Pengaruh pelaksanaan pendidikan agama islam terhadap kualitas beribadah siswa (tudi kasus di smp darussalam ciputat

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Disusun Oleh: DAHRIA 106011000078

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

jujurlah karena sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga. Dan jauhilah dusta

karena sesungguhnya dusta itu menyeret kepada dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu menuntun ke neraka .

(HR. Bukhari)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap .

(QS. Alam-Nasyrah/94 :8)

Apapun yang terjadi dalam hidup kita, masalah apapun, dan sebesar apapun masalah itu pasti ada hikmah yang tersirat di dalamnya. semakin besar masalah maka akan semakin besar pula hikmah yang


(3)

i

Fak/jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul : Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Terhadap Kualitas Beribadah Siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Kualitas Beribadah Siswa di SMP Darussalam Ciputat.

Kualitas ibadah dapat diartikan sebagai mutu atau kualitas ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta dalam melaksanakan syariat yang telah ditentukan oleh-Nya, ini tentunya tidak terlepas dari pendidikan agama seorang anak, khususnya pendidikan yang telah diberikan disekolah. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui seberapa besarkah pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa.

Penelitian ini dilaksanakan selama beberapa bulan di SMP Darussalam Ciputat sampai pada bulan Oktober 2010 yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa/siswi SMP kls VIII dengan jumlah 70 orang. Ini merupakan 15% dari populasi yang berjumlah 466 siswa/siswi kelas VIII SMP Darussalam Ciputat.

Data tentang pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa diperoleh berdasarkan angket yang diisi oleh siswa/siswi dan juga hasil wawancara kepada guru bidang study pendidikan agama Islam serta kepala sekolah. Metode yang digunakan adalah korelasi product moment dengan taraf 5 % dan 1%

Dari hasil perhitungan, ternyata angka korelasi antara variabel X dan variabel Y bertanda positif memperhatikan besarnya rxy yang diperoleh yaitu 0,61. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan r tabel dengan df = 68 taraf signifikansi 5% sebesar 0,232 dan 1% 0,302, berarti r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, dan hipotesa alternaif (Ha) diterima. Ini berarti ada korelasi yang positif antara pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa SMP Darussalam Ciputat. Maka hal ini menunjukkan pula bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam berpengaruh tehadap kualitas beibadah siswa.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya maka di koefisien determinasi yang dinyatakan dengan rumus berikut “KD = r2 x 100 % “, jadi (0,61) x 100% = 37%. Ini menunjukkan bahwa pengaruh pelaksanaan pendidikan agama islam terhadap kualitas ibadah siswa, sebersar 37% dan 63% dipengaruhi oleh faktor lain.


(4)

ii

Alhamdulillah, pujian setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah SWT. Sang Sumber dari segala cinta dan kasih sayang, karena dengan rahmat, hidayah dan karunianya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul ”Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Terhadap

Kualitas Beribadah Siswa di SMP Darussalam Ciputat”. Shalawat bermutiarakan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad ibn Abdillah, keluarga, para sahabat dan para pengikut setianya.

Sebagai hamba yang lemah, tentunya dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu bimbingan, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan agar kita semua bisa belajar dari kesalahan.

Setelah sekian lama penulis berada di kampus ini, untuk mengambil gelar sarjana Strata Satu (S1) harus dengan menyelesaikan tulisan skripsi. Ini tidak serta merta siap dan selesai, ada proses, dalam perjalanannya ada jatuh bangun, down. Dalam keadaan demikian selalu ada yang memberikan motivasi dan dorongan, bantuan serta dukungan baik secara langsung atau tidak langsung, moril dan materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih terutama kepada: 1. Teristimewa buat ayahanda tercinta H. M. Daud/Dg. Massikki dan Ibunda

tersayang HJ. Ida/ Dg. Mapaccing yang telah mencurahkan kasih cintanya untukku dan tidak pernah bosan berdoa untukku, serta selalu menyemangatiku dalam setiap keadaan. Semoga Allah memberikan kalian kebahagiaan di Dunia dan Akhirat.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.

3. Ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta stafnya.

4. Dr. Akhmad Shodiq, MA yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

iii

7. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberukan ilmu pada penulis.

8. Om Bustamin dan Tante Hafsah yang penulis anggap sebagai orang tua sendiri, serta adinda Happy Haq yang selalu memberikan dukungannya.

9. Sahabat terbaikku, Dini Rahmawati, Ani Mayrani, Aminah Tuzuhriyah, Aisyah, Siti Bariroh, Dewi Priyandini, Ade Putri, Syarifatul Barokah. Mereka perempuan yang sangat berarti dalam hidup dan kehidupan ini. Dalam diam dan tindakan yang selalu memberikan motivasi dan membangkitkan semangat berkreatifitas.

10.Teman-teman PAI angkatan 2006, khususnya sahabat seiya sekata kelas B

yang mengajari arti hidup ”I Love U All, So Much With All My Heart”

11.Adindaku tersayang Abdurrahman Daud (mahasiswa KPI UIN) yang selalu mensupport penulis sebagai seorang kakak dalam setiap keadaan.

12.Terkasih dan tersayang Lukman Hakim S.Pd.I, yang selalu mendampingi hari-hariku, dan tiada henti menyemangatiku.

13.Teman-teman seorganisasi FLP Ciputat, HIPPMIH Jakarta dan sekitarnya, HMI Ciputat, IKAMI Sul-Sel Cab. Ciputat

14.Keluarga Besar YPI Darussalamm Ciputat

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan balasan pahala dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi amal ibadah disisi-Nya. Amin ya Rabbal alamin.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Jakarta, 21 Oktober 2010


(6)

iv

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pendidikan Agama Islam ... 8

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 8

2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ... 12

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 15

4. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam ... 16

5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 16

6. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 18

7. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam... 19

8. Komponen Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam ... 20

B. Konsep Ibadah Dalam Islam ... 21

1. Pengertian Ibadah ... 21

2. Tujuan Ibadah... 23


(7)

v

7. Syarat Diterimnaya Ibadah ... 30

8. Kualitas Ibadah... 31

C. Kerangka Berfikir... 32

D. Pengajuan Hipotesa ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39

F. Insrtumen Penelitian... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 44

B. Deskripsi Data ... 49

C. Analisis Data ... 64

D. Interpretasi Data ... 68

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

C. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

vi

Tabel 2 Klasifikasi Skor Angket... 40

Tabel 3 Tabel Interpretasi Nilai “r” ... 41

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrument Penelitian ... 43

Tabel 5 Data Tenaga Pengajar Dan Karyawan Sma Darussalam ... 46

Tabel 6 Jumlah Siswa/I Smp Darussalam ... 48

Tabel 7 Guru memotivasi siswa agar menyenangi pelajaran Pendidikan Agama Islam ... 49

Tabel 8 Guru menjelaskan materi pelajaran dengan sangat jelas ... 49

Tabel 9 Guru memotifasi siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam di rumah dengan teratur ... 50

Tabel10 Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan pertanyaan pelajaran terdahulu ... 50

Tabel11 Guru memberikan kesempatan untuk bertanya saat materi pelajaran selesai ... 51

Tabel 12 Guru mengajar menggunakan metode ceramah ... 52

Tabel 13 Guru meminta menyelesaikan tugas/PR mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan usaha sendiri, tampa bantuan orang lain ... 52

Tabel 14 Guru meminta menyelesaikan tugas/PR mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan usaha sendiri, tampa bantuan orang lain ... 52

Tabel 15 Guru membimbing siswa tentang tata cara salat yang baik dan benar Tabel 16 Nilai ulangan harian saya bagus ... 53

Tabel 17 Guru memimpin pelaksanaan salat berjamaah di sekolah ... 54

Tabel 18 Guru memimpin pelaksanaan salat berjamaah di sekolah ... 54

Tabel 19 Guru menganjurkan untuk membaca al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai ... 55

Tabel 20 Saya senang mengikuti kegiatan baca tulis al-Quran ... 55

Tabel 21 Saya senang mengikuti salat berjamaah yang diadakan di sekolah .. 56


(9)

vii

Tabel 26 Di akhir salat saya zikir ... 58

Tabel 27 Di akhir salat saya berdoa ... 59

Tabel 28 Di rumah saya salat berjamaah ... 59

Tabel 29 Saat sakit pun saya tetap melaksanakan salat ... 59

Tabel 30 Saya pernah menyesal meninggalkan salat ... 60

Tabel 31 Saya rajin bersedekah ... 60

Tabel 32 Saya suka membantu temen yang kesulitan (materi) ... 61

Tabel 33 Saya puasa sunah dihari Senin ... 61

Tabel 34 Saya puasa sunah dihari Kamis ... 62

Tabel 35 Saya puasa di bulan ramadan ... 62

Tabel 36 Saya puasa wajib atas kesadaran saya sendiri ... 62

Tabel 37 Saya tadarusan dibulan ramadan ... 63

Tabel 38 Distibusi frekuensi ... 63


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai institusi pendidikan dinilai sangat berperan dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Hal tersebut dikarenakan sekolah merupakan pendidikan formal yang mempunyai tujuan dan perencanaan secara jelas, seperti adanya guru, kurikulum, sarana pendidikan, evaluasi, dan lain sebagainya.

Untuk mewujudkan SDM yang berkualitas, dalam arti manusia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta iman dan takwa (IMTAK) yang tinggi, maka pendidikan agama di sekolah sangat dibutuhkan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional yang isi kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

a. Pendidikan Agama

b. Pendidikan kewarganegaraan c. Bahasa

d. Matematika

e. Ilmu pengetahuan alam f. Ilmu pengetahuan sosial g. Seni dan budaya

h. Pendidikan jasmani dan olahraga i. Keterampilan/kejujuran, dan


(11)

j. Muatan lokal.1

Oleh karena itu, menurut Undang-Undang SISDIKNAS di atas, pendidikan agama merupakan pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Pendidikan agama perlu diberikan kepada anak didik sejak kecil di sekolah, terutama sekolah menengah.

Pendidikan agama juga memiliki peran sebagai pengontrol anak yang memiliki sikap mudah terpengaruh oleh angan-angan yang bersifat hayali, tidak sesuai dengan kenyataan. Pendidikan agama pada jenjang sekolah menengah ini memungkinkan untuk mewujudkan kepribadian yang didasari oleh jiwa agama kepada mereka.

Sebab, ajaran agama inilah yang akan menjadi pedoman hidup mereka kelak pada masa dewasa. Dengan kata lain, materi agama yang telah mereka kecam pada masa ini sangat menentukan kehidupan mereka pada masa yang akan datang, dan menjadi bekal hidup dalam masyarakat.

Pendidikan agama di sekolah harus melatih anak didik untuk melakukan ibadah yang diajarkan dalam agama, yaitu praktek-praktek agama yang menghubungkan manusia dengan Allah yang dipercayainya. Karena praktek-praktek ibadah itulah yang akan mendekatkan jiwa si anak kepada Allah. Semakin sering melakukan ibadah, semakin tertanam kepercayaan kepada Allah dan semakin dekat pula jiwanya kepada Allah.

Oleh karenanya, di samping praktek ibadah, anak didik juga harus dibiasakan mengatur tingkah laku dan sopan santun dalam pergaulan sesama kawannya, sesuai dengan ajaran-ajaran akhlak yang termaktub dalam ajaran agama. Ajaran-ajaran agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesama, serta sifat-sifatnya yang baik harus pula ditanamkan melalui praktek-praktek dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan agama juga tidak terlepas dari pengajaran agama, yaitu pengetahuan yang ditujukan kepada pemahaman hukum, syariat, kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan dan

1

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasoinal No 20 tahun 2003, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003), Cet. Ke-1, h. 26


(12)

diindahkan. Pendidikan Islam harus memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatanya dalam hidup mempunyai nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari norma agama.2

Pendidikan agama Islam juga dikatakan sebagai proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia manusia seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini, yakni terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.3 Sebagai mana Firman Allah:

























Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Sedangkan dalam ruang lingkup masyarakat, bahkan bangsa dan negara, pendidikan merupakan suatu kewajiban.4 Sebagaimana firman Allah SWT:









2

Zakia Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), Cet. Ke-16, h. 130-131

3

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. Ke-2, hal. 16

4

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1, hal. 3


(13)

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An Nahl: 125)

Pada ayat di atas jelaslah bahwa dengan tegas Allah memerintahkan (mewajibkan) kita untuk mengajak sesama manusia ke jalan Allah dengan cara bijaksana dan nasehat yang baik. Tentu hal itu dapat dilakukan melalui pendidikan.

Harus diakui, seiring melajunya zaman, pendidikan pun mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat. Kemajuan pada masa kini akan dianggap usang oleh generasi mendatang, begitu seterusnya. Karenanya, tak ayal jika sistem pendidikan sekarang yang dianggap sudah bagus dan relevan, belum tentu lima tahun ke depan masih relevan. Pendidikan akan selalu mengalami dinamisasi dan perkembangan, mengikuti arah retak zaman. Suatu bangsa yang dianggap maju oleh suatau bangsa boleh jadi masih dianggap primitif oleh bangsa lain yang lebih maju.

Oleh karena itu, pendidikan di kalangan umat Islam juga sudah seharusnya mengalami perubahan dan kemajuan paradigma, pola pikir, penataan, serta pelaksanaan atau pengelolaan yang lebih baik lagi. Pendidikan jangan dipandang hanya sebagai suatu kewajiban saja. Tapi juga harus pandai merencanakan, mengorganisir, mengemas, melaksanakan, mengevaluasi serta menindak lanjutinya secara besinergi dan berkesinambungan.5

Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan agama Islam tak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.6 Sebagaimana firman Allah dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56:

5

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 3-4 6

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 7, h. 46-47


(14)





“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Ad-Dzariyat/51: 56)

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan agama Islam tersebut, maka siswa dituntut untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta senantiasa beribadah kepada Allah SWT.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka para guru selaku pendidik di lembaga sekolah hendaknya lebih teliti terhadap pendidikan agama yang harus diberikan kepada anak didik dalam usaha memberikan bekal dan pegangan hidup di masa yang akan datang. Dengan bekal pendidikan agama secara baik, kualitas ibadah mereka kepada Allah SWT juga akan meningkat. Dengan begitu, mereka akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sebagai umat Islam, pendidikan agama memiliki pengaruh penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup seseorang kepada sesama manusia dan kepada Allah SWT. Pendidikan agama menjadi pengontrol segala gerak manusia dalam menjalani hidupnya. Dengan kata lain, kualitas ibadah seseorang sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh pelajaran agama yang telah diserap atau diterimanya.

Oleh karena itu, menjadi tepat kiranya jika penulis mengangkat penelitian dengan judul “PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KUALITAS BERIBADAH SISWA DI SMP DARUSSALAM” Melalui penelitian ini penulis ingin melihat berapa besar pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam dengan kualitas ibadah siswa di SMP Darussalam.


(15)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, timbullah beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain:

1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam.

2. Pengaruh pelaksanaan pendidikan agama islam terhadadap ibadah siswa SMP Darussalam.

3. Kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam

4. Kualitas ibadah siswa SMP Darussalam sebelum dan sesudah belajar pendidikan agama Islam.

5. Upaya yang dilakukan oleh SMP Darussalam dalam meningkatkan kualitas beribadah siswa.

6. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis membatasi permasalahan yang ada dengan lebih menfokuskan pada:

1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam.

2. Pengaruh pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam kelas VIII.

3. Kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam kelas VIII

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, agar lebih terfokus maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam? 2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap

kualitas beribadah siswa di SMP Darussalam kelas III?


(16)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di

SMP Darussalam kelas VIII

2. Untuk memperoleh gambaran yang jelas pengaruh pelaksanaan pendidikan Agama Islam terhadap kualitas belajar siswa di SMP Darussalam kelas VIII

3. Untuk mengetahui bagaimana pula kualitas beribadah siswa di sekolah tersebut”.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khazanah dan wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, terutama dalam pendidikan agama Islam. Bagi para guru pendidikan agama Islam, dapat mengambil manfaat seperti fokus memperhatikan ibadah siswa yang tidak sekadar teori, akan tetapi praktek. Dan bagi penulis semoga menjadi bekal untuk menjadi seorang guru pendidikan agama Islam yang dapat meningkatkan mutu ibadah siswa yang dididik di kemudian hari.


(17)

8

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan berasal dari kata didik yang memberi awalan “pe” dan

akhiran “kan” yang artinya perbuatan (hal,cara dan sebagainya) mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat pula kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta adalah cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah mengajar yang berarti memberi pengetahuan atau pelajaran.

Kata pendidikan selanjutnya sering digunakan untuk menerjemahkan kata education dalam bahasa inggris.1

Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu

diturunkan dengan bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.

Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman nabi Muhammad SAW, seperti terlihat dalam al-Quran sebagai berikut:

1

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2005), cet. 1, hal. 4-5


(18)





Ya Allah sanyangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana ,,,,,.”. (QS. Al-Isra/17: 24) .

Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga untuk Allah, mungkin karena Allah juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, dan malah mencipta.2

Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang sehingga memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.3

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.4

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai peroses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan dan cara mendidik.5

Senada dengan itu pendidikan dapat pula diartikan sebagai suatu proses untuk mendewasakan manusia, atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia.

2

Zakia Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara,1996), Cet. 3, hal. 26 3

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 14 4

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasoinal No 20 tahun 2003, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003), Cet. Ke-1, h. 5

5

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998), hal. 667


(19)

Pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik. Pendidikanlah yang mengubah semuanya.6

Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat diartikan bahwa pendidikan adalah proses bimbingan yang diberikan secara sengaja oleh pendidik melalui upaya pengajaran dan pelatihan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju kedewasaan, sehingga terbentuklah kepribadian utama berguna bagi peranannya dimasa yang akan datang.

Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham, agama adalah gejala

yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari didunia.

Agama sebagai bentuk kenyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat Adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara prikologis, agama dapat berfugsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri). Dan motif yang didorong kenyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh kenyakinan non agama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat profan. Agama memang unik sehingga sulit didefenisikan secara tepat dan memuaskan.7

6

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 5 7


(20)

Sedangkan kata Islam itu dari salaam, yang artinya selamat, damai, dan sentosa. Maka berarti pula kedamaian dan kesejahteraan yang membawa kebahagiaan. Untuk dapat hidup damai dan sejahtera yang membawa kebahagiaan, orang yang harus aslama, yang artinya mengIslamkan diri, yaitu berserah diri kepada Allah SWT, yang memiliki diri kita ini, karena Dialah yang menciptakannya.

Karena itu manusia dan alam ini milik Allah, zat yang menciptakannya. Maka, sudah seharusnya manusia wajib berserah diri kepada-Nya. Meng-Islamkan diri kepada Allah lazim juga disebut dengan masuk Islam. Mereka yang suka masuk Islam adalah orang yang menginginkan perdamaian dan kesejahteraan yang membawa kebahagiaan lahir batin, dunia akhirat. Ia harus mentaati syariat, yaitu peraturan-peraturan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW, dan melaksanakan dengan baik 5 (lima) tugas pengabdian, itu lazim disebut dengan rukun Islam yang artinya sendi Islam. Sendi-sendi itu harus dilakukan dengan baik, dan dengan melakukan sendi-sendi itu berarti menegakkan Islam, yang berarti pula menegakkan agama.8

Kelima sendi itu adalah: a. Membaca syahadat

b. Menegakkan shalat lima kali sehari semalam (dzuhur, ashar, magrib, isya, dan subuh).

c. Membayar zakat, sebagai dana sosial yang harus dibagikan kepada fakit miskin, demi kebahagiaan bersama.

d. Puasa wajib, dalam bulan suci ramadan pada tiap-tiap tahun. e. Menunaikan ibadah haji di kota sucu Mekkah bagi yang mampu.9

Sedangkan pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah selain mempunyai tujuan keilmuan,

8

KH. A. Aziz Fadil, Islam Menuju Dunia yang Diridloi Tuhan, (Tegal: Penawaja, 2008), cet. Ke-2. hal. 64

9


(21)

juga mempunyai tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik.10

Menurut Zakiyah Darajat pendidikan agama Islam adalah:

1. Pendidikan agama Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life)

2. Pendidikan agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan agama Islam

3. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun diakhirat kelak.11

Dari beberapa defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam ialah merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah dikumpulkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di indonesia mempunyai landasan yang kuat yaitu dengan didukung oleh dasar yuridis, dasar religius dan dasar psikologis.

10

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. Ke-2, hal. 29

11


(22)

a. Dasar Yuridis

Dasar yuridis atau dasar hukum adalah dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dasar yuridis itu terdiri dari dasar Idiil, Konstitusional, dan Operasional.

1) Dasar Idiil

Dasar idiil adalah dasar yang berasal dari Filsafat Negara, Dasar Negara, dan Dasar Pendidikan di Indonesia yaitu Pancasila, dimana Sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Dasar Konstitusional

Dasar konstitusional Pendidikan Agama berasal dari Unndang-Undand Dasar 1945 Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu.

3) Operasional

Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di indonesia. Seperti yang disebutkan pada ketetapan MPRS nomor XXVII/MPRS/1966, Bab I Pasal 1 yang berbunyi: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai Universitas Negri”. Kemudian operasionalisasi pendidikan agama semakin diperkuat oleh tap MPR nomor IV/MPR/1973, 1978, 1983 dan seterusnya. Dan sekarang diperkuat lagi oleh undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 4 dan Pasal 39 ayat 2 dan Pasal 11 ayat 6.


(23)

b. Dasar Religius

Dasar religius adalah yang bersumber dari ajaran agama Islam baik al-Qur’an maupun al-Hadits. Menurut Islam, melaksanakan pendidikan agama itu merupakan perintah Allah dan sebagai ibadah kepadanya. 12

Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah tersebut, sebagaimana firman Allah SWT:

1) Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 125









Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

2) Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 104

















Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.

c. Dasar Psikologis

Dasar psikologis berarti landasan yang bersumber dari kejiwaan manusia yaitu setiap manusia dalam jiwanya merasakan pengakuan adanya kekuatan zat yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan memohon

12

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1, hal. 76-77


(24)

pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau dapat mendekat kepada-Nya.13 Ini sesuai dengan ayat Al-Quran yang berbunyi:













Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. (QS Ar-Rad: 38)

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Dalam kaitannya dengan KTSP, Depdiknas telah menyiapkan standar kompetensi dasar berbagai mata pelajaran untuk dijadikan acuan oleh para guru dalam mengembangkan KTSP pada satuan pendidikan masing-masing.

Adapun Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran untuk SMP adalah sebagai berikut:

a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja

b. Menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan

c. Memahami keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi

d. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan satuan yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. e. Menerapkan hidup sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu

luang sesuai dengan tuntutan agamanya

f. Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab

g. Menghargai perbedaan pendapat dalam menjalankan ajaran agama.14

13

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hal.78 14

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. Ke-3, hal. 99-100


(25)

Menurut Dr. Abdullah Nasikh Ulwan secara umum ruang lingkup mateteri pendidikan Islam itu terdiri dari tujuh unsur, yaitu:

a. Pendidikan keimanan b. Pendidikan moral

c. Pendidikan fisik/jasmani d. Pendidikan rasio/akal e. Pendidikan kejiwaan f. Pendidikan seksual.15

4. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam

Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan agama tersebut.

Faktor-faktor pendidikan itu ada lima macam, dimana faktor yang satu dan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Kelima faktot tersebut adalah:

1. Anak didik 2. Pendidik

3. Tujuan pendidikan 4. Alat-alat pendidikan 5. Millieu/Lingkungan16

5. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Sebelum tujuan yang akan dicapai dari pendidikan agama Islam, maka terlebih dahulu harus diketahui fungsi dari pendidikan agama Islam itu sendiri. Adapun fungsi pendidikan agama Islam di sekolah formal itu sendiri adalah sebagai berikut:

15

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), cet. Ke-1, hal. 15

16

Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. 8, h.28


(26)

1) Pengembangan

Yaitu untuk mengembangkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu fungsi pendidikan agama Islam disekolah adalah menumbuh kembangkan lebih lanjut keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam keluarga melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan.

2) Penyaluran

Yaitu menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus dibidang agama sehingga dapat berkembang secara optimal.

3) Perbaikan

Yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

4) Pencegahan

Yaitu menangkal hal-hal yang negatif dari lingkungan peserta didik atau dari budaya asing yang dapat membahayakan pertumbuhan dan perkembangan mereka.

5) Penyesuaia

Yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan mampu mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

6) Sumber nilai

Yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat

7) Pengajaran

Yaitu menyampaikan pengetahuan keagamaan secara fungsional.17

17

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan agama Islam Berbasisi Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004) h. 134-135


(27)

6. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatian untuk dicapai melalui usaha. Dalam tujuan terkandung cita-cita, kehendak dan kesengajaan serta berkonsentrasi penyusunan daya upaya untuk mencapainya.

Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghanyatan, dan pengalaman siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan beragama.18

Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.19

Pendidikan dalam Islam haruslah berusaha membina atau mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu kepada Rubbubiyah Allah sehingga mewujudkan manusia yang:

a. Berjiwa tauhid

b. Takwa kepada Allah SWT

c. Rajin beribadah dan beramal shaleh d. Ulil albab

18

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1, hal. 74-75

19

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. Ke-2, hal. 18-19


(28)

e. Berakhlakul karimah.20

7. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah berbeda dengan yang dilaksanaka di madrasah-madrasah. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada alokasi waktu/jumlah jam pelajaran dan materi kurikulum bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan pada kedua lembaga pendidikan.

Jumlah jam pelajaran di Pendidikan Agama Islam di madrasah-madrasah lebih banyak dibandingkan waktu yang tersedia disekolah-sekolah,21 di Madrasah Tsanawiyah 9 jam pelajaran perminggu sedangkan di SMP hanya 2 jam perminggu.

Ini adalah hal yang sangat wajar, namum jika dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku maka sangat dinyakinkan lulusan dari SMP pun cukup untuk menjadi orang yang taat beragama, beribadah, bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak yang mulia.

Bisa saja disekolah diadakan ektrakurikuler semacam baca tulis al-Quran, atau mungkin hidden kurikulum seperti, membaca al-Qura’an terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai, yang tak kalah pentingnya sepandai-pandainya guru Pendidikan Agama Islam menggunakan berbagai macam cara atau metode mengajar agar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya tinggal namanya, akan tetapi terlaksana sepenuhnya dan menjadikan siswanya orang yang taat beragama, bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak yang mulia.

Yang mengemban peran utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah guru.

20

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, hal. 128 21


(29)

8. Komponen Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam 1. Pedidik

Menurut Langeveld, “pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak”. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya peranan dan tanggung jawab dalam mendidik seorang anak.

Mendidik adalah suatu tugas yang luhur. Oleh karena itu seseorang yang bertugas sebagai pendidik haruslah mempunyai kesenangan bekerja/bergaul dengan orang lain/anak serta mempunyai sifat kasih sayang kepada orang lain/anak.22 Seperti yang dimiliki guru pendidikan agama Islam di SMP Darussalam (Muhibuddin Mutawali). Muhibuddin adalah sesosok pendidik yang sudah dewasa, sehat jasmani rohani, jujur, bertanggung jawab, juga sabar dan sayang terhadap anak didiknya.

Dalam islam kedudukan pendidik sangat tinggi sehingga ditempatkan dibawah kedudukan nabi dan rasul, itu karena guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan islam amat sangat menghargai pengetahuan.

2. Anak didik

Sebutan “anak didik” dalam ilmu pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan sifat ketergantungan seorang anak terhadap pendidik tertentu, atau dengan kata lain, tiap anak disebut anak didik apabila ia menjadi tanggung jawab pendidik tertentu.23

Dilingkungan sekolah, anak didik haruslah berperan sebagai masyarakat sekolah dan menjalankan semua peraturan yang ada disekolah tersebut.

22

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hal. 8 23


(30)

B. Konsep Ibadah Dalam Islam 1. Pengertian Ibadah

Kata ibadah berasal dari kata „abada, yu‟aabidu, „ibadatan, artinya menyembah, mempersembahkan, tunduk, patuh, taat. Seseorang yang tunduk patuh, merendahkan diri dan hina dihadapan yang disembah yang

disembah disebut “abid” (yang beribadah). Budak disebut „abd karena dia harus tunduk patuh, dan merendahkan diri kepada majikannya.24

Ibadah adalah wujud ketundukan dan pemujaan manusia kepada Allah. Hanya dengan Allahlah manusia bisa manusia bisa menjamin hubungan semacam itu, tidak dengan yang lain-Nya. Jika kita mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta dan penguasa alam semesta, kita harus mengabdi kepada-Nya, dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Al-Quran menegaskan bahwa ibadah hanya wajib dilakukan untuk Allah. 25

Ibadah bisa berupa ucapan (lafzhiyyah) atau tindakan (amaliyyah). Ibadah lafal adalah rangkaian kalimat dan zikir yang diucapkan dengan lidah, seperti bacaan hamdalah, al-Quran, zikir dalam sujud, rukuk dan tahiyat dalam salat, atau membaca talbiyah dalam ibadah haji. Sedangkan ibadah amal adalah seperti rukuk dan sujud dalam salat, wukuf di padang Arafah dan tawaf. Dan kebanyakan ibadah dalam Islam merupakan perpaduan antara ibadah lafal dan amal, seperti salat dan haji.26

Menurut Abu al A’la Al Maududi, secara kebahasaan kata „abada

pada mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang lain dan orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu ketika disebut kata

al „abdu dan al‟ibadah, yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dan kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya. Ketundukan itu tidak hanya berbentuk menundukkan kepala saja tetapi juga menundukkan hati. Dengan kata lain ketundukan

24

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lemlit UIN Jakarta, 2008), hal. 26 25

Murtadha Muthahhari, Energi Ibadah, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), cet. Ke-1, hal. 14

26


(31)

secara menyeluruh atau sempurna. Perkembangan selanjutnya, pengertian ini bergeser kepada kebebasan dan kemerdekaan seseorang dalam mewujudkan ketundukannya.27

Berikut ini penulis akan memaparkan lagi pengertian ibadah menurut beberapa ahli sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Shiddieqi sebagai berikut:

1. Ahli Lugha mengartikan ibadah dengan taat, menurut, mengikuti, tunduk, dan doa.

2. Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan mengesakan Allah,

menta’dzimkan dengan penuh ta’dzim menghinakan diri kita dan

menundukkan jiwa kepada-Nya.

3. Ulama Tasawuf mengartikan ibadah dengan seorang mukallah melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhan-Nya.

4. Menurut Fuqaha, ibadah adalah segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhoan Allah SWT dan mengharap pahalanya di Akhirat.28

Menurut Muhammad Abduh perbedaan antara ibadah kepada Allah SWT dan ibadah kepada selain Allah SWT bukan terletak pada tingkatan ketundukan dan ketaatan, tetapi pada tempat munculnya (sumber) perasaan tunduk dan taat tersebut. Apabila sumber atau penyebabnya adalah sesuatu yang bersifat lahiriah, seperti kekuatan dan kekuasaan yang bukan dari Allah SWT, maka ketundukkan dan ketaatan tersebut bukan merupakan ibadah. Apabila sumber ketundukan dan ketaatan dimaksud adalah sesuatu kenyakinan (al-i‟tiqad) bahwa yang disembah (al-ma‟bud) memiliki keagungan maka ketundukan dan ketaatan tersebut dinamakan dinamakan ibadah.

27

A. Rahman Ritonga, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002), cet. Ke-2, hal. 2

28

Hasbi ash-Shiddiqy, kuliah ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakart: Bulan Bintang, 1994), Cet. Ke-6, h. 1-4


(32)

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah berawal dari suatu hubungan dan keterkaitan yang erat (al-„alaqah) antara hati dan yang disembah (al-ma‟būd), kemudian hubungan dan keterkaitan itu meningkat menjadi kerinduan (as-sababah) karena tercurahnya perasaan hati kepada-Nya, kemudian rasa rindu itu pun meningkatkan menjadi kecintaan

(al-garām) yang kemudian meningkat pula menjadi keasyikan (al-„isyq), dan akhirnya menjadi cinta yang amat mendalam yang membuat orang yang mencintai berserdia melakukan apa saja demi yang dicintainya. Oleh karena itu, betapapun seseorang menundukkan diri kepada sesama manusia, ketundukan demikian tidak dapat disebut sebagai ibadah sekalipun antara anak dan bapaknya.

Lebih lanjut Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ibadah mencakup semua aktivitas yang dilakukan manusia yang disenangi Allah SWT dan diridai-Nya, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Oleh karena itu, salat, zakat, puasa, haji, berkata jujur dan benar, melaksanakan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, menghubungkan silaturahmi, menepati janji, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, dan perantau, bahkan berbuat baik pada binatang, adalah bagian dari ibadah.29

Dari beberapa pemaparan tentang pengertian ibadah diatas penulis berpendapat bahwa ibadah itu adalah salah satu sikap tunduk, patuh serta yakin bahwa yang disembah itu adalah Allah SWT, Maha Pemberi Cinta dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di jagad raya ini. Ibadah itu adalah hak Allah terhadap hambanya.

2. Tujuan Ibadah

Ada lima tujuan yang hendak dicapai melalui pelaksanaan ibadah lafal dan ibadah amal, yaitu:

29

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999), cet. ke-3, jilid II. hal. 592.


(33)

a. Memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperti ilmu, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Artinya kesempurnaan sifat-sifat Allah tak terbatas, tak terikat syarat, dan meniscayakan kemandirian-Nya tampa membutuhkan yang lain.

b. Menyucikan Allah dari segala cela dan kekurangan, seperti kemungkinan untuk binasa, terbatas, bodoh, lemah, kikir, semena-mena, dan sifat-sifat tercela lainnya.

c. Bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan dan nikmat. Segala kebaikan yang kita dapatkan berasal dari-Nya, sedangkan segala sesuatu selain kebaikan hanyalah perantara yang Dia ciptakan. d. Menyerahkan diri secara tulus kepada Allah dan menaatinya secara

mutlak. Mengakui bahwa Dialah yang layak ditaaati dan dijadikan tempat berserah diri.

e. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun. Dialah satu-satunya yang Maha Sempurna.30

Ajaran ibadah tidak boleh dipandang sebagai hanya perintah Allah semata-mata melainkan juga dilihat dari sisi lain pada manusia, yaitu kebutuhan psikologisnya akan adanya ajaran itu. Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa ibadah itu dilihat dari sisi manusia adalah pemenuhan kebutuhan psikologisnya sendiri.

Ibadah menpunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan. Tujuan pokok adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan mengkonsentrasikan niat kepadanya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat umpamanya disyariatkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada Allah SWT dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari

30


(34)

perbuatan keji dan mungkar.31 Sebagaimana dipahai dari firman Allah SWT:







Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al -Ankabut:45)

Tujuan hakiki dari ibadah adalah mengharapkan diri kepada Allah SWT saja dan menunggalkan-Nya sebagai tupuhan harapan dalam segala hal. Muhammad Abduh mengatakan, bahwa untuk menjelaskan ibadah itulah, antara lain, Al-Quran yang diturunkan. Dan ibadah berfungsi menghidupkan kesadaran tauhid serta memantapkannya didalam hati, menghapus kepercauyaan dan ketergantungan kepada berbagai kuasa gaib yang selalu disembah dan diseru oleh orang musyrik untuk meminta pertolongan. Melalui ibadah perasaan takut (khasyyaf), haibah, dan harap kepada Allah akan meresap kedalam hati. Inilah ruh ibadah yang sebenarnya, dan bukan bentuk prilaku lahir, perbuatan atau ucapan-ucapan.

Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan kesadaran betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Dan pada gilirannya, ini akan dapat melepaskan diri dari ketergantungan kepada apapun kecuali Allah SWT . Orang yang beribadah akan merasa terbebas dari berbagai ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta, pangkat kekuasaan dan sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya menjadi merdeka dari semuanya,

31

A. Rahman Ritonga, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002), cet. Ke-2, hal. 9


(35)

kecuali dari Allah, dalam arti yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan hati, seperti halnya kekayaan yang sebenarya pun adalah kekayaan jiwa.32

Dari pemaparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dengan sesungguh-sungguhnya serta untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

3. Hakikat Ibadah

Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa “hakikat ibadah adalah:

“ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta

akan tuhan yang ma’bud (disembah) dan merasakan kebesarannya, lantaran beri’tikad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya”.33

Pada satu risalahnya, al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat ibadah ialah mengikuti (mutaba‟ah) Nabi SAW pada semua perintah dan larangannya. Dan ibadah yang hakiki itu adalah menjunjung perintah bukan semata-mata melakukan shalat atau puasa, sebab shalat dan puasa itu hanya akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.34

Hakekat ibadah juga berarti memperhambakan dan menundukkan jiwa kepada kekuasaan yang ghaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu dan tidak pula dapat diketahui hakikatnya.

Dari pengertian hakikat ibadah diatas dapat dipahami bahwa seorang mukallaf (muslim yang telah diwajibkan beribadah) belum dipandang telah beribadah (sempurna ibadahnya kalau dia hanya mengerjakan ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul fiqh saja.

Seorang mukallaf telah dianggap telah beribadah secara sempurna apabila dia beribadah sesuai dengan pengertian ahli fuqaha dan ahli ushul

32

Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1987), hal. 5 33

Hasbi ash-Shiddiqy, kuliah ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakart: Bulan Bintang, 1994), Cet. Ke-6, h. 7-8

34


(36)

fiqh, ditambah dengan pengertian menurut ahli tauhid, ahli tafsir, ahli hadits dan ahli akhlak, yaitu memperbaiki akhlaknya. Maka apabila seorang mukallaf telah melakukan ibadah sesuai pengertian dari semua para ahli tersebut dia telah melakukan hakekat ibadah, dia jiga dipandang telah mengerjakan ruh ibadah.

Para ahli ibadah menyatakan bahwa pokok ibadah adalah engkau tidak menolak suatu hukum Allah, engkau tidak meminta sesuatu hajat kepada selain Allah, dan engkau tidak mau menahan sesuatu dijalan Allah.

Ibadah adalah haq yang wajib dipatuhi. Maka manusia tidak diwajibkan beribadah kepada selain Allah, karena Allah sendiri yang berhak menerimanya, karena Allah sendiri yang memberikan nikmat yang paling besar kepada makhluknya, yaitu hidup, wujud dan segala yang berhubungan dengannya.

Ibadat adalah tujuan hidup manusia. Ibadah adalah tujuan dijadikannya jin, manusia, dan makhluk lainnya. Maka manusia wajib melaksanakan ibadah kepada Allah SWT atas dasar ikhlas dan secara sah yaitu sesuai petunjuk syara’.

Ruh ibadah adalah memenuhkan jiwa dengan rasa takut akan kekuasaan Allah dan mengharap keutamaan Allah, maka agar pelaksanaan ibadah kita lebih mantap, dilakukan dengan ikhlas tampa beban, dan sah secara hukum. Tiap muslim disamping wajib melaksanakan ibadah secara benar, juga wajib mempelajari hikmah dari setiap ibadah yang dilakukannya. Karena Allah SWT mewajibkan ummatnya untuk beribadah pasti mengandung hikmah yang sangat bermanfaat bagi manusia baik bagi dirinya sendiri maupun bagiseluruh alam ini.35

35

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Ciputat: Lemlit UIN Jakarta, 2008), hal. 26-31


(37)

4. Jenis-jenis Ibadah

Ibadah yang diterapkan Islam terbagi kepada:

a. Ibadah-ibadah yang semata-mata dimaksudkan dari padanya kemaslahatan akhirat

b. Ibadah-ibadah yang terpaut dengan kemaslahatan dan dunia akhirat c. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan dunia,

seperti zakat

d. Ibadah-ibadah yang lebih keras terlihat padanya kemaslahatan akhirat, seperti salat.36

5. Macam-macam Ibadah

a. Bersifat ma’rifat yang tertentu dengan soal ketuhanan

b. Ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, seperti: takbir, tahmid, tahlil dan puji-pujian

c. Perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah seperti: haji, umrah,

ruku, sujud, puasa, tawaf, dan i’tikaf

d. Ibadah-ibadah yang lebih keras padanya hak Allah, walaupun terdapat pula padanya hak hamba, seperti sembahyang fardu dan sembahyang sunnah

e. Yang melengkapi kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti zakat, kaffarat dan menutupi aurat.37

Ulam fiqih membaginya kepada tiga macam, yakni: 1) ibadah mahdah, 2) ibadah ghair mahdah dan 3) ibadah zi al-wajhain.

1) Ibadah mahdah adalah ibadah yang mengandung hubungan dengan Allah swt semata-mata, yakni hubungan vertical. Ibadah ini hanya sebatas pada-pada khusus. Cirri-ciri ibadah mahdah adalah semua ketentuan dan aturan pelaksanaanya telah ditetapkan secara rinci melalui penjelasan-penjelasan al-Qur’an dan hadits. Ibadah mahdah

36

Hasbi Ass Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang,1954), cet. Ke-6, hal. 71 37


(38)

dilakukan semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

2) Ibadah ghair mahdah ialah ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan kepada Allah swt, tetapi juga berkaitan dengan sesame makhluk (habl minallah wa habl mi an-nas), Di samping hubungan vertikal juga ada hubungan horizontal. Hubungan sesama makhluk ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti ayat yang

artinya : “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf/7 : 56).

3) Ibadah zi al-wajhain ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu mahdah dan ghairu mahdah. Maksudnya adalah sebagian dari maksud dan tujuan persyariatannya dapat diketahui dan sebagian lainnya tidak dapat diketahui, seperti nikah dan iddah. 38

6. Ruang Lingkup dan Sistimatika Ibadah

Ruang lingkup ibadah dikemukakan oleh Ibn Taimiyah Ibadah itu mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah SWT, baik itu dalam perkataan maupun dalam perbuatan, lahir dan batin. Maka yang termasuk dalam hal ini adalah salat, zakat, puasa, haji, benar dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua,

menghubungkan silaturahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi mungkar,

jihad terhadap orang kafir dan munafik, berbauat baik kepada tetangga, anak yatim fakir miskin dan ibnu sabil, berdoa, berzikir, membaca

al-Qur’an, ikhlas, sabar, syukur, rela menerima ketentuan Allah SWT,

tawakkal, raja’ (Berharap atas rahmat), khauf (Takur terhadap azab).

38

Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999), cet. ke-3, jilid II. hal. 592.


(39)

Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan diatas cakupannya sangat luas, bakan menurut Ibnu Taimiyah sendiri bahwa semua ajaran agama itu termasuk ibadah. Bila mana di klasifikasikan kesemuanya dapat menjadi beberapa kelompok saja :

a. Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syariat seperti salat, puasa, zakat dan haji.

b. Yang berhubungan dengan (tambahan dari) kewajiban-kewajiban diatas dalam bentuk ibadah-ibadah sunnah, seperti zikir, menbaca al_Quran, doa dan istighfar.

c. Semua bentuk hubungan sosial yang baik serta pemenuhan hak-hak manusia, seperti berbuat baik orang tua, menghubungka silaturahmi, berbuat baik ke anak yatim, fakir miskin dan ibnu sabil.

d. Akhlak Insania (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara menjalankan amanah dan menepati janji.

e. Akhlak Rabbaniah (bersifat ketuhanan), seperti mencintai Allah SWT dan Rasul-rasulNya, takut kepada Allah SWT, ikhlas dan abar terhadap hukumNya.39

Ruang lingkup materi ibadah di kelas VIII SMP Darussalam: a. Shalat sunnah rawatib

b. Puasa, yakni puasa wajib, puasa senin kamis, syawal dan arafah c. Zakat mal dan zakat fitrah

d. Membiasakan prilaku terpuji

7. Syarat Diterimnaya Ibadah

a. Ikhlas, yakni: ibadah yakni ibadah kita itu, dilaksanakan atas dasar ikhlas.40

Firman Allah SWT:

39

Rahman Ritonga, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002), cet. Ke-2, hal. 6-7

40


(40)

















Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.Dan Aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri"”. (QS. Az Zumar 11-12).

b. Ibadah kita itu, dilakukan secara yang sah: sesuai dengan petunjuk

syara’ sendiri.41

Firman Allah SWT:

















“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat

kepada Tuhannya"”.(QS. Al-Kahfi: 110). 8. Kualitas Ibadah

Istilah kualias yang berasal dari bahasa inggris (quality) dan

sepadan dengan kata “mutu” dalam bahasa Indonesia merupakan istilah yang sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini biasanya didahului atau dibarengi dengan kata lain seperti, kualitas keimanan, kualitas ibadah, dan sebagainya.

Muhammad Ali menyatakan bahwa kualitas adalah “ukuran baik

buruk sesuatu, taraf, kadar, atau derajat dari kecerdasan, kepandaian dan

41


(41)

sebagainya”.42

Dalam kamus besar bahasa indonesia yang lain disebutkan pula bahwa kualitas memiliki arti tingkat baik buruknya suatu kadar, derajat, taraf, atau mutu disesuatu.43

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kualitas atau mutu adalah suatu tingkat atau kadar pada sesuatu, baik pada benda, manusia atau lainnya. Dalam beribadahpun dapat dilihat berdasarkan dari kualitas apakah baik, sedang, atau rendah.

Sedangkan seperti diatas pengertian ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan denga akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu mengagungkan dan mengagungkan dan mengesakannya dengan cara menyembah kepadanya tampa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan mengharap pahala-Nya di akhirat

Jadi kualitas ibadah dapat dapat diartikan sebagai mutu atau kualitas ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta dalam melaksanakan syariat yang telah ditentukan oleh-Nya.

C. Kerangka Berfikir

Pendidikan Islam laksana mata uang yang mempunyai dua muka. Pertama, sisi keagamaan yang merupakan wahyu Ilahi dan sunah Rasul, berisikan hal-hal mutlak dan berada diluar jangkauan indera dan akal (keterbatasan akal dan indera). Disini wahyu dan sunah berfungsi memberikan petunjuk dan mendekatkan jangkauan indera dan akal budi manusia untuk memahami segala hakikat kehidupan. Kedua, sisi pengetahuan yang berisikan hal-hal yang mungkin dapat diindera dan diakali, berbentuk pengalaman-pengalaman aktual maupun pengalaman-pengalaman fikir, baik berasal dari wahyu dan sunah maupun dari para pemeluknya (kebudayaan).

42

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 263

43


(1)

= 88584 67861 47528 x = 6011398824 47528 = 211103372 , 77533 47528

= 0,61

Dari perhitungan di atas, ternyata angka korelasi antara variabel X dan variabel Y bertanda positif memperhatikan besarnya rxy yang diperoleh yaitu 0,61. ini berarti ada korelasi yang positif antara pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa SMP Darussalam Ciputat. Maka hal ini menunjukkan pula bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam berpengaruh tehadap kualitas beibadah siswa.

D. Interpretasi Data

a. Interpretasi secara sederhana

Apabila hasil tersebut di interpretasikan secara sederhana dengan mencocokan hasil perhitungan dengan angka indeka korelasi R Product Moment, ternyata besarnya rxy yang diperoleh terletak antara dari 0.40-0.70 yang berarti variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sederhana, sedang atau cukupan.

b. Interpretasi dengan menggunakan tabel nilai “r” product moment.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah itu signifikan atau tidak, maka

r” hasil perhitungan dibandingkan dengan “r” tabele. Dan sebelum membandingkan terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya atau df (degree of freedom) dengan menggunakan rumus :

df = N – nr = 70 – 2 = 68


(2)

69

Dengan df sebesar 68 jika dikonsultasikan dengan r, masing-masing untuk r 5% sebesar 0,232 dan 1% 0,302, jika dilihat dari harga “r” table, ternyata rxy lebih besar daripada harga “r” tabel baik dari taraf signifikansi 5% maupun 1%. Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, dan hipotesa alternaif (Ha) diterima. Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa.

Setelah uji hipotesis dilakukan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap kualitas beribadah

siswa di SMP Darussalam, maka digunakan rumus “koefisien determinasi

yang dinyatakan dengan rumus berikut: KD = r2 x 100 %

KD = (0,61)2 x 100% = 0,3721 x 100% = 37%

Kesimpulan yang dapat diambil adalah pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMP Darussalam berpengaruh terhadap kualitas beribadah siswa, sebersar 37% dan 63% dipengaruhi oleh faktor lain.


(3)

70

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP Darussalam tergolong tinggi dari penelitian ditemukan 59 siswa berada direntangan nilai tinggi (45-60) dan sisanya 11 siswa berada direntangan nilai sedang (30-45). 2. Pelaksanaan pendidikan agama Islam berpengaruh tehadap kualitas

beibadah siswa, pengaruhnya sebesar 37% dan 63% dipengaruhi oleh faktor lain.

3. Kualitas ibadah siswa/i di SMP Darussalam tergolong tinggi, dari penelitian ditemukan 46 siswa berada direntangan nilai tinggi (45-60) dan sisanya 24 siswa berada direntangan nilai sedang (30-45).

B. SARAN

1. Setelah melihat hasil penelitian bahwa pengaruh antara pelaksanaan pendidikan Agama Islam terhadap kualitas beribadah siswa hanya 37%, maka hendaknya guru pendidikan agama Islam lebih meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan agama Islam, khususnya yang berhubungan dengan ibadah.


(4)

71

2. Guru Pendidikan Agama Islam diharapkan menjadi seorang guru agama yang profesional yang melandaskan segala hal pada al-Qur’an dan al -Hadis, serta terus berupaya maksimal dalam meningkatkan efektifitas pengajarannya

3. Siswa diharapkan tetap selalu mengikuti semua kegiatan keagamaan yang diadakan di sekolah dan dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT seperti yang sering di ajarkan guru pendidikan agama Islam di sekolah.

4. Penulis berharap, sekecil dan sesederhana apapun kajian ini dapat bermanfaat bagi para pemerhati dan praktisi pendidikan, khususnya pendidikan Islam di negeri ini.


(5)

72

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

ash-Shiddiqy, Hasbi, kuliah ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, Jakart: Bulan Bintang, 1994.

Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999.

Drajat, Zakia ,dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara,1996. _________ , Kesehatan Mental, Jakarta: CV Haji Masagung, 1990.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjamahannya, Bandung: Diponegoro, 2007.

Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999, cet. ke-3, jilid II Fadil, A. Aziz, Islam Menuju Dunia yang Diridloi Tuhan, Tegal: Penawaja, 2008. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo, 1996.

Majid, Abdul, dkk, Pendidikan agama Islam Berbasisi Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara:

2008.

Muchtar, Heri Jauhari, Fiqih Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Muthahhari, Murtadha, Energi Ibadah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007. Narbuko, Cholid dan Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara,

2004.

Nasution, Lahmuddin, Fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1987.


(6)

73

Pasaribu,Amudi Pengantar Statistik, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Ritonga, A.Rahman, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pramata,2002.

Ritonga, Rahman, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002.

Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1996.

____________ , Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Grafindo, 2006. Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2007.

Supranto, J., Metode Riset dan Aplikasinya di Dalam Riset Pemasaran Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1974.

Surakhmadi, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar Metoda Teknik, Bandung: Penerbit Tarsito, 1998.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud RI, 1998.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasoinal No 20 tahun 2003, Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003.

Z, Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, Ciputat: Lemlit UIN Jakarta, 2008. Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional,