Situasi Ekonomi Patani PATANI DALAM KONTEKS HISTORIS

36 Perdagangan selalu menjadi pemicu terjadinya proses Islamisasi dan perkembangan politik kerajaan-kerajaan maritim. Perdagangan jugalah yang menjadi faktor penting hubungan Melayu-Muslim Patani dengan Kerajaan Ayuthia. 81 Pada abad 14 dan 15 wilayah Patani dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam. Hubungan perdagangan Patani tidak hanya dengan egara tetangga di Asia Tenggara, melainkan lebih meluas lagi dengan para pedagang Arab, Cina, India dan Eropa. Hubungan tersebut menunjukkan kemapanan politik dan ekonomi Patani pada waktu itu. 82 Peranan pelabuhan Pattani yang strategis acap kali dijadikan tempat persinggahan para pedagang dari Eropa, Arab, Cina dan India. Bahkan semakin populer ketika Malaka berhasil jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, karena sistem bea cukai yang lebih mahal dari pada Patani. Menurut Paulus Rudolf Yunatrio, hubungan-hubungan dagang yang terjalin berawal dari hubungan antara para pedagang Muslim dan Cina dengan Patani waktu itu, karena keduanya sangat berhubungan dengan proses penyebaran 81 Omar Farouk, “Muslim Asia Tenggara dari Sejarah Menuju Kebangkitan Islam”, dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara , Editor: Saiful Muzani, Jakarta: LP3ES, 1993, hal.27. Salah satu peristiwa paling penting adalah ketika Malaka dikuasai oleh Portugis, dengan Malaka kehilangan relevansinya sebagai salah satu pusat perdagangan regional, bahkan berubah menjadi pos militer. Beberapa pengamat termasuk Anthony Reid, sepakat bahwa umat Islam adalah yang paling kuat tertanam dalam perdagangan streaming melalui Ayutthaya. Posisi inilah yang dimanfaatkan oleh Ayuthia dalam mendukung proses komersial dengan menempatkan umat Islam Patani dalam posisi dan peran penting di istana, sebagai menteri, pedagang dan penasehat dibawah kuasa Raja. Lihat Yoneo Ishii, “Thai Muslims and the Royal Patronage of Religion,” Law Society Review 28, no. 3 1994: 454-455 dalam Thesis oleh Daniel J. Pojar, Jr. Lesson Not Learned: The Rekindling of Thailand’s Pattani Problem, Monterey, California, 2005. 82 Penempatan penting umat Islam Melayu di kerajaan Ayuthia pada akhirnya membawa perkembangan yang signifikan bagi perekonomian Patani. Ada dua konsekuensi jika menanggapi hal ini, pertama, Ayuthia sebagai pusat perdagangan internasional menjadi sangat signifikan berdasarkan komoditi dari Cina, Persia, Arab, India dan Eropa mengalir ke Ayuthia. Kedua, Patani sebagai kerajaan kecil memanfaatkan hubungannya dengan Ayuthia yang memungkinkan perekonomian Patani mengalami perkembangan dan menjadi pusat perdagangan yang kuat, menyaingi Malaka ketika jatuh ke tangan Portugis. 37 Islam. Hubungan ini mendorong terjalinnya hubungan dagang dengan Arab dan India, pedagang yang juga melakukan eksplorasi ke dalam perdagangan regional. Patani menjadi pusat perdagangan kayu besi, 83 dan menjadi gudang perdagangan bagi masyarakat setempat yang menjual produk rempah-rempah yang diperdagangkan untuk tekstil Cina dan keramik. Selain itu, Patani menjadi fokus bagi pedagang Arab dan India yang membawa tekstil mereka. Pedagang Patani menjual produk dagangan mereka sendiri seperti lada hitam, bahan makanan lain dan emas. Tindakan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang Patani diperpanjang ke selatan Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa sampai Sulawesi Makassar. 84 Kemajuan Patani lebih bergatung pada sistem pelabuhan bebas. Setiap kapal yang datang dari Asia Barat dan Eropa dikenakan bea cukai hanya 6, dan satu persen pemasukan untuk kas negara. Sedangkan kapal-kapal dari Asia Tenggara tidak dikenakan biaya apapun, apabila melakukan transaksi penjualan sebanyak 25 dari harga muatan kargo dengan harga pasaran, dan mendapat potongan 20. 85 Patani sebagai pusat perdagangan semakin popular manakala dipimpin oleh raja-raja perempuan. Selain sistem beacukai yang lebih murah, letak geografis Patani semakin merangsang para pedagang dari Eropa dan Jepang sekitar abad 16 hingga 17 M. Portugis tiba di Patani pada tahun 1517 dalam 83 Howard Federspiel, Sultans, Shamans, and Saints: Islam and Muslims in Southeast Asia, United State of America: University of Hawai’i Press, 2007, hal.14 84 Paulus Rudolf Yuniarto, “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand, Pusat Penelitian Sumberdaya Regional Indonesia, 2004, hal.38-39 85 Moh. Zamberi A. Malek, Patani dalam Tamadun Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1994, hal.19-23 38 rangka melakukan perdagangan rempah-rempah, kemudian tahun 1602 Belanda juga memulai mendirikan basis perdagangan di pelabuhan Patani. Selanjutnya, Inggris juga ikut dalam kegiatan perdagangan di sini. 86 Terbukti pada 22 Juni 1612 Inggris mengutus seorang utusan untuk menyampaikan surat Raja James I dalam rangka mengadakan perjanjian perdagangan. Hal ini menimbulkan konflik antara Belanda dan Inggris dan mengakibatkan perang pada 1623 yang dimenangkan Belanda. Hubungan komersial antara Patani dengan Belanda meningkat, mendukung harapan bagi Belanda untuk mendapatkan beras dan makanan yang dibutuhkan. Selain itu, tahun 1538, pelabuhan Patani juga banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Jepang. Hubungan komersial tersebut ditandai ketika Raja Tokugawa Iyeyasu 1542-1616 mengirimkan utusan untuk mengantarkan hadiah kepada Raja Hijau, tahun 1599 Patani membalas kunjungan tersebut. 87 Pada masa pemerintahan Raja Kuning, sebuah Syarikat Perkapalan Raja Diraja Patani didirikan, yang berperan untuk mengendalikan perdagangan negara Patani dengan antar bangsa. Melalui syarikat ini, barang dagangan hasil produksi masyarakat Patani dapat diekspor dan diperdagangkan. Hal ini, semakin menunjukan peradaban yang dimiliki Melayu Patani mampu diperhitungkan. Lihat lampiran 5 dan 6 Tidak heran, terjadi persaingan antara pedagang Eropa, yang masih berpedoman pada sistem perdagangan negara masing-masing hingga terjadi kekacauan. Persaingan antara Belanda dan Inggris mengakibatkan kedua belah pihak menutup gedung perniagaan mereka di Patani. 86 Ibid. hal.39 87 Ibid. hal.23 39 Namun, dengan peristiwa tersebut, Patani tidak kehilangan daya tarik sebagai pusat perdagangan terpenting. Karena Patani masih memiliki kekuatan letak yang strategis, sehingga para pelaut yang melintasi Laut Cina sering bersinggah di Patani. Berakhirnya pemerintahan Ratu Kuning dan konflik serta peperangan yang terjadi dengan Kerajaan Siam, mempengaruhi perekonomian Patani semakin menurun. Para pedagang asing mulai meninggalkan daya tarik mereka berdagang di Patani, dan berpindah ke daerah lain seperti ke Malaka dan Singapura. Selain faktor internal Patani, munculnya daerah perdagangan baru di Malaysia dan Kepulauan Indonesia, turut memperburuk situasi perekonomian Patani. Kondisi tersebut berlangsung sangat lama antara 1842 dan 1900. 88 Meskipun kini Patani memiliki luas yang relatif kecil, namun kaya akan sumber daya alam. Terdiri atas lembah yang subur dan daerah penangkapan ikan, baik di sepanjang pantai Laut Cina Selatan di sebelah timur dan Laut Andaman di sebelah barat. Wilayah Patani juga memiliki cadangan mineral termasuk timah, emas, wolfram, mangan dan gas alam. Sebagian besar Melayu-Muslim Patani wiraswasta dan memiliki perkebunan sendiri seperti tanaman karet, kelapa, dan tanaman tropis seperti rambutan dan durian, sebagian lainnya menanam padi atau nelayan. 89 Namun, pedagang Melayu-Muslim Patani lebih dominan pada perdagangan timah dan ternak. Namun, setelah Patani ditaklukkan Kerajaan Siam Thailand kondisi perekonomian rakyat Muslim Patani semakin buruk dan menurun, secara bertahap 88 Paulus Rudolf Yuniarto, “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand, Pusat Penelitian Sumberdaya Regional Indonesia, 2004, hal.47 89 W.K., Che Man, Muslim Separatism The Moros of Southern Philipines and The Malays of Southern Thailand , Singapore: Oxford University Press, 1990, hal.36-37 40 Patani jatuh ke dalam pusaran hegemoni Thailand dan semenjak abad 20 status Patani sebagai perbatasan Thailand tegas disegel. Hal ini mengakibatkan kondisi ekonomi Melayu-Muslim Patani semakin terpuruk akibat peran ekonomi didominasi oleh etnis Cina dan Thai atas kebijakan Monthon Patani masa raja Chulalongkorn. 90 Selain kebijakan pemerintah Thailand mendiskriminasi peran ekonomi Melayu-Muslim Patani, kemajuan teknologi dan konstruksi jalan kereta api serta komunikasi telegraphik memiliki dampak besar terhadap sektor timah juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi Melayu-Muslim Patani. Umumnya Melayu Patani masih menggunakan sarana dan transportasi tradisional untuk peternakan dan pertanian, kondisi ini bila jauh dibandingkan dengan sarana dan transportasi yang digunakan etnis Cina dan Thai. Sehingga sulit bagi mereka menjangkau transaksi dagang dengan masyarakat di luar mereka, belum lagi kebijakan pemerintah dalam membeli hasil pertanian dan ternak mereka dengan harga yang sangat rendah. 91 Sebetulnya, pemerintah telah mengenalkan program-program tertentu kepada Melayu-Muslim Patani, namun mereka menganggap proyek pemerintah tersebut adalah sebagian rencana untuk menenggelamkan penduduk Muslim dan membuat wilayah Patani Pattani didominasi Buddhis. 92 Lihat Peta pada lampiran 7. Kegagalan ekonomi penduduk Patani ditanggapi oleh pemerintah dengan tidak bertanggung jawab, dengan alasan dana yang tidak memadai. 90 Tesis oleh Mala Rajo Sathian, Economic Change in Pattani Region c. 1880-1930: Tin and Cattle in the Era of Siam’s Administrative Reforms , National University of Singapore, 2004, hal.3 91 Ibid. hal.205-206. 92 W.K., Che Man, Muslim Separatism The Moros of Southern Philipines and The Malays of Southern Thailand , Singapore: Oxford University Press, 1990, hal.39. 41 Alhasil, perekonomian masyarakat Patani semakin tergeser, akan tetapi kekayaan alam mereka dieksploitasi besar-besaran oleh pemerintah pusat dengan alasan sebagai pembangunan infra struktur. 42

BAB III PENGERTIAN DAN KONSEP INTEGRASI

A. Konsep dan Kebijakan Integrasi Politik Pemerintah Thailand Siam

Integrasi pemerintah Thailand dibagi menjadi tiga. Pertama, integrasi politik dan budaya seperti integrasi administrasi 1902, perjanjian Anglo-Siam tahun 1909, kudeta atas monarki absolut dari Siam pada tahun 1932, dan politik nasionalisme dari Marshall Phibul Songkhram 1938-1944. Kedua, integrasi politik intelektual Islam dan tradisional lembaga meliputi: mengakomodasi politik Islam oleh Undang-Undang Islam Binaan 1945, integrasi politik ulama tradisional Islam, sekularisasi lembaga-lembaga tradisional Islam, dan program negara untuk mengatasi separatisme. Ketiga, pasca integrasi kebijakan yang meliputi kebijakan negara untuk mengatasi separatisme dan gangguan untuk keamanan sehubungan dengan kebangkitan fundamentalisme Islam. 93 Lihat tabel pada lampiran 8 Secara komprehensif integrasi Thailand harus dilihat dari latarbelakang pembentukan konsep nasionalisme dan modernisasi negara bangsa. Pandangan ini mencerminkan semangat kalangan Thai elit pada tahun 1880-1900an akibat dilanda krisis baik dalam bidang politik dan ekonomi pada tahun 1893 sehingga berusaha mentransformasi pembudayaan diri self-civilizing. Dalam sejarah konvensional Siam, proses pembudayaan diri tersebut adalah upaya menyelamatkan kemerdekaan kerajaan dan negara dari penjajahan bangsa Eropa. Siam menginginkan kekuasaan mutlak sebagai negara kerajaan yang independen 93 Cahyo Pamungkas, “The State Policies Towards Southern Border Provinces”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand , Jakarta: Pusat Penelitian Sumber Daya Regional PSDR-LIPI, 2004, hal.63 43 dan mendapatkan pengakuan dari bangsa Eropa. Akibatnya, Siam menekankan isu nasionalisme untuk menegaskan kembali kontrol negara dan supremasi terhadap kelompok minoritas. 94 Konsekuensi dari nasionalisme Siam mendorong serangkaian proses integrasi terhadap kelompok minoritas, dan memperkenalkan konsep modernisasi dan westernisasi ke Siam. Menurut Moufe komunitas politik tidak secara alami terjadi dalam sebuah kelompok politik dengan desain dan rekonstruksi dengan kelompok tertentu dalam sebuah komunitas politik. 95 Artinya suatu kelompok minoritas terintegrasi ke dalam kelompok mayoritas tidak terjadi begitu saja, melainkan ada suatu proses dan tahapan serta latar belakang yang menyebabkan integrasi tersebut terjadi. Kebijakan integrasi Siam Thai atau konsep modernisasi dan westernisasi Siam dengan memasukan ide pemerintahan Barat dan administrasi, perubahan ekonomi ke pasar dan ekonomi tunai. 96 Serangkaian kebijakan ini disebut integrasi politik administrasi atau Thesaphiban, terjadi pada dua tingkatan secara suprastruktural maupun struktural. Pada tingkatan suprastruktural mendorong pengembangan ideologi nasionalisme dan konsep suatu negara, sedangkan dalam struktural integrasi mencakup dalam bidang politik dan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan negara dan program-program negara. Pada tingkat struktur terjadi kesenjangan antara kelompok mayoritas dan minoritas, ditandai dengan 94 Thongchai Winichakul, A Short History of the Long Memory of the Thai Nation, Department of History, University of Wisconsin-Madison, hal.4 95 Cahyo Pamungkas, “The State Policies Towards Southern Border Provinces”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand , Jakarta: Pusat Penelitian Sumber Daya Regional PSDR-LIPI, 2004, hal.61 96 Esai Somphong Amnuay-ngerntra, “King Mongkut’s Political and Religious Ideologies Through Architecture at Phra Nakhon Kiri”, Asia-Pacific CHRIE APacCHRIE Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 26-28 May 2005, hal.72