with them in a cultural life .” Astrid, S., Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Binacipta, 1979, hal.124 50 Pun unsur-unsur tersebut sangat penting dalam memahami dan mengetahui harapan dan tuntutan masing-masing kelompok masyarakat yang akan diintegrasikan, sehingga kemungkinan integrasi lebih besar daripada disintegrasi. Dengan begitu, integrasi memiliki tahapan, sebagai berikut: Accomodation akomodasi, Cooperation kerjasama, Coordination koordinasi dan Assimilation asimilasi. Akomodasi adalah suatu pekerjaan aktual yang dikerjakan bersama-sama individu atau kelompok walaupun mengalami perbedaan dan permusuhan. Dalam fase ini, kemungkinan kerjasama ada karena ada suatu kepentingan yang diakibatkan perbedaan paham di antara individu atau kelompok. Summer menyebut tahap akomodasi sebagai “antagonostic cooperation”, dalam tahap ini tercapai kompromi dan toleransi antara lawan yang sama-sama kuat. 109 Dalam proses integrasi kemungkinan terjadi konflik sangat besar, akibat prasangka-prasangka yang terlalu lama dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaian atau reaksi untuk mengatasi kejadian-kejadian buruk yang akan terjadi. Karena itu, tahap cooperation kerjasama dibutuhkan jika kemungkinan terjadi konflik, dengan cara mengatur dan membagi-bagi pekerjaan dari pihak- pihak yang bersangkutan, maka hal yang terjadi memungkinkan terbentuknya fase solidaritas. 110 Jika tahapan ini telah dilalui dengan baik, maka tujuan integrasi lebih meningkat di mana masing-masing kelompok mengharapkan dan bersedia lebih untuk bekerjasama hingga mencapai fase koordinasi, sehingga mendorong 109 Astrid, S., Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Binacipta, 1979, hal.125-126 110 Ibid. hal.126 51 terjadinya fase assimilasi 111 yang terkandung dalam isi pengertian daripada integrasi menurut Ogburn dan Nimkoff di atas. Bahwa jelas dasar dari integrasi adalah konsensus kesepakatan dalam pendapat atau norma-norma. Sebagian besar sosiolog menyatakan bahwa sebenarnya konsep integrasi tidak secara jelas didefinisikan, namun dalam berbagai ilmu sosial konsep integrasi sebagian besar mengacu pada konsep integrasi Parsons terutama menggunakan metode pendekatan integrasi fungsional atau fungsionalisme struktural. Negara yang memiliki keberagaman karakteristik masyarakat seperti Thailand rentan dengan konflik dan pertentangan. Menurut Clifford Geertz, ciri- ciri masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dimana masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial. Lebih singkat Pierre L. Van den Berghe 112 menyebutkan beberapa karakteristik sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk, yakni : 1 terjadinya segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain, 111 Asimilasi adalah proses dalam mengakhiri kebiasaan lama dan sekaligus mempelajari dan menerima kehidupan yang baru. Dalam hal ini kelompok yang diintegrasikan akan melalui proses belajar menerima peraturan-peraturan formil yang didasarkan pada norma –norma masyarakat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Tercapainya fase ini, akhirnya akan menciptakan intensitas integrasi secara normatif, artinya integrasi berjalan diatas kesamaan selera, norma dan kepentingan-kepentingan masing-masing kelompok. Jika integrasi terjadi pada kelompok pendatang, perlunya pengakuan dari kelompok non-pendatang bahwa mereka sudah menjadi bagian anggota dalam satu grup in-group. Maka proses ini disebut sebagai penetrasi yang ditinjau dari proses pengakuan. Baca Astrid, S., Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Binacipta, 1979, hal.127-128. 112 Pierre, L., van den, Berghe, “Dialectic and Functionalism: Toward a Synthesis”, dalam N.J. Demerath III et.al.eds., System, Change, and Conflict, The Free Press, New York, Collier- McMillan limited, London, 1967, hal.43 52 2 memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer, 3 kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar, 4 secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yuang lain; 5 secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan coercion dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi; 6 serta adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok- kelompok yang lain. Thailand merupakan negara yang memiliki karakteristik masyarakat majemuk, akibat dari gagasan modernisasi negara bangsa pada abad 19 dan 20, dan berdampak pada perubahan-perubahan sosial dengan diintegrasikannya Negara Melayu Patani ke dalam negara bangsa Siam atau Thai, dan melahirkan karakteristik sosial masyarakat berdasarkan etnis, budaya, dan agama. Proses mengintegrasikan suatu kelompok masyarakat minoritas ke dalam kelompok masyarakat mayoritas, cenderung berpedoman pada pendekatan teori sistem sosial. Pendekatan ini memandang suatu masyarakat terintegrasi secara fungsional ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Salah satu tokoh sosiolog yang mengembangkan teori tersebut adalah Talcot Parsons 1902-1982, sosiolog 53 paling terkenal di Amerika Serikat. Dia menghasilkan sistem teoritis umum untuk analisis masyarakat yang kemudian disebut fungsionalisme struktural. 113 Teori fungsionalisme-struktural adalah salah satu perspektif dalam sosiologi yang berkenaan dengan sistem sosial masyarakat yang memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan dan memiliki timbal balik, sekalipun integrasi terjadi tidak tercapai sempurna namun dasar sistem sosial memiliki kecenderungan ke arah dinamis, melalui sistem sosial integrasi mulai berproses meski terjadi ketegangan dan penyimpangan, kemudian melahirkan perubahan-perubahan sosial secara gradual, dan yang terpenting integrasi terjadi secara utuh atas hasil mufakat di antara masyarakat berdasarkan nilai-nilai kemasyarakatan. 114 Dengan demikian, hal terpenting dalam proses integrasi adalah dengan memperhatikan sistem sosial norma dan nilai-nilai kemasyarakatan, yaitu masing-masing secara individual saling berinteraksi dalam suatu situasi dan memiliki kesepahaman yang sama secara kultural. Sebab, sistem sosial yang terdapat dalam masyarakat adalah suatu sistem dari tindakan-tidakan dan berkembang secara tidak kebetulan, namun berkembang di atas konsensus 115 dan nilai standar masyarakat. Sistem sosial inilah, yang menjadi sumber 113 http:www.sociologyguide.comthinkersparsons.php. Diakses tanggal 25 Juni 2010, pukul 10.27. 114 Talcott Parsons, Towards a General Theory of Action, Massachusetts: Harvard University Press, 1962, hal.207-209. Lihat juga Bernard Raho, SVD., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal.48-49. Robert Nisbet menyatakan, bahwa fungsionalisme struktural adalah teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial 115 Konsensus atau teori konsensus adalah teori yang memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat , memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur. Lihat George Ritzer dan Douglas J.,Goodman, Teori Sosiology Modern, Penerjemah: Triwibowo Budi Santoso, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.116 54 berkembangnya integrasi sosial, juga unsur yang menstabilir sistem sosial budaya itu sendiri. Karena menurut Parsons, sistem sosial akan selalu seimbang jika menjaga Safety Valve katup pengaman yang terkandung dalam paradigma AGIL, yaitu Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latency. Adaptation adaptasi, yaitu proses menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dengan transformasi pada setiap tindakan warga. Adaptasi dilaksanakan oleh sub sistem ekonomi sebagai material untuk bertahan hidup, 116 saling berhubungan dalam bidang ekonomi baik jasa, produksi dan distribusi, sebagai permulaan adaptasi dan kebiasaan dengan suatu masyarakat. Goal Attainment pencapaian tujuan, subsistem ini berkaitan dengan sistem kepemimpinan dalam politik. 117 Suatu sistem yang memiliki tujuan dalam mengatur dan menyusun jika terjadi permasalahan-permasalahan dan ketegangan- ketegangan yang menyebabkan ketidakseimbangan. Perlu diingat bahwa penekanan Parsons adalah bukan pada tujuan individu pribadi melainkan pada tujuan kolektif bersama. Pencapaian tujuan inilah yang dimaksud tujuan pencapaian tujuan, jadi persyaratan fungsi ini terpenuhi jika pengambilan keputusan yang berhubungan dengan cara mengambil prioritas dari sekian banyak tujuan. 118 116 Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto editor, Teori-teori Kebudayaan, Yogjakarta: Kanisius , 2005, hal.59. Beberapa analisa Parsons dalam tulisan-tulisannya, menyatakan bahwa sistem ekonomi dilihat sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab utama dalam persyaratan adaptasi tersebut, melalui sumber-sumber alam diubah menjadi fasilitas yang dapat digunakan dan bermanfaat bagi kepentingan individual dan bersama. Misalnya, makanan, pembangunan perumahan, pembangunan rumah sakit, dan lain-lain. Baca Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jilid II, Penerjemah: Robert M.,Z., Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986, hal.135. 117 Ibid. hal.60 118 Menurut Parsons, tujuan individu berhubungan dengan tujuan masyarakat melalui perannya sebagai warga Negara. Sedangkan tujuan kolektivitas dapat dihubungkan dengan parta- partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan, karena keduanya merupakan dua tipe 55 Integration integrasi, sistem ini berkaitan dengan penjagaan tatanan, yaitu sistem budaya nilai-nilai umum yang berkaitan dengan hukum dan kontrol sosial. 119 Satuan-satuan sistem itu harus berintegrasi dalam arti bahwa mereka dilibatkan dan dikoordinir dalam keseluruhan sistem sesuai dengan posisi dan peranan mereka masing-masing, sebagai jaminan dalam merekatkan ikatan emosional yang cukup menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerjasama. 120 Latency, laten berarti sistem harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyarakatan tertentu seperti, norma, budaya, aturan dan sebagainya. Konsepsi latensi latency menunjukkan pada berhentinya interaksi. 121 Bahwa setiap anggota kelompok yang diintegrasikan suatu waktu dapat merasakan kejenuhan mengikuti sistem sosial yang ada, maka dari itu diperlukan pemeliharaan dan penjagaan agar komitmen dan interaksi yang dibangun tidak bercerai-berai. Institusi pendidikan dan institusi religius kolektivitas yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan tujuan-tujuan masyarakat. Tujuan prioritas sebagau tujuan dari pencapaian tujuan Goal Attainment merupakan sesuatu yang kompleks, yang mencakup strategi politik dan konflik, perundingan dan kompromi yang sudah dianalisa oleh ilmuwan politik. Keputusan itu terdiri dari pengerahan sumber-sumber materiil dan manusiawi, seperti, penarikan pajak, sumber-sumber materiil digunakan, dan individu diterima sebagai tenaga kerja. Lihat Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,Jilid II, Penerjemah: Robert M.,Z., Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986, hal.135. 119 Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto editor, Teori-teori Kebudayaan, Yogjakarta: Kanisius , 2005, hal.60 120 Ikatan emosional ini tidak harus tergantung pada keuntungan atau kepentingan pribadi yang diterima untuk mencapai tujuan, agar kerjasama dan solidaritas yang terjalin tidak tergoyahkan. Karena solidaritas yang terjalin memungkinkan terhindar dari konflik, namun bukan berarti semata konflik tidak ada. Oleh karena itu, Parsons secara khusus mengidentifikasi sistem hhukum dan sistem control sosial keseluruhan sebagai mekanisme utama yang berhubungan dengan integrasi. Baca Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,Jilid II, Penerjemah: Robert M.,Z., Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986, hal.130 dan 135-136. 121 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,Jilid II, Penerjemah: Robert M.,Z., Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986, hal.131 56 merupakan struktur utama yang dapat menyumbangkan pemeliharaan pola-pola budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. 122 Proses keempat fungsional yang dirumuskan Talcott Parsons saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan tidak berarti harus sesuai dengan urutan fungsi. Namun, pada dasarnya sistem tersebut berjalan seperti sistem tindakan, 123 artinya organisme perilaku 124 ialah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi melalui penekanan sistem ekonomi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Sistem Sosial menjalankan fungsi integrasi dengan mengendalikan setiap komponennya. Dan Sistem Kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola. 125 Menurut Parsons, kunci persyaratan pemeliharaan integrasi ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Proses sosialisasi yang sukses terhadap nilai dan norma akan diinternalisasikan. Artinya adanya keasadaran aktor individu bahwa ketika menjalankan kepentingan pribadi dia pun sadar tengah membawa kepentingan kolektif sistem sosialnya. 122 Ibid. hal.136 123 George Ritzer dan Douglas J.,Goodman, Teori Sosiology Modern, Penerjemah: Triwibowo Budi Santoso, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.121 124 Persyaratan pemenuhan kebutuhan biologis untuk mempertahankan hidup. Lihat Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,Jilid II, Penerjemah: Robert M.,Z., Lawang, Jakarta: Gramedia, 1986, hal.135 125 George Ritzer dan Douglas J.,Goodman, Teori Sosiology Modern, Penerjemah: Triwibowo Budi Santoso, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal.121 57

BAB IV ANALISIS INTEGRASI PATANI TAHUN 1902-1932

A. Proses Integrasi Patani ke Dalam Wilayah Thailand

a. Pencetus dan Faktor Integrasi Apabila merujuk pada sejarah awal hubungan perdagangan Patani dengan Siam pada masa Ayuthia, secara garis besar, memiliki relevansinya dengan kedatangan dan penyebaran Islam di wilayah Asia Tenggara. Titik fokus penyebaran Islam selalu menempati teritori pesisir dan pelabuhan, dan perdagangan 126 sebagai jalur yang terpenting dalam proses penyebaran dan perkembangan Islam di Asia Tenggara. Struktur perkembangan ekonomi dan perdagangan Ayuthia tidak terlepas dari gelombang besar pertama Islamisasi di Asia Tenggara. Negara-negara Islam kesultanan kecil di Semenanjung Malaya, seperti Malaka dan Patani terletak di pinggir entitas politik yang lebih besar, bukan karena kekuatan militer atau asumsi stabilitas masyarakat pertanian, melainkan berdasarkan kekuatan perdagangan. 127 Potensi umat Islam Melayu khususnya Patani, 128 dimanfaatkan oleh Ayuthia dalam mengembangkan proyek 126 A.H. Smith dan Fatimi, di sisi lain, menganggap bahwa jalur penting Islamisasi di Asia Tenggara berpusat pada imam-imam sufi. Kecakapan para imam sufi dalam ilmu kebatinan dan memiliki kekuatan penyembuh tidak kalah penting. Tentu saja keberhasilan para pedagang dalam menyebarkan Islam acapkali didukung dengan kekuatan politik dan militer, namun keberhasilan para pedagang Muslim tanpa didukung kemampuan seperti seorang sufi yang telah menjalani proses batiniah, karena setiap orang di Asia Tenggara yang memeluk Islam juga menjalani proses peralihan batiniah. Lihat Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 2004, hal.23. 127 Carool Kersten, The Predicament of Thailand’s Southern Muslim, The American Journal of Islamic Social Sciences 21:4, hal.3 128 Khususnya bagi kelompok Melayu, mereka sering menetap di sekitar tempat dekat pelabuhan, sehingga mereka lebih sering mengadakan kontak dengan pedagang asing. Di satu sisi, mereka diuntungkan dengan kondisi alam dan pembayaran pajak cukai, karena orang Melayu 58 komersialnya secara lebih luas, jika waktu terdahulu hubungan komersil Ayuthia hanya terbatas dengan komunitas Hindu-Budha di Indocina dan Cina. Pemanfaatan ini diikuti dengan penempatan umat Islam di posisi penting dalam kerajaan Ayuthia, mereka diangkat sebagai menteri perdagangan, dan penasihat raja. 129 Mereka juga dijadikan sebagai mediator perdagangan dengan Muslim lainnya dari Timur Tengah, Asia Selatan, dan Melayu. Populasi Muslim di Ayuthia meningkat, termasuk Muslim dari Persia, Arab, Pakistan, Gujarat, Filiphina, Aceh dan Melayu. Melayu, komunitas paling banyak. 130 Kondisi ini menuntut adanya penerapan kebijakan toleransi, dan akhirnya Ayuthia sebagai kerajaan monarki absolut mengakui multi-agama, multi- budaya masyarakat 131 di bawah sistem anak sungai upeti, dan mengklaim kedaulatan yang dimiliki negera-negara kecil Muslim, termasuk Kesultanan Kerajaan Patani. Kebijakan-kebijakan politis Siam terhadap Patani, lambat laun disadari sebagai upaya penjajahan secara halus. Sadar dengan potensi alam yang memadai, dianggap paling menonjol dalam pembajakan dan perdagangan lokal, karena itu egara-negara Melayu yang cukup berpengaruh adalah, Pasai, Malaka, Patani dan Brunei selalu dikembangkan menjadi pusat budaya dan administrasi. Howard Federspiel, Sultans, Shamans, and Saints: Islam and Muslims in Southeast Asia, United State of America: University of Hawai’i Press, 2007, hal.30 129 Salah satu contoh, Syekh Ahmad dikenal raja yang telah ditunjuk sebagai menteri perdagangan dan urusan luar negeri. Posisi Syekh Ahmad diadakan tanggung jawab besar, termasuk tugas impor dan ekspor dan pengawasan pelayaran internasional. Syekh Ahmad hanyalah salah satu contoh dari kaum Muslimin banyak selama periode Ayuthia yang berhasil tidak hanya mengamankan posisi penting dalam perdagangan, tetapi juga janji kepala politik. 130 Peningkatan jumlah populasi Melayu di Ayuthia, menurut Omar Farouk bukan saja disebabkan oleh faktor perdagangan, melainkan karena perbudakan, dan tawanan perang. Baca Omar Farouk Bajunid, The Muslims in Thailand: A Review, Southeast Asian Studies, Vol. 37, No. 2, September 1999, hal.219-220. 131 Thesis oleh Daniel J. Pojar, Jr. Lesson Not Learned: The Rekindling of Thailand’s Pattani Problem, Monterey, California, 2005, hal.9-10. Hal ini berbeda dengan kondisi yang dialami Melayu-Muslim Thailand sekarang, mereka dipaksa untuk berintegrasi dengan Thainisasi atau Siamisasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand.