2. Petani punya lahan sempit tanpa modal. Petani ini hanya memiliki lahan tempat berdiri rumahgubuknya. Dia tidak dapat mengusahakan tanaman secara memadai.
3. Petani punya lahan sedang tanpa modal. Petani ini masih rendah produksinya karena tanpa modal dia susah berusaha. Petani semacam ini dapat dikembangkan
dengan memberikan bantuan modal dan penyuluhan. 4. Petani punya lahan cukup dan modal cukup. Jenis petani ini hanya
membutuhkan penyuluhaninovasi baru untuk mengembangkan usahataninya. Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan
perkotaan pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pemulung,
pengemis dan pengangguran. Kelompok miskin akan menimbulkan problem yang berkelanjutan bagi kemiskinan kultural dan struktural apabila tidak ditangani
secara serius terutama generasi berikutnya Supriatna, 2000.
2.2 Penelitian Terdahulu Musawwir 2007 dalam tesis yang berjudul Analisis Masalah Kemiskinan
Nelayan Tradisionaldi Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
menyatakan bahwa salah satu komunitas bangsa Indonesia yan teridentifikasi miskin saat ini adalah nelayan, dimana sedikitnya 14,58 juta jiwa
atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta jiwa jumlah nelayan di Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan. Di Desa Padang Panjang terdapat 62 jiwa atau
37,1 persen penduduknya bekerja sebagai nelayan, terdapat 51 orang kepala keluarga bekerja sebagai nelayan tradisional yang tergolong ke dalam kelompok
masyarakat miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan nelayan di
Universitas Sumatera Utara
Desa Padang Panjangdisebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor kualitas sumber daya manusia, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan.
Saskia 2004 dalam tesis yang berjudul Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli
menunjukkan bahwa proporsi nelayan miskin sangat besar pada nelayan buruh sebanyak 34 KK
72,3 atau 230 jiwa, nelayan perahu 3KK 6,8, atau 19 jiwa dan nelayan motor 7 KK 15,9 atau 60 jiwa. Nelayan yang tergolong miskin 44 KK ini
berasal dari Kelurahan Bahari sebanyak 23 KK dan Kelurahan Bagan Deli sebanyak 21 KK. Ketimpangan pendapatan di dua kelurahan penelitian secara
keseluruhan atau over-all sampling adalah sedang menurut ukuran Bank Dunia dan tergolong agak tinggi menurut ukuran Gini Ratio. Nilai GR adalah 0,41 dan
40 kelompok nelayan berpendapatan rendah menerima 15,2 dari income keseluruhan nelayan.
Ginting 2004 dalam tesis yang berjudul Analisis Faktor Penyebab Pendapatan Petani Miskin di Kecamatan Deli Tua
menunjukkan bahwa kemiskinan petani merupakan fenomena yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor tersebut adalah; a luas penguasaan lahan, dimana besar kecilnya lahan yang dikuasai petani sangat menentukan untuk terlepas atau tidaknya rumah
tangga petani dari kemiskinan. Semakin luas lahan yang dikuasai semakin kecil kemungkinan petani berada dalam kemiskinan. Demikian pula sebaliknya,
semakin kecil sempit lahan yang dikuasai akan semakin rentan petani tersebut untuk berada dalam kemiskinan; b tingkat pendidikan; c besar kecilnya jumlah
Universitas Sumatera Utara
tanggungan keluarga; d akses terhadap lembaga keuangan, dan; e alternatif usaha.
Halim 2012 dalam Skripsi yang berjudul Distribusi Pendapatan dan Tingkat Pendapatan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan
Sumbul Kabupaten Dairi
menunjukkan bahwa sumber pendapatan petani kopi arabika diluar usahatani kopi arabika memberikan kontribusi terbesar terhadapat
total pendapatan petani kopi arabika, yakni sebesar 65,68. Tingkat ketimpangan petani kopi arabika berdasarkan nilai Gini Ratio sebesar 0,36 berada dalam
kategori menengah. Sedangkan berdasarkan kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, proporsi petani kopi miskin menurut Sajogyo 1988
sebanyak 21,43 sedangkan menurut BPS 2010 sebanyak 16,67.
2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Kemiskinan