79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mekanisme corporate governance, yang terdiri dari: jumlah dewan
direksi, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit, turn over dari direksi jumlah direksi masuk dan jumlah direksi keluar dan kualitas audit
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia BEI periode 2011-2015. 2.
Secara parsial jumlah dewan direksi dan kualitas audit memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap financial distress sementara jumlah
dewan komisaris, jumlah komite audit, dan turn over dari direksi jumlah direksi masuk dan jumlah direksi keluar tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI periode 2011-2015.
5.2 Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu berikut ini beberapa saran yang dapat diajukan bagi peneliti selanjutnya yang
Universitas Sumatera Utara
80
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian dengan pembahasan yang sama.
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian
dari seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia BEI dan menambah periode penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat
menggambarkan kondisi yang sesungguhnya yang terjadi dalam jangka panjang.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel lainnya
sehingga penelitian lebih mampu untuk memprediksi kemungkinan perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan financial distress
dengan lebih tepat dan akurat.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Financial Distress 2.1.1.1 Pengertian
Financial Distress
Definisi kesulitan keuangan menurut Peraturan Pencatatan Saham Shanghai Stock Exchange SHSE dan Shenzhen Stock
Exchange SZSE tahun 2001 dalam Fachrudin 2008: 5 adalah situasi keuangan yang tidak normal. Suatu perusahaan berada dalam keadaan
situasi yang tidak normal bila perusahaan tersebut menghadapi salah satu dari situasi-situasi ini, yaitu: laba bersih selama dua tahun terakhir
negatif, nilai saham bersih kurang dari face value saham dalam dua tahun terakhir, auditor memberi opini adverse atau disclaimer pada
laporan keuangan tahun terakhir, nilai kepemilikan ekuitas yang diakui auditor dan departemen terkait kurang dari nilai modal yang tercatat
pada dua tahun terakhir, dan situasi tidak normal lainnya. Elloumi dan Gueyie 2001 mengkategorikan perusahaan yang
mengalami financial distress apabila memiliki Earning Per Share EPS yang negatif selama beberapa tahun berturut-turut. Menurut Plat
dan Plat 2002 financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Menurut Luciana 2004 kondisi
Universitas Sumatera Utara
13
financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut
serta perusahaan tersebut telah di merger. Menurut Brahmana 2007 kesulitan keuangan terjadi karena
kurangnya kemampuan entitas dalam mengerjakan dan menjaga stabilitas kinerja keuangan sehingga mengakibatkan suatu entitas
berada dalam kondisi kerugian operasional dan laba bersih negatif untuk periode bersangkutan. Sementara menurut Suciati 2008
perusahaan mulai mengalami financial distress ketika arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi pemenuhan kewajiban jangka pendek,
seperti pembayaran bunga kredit yang telah jatuh tempo. Selanjutnya dalam penelitian ini, mengacu pada definisi
financial distress menurut Elloumi dan Gueyie 2001 yaitu dimana perusahaan yang mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut memiliki nilai Earning Per Share EPS yang negatif selama beberapa tahun.
2.1.1.2 Bentuk-Bentuk Financial Distress
Secara umum terdapat beberapa macam kondisi perusahaan yang mengalami financial distress Brigham dan Gapenski, 1997,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
14
1. Economic Failure
Economic Failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost
of capital. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat
pengembalian rate of return di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan
dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. 2.
Business Failure Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan
operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. 3.
Technical Insolvency Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika
tidak dapat memenuhi kewajiban lancer ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya atau survive. Di sisi
lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan
financial disaster. 4.
Insolvency in Bankruptcy Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvency in bankruptcy
jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius
Universitas Sumatera Utara
15
daripada technical insolvency karena umumnya ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis.
Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.
5. Legal Bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
Dengan demikian ketidakmampuan dan kegagalan yang dihadapi oleh suatu perusahaan merupakan inkompetensi manajemen
dalam mengelola perusahaan menghadapi lingkungan eksternal perusahaan.
2.1.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan, baik faktor yang berasal dari
lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Lizal 2002 dalam Fachrudin 2008 mengelompokkan
penyebab-penyebab financial distress yang dinamai dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Ada
tiga alasan yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
16
1. Neoclassical model
Financial distress terjadi ketika alokasi sumber daya tidak tepat. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba
rugi. Misalnya dengan rasio profit terhadap assets untuk mengukur profitabilitas, dan liabilities terhadap assets
2. Financial model
Financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang salah dan menyebabkan batasan likuiditas liquidity constraints. Hal
ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, namun demikian perusahaan tersebut harus bangkrut
juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
mengestimasi financial distress dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti rasio turnover terhadap total assets, revenues
terhadap turnover, profit margin, stock turnover, receivables turnover, ROA, dan ROE.
3. Corporate governance model
Kondisi financial distress menurut corporate governance model adalah ketika perusahaan memiliki susunan aset yang tepat dan struktur
keuangan yang baik namun dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi keluar dari pasar sebagai
Universitas Sumatera Utara
17
konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tidak terpecahkan.
2.1.1.4 Akibat Financial Distress
Kerugian utama perusahaan yang mempunyai tingkat hutang yang lebih tinggi adalah peningkatan resiko kesulitan keuangan, dan
akhirnya likuidasi. Hal ini mungkin mempunyai pengaruh merugikan bagi pihak pemilik ekuitas dan hutang NetTel Africa, 2002 dalam
Fachrudin, 2008, akibat financial distress adalah sebagai berikut: 1.
Risiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak negatif terhadap nilai perusahaan yang meng-offset nilai pembebasan
pajak atas peningkatan level hutang. 2.
Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika kesulitan, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja,
dan kreditor menjadi rusak parah. 3.
Supplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih berhati-hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama sekali,
jika mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan perusahaan dalam beberapa bulan.
4. Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan suplier
mereka, dengan merencanakan sendiri produksi mereka dengan andaian ada keberlanjutan dari hubungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
18
5. Situasi financial distress mungkin akan membuat pekerja
kurang termotivasi jika mereka merasa semakin gelisah dalam bekerja dan prospek untuk maju sangat sedikit.
6. Bank dan pemberi pinjaman lain akan cenderung melihat
dengan prejudiced eye atas pinjaman lanjutan yang diajukan perusahaan yang mengalami financial distress.
2.1.1.5 Mengatasi Financial Distress
Plat dan Plat 2002 juga menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah dapat
mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan, pihak manajemen dapat mengambil tindakan
merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan agar lebih baik dan memberikan
tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.
Perusahaan yang menghadapi financial distress umumnya menanggapi atau merespon dengan tindakan-tindakan seperti:
pengurangan dividen, pengurangan tenaga kerja, dan menutup pabrik atau divisi, ada juga kemungkinan bahwa direktur utama akan
mengundurkan diri Turetsky dan McEwen, 2001 dalam Fachrudin, 2008.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.2 Teori Keagenan Agency Theory
Untuk memudahkan pemahaman mengenai corporate governance maka cara yang digunakan adalah dengan memahami teori keagenan agency
theory. Teori ini memberikan pemahaman analisis untuk dapat mengkaji pengaruh dari hubungan agent dengan principal atau principal dengan
principal. Principal adalah pihak yang memercayakan sumber daya atau modal yang dimilikinya kepada pihak lain, seperti pemegang saham
shareholder, pemberi kredit, pemilik lahan dan masyarakat. Sedangkan agent adalah pihak yang menerima sumber daya untuk dikelola bagi
kepentingan pemiliknya, seperti direksi dan manajemen.Teori keagenan muncul setelah adanya pemisahan kepemilikan dengan pengelolaan
perusahaan. Teori Keagenan pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976.
Jensen dan Meckling 1976 dalam Niarachma 2012 mendefinisikan agency theory sebagai hubungan kontraktual antara satu atau lebih pihak
yaitu prinsipal dan agen, dimana pemilik perusahaan atau investor menunjuk agen sebagai manajemen yang mengelola perusahaan atas nama pemilik
melibatkan juga pendelegasian wewenang untuk pengambilan keputusan kepada manajemen. Manajemen diharapkan dapat mengoptimalkan sumber
daya yang ada secara maksimal untuk menyejahterakan pemilik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Agency theory didasarkan pada
keyakinan bahwa agen-agen individu akan memilih tindakan yang memaksimalkan keuntungan pribadi mereka. Hal ini meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
20
kemungkinan adanya konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham.
Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini
sejalan dengan konsep teori keagenan yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
tenaga-tenaga professional agent yang lebih mengerti menjalankan bisnis. Tujuan dari pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan agar pemilik
perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin sehubungan dengan dikelolanya perusahaan oleh
tenaga-tenaga professional. Dan pemilik perusahaan pemegang saham bertugas dalam memonitoring jalannya perusahaan yang dikelola oleh
manajemen serta mengembangkan insentif bagi manajemen untuk memastikan mereka bekerja dengan baik.
Namun, disisi lain ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari pemisahan pengelola dan pemilik perusahaan. Menurut Sutedi 2012:14
pemisahan pengelola dan pemilik perusahaan mengakibatkan keleluasaan pengelola manajemen perusahaan untuk memaksimalkan laba perusahaan
bisa mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan pengelolanya sendiri dengan beban dan biaya yang ditanggung oleh pemilik perusahaan.
Disamping itu, pemisahan ini lebih lanjut akan menimbulkan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana dan juga pengungkapan hasil kinerja
yang dilakukan oleh manajemen kepada pemilik perusahaan. Jensen dan
Universitas Sumatera Utara
21
Meckling 1976 dalam Niarachma 2012 mengungkapkan bahwa pemilik dapat membatasi perbedaan kepentingan dengan memberikan insentif yang
sesuai kepada agent dalam hal ini manajemen dan dengan mengeluarkan biaya monitoring tersebut maka pemilik perusahaan berusaha untuk
membatasi kemungkinan adanya kegiatan menyimpang yang dilakukan oleh agent.
Konflik yang muncul dari pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme
corporate governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan sehingga dengan adanya mekanisme corporate
governance yang baik diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan konfik yang terjadi antara pihak agent dan principal. Selain itu, corporate
governance juga diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk membantu shareholder dalam memantau perusahaan.
2.1.3 Tata Kelola Perusahaan Corporate Governance
Isu mengenai Corporate Governance telah muncul di Indonesia sejak tahun 1997, dikarenakan banyak ahli yang berpendapat bahwa kelemahan di
dalam Corporate Governance adalah sumber utama penyebab krisis ekonomi pada saat itu. Kemudian pada tahun 1998, Indonesia mulai menerapkan
prinsip Good Corporate Governance GCG sejak menandatangani Letter of
Universitas Sumatera Utara
22
Intent LOI dengan International Monetary Fund IMF, dimana salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan
perusahaan-perusahaan di Indonesia Sutedi, 2012:3.
2.1.3.1. Pengertian Tata Kelola Perusahaan Corporate
Governance
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117M-MBU2002 mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan nilai-nilai etika. IICG The Indonesian Institute For Corporate Governance mendefinisikan corporate governance adalah
serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan.
Sementara FCGI Forum Corporate for Indonesia mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, manajemen, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern maupun
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka dimana tujuan dari corporate governance disini adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
23
menciptakan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan stakeholders dari perusahaan.
Menurut Sutedi 2012:1 Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ perusahaan pemegang sahampemilik modal, komisarisdewan pengawas, dan direksi untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Corporate Governance biasanya mengacu pada
sekumpulan mekanisme yang mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajer ketika ada pemisahan antara kepemilikan dan
pengendalian beberapa dari pengendalian ini terletak pada fungsi dari dewan direksi, pemegang saham institusional, dan pengendalian dari
mekanisme pasar Larcker et al., 2005 dalam Wardhani, 2006. Kaen 2003 dalam Bodroastuti 2009 menyatakan bahwa
corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa who yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan
mengapa why harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya korporasi. Yang dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang
saham, sedangkan ”mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Sistem corporate governance yang baik diharapkan dapat
Universitas Sumatera Utara
24
memberikan perlindungan yang efektif kepada pemegang saham dan pihak kreditor lainnya sehingga mereka yakin akan memperoleh
kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi.
2.1.3.2. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan Corporate
Governance
Berdasarkan Pedoman Umum Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG,
2006, bahwa pelaksanaan praktik corporate governance di Indonesia menganut lima
prinsip, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
1. Transparansi Transparency
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2.
Akuntabilitas Accountability Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
25
dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3.
Responsibilitas Responsibility Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4.
Independensi Independency Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan Fairness
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.3.3. Manfaat dan Tujuan Tata Kelola Perusahaan Corporate
Governance
Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance GCGmenurut Hery 2010
dalam Sastriana 2013, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
26
1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan
sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya
pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional. 2.
GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih
rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau
menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan
penggunaan asset perusahaan. 5.
Mengurangi korupsi.
Menurut Siswanto dan Aldridge 2005 dalam Sastriana 2013 good corporate governance mempunyai tujuan utama antara
lain: 1.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2.
Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang saham.
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
27
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus
Board of Directors dan manajemen perusahaan. 5.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus Board of Directors dan manajemen senior perusahaan.
2.1.3.4 Mekanisme Tata Kelola Perusahaan Corporate
Governance
Mekanisme Corporate Governance adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan dan melakukan pengawasan kegiatan
yang ada dalam perusahaan. Mekanisme corporate governance pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian yaitu: mekanisme internal dan
mekanisme eksternal. Mekanisme corporate governance terdiri dari: pemegang saham, komisaris, direksi, komite audit, sekretaris
perusahaan, manajer dan karyawan, auditor eksternal, auditor internal, dan stakeholder lainnya, seperti: pemerintah, kreditor, dll Tunggal,
2013:320. Penerapan mekanisme corporate governance yang baik di dalam suatu perusahaan diharapkan dapat mengurangi risiko yang
merugikan bagi perusahaan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
28
2.1.4 Hubungan Tata Kelola Perusahaan Corporate Governance
dengan Financial Distress
Jumlah Dewan Direksi
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance 2006 bahwa direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan dan memastikan kesinambungan
usaha perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan
pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab
bersama. Dewan direksi juga harus menyampaikan laporan tahunan yang memuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan
berupa laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
Jumlah dewan direksi memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress yang terjadi di suatu perusahaan. Fachrudin
2008:93 mengatakan bahwa semakin banyak direktur, semakin besar kemungkinan perusahaan untuk tidak kesulitan keuangan. Teori
resources dependen mengatakan bahwa perusahaan tergantung pada dewannya untuk mengelola sumber daya secara lebih baik. Jensen
1993 dalam Bodroastuti 2009 mencatat bahwa ukuran dewan direksi yang banyak dapat memonitor proses pelaporan keuangan
Universitas Sumatera Utara
29
dengan lebih efektif dibandingkan ukuran dewan direksi yang sedikit. Lebih lanjut Jensen 1993 dalam Bodroastuti 2009 menyatakan
bahwa dari rata-rata ukuran dewan direksi untuk perusahaan yang tetap sehat, memang lebih besar dibandingkan ukuran dewan direksi dari
perusahaan yang mengalami financial distress.
Jumlah Dewan Komisaris
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Komite Nasional Kebijakan
Governance KNKG, 2006. Dimana jumlah dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Dewan komisaris juga harus menyampaikan laporan tahunan yang memuat
laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi.
Jumlah dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress yang terjadi di suatu perusahaan Fachrudin, 2008:
89. Bodroastuti 2009 yang menyatakan semakin besar jumlah dewan komisaris maka kemungkinan perusahaan dalam kondisi financial
distress akan semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
30
Jumlah Komite Audit
Komite audit dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:
1. Laporan keuangan disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik. 3.
Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
4. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh
perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang
independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2002. Jumlah komite audit yang harus lebih dari satu orang dimaksudkan agar dapat bertukar pikiran satu dengan yang
lainnya di dalam rapat atau pertemuan mengenai tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan.
Komite audit merupakan mekanisme corporate governance yang diharapkan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul
Universitas Sumatera Utara
31
pada suatu perusahaan apabila terjadi secara terus-menerus yang dapat menimbulkan financial distress pada perusahaan. Sastriana dan Fuad
2013 menyatakan efektivitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite audit meningkat, sehingga fungsi pengawasan akan
semakin efektif dan peluang perusahaan terkena financial distress akan semakin kecil.
2. Turn Over dari Direksi
Pengertian turn over dari direksi adalah suatu peristiwa ketika anggota direksi dari suatu organisasi digantikan dengan individu lain.
Bruton et al 2003 dalam Lutfiana 2012. Hal ini lebih kepada pergantian dari direksi yang dilakukan baik dengan menambah jumlah
direksi maupun mengurangi jumlah direksi dalam hal ini tidak termasuk pergantian posisi dari direksi. Turn over direksi sering
dilakukan oleh perusahaan yang mengalami financial distress. Alasannya karena dengan masuknya direksi yang baru maka akan ada
pemikiran baru dalam hal penyelesaian masalah di perusahaan tersebut sehingga nantinya akan membawa perusahaan keluar dari masalah
financial distress. Gilson 1989 dalam Wardhani 2006 menyatakan bahwa
perusahaan yang beroperasi dalam kondisi financial distress memiliki tekanan yang tinggi bagi manajemen, sehingga menghasilkan
perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat turn over direksi antara perusahaan yang melakukan reorganisasi karena mengalami financial
Universitas Sumatera Utara