Sejarah Epidemiologi Vaginosis Bakterial .1 Definisi

terjadinya pergeseran dominasi flora di vagina. Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan perubahan biokimia berupa peningkatan pH vagina, produksi uap amin dan peningkatan kadar endotoksin, enzim sialidase serta glikosidase bakteri yang ditemukan pada cairan vagina. 1,3

2.1.2 Sejarah

Sekitar 1 abad yang lalu, Doderlein menemukan basil nonmotil yang merupakan flora normal vagina wanita. Kuman tersebut dinamai Doderlein bacillus, yang akhirnya dikenal sebagai Lactobacillus. Tahun 1819 Menge dan Kronig mengisolasi mikroorganisme fakultatif serta obligata anaerob dari vagina. Studi ini mengawali pendapat bahwa flora normal vagina terdiri dari beberapa mikroorganisme dengan Lactobacillus sebagai flora normal yang dominan. 2 Tahun 1913 Curtis mengungkapkan 3 hal penting bahwa sekret berasal dari vagina bukan uterus, sekret vagina berwarna keputihan dan tidak mempunyai Doderlein bacillus dominan dan terdapat bakteri anaerob di vagina, terutama bakteri batang anaerob. 2 Tahun 1950 Weaver melaporkan suatu hubungan antara tidak adanya Lactobacillus, keberadaan spesies anaerob dan vaginitis non spesifik. Weaver berkesimpulan tidak ada mikroorganisme tunggal yang menyebabkan gejala ini. 2 Tahun 1955, Gardner dan Dukes menemukan hubungan G. vaginalis dan vaginitis non spesifik, ini membuktikan G. vaginalis sebagai penyebab vaginosis non spesifik. Namun karena mereka gagal menemukan hubungan bakteri anaerob lain dan VB, selama lebih dari 25 tahun para tenaga kesehatan cenderung mengabaikan potensi mikroorganisme lain selain G. vaginalis dalam menyebabkan VB. 2 Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Epidemiologi

VB merupakan infeksi vagina yang paling sering pada wanita aktif melakukan hubungan seksual. Penyakit ini dialami pada 15 wanita yang mendatangi klinik ginekologi, 10-25 wanita hamil dan 33-37 wanita yang mendatangi klinik infeksi menular seksual. 2 Prevalensi VB berkisar antara 10-30 pada populasi yang berbeda diseluruh dunia. Di Indonesia, Krisnadi pada penelitiannya tahun 2000 di Bandung mendapatkan prevalensi vaginosis bakterial sebesar 14,7, 10 Wedagama dkk. tahun 2000 di Denpasar mendapatkan 27,27. 11 Pada penelitian Effendi tahun 2004 di RSU dr. Pirngadi Medan dengan menggunakan kriteria Amsel dijumpai prevalensi VB sebesar 25,7, dan dengan menggunakan pewarnaan Gram dengan skor Nugent dijumpai sebesar 28,7. 12 Sulistyowati dkk. melakukan penelitian secara retrospektif berdasarkan catatan medik pasien VB yang berobat di sub bagian IMS poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2011. 13 Pada penelitian ini diketahui bahwa jumlah VB sebanyak 56,25, dengan distribusi pasien VB berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah 25-44 tahun sebanyak 43,75, 15-24 tahun sebanyak 31,25. Status pernikahan terbanyak adalah menikah sebanyak 81,25, belum menikah 12,5, janda orang 5,25. Faktor resiko terbanyak pasien VB adalah douching vagina sebanyak 87,5, 12,5 menggunakan Intra Uterine Device IUD. Keluhan utama terbanyak adalah keluarnya duh tubuh vagina yang disertai dengan gatal sebanyak 12 orang 75, terdapat juga keluhan perih pada 2 orang 12,5, dan tanpa keluhan pada 2 orang 12,5. Keluhan utama terbanyak adalah lebih dari 14 hari sebanyak 8 orang 50. Duh tubuh vagina terbanyak Universitas Sumatera Utara adalah mukous sebanyak 14 orang 87,5. Diagnosis penyerta terbanyak adalah kandidiasis vulvovaginalis sebanyak 5 orang 31,25., 5 orang 31,25 VB dengan KVV, 1 orang 6,25 dengan KA, dan 1 orang 6,25 dengan servisitis GO. 13

2.1.4 Etiologi