Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 4.3

panah di tangannya. Pada gambar keempat nampak sekumpulan orang dengan dua orang di antaranya terdapat seorang wanita yang sedang menatap pria berpakaian adat Papua yang memegang panah. Pada gambar 5 terlihat terlihat dua orang pria yang sedang berdiri berhadapan dengan mengenakan dua pakaian yang berbeda jenis satu di antaranya mengenakan pakaian adat Papua dan membawa panah di tangannya. Pada gambar keenam terlihat sekerumunan orang bersenjata panah dan berpakaian adat dengan anak-anak berada di antara mereka. Pada gambar ketujuh nampak sekerumunan orang bersenjata panah dengan berpakaian adat dan saling bergandengan tangan satu sama lainnya. Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Konotasi Konotasi yang muncul dari serangkaian gambar di atas bahwa di Papua salah satunya daerah Tiom masih menjunjung tinggi solidaritas dan harga diri antara sesama kelompoknya. Bila salah seorang dari kelompok mereka, disakiti atau dibunuh oleh kelompok lain, maka mereka yang menjunjung tinggi adat setempat akan mengenakan denda adat berupa uang senilai 3 miliar dan 200 ekor babi. Bila tidak mampu membayar, maka perang adalah jalan keluarnya. Adat seperti itu yang masih dipertahankan masyakat Tiom hingga hadirnya sosok Mikael, penduduk Tiom asli, yang berkesempatan memperoleh pendidikan di luar Papua sehingga mampu berpikir terbuka dan berwawasan luas untuk membawa perubahan di Tiom, Papua. Bagi Mikael, adat yang sekiranya baik harus dipertahankan tetapi adat yang dinilai merugikan serta menimbulkan perpecahan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki. Selain itu dilihat dari gambar 6 dan 7, terlihat anak-anak yang merupakan korban dari peperangan tersebut memanfaatkan kefanatikan orang-orang Papua terhadap budaya setempat dengan melantunkan lagu adat setempat untuk menggugah hati mereka menuju perdamaian yang utuh. Mitos Untuk mewujudkan perdamaian di Papua biasanya melalui musyawarah, yaitu dengan memanggil kepala suku dari kelompok yang berperang, kemudian mencari jalan keluar agar kedua kelompok tersebut untuk berdamai. Ada pula cara lain untuk mendamaikan kedua kelompok yang berperang, yaitu dengan menyanyikan sebuah lagu adat yang bertemakan perdamaian. Berikut hasil wawancara dengan guide anjungan provinsi Papua di TMII, “Disana ada peran petugas keamanan tetapi jika ia langsung melerai itu sangat sulit. Dia mesti masuk kembali ke ketua adat, ketua panglima perang. Disana itu beda. Ada ketua adat, ketua panglima perang. Ketua adat hanya melakukan adat yang berlaku dalam perkampungan itu. Biasa disana penyelesaian peperangan itu, dikompromikan dulu. Kekurangan dalam film itu seharusnya kan ada teks di bawahnya, karena Papua sendiri kan memiliki 300 suku dan 200 bahasa lebih ya, satu kabupaten saja ada beberapa suku, dan itu bahasanya beda. Jadi kami menonton film itu mengartikan lagu itu adalah tentang perdamaian. Menurut bapak Oken yang tinggal di Papua khususnya pegunungan, bahwa dahulu penduduk Papua banyak yang atheis. Tetapi sejak masuknya Belanda yang mayoritas beragama Kristen membawa perubahan bagi masyarakat Papua, yakni mereka sudah mempunyai agama. Untuk itu, biasanya jika mereka berperang didamaikan melalui sebuah lagu. Mungkin lagu yang ada di film itu adalah lagu perdamaian”. 10 Perdamaian merupakan wujud cita-cita umat manusia sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar umat manusia, sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang berdampak pada kerusakan social. Agama Islam sangat memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga memerintahkan kepada umat manusia agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu dan godaan syaitan, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208: Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu. 10 Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua Taman Mini Indonesia Indah pada 7 Februari 2014.