39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Hasil selulosa mikrokristal yang diperoleh adalah 108,12 g atau 21,624.
Rendemen α selulosa adalah 30 dan rendemen selulosa mikrokristal dari α selulosa yaitu sebesar 72,08.
b. Selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk mempunyai kemiripan
hasil karakterisasi bila dibandingkan dengan Avicel 102. Hasil karakterisasi SMPBPK dan Avicel PH 102 diperoleh organoleptik yaitu keduanya berwarna
putih, tidak berbau dan tidak berasa. Hasil karakteristik dibandingkan dengan Avicel PH102 berturut-turut pH 7,0 dan 6,5; susut pengeringan 5,30 dan
4,75; kadar abu total 0,45 dan 0,01; zat larut dalam air 0,019 dan 0,08. Selanjutnya bobot jenis nyata 0,585 dan 0,41 gcm
3
; bobot jenis mampat 0,662 dan 0,48 gcm
3
; bobot jenis benar 1,43 dan 1,46 gcm
3
; indeks Hausner 1,13 dan 1,15; indeks kompresibilitas 13,6 dan 15,86; porositas 59,34 dan
71,51. Hasil FT-IR SMPBPK dan Avicel PH 102 memperoleh hasil spektrum yang hampir sama dan hasil analisa scanning electron microscopy SEM
menunjukkan bentuk kristal, tekstur permukaan yang tidak rata dan membentuk sudut-sudut yang runcing dan tumpul.
c. Sediaan tablet yang dibuat menggunakan selulosa mikrokristal pelepah batang
pisang dan Avicel PH 102 memenuhi persyaratan.
Universitas Sumatera Utara
40
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat formulasi tablet dengan menggunakan selulosa mikrokristal pelepah batang pisang klutuk sebagai
eksipien dan zat aktif yang lain serta diuji secara in vivo.
Universitas Sumatera Utara
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pisang 2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman pisang tumbuh didaerah tropik, tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang cukup air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m diatas
permukaan laut dpl. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27ºC, dan suhu maksimumnya 38ºC, dengan keasaman tanah pH 4,5-7,5 Mulyati, dkk, 2008.
Umumnya, pisang merupakan tanaman pekarangan, walaupun dibeberapa daerah sudah diperkebunkan untuk diambil buahnya. Tingginya antara 2-9 m, berakar
serabut dengan batang bawah tanah bonggol yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru Dalimartha, 2003.
Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan
20-50 cm. Daun yang paling muda terbentuk dibagian tengah tanaman, keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka.
Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar 30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang
daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau. Pisang mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang
bewarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ketanah jika bunga telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedangkan bunga
jantan yang ada diujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang. Dalimartha, 2003.
Universitas Sumatera Utara
6 Jantung ini bewarna merah tua, tetapi ada pula yang bewarna kuning dan
Ungu, jantung terdiri dari satu atau banyak bakal buah sisir. Setiap sisir dilindungi oleh sebuah daun kelopak. Bunga nya sempurna, tetapi pada ujung
jantung umumnya berbunga jantan. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau
tergantung pada varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji Sumarjono, 2000.
2.1.2 Sinonim dan nama daerah tanaman
Tanaman pisang memiliki nama daerah seperti cau, gedang, pisang, gedhang, kedhang, pesang, pisah Jawa, galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi,
galo, awal pisang, gae Sumatera, harias, peti, punsi, pute, puti, rahias Kalimantan, biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko Nusa Tenggara,
tagin, see, lambi, lutu, pepe, uti, loka Sulawesi, fudir, pitah, temai, seram, kula, uru, fiat, tele Maluku, nando, rumaya, pipi, mayu Irian Dalimartha, 2003.
2.1.3 Klasifikasi tanaman
Tumbuhan pisang diklasifikasikan sebagai berikut Balitbangkes, 2001: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub divisi
: Angiospermae Kelas
: Monocotyledonae Bangsa
: Zingiberales Suku
: Musaceae Marga
: Musa Jenis
: Musa balbisiana Colla
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4 Kandungan kimia tanaman
Kandungan kimia yang terdapat pada pisang antara lain akar mengandung serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin, dopamin, vitamin A, B dan C.
Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap, kaya akan vitamin A, B, C dan E, mineral kalium, kalsium,
fosfor, fe, pektin, serotonin, 5-hidroksi triptamin, dopamin, dan noradrenalin Dalimartha, 2003.
2.1.5 Manfaat tanaman
Buah pisang banyak manfaatnya selain untuk buah meja, buah pisang yang belum matang dapat dibuat keripik, sedangkan buah yang telah matang dapat
dibuat sale dan pisang goreng. Buah masih muda dapat dibuat tepung yang mahal harganya Sumarjono, 2000.
2.1.6 Jenis pisang
Berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, pisang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah.
1. Pisang serat Musa textiles
Pada pisang serat yang dimanfaatkan adalah batangnya, yaitu untuk pembuatan tekstil. Batang pisang tersebut tersusun dari lapisan pelepah yang mengandung
serat. Pisang serat dipanen pada saat kuncup bunga sudah terlihat. 2.
Pisang hias Heliconia indica Pisang hias yang terkenal adalah Heliconia. Pisang hias dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu pisang kipas dan pisang-pisangan. Pisang kipas memiliki bentuk tanaman menyerupai kipas dan sering disebut sebagai pisang
madagaskar. Pisang-pisangan memiliki batang semu dengan ukuran kecil.
Universitas Sumatera Utara
8 3.
Pisang buah Musa paradisiaca Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang
buah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang. Contohnya pisang mas, raja.
Kelompok kedua adalah pisang yang diolah terlebih dahulu baru dimakan. Contohnya pisang tanduk, nangka. Kelompok ketiga adalah pisang yang dapat
langsung dimakan setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Contohnya pisang kepok dan pisang raja. Kelompok keempat adalah pisang yang dimakan
sewaktu masih mentah. Contohnya pisang klutuk atau pisang batu Kaleka, 2013.
2.2
Tumbuhan Landoyung 2.2.1 Morfologi tumbuhan
Di Indonesia landoyung tumbuh liar secara berkelompok di lereng-lereng gunung di Sumatera, Kalimantan, dan seluruh Jawa pada ketinggian 700-2300 m
dpl Heyne, 1987. Di Aceh dapat dijumpai di Tripa Peat Swamp Forest Kawasan Ekosistem Lauser Aceh, dan Sumatera Utara Hasairin, 1994. Tumbuhan ini
termasuk famili Lauraceae, merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6– 20 cm, tinggi pohon 5–12 meter. Minyak landoyung umumnya dimanfaatkan
untuk berbagai makanan dan keperluan industri. Kecuali sebagai sumber minyak untuk industri makanan, dan makanan ternak, minyak tersebut juga dapat
digunakan industri kimia seperti tinta plastik dan biodisel Kurniaty, dkk., 2000. Penyebaran tumbuhan landoyung diIndonesia meliputi daerah jawa
Kalimantan, dan Sumatera Heyne, 1987. Bagian yang muda terutama pada
Universitas Sumatera Utara
9 bagian ujung cabang berambut tebal dan pendek, berwarna coklat dan bagian yang
tua gundul, berwarna hitam. Helaian daun tunggal, berbintik-bintik kelenjar yang dapat tembus cahaya, bila diremas berbau khas seperti lemon, bentuk lonjong atau
lanset, sedangkan bagian ujungnya runcing, permukaan atas mengkilat, tipis menjangat, ukuran helaian daun 7-15cm x 15-30 mm, pada permukaan bawah
helaian daun pertulangan daun tampak menonjol, panjang tangkai daun 7-18 mm. Perbungaan berupa bunga tandan, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung.
buah buni berbentuk bulat, berwarna hitam. Ditjen POM, 2010.
2.2.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan
Landoyung mempunyai nama lain seperti: krangean Jawa tengah, ki lemo Jawa barat, Antarasa Sumatra utara. Sinonim: L cirata Bl., Laurus cubeba
Lour., Tethrantera polyantha Walich ex Nees var. Citrata Meiss, T. Citrata Nees. Ditjen POM, 2010.
2.2.3 Klasifikasi tumbuhan
Sistematika tumbuhan landoyung menurut Hutapea, 1994 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylydoneae
Bangsa : Rhamnales
Suku : Lauraceae
Marga : Litsea
Jenis : Litsea cubeba Pers.
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.4 Kandungan kimia tumbuhan
Kulit batang dan daun tumbuhan landoyung Litsea cubeba Lour. Pers. mengandung saponin, flavonoida, dan tanin Hutapea, 1994. Buah mengandung
senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan alkaloid Perry, 1980.
2.2.5 Manfaat tumbuhan
Tumbuhan landoyung merupakan sumber sitral yang berkualitas dan merupakan pesaing utama minyak lemongrass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dapat melalui
penyulingan dengan cara rebus, kukus Kurniaty, dkk., 2000.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. sedangkan
ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai Ditjen
POM, 2014. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, Senyawa
aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode
ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain Ditjen POM, 2000: 1.
Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman selama 5
hari menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Sedangkan maserasi yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan dan seterusnya disebut remaserasi Depkes RI., 2000.
Universitas Sumatera Utara
11 2.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. 3.
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas. 4.
Sokletasi Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan
pada temperatur 40-50 C.
6. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98
C selama waktu tertentu 15-20 menit.
7. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥30 menit dan
temperatur sampai titik didih air.
2.4 Selulosa