Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam merupakan bagian terpenting, sebab berkenaan dengan aspek-aspek kepribadian siswa karena untuk mentransformasi kedalam sikap keagamaan siswa bukan hanya tanggung jawab guru sekolah, tapi juga adalah tanggung jawab orang tua yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan pemerintah dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah, kaitannya dengan jam pembelajaran yang tersedia baik dari mulai sekolah tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi, hanya disediakan waktu pembelajaran yang sangat sedikit. Kurikulum pendidikan yang selalu berubah-ubah ini juga sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan pendidikan di negara ini. Bagaimana mungkin dengan waktu yang sangat sedikit tersebut, target dari pelajaran pendidikan agama dimana salah satu tujan pelajaran tersebut adalah memberikan kemampuan dasar kepada siswa tentang agama dalam mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, akan dengan mudah tercapai. Oleh karenanya, untuk mencapai target dan tujuan pendidikan, perlu adanya sistem pendidikan agama yang terpadu, yaitu yang memperhatikan segala 11 unsur yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan tersebut. Prestasi belajar pendidikan agama Islam yang diperoleh siswa adalah karena ia taat dalam beribadah atau siswa taat beribadah sehingga prestasi belajarnya bagus. Ketaatan beribadah siswa adalah keteraturan dan kesungguhan seorang siswa dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Perintah tersebut meliputi pelaksanaan shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnah lainnya, puasa di bulan ramadhan dan puasa sunnah, pembiasaan berinfakshadaqah, berbakti kepada kedua orang tua, dan kesungguhan dalam belajar. Sementara larangan Allah dapat berupa larangan berjudi, berzina, berkata bohong dan keji, dan lain-lainnya. SMP Negeri 1 Ciputat sebagai bagian dari lembaga pendidikan formal di Indonesia, selalu berusaha mendidik dan mengarahkan seluruh peserta didiknya menjadi manusia yang bertakwa dan berprestasi. Bahkan bertakwa dan berprestasi merupakan dua kata yang menjadi jargon dan tujuan dari setiap lembaga pendidikan di Indonesia. Namun demikian jargon tersebut tidak mudah untuk diwujudkan, tidak semudah membalikkan kedua tangan. Upaya mencapai prestasi dan ketakwaan siswa diwujudkan dalam bentuk berbagai kegiatan pembelajaran baik yang bersifat intra kurikuler, ko kurikuler, maupun ekstra kurikuler. Untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal dilakukan kegiatan pembelajaran yang dibimbing oleh guru-guru yang memiliki kompetensi di bidangnya. Sementara untuk mencapai ketakwaan siswa, di 12 samping mereka belajar agama di kelas, juga ada beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang kompetensi ketakwaan mereka. Namun demikian nampaknya hingga saat ini tujuan tersebut belum sepenuhnya tercapai Manusia adalah makhluk individu juga sebagai makhluk sosial merupakan dua peran yang harus dijalankan dalam mengarungi alam kehidupannya. Dalam hubungannya sebagai makhluk sosial terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat dipisahkan dari individu lain, dalam hidup dan kehidupannya di dunia ini, manusia itu serba terhubung dengan manusia lain dan saling tergantung dengan sesamanya. Kebersamaan hidup di antara sesama manusia akan berlangsung di dalam bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. 1 Sebagaimana Firman Allah SWT : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” Q.S. Al-Hujurat 49 : 13 1 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, cet. Ke-11, h. 1 13 Dengan demikian, kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu di sengaja maupun tidak disengaja. Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif adalah yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. Dalam arti yang lebih spesifik pada bidang pengajaran, di kenal adanya istilah interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain, apa yang dinamakan interaksi edukatif, secara khusus adalah sebagai interaksi belajar- mengajar. 2 Sesungguhnya pendidikan adalah masalah penting yang aktual sepanjang zaman. Karena pendidikan, manusia menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT K epada manusia. Islam mewajibkan setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu. Manusia dianjurkan untuk belajar sejak dari buaian sampai ke liang lahad. 3 Rasulullah SAW bersabda : ﺔ ْﺴ و ْﺴ آ ﻰ ﺔﻀْﺮ ْ ْا ﻃ ﺴ ﻮىرﺎ ا اور “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang Islam, laki-laki atupun perempuan” H.R. Bukhari dan Muslim 2 Ibid., h. 1 3 Zakiah Daradjat,Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV Ruhama, 1994, cet. Ke-1, h. 1 14 ﺪْ ﺎى ا ﺪْﻬْ ا ْ ْااﻮ ْﻃا ا اور ﺮ اﺪ “ Tuntutlah ilmu itu sejak dari ayunan sampai ke liang lahad mulai dari kecil sampai mati.” H.R. Ibn. Abd. Bar 4 Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakatnya. 5 Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Sistem pendidikan Islam secara informal ini, terutama yang berjalan dalam lingkungan keluarga sudah diakui keampuhannya dalam menanamkan sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak dididik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarganya. Mereka dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan didahului membaca Basmallah. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan sholat dengan berjamaah, berpuasa di bulan Ramadhan, dan lain-lain. 6 Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang saat ini di kenal dengan pendidikan non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi 4 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996, cet. Ke-3, h. 6 5 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000, cet. Ke-5, h. 1 6 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000, cet. Ke-6, h. 211 15 motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna. 7 Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah- sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran dan berbagai sumber belajar dan fasilitas. 8 Pendidikan Islam diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memilki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya. Jadi, dalam pengertian ini, pendidikan Islam tidak dibatasi oleh institusi kelembagaaan ataupun pada lapangan pendidikan tertentu. Pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas. Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh dimaksud, sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih 7 Ibid., h. 211 8 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. Ke-3, h. 1 16 dititikberatkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. 9 Sekolah harus menjadi sumber kebaikan, menjadi sumber akhlak yang mulia, menjadi tempat untuk kesucian dan kesempurnaan. Sekolah yang tak mencapai kesempurnaan dari segi ilmiah, amal perbuatan, jasmani, akal, akhlak, kemasyarakatan, kerohanian dan perasaan, berarti belum menunaikan kewajibannya terhadap pendidikan dan pengajaran. Pendidikan sekolah harus berusaha mendidik siswa-siswinya supaya sampai kepada kesempurnaan perseorangan dan kesempurnaan masyarakat seluruhnya. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mementingkan masyarakat seluruhnya. Seseorang belum dapat dikatakan tinggi akhlaknya, kecuali bila ia melupakan kepentingan dirinya untuk kebaikan masyarakat. Dengan demikian, ia menjadi anggota yang hidup dalam masyarakat. 10 Tujuan pengajaran agama dan akhlak adalah menanamkan perasaan keagamaan dan akhlak yang mulia dalam dada anak didik, sehingga mereka menjadi orang yang beragama dengan arti kata yang sebenarnya serta berakhlak yang mulia. Untuk mencapai tujuan itu haruslah pengajaran agama dan akhlak itu diberikan dengan sungguh-sungguh, bukan saja dalam jam pelajarannya, bahkan juga di luar jam pelajaran itu. 11 Falsafah mengajak kita kepada kependidikan yang bersifat menyeluruh yang dilandasi oleh iman, karena kita menghendaki pendidikan keagamaan yang berdasarkan keimanan. Karena kita yakin bahwa sesungguhnya iman yang benar itu menjadi dasar bagi setiap pendidikan yang benar, karena iman yang benar memimpin kita kearah akhlak mulia. Akhlak mulia memimpin kita kearah usaha 9 Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, cet. Ke-5, h. 220 10 Muhammad Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990, cet. Ke-3, h. 31-32 11 Ibid; h.39 17 mendalami hakikat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang benar memimpin kita kearah amal soleh. 12 Orang yang beribadat kepada Allah adalah orang yang disayangi-Nya. Kepada umat manusia, diturunkan suatu ajaran melalui Rasul-Nya secara berturut dan beruntun, mulai dari Rasul pertama, Adam A.S. sampai kepada Rasul terakhir, Muhammad SAW. Ajaran yang telah disempurnakan melalui Rasul ini bernama Syari’at Islam yang terkumpul dalam suatu kitab yang bernama Al- Qur’an, dan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah dengan sabda-Nya, dengan perbuatannya dan pengakuannya, seterusnya dikembangkan oleh para pengikutnya yang sudah memiliki kemampuan untuk berijtihad. Manusia adalah makhluk Allah. Ia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah. Allah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Untuk ini Ia memerintahkan supaya manusia itu beribadat kepada-Nya 13 . Firman-Nya : ْﻻْاو ْا ْ ﺎ و نْوﺪ ْ ﻻإ ﺲ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” Q.S. Adz-Dzariyat 51 : 56 Fenomena tersebut menarik untuk dikaji lebih sehingga penulis tergerak menelitinya dengan judul “KORELASI PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN KETAATAN BERIBADAH SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 CIRENDEU CIPUTAT” 12 Fadhil Al-Djamali, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1988, cet. Ke-1, h. 44 13 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, op cit., h. 2 18

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah