Agama dan Masyarakat Melayu-Muslim Patani

15 jumlah penduduk Muslim di Thailand Selatan melebihi dari perkiraan Omar Farouk. lihat tabel 1 Tabel 1 Populasi Muslim di Thailand Selatan Provinsi Jumlah Populasi Muslim Narathiwat 1,135,050 Pattani 1,230,750 Satun 514,500 Songkhla 1,036,000 Yala 1,088,500 Total 5,004,800 Sumber : Michel Gilquin 2005 The Muslim of Thailand Jika dibandingkan sensus dari tahun ke tahun penduduk Muslim di Thailand terus meningkat, berdasarkan sensus tahun 2000 menempatkan jumlah Muslim sebanyak 2.815.900, atau 4,6 persen dari total populasi 60.617.200, naik dari 4,1 persen pada tahun 1990. Di empat provinsi selatan sekitar 70 persen dari penduduk Melayu-Muslim, sementara Songkhla hanya 25 persen. Sensus menempatkan total Melayu-Muslim di lima provinsi selatan, sebanyak 1.769.818, dan 2.345.800 di 4 provinsi selatan secara keseluruhan. 31 Jumlah Muslim lainnya terdapat di Bangkok sebanyak 274.100 dan wilayah tengah sebanyak 156.400 sebagian besar dari mereka tinggal di dalam atau di sekitar bekas ibukota Ayuthaya, di antara mereka berasal dari Thailand dan negara di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Timur Tengah atau pindah tempat tinggal secara paksa dari 31 Ibid. hal.77-78 16 selatan setelah perang. Sejak akhir tahun 1970-an akibat konflik intern dan peperangan banyak Muslim dari Timur Tengah telah bermigrasi ke Bangkok, sampai-sampai satu daerah dikenal sebagai kuarter Arab, dan kadang-kadang disebut sebagai mini-Beirut Timur. Sensus juga melaporkan kantong-kantong yang terisolasi di seluruh daratan tengah, ada sekitar 26.000 Muslim di utara - sebagian besar etnis Cina yang tinggal di sekitar Chiang Mai - meskipun laporan media menunjukkan angka jauh lebih tinggi. 32 Patani pada periode pertama meliputi wilayah Kesultanan Negeri Patani Besar The Great Patani Negeri yang mencakup daerah Narathiwat Teluban, Yala Jalor, dan beberapa daerah Senggora Songkhla, bagian Sebayor dan Tibor, bahkan Kelantan, daerah Kuala Trengganu dan Pethalung Petaling. Patani merupakan wilayah yang memiliki sejarah panjang dalam perdagangan di Semenanjung Malaya dan ideologi Islam yang memiliki identitas Melayu. Asal usul Patani diyakini berasal dari sebuah Kerajaan Hindu-Budha yang bernama Langkasuka 33 dalam bahasa Cina “lang-ya-shiu” terletak di pantai timur 32 Ibid. hal.78 33 Menurut beberapa catatan ada banyak versi nama Langkasuka: Lang-Hsi-Chia, Langkasuka bahkan muncul dalam sebuah fabel pertanian di Kedah, Alang-Kah-Suka, sebuah cerita tentang Putri Sadong, perempuan yang mengalahkan beberapa makhluk surgawi dan kambing liar di bukit kapur, dia menolak semua pelamar. Lihat Paulus Rudolf Yuniarto, “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand , Pusat Penelitian Sumberdaya Regional Indonesia, 2004, hal.36 Sumber-sumber yang menceritakan Langkasuka terdapat dalam catatan Cina zaman Dinasti Liang, Langya hsiu, Inskripsi Rajendra Chola Tajore, India yang tertulis dalam teks Jawa, bernama Illangasokam 1030. Dalam catatan tersebut diceritakan ketika Rajendra Chola Raja India sedang melakukan ekspedisi ke Semenanjung Malaya, dan Langkasuka adalah salah satu sasaran dari ekspedisi tersebut dalam rangka penaklukan dan penguasaan bidang perdagangan mereka. Pun dalam catatan Nagarakartagama tahun 1365 oleh Prapanca, Langkasuka berada dibawah kekuasaan Majapahit dan Sriwijaya. Sumber-sumber lain yang menceritakan Sejarah Langkasuka terdapat dalam teks Arab berjudul Kitab AlMinhaj al-fakhir fi-ilmi al-bahr alzakhir, Hikayat Merong Mahawangsa, Catatan Tradisi Kedah ‘Alangkah suka’, dan Hikayat Pasai 1370. 17 Semenanjung Malaya antara Senggora Songkhla dan Kelantan dengan ibu kota di daerah Yarang, dan dikenal sebelum abad 12 M, teori ini didasarkan pada catatan Cina. 34 Menurut Welch dan McNeill, Langkasuka adalah nama lain dari “Patani” merupakan kesultanan Melayu Muslim tertua di Thailand. Keyakinan Welch dan McNeill diperkuat dengan penggalian arkeologi yang dilakukan di daerah “Komplek Yarang”, yaitu provinsi ‘Pattani’ sekarang. Ditemukan sekitar tiga situs penggalian dan tiga puluh gundukan kuburan yang meliputi luas permukaan 12 kilometer, yang terletak sekitar 15 kilometer dari kota ‘Pattani’ sekarang, diperkiraan tahun 1050-1300 M, 35 namun sejarah Langkasuka dalam catatan sejarah Thailand masih kabur. Melalui catatan Cina, dipastikan Kerajaan Langkasuka yang bercorak agama Hindu-Budha telah berpindah agama menjadi agama Islam, 36 kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Patani. Sekitar abad ke 15 Islam menjadi agama resmi Kerajaan Patani. Adi Haji Taha, Dimanakah Langkasuka?, Wacana Warisan Kedah Darul aman Perpustakaan Awam Kedah, Alor Setar, Kedah, 11-12 Maret 2000. 34 Paulus Rudolf Yuniarto, “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand, Pusat Penelitian Sumberdaya Regional Indonesia, 2004, hal.35. 35 Pierre Le Roux, “To Be or Not to Be...: The Cultural Identity of the Jawi Thailand”, Asian Folklore Studies , Volume 57, 1998, hal.224-225. 36 Sesungguhnya banyak sekali pendapat mengenai kapan Islam mulai singgah dan tersebar ajarannya di wilayah ini, beberapa diantaranya bahkan tidak bisa memastikan abad berapa dan tahun berapa Langksuka berpindah menjadi Islam. Hikayat Patani mencatat bahwa Islam sebenarnya telah ada di Patani pada abad 10, namun Patani benar-benar menjadi Islam ketika seorang Raja Pasai bernama Syeikh Said berhasil mengislamkan Raja Langkasuka bernama Paya tu Nakpa. Hubungan pertama, karena Raja Paya terserang sakit yang tak bisa diobati siapapun, seketika Syeikh Said mengobati penyakit Raja Paya kemudian sembuh. Baca A. Teeuw dan D. K. Wyatt, Hikayat Patani, Koninklijk 5 The Hague : Martinus Nijhoff : Koninklijk Instituut Voor Taal, Land-en Volkenkunde, 1970, hal.71-72. Lihat juga Ibrahim Shukri, Sejarah kerajaan Melayu Patani, Pasir Puteh, hal.26. Namun kedua sumber tersebut tidak mencatumkan angka tahun. Sedangkan M. Ladd Thomas mengatakan kemungkinan masyarakat di wilayah ini masuk Islam menjelang akhir abad ke 13 M, lihat Political Violence in the Muslim Provinces of Southern Thailand, ISEAS No. 28, April 1975, hal. 4 Merujuk keterangan W. K. Che Man diperkirakan Langkasuka menerima Islam pada tahun 1457 yakni abad 15, lihat W. K. Che Man, Islam in Contemporary dalam Akademika Vol.34 Januari 1989, hal. 114. Pernyataan seorang ahli matematika Eropa, Emanuel Gidinho Eridia, 18 Agama Islam telah memperkukuh identitas budaya dan agama masyarakat Patani sehingga menjadi kesatuan sistem tidak hanya dalam aspek identitas agama melainkan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam aspek politik, sosial- budaya, dan ekonomi. Hal ini terbukti dengan perpindahan Kerajaan Langkasuka menjadi sebuah Kerajaan Melayu Islam Kerajaan Patani dengan sistem politik kesultanan dan menjadikan agama Islam sebagai agama resmi di Patani pada abad 15 M dan menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat di Patani. Demikian penjelasan Naquib al-Attas, mengatakan bahwa konsep Islam dalam kebudayaan Melayu melahirkan sebuah dinamisasi kehidupan baru tentang agama, bahasa, kesusasteraan, kesenian, dan kebudayaan. 37 Kekuatan Islam di Asia Tenggara termasuk di Patani hingga menjadi salah satu ciri identitas dan kesatuan dalam satu sistem agama sangat historis dan wajar. Terbukti ketika dimulainya penyebaran Islam yang lebih signifikan pada abad 16 dan kehadiran Portugis di Asia Tenggara, membawa kesan antara Islam dan Kristen untuk tersebar di tiap daerah. Sehingga menuntut Islam untuk bertindak melawan Portugis dengan membawa identitas agama, budaya dan kepentingan masyarakat adat. 38 Pendapat ini, diperkuat oleh pendapat Amran Kasimin, bahwa kedatangan Islam pada abad ke 15 di wilayah Malaya, Asia Tenggara, merupakan peradaban ketiga di dunia yang memberikan pencerahan dan kejayaan, dan mengindikasikan kesamaan masuknya Islam ke Pattani pada abad 15, menurutnya Islam telah diterima Patani sebelum Parameswara di Malaka menerima Islam tahun 1411 M, didasarkan pada batu nisan orang arab di dekat Kg. Teluk Cik Munah bertarikh 1028, lihat Haji Abdul Halim Bashah Abhar, Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar: Patani, Kelantan dan Terengganu, Kelantan: Pustaka Reka, 1994, hal.47 37 S.M. Naquib al-Attas, Konsep Islam dalam Kebudayaan Melayu, Al-Islam. Vol.9. tahun III, Ramadhan 1396 atau September 1976, hal.22-24 38 Howard Federspiel, Sultans, Shamans, and Saints: Islam and Muslims in Southeast Asia, United State of America: University of Hawai’i Press, 2007, hal.38 19 menjadi dominasi di wilayah ini. 39 Abad 16 dan 17 M, Patani mampu menjadi Kerajaan Islam yang dikenal sebagai pusat perdagangan di Semenanjung Malaya. Namun sayang, perjalanan kerajaan kecil ini harus berhadapan dengan kerajaan di utara berbasis agama Budha, Kerajaan Siam Thailand, dan berakhir dengan penaklukan Siam Thailand atas Patani. Patani di bawah kekuasaan Siam mengalami banyak perubahan bagi kehidupan keberagamaan masyarakat Muslim Patani. Kepercayaan Muslim Patani periode Siam Thailand dibagi menjadi dua kelompok, yaitu satu segmen diintegrasikan ke dalam masyarakat umum dan bersahabat dengan negara. Umumnya mereka adalah para imigran, sedangkan yang lainnya yang berada di selatan, sangat menentang negara dan cenderung radikal dan disebut Muslim lokal. Mayoritas Muslim lokal di Thailand menganut sekte Sunni dan madzhab Syafi’i. Sedangkan Muslim imigran memiliki latar belakang sekterian yang berbeda, seperti Muslim Persia menganut sekte Syiah yang memiliki kapasitas berbeda dalam Kerajaan Thailand. Ada juga sekelompok kecil Muslim menganut sekte Syiah Imamiyah dan Bohras Mustali Ismailiyah yang merupakan subkelompok dalam Syiah. 40 Syiah Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa nabi Muhammad saw telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti, oleh karena itu, mereka tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Usman. Sementara golongan Mustali Ismailiyah adalah sub kelompok 39 Amran Kasimin, Religion and Social Change among the Indigenous People of the Malay Peninsula , Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991, hal.xi, dalam Hasan Madmarn, Conference on Religion and Society in the Modern World: Islam in Southeast Asia, Jakarta, 29-30 Mei 1985, hal.1 40 Imtiyaz Yusuf, “Ethnoreligious and Political Dimensions of the Southern Thailand Conflict”, dalam Islam and Politics Renewal and Resistance in the Muslim World, Editor; Amit Pandya dan Ellen Laipson, Washington: Henry L Stimon Center, 2009, hal.43-44. 20 dari golongan Imamiyah, mereka berkeyakinan sama bahwa imam pertama adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian imam pindah kepada putra Ja’far as-Sadiq, Ismail bin Ja’far as-Sadiq. 41 Secara keseluruhan Muslim di Thailand terbentuk dalam tiga konfigurasi berdasarkan sejarah dan lokasi, yaitu: 1. Etnis Islam berbahasa Melayu yang berada di Narathiwat, ‘Pattani’ dan Yala Selatan, terdiri sekitar 44 dari jumlah penduduk Muslim di Thailand. Tipe kelompok inilah yang paling menentang pemerintah 2. Etnis Melayu yang terintegrasi namun masih menggunakan bahasa Melayu, berada di provinsi Satun dan Krabi, Nakhon Si Thammarat, Phangnga, Phuket dan Songkhla. 3. Muslim multietnis dan terintegrasi dengan budaya Thai, umumnya kelompok ini terdiri atas para muallaf Thailand yang berpindah ke Islam dan imgran Muslim berasal dari Bengali, Cham, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Pathan dan Persia, dan mereka yang konversi tinggal di Bangkok dan Ayuthaya.

B. Identitas Budaya dan Masyarakat Melayu-Muslim Patani

Kata Patani berasal dari kata Arab Fathan atau Fathoni artinya cerdas. Arti definisinya bahwa di tempat ini banyak lahir orang-orang cerdas. Sedangkan penyebutan Patani dengan dobel ‘t’ karena menganggap tempat ini dipimpin para 41 Ensiklopedi Islam Jilid 5, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994, hal.8 21 alim ulama. 42 Sedangkan bagi orang-orang Inggris Penyebutan Pattani berdasar pada ejaan Melayu Patani merujuk pada Kerajaan Patani, 43 s ementara pemerintah Thailand menyebutkan ejaan ‘Pattani’ dengan dobel ‘t’ didasarkan pada ejaan Thailand pada tahun 1980an, menunjukan tindakan politik sebagai wujud kesadaran perbedaan ento-religius dan sebagai penghormatan bagi para mantan raja-raja Melayu di provinsi Yala, Narathiwat, dan Pattani. Istilah lain dalam ejaan Thai, istilah Pattani hanya menandakan sebuah provinsi di Thailand Selatan setelah tahun 1909. 44 Dengan demikian, meskipun masyarakat yang ada di provinsi Yala, Narathiwat, Satun, dan Songkhla mereka tetap disebut dengan sebutan ‘Pattani’. Bahasa yang digunakan oleh mayoritas kelompok ini adalah bahasa Melayu atau mereka lebih suka disebut Yawi Speaker. 42 Artikel Sri Nuryanti, In Search of Identity of Pattani, hal.12-13. Dipresentasikan di Indonesian API Fellow Seminar di Widya Graha LIPI, Lantai 5, 26 Maret 2003. 43 Versi ini berdasarkan catatan Hikayat Patani dan Sejarah Kerajaan Melayu, terdapat dua versi. Pertama, nama Patani berasal dari “pantai ini”. Cerita ini disandarkan pada kisah seorang putera raja yang terdampar di “pantai ini”, secara kebetulan masyarakat di negeri tersebut sedang mencari seorang pengganti raja, maka diangkatlah putera raja tersebut menjadi raja dengan seekor gajah putih sebagai mediator pemilihan raja tersebut. Menurut versi bahari apabila belalai gajah menyentuh seseorang maka dialah yang diangkat menjadi seorang raja. Gajah itu memilih putera raja yang terdampar tadi, dan disebut “raja di pantai ini”. Nama ini lambat laun berubah menjadi “raja pata ni” dan kemudian “pata ni” dan kemudian patani. Kedua, versi ini berasal dari kata yang sama yaitu “pantai ini”. Perbedaannya terletak dalam kisahnya. Serombongan raja berburu seekor rusa, ketika dikejar rusa tersebut berlari menuju sebuah pantai bernama “pantai ini”. Rusa itu tiba-tiba menghilang tepat di pantai tersebut. Berdasarkan kisah ini dikenal dengan nama “pantai ini” maksudnya: hilang di pantai ini. Lihat Ahmad Fathy al-Fatani, Pengantar Sejarah Patani, Alor Setar: Pustaka Darussalam, 1994, hal.12- 13. Lihat juga Pierre Le Roux, “To Be or Not to Be...: The Cultural Identity of the Jawi Thailand”, Asian Folklore Studies, Volume 57, 1998, hal.229-230. 44 Chaiwat Satha-Anand, “Pattani in the 1980s: Academic Literature and Political Stories,” in Sojourn, Vol. 7, No. 1 February 1992, hal.1-38, dalam Thanet Aphornsuvan, History and Politics of The Muslims Thailand , Bangkok: Thammasat University, 2003, hal.3. Lihat juga S. P. Harish, Changing Conflict Identities: The Case of the Southern Thailand Discord, No. 107 February 2006, Singapore, Institute of Defence and Strategic Studies, hal.1. Lihat juga catatan kaki dalam Pierre Le Roux, “To Be or Not to Be...: The Cultural Identity of the Jawi Thailand”, Asian Folklore Studies, Volume 57, 1998, hal.250, secara historis ditulis dengan satu huruf ‘t’ merujuk kepada kesultanan Patani atau Patani Besar, Le Roux sendiri menggunakan dobel ‘t’ karena saat ini Pattani termasuk provinsi di Thailand Selatan