Latar Belakang Masalah PERBEDAAN GENERATIVITAS PADA GAY PRIA PEKERJA SEKS (PPS) DENGAN GAY BUKAN PRIA PEKERJA SEKS (NON PPS) (Studi Komparatif pada Komunitas Gessang di Surakarta)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di kehidupannya, manusia membina suatu hubungan dengan manusia lainnya, baik itu antar individu maupun kelompok. Selain hubungan sosial, ada suatu hubungan yang lebih dekat atau intim antara pria dan wanita dewasa yang memiliki tujuan ke depan. Berdasarkan pandangan budaya ketimuran, ketika seorang wanita atau pria telah memasuki masa dewasa harus mampu melakukan suatu relasi seksual yang normal dan bertanggungjawab yang mengarah pada pernikahan. Setelah menikah pun, dituntut untuk segera memiliki keturunan dan mewariskan hal-hal positif kepada generasi selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Erikson dalam Santrock, 2002 seorang ahli psikoanalisis bahwa perkembangan anak melalui beberapa tahapan, demikian juga dengan perkembangan orang dewasa. Setiap tahapan dicirikan oleh adanya tantangan tertentu, yang disebutnya sebagai “krisis” yang idealnya diselesaikan sebelum individu melanjutkan ke tahapan berikutnya. Orang dewasa tengah baya menghadapi persoalan hidup yang signifikan yaitu generativitas versus stagnasi pada fase ketujuh. Generativitas mencakup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap dapat dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya. Sebaliknya, stagnasi disebut juga “penyerapan-diri” 1 commit to user berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa bagi generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda. Kotre dalam Santrock, 2002 mengatakan orang dewasa tengah baya mengambangkan generativitas melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan anak, melalui generativitas parental orang tua, orang dewasa memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan. Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri. Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua parenting, memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Orang dewasa generatif mengembangkan warisan diri yang positif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnyaMcAdams, 1992. Namun, ada sisi lain dari kehidupan yang menjadi sorotan menarik dalam masyarakat luas yaitu ketika seseorang memilih relasi seksual dengan seseorang yang berjenis kelamin sama atau homoseksual. Hal ini disebabkan masyarakat menganggap bahwa homoseksual adalah suatu perilaku abnormal atau menyimpang. Homoseksual merupakan salah satu perilaku seksual yang berkelainan variant sexual behaviour yaitu perilaku seksual yang pemuasannya commit to user ditentukan oleh sesuatu yang lain, bukan lewat hubungan seksual dengan pasangan beda jenis yang sudah dewasa Supratiknya, 1995. Homoseksualitas terjadi di seluruh lapisan masyarakat dunia. Keberadaannya pun tidak bisa lepas dari adat budaya, baik itu budaya Barat maupun Timur. Dalam masyarakat Yunani kuno yang merupakan akar peradaban budaya Barat, banyak diceritakan tentang mitologi Yunani yang berisi penuh dengan kisah hubungan percintaan sesama jenis kelamin, seperti antara Zeus dengan Ganymede, Herakles dengan Iolaus Hylas, dan Apollo dengan Hyakinthus Oetomo, 2001. Pada budaya Timur sendiri, homoseksual diceritakan pada zaman Nabi Luth yang dibinasakan oleh Allah SWT. Homoseksual pada zaman Nabi Luth yang disebutkan dalam Al-Quran adalah yang disebut dengan “liwath”, artinya “senggama melalui dubur”. Yang berarti melakukan sesuatu tidak pada tempatnya, hal itu hukumnya zina, jelas sekali dilarang oleh agama. Dalam Injil atau perjanjian Baru Roma 1:26-27, Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang Kristen sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus. Imamat 20:13 berbunyi: ”Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”. Yang melakukannya diancam dengan hukuman mati Oetomo, 2001. Homoseksualitas itu sendiri dapat didefinisikan sebagai orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin commit to user yang sama atau ketertarikan secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama Oetomo, 2001. Pada umumnya para penyandang homoseksualitas tidak menyadari perilaku homoseksualitasnya, keadaan tersebut bukan atas kehendak dirinya. Walaupun demikian, memang ada sebagian yang menerima dirinya dengan senang hati dan hidup sebagai homoseksual ego-sintonik dan ada sebagian yang masih belum bisa menerima dirinya atau merasa dirinya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga mereka terus-menerus dalam keadaan konflik batin selama hidupnya ego-distonik PPDGJ, 1983 dalam Sarwono, 1989. Untuk mengacu pada orang atau sifat homoseksual yang dimanifestasikan sebagai gaya hidup, sikap bangga, terbuka dan terkadang militan terhadap masyarakat, mungkin bisa menggunakan istilah gay dari bahasa Inggris. Istilah gay seharusnya mengacu kepada laki-laki maupun wanita tetapi istilah gay sendiri seringkali hanya dipakai untuk laki-laki, sedangkan wanita dipakai istilah lesbian. Secara umum, diperkirakan jumlah lesbian dan homoseksual gay di dalam masyarakat adalah 1 hingga 10 dari jumlah populasi. Tetapi menurut laporan kontroversi Kinsey pada tahun 1984, setidaknya 37 pria dari total keseluruhan pria mengalami pengalaman seks bersama pria lainnya, dan 4 di dalamnya adalah homoseksual gay secara ekslusif. Di Amerika Serikat sendiri, pada tahun pemilu 2004 survei menyatakan 4 dari seluruh pemilih pria menyatakan dirinya sebagai kaum homoseksual, yang karena tekanan sosial banyak yang tidak mau menyatakan identitas mereka. Di Kanada, tahun 2003 Biro commit to user Statistik Kanada menyatakan bahwa di antara warga Kanada yang berumur 18 hingga 59 tahun, 1 melaporkan mereka sebagai homoseksual dan 0,7 melaporkan sebagai biseksual Wikipedia.com, 2010. Di Indonesia, data statistik menyatakan bahwa 8 sampai 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu pernah terlibat pengalaman homoseksual Setiawan, 2006. Berapa sebenarnya jumlah dan perkembangan kaum gay di Indonesia? Berdasarkan hasil survey YPKN Yayasan Pelangi Kasih Nusantara, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Menurut Ridho Triawan, pengurus LSM Arus Pelangi, sebuah yayasan yang menaungi lesbian, gay, waria dan transgender, setidaknya ada 5000 gay serta lesbian yang hidup di Jakarta. Secara kalkulasi, Boyke Dian Nugraha, sempat mencatat bahwa frekuensi kaum gay yang murni adalah satu dari 10 pria. Data dari LSM gay yang lain, Gaya Nusantara, diperkirakan sekitar 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar. Dede Oetomo memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1 persen dari total penduduk Indonesia Muslim, 2010. Untuk daerah Jawa Tengah sendiri, terdapat suatu komunitas yang menaungi para gay yang diberi nama Gessang dan berpusat di kota Surakarta. Gessang adalah singkatan dari Gerakan Sosial, Advokasi dan Hak Asasi Manusia untuk gay Surakarta. Gesaang diambil dari kata gessang yang merupakan kata yang berasal dari Bahasa Jawa yang berarti hidup. Ini menandai dimulainya kehidupan organisasi dan eksistensi komunitas gay Surakarta dalam masyarakat umum Gessang.org. commit to user Awalnya Gessang hanya didirikan sebagai wadah ekspresi atas eksistensi homoseksual yang terpinggirkan dari masyarakat luas. Namun, di tahun 2003 isu HIVAIDS mulai menjadi wacana utama dalam komunitas homoseksual di kota Solo. Dan secara resmi isu HIVAIDS menjadi landasan gerakan pengorganisasian homoseksual di kota Solo mulai akhir 2005. Hal ini disebabkan adanya kesadaran dari komunitas bahwa kaum homoseksual merupakan salah satu kelompok risiko tinggi terhadap penularan HIVAIDS. Demartoto dalam The Online Journalism, 2009 mengatakan bahwa Gessang dibantu Family Health International FHI dan Global Fund GF melaksanakan program penanggulangan HIVAIDS yang mereka sebut dengan Behaviour Change Intervetion BCI for MSM Man who have Sex with Man . Didapatkan pula data dari hasil laporan dampingan Behaviour Change Intervention BCI yang dilakukan oleh Petugas Lapangan PL di wilayah Jawa Tengah, pada bulan Juli 2009 akan ditunjukkan jumlah dampingan yang terbagi atas tiga tipe kelompok di tiap kota kab Data Primer, 2009. Tabel. 1 Dampingan Pengawas Lapangan PL Bulan Juli 2009 Kab. Kota Kode Tipe Kelompok Dampingan 1302 1304 2100 Total PPS MSM Pasangan Dampingan Kel.Risiko Tinggi 1 2 3 4 5 6 Kota Surakarta 3372 148 1231 6 1385 Kota Salatiga 3373 9 407 8 424 Kab Semarang 3322 12 295 0 307 Kota Semarang 3374 85 822 10 917 Kab Kendal 3324 3 266 1 270 Kab Batang 3325 0 95 0 95 Kab Kudus 3318 0 54 0 54 Bersambung commit to user 1 2 3 4 5 6 Kab Tegal 3328 54 261 0 328 Kab Banyumas 3302 16 1125 22 1163 Kab Cilacap 3301 79 238 1 318 Total Dampingan 406 4814 48 5268 Sumber: Laporan BCI KLPL Wilayah I, II III Akumulasi Pada bulan Februari 2010, ternyata terjadi peningkatan dalam jumlah dampingan di tiga tipe kelompok yang ditunjukkan pada tiap kotakabupaten. Tabel. 2 Dampingan Pengawas Lapangan PL Bulan Februari 2010 Kab. Kota Kode Tipe Kelompok Dampingan 1302 1304 2100 Total PPS MSM Pasangan Dampingan Kel.Risiko Tinggi 1 2 3 4 5 6 Kota Surakarta 3372 159 1344 6 1509 Kota Salatiga 3373 9 453 8 470 Kab. Semarang 3322 13 352 0 365 Kota Semarang 3374 105 933 10 1048 Kab. Kendal 3324 3 285 1 289 Kab. Batang 3325 1 141 0 142 Kab. Kudus 3318 0 224 0 224 Kab. Tegal 3328 55 349 0 404 Kab. Banyumas 3302 16 1396 22 1434 Kab. Cilacap 3301 97 260 1 358 Total Dampingan 458 5737 48 6243 Dari dua tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hanya dalam jangka enam bulan terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Khususnya kota Surakarta yang memiliki jumlah dampingan paling banyak di antara kota dan kabupaten lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada kota Surakarta yang menunjukkan jumlah paling banyak dan sebagai pusat Gessang itu sendiri. Sumber: Laporan BCI KLPL Wilayah I, II III Akumulasi Sambungan commit to user Selain itu, para gay sering diliputi oleh kekhawatiran terhadap beberapa hal mengenai orientasi seksualnya dan menjadi konflik yang hebat dalam dirinya, seperti yang diungkapkan oleh ketua Gessang Rahardjo bahwa seorang gay itu selalu diliputi kekhawatiran akan orientasinya, kekhawatiran terkena HIV, kekhawatiran terhadap stigma diskriminasi dari masyarakat, dan kekhawatiran tentang menikah dan hidupnya kelak di hari tua Data Primer, 2010. Permasalahan yang datang biasanya dari pihak keluarga atau pun masyarakat sekitar yang mengatakan bahwa seorang pria dewasa hendaklah segera menikah. Hal ini akan menjadi sebuah tantangan besar bagi seorang gay. Tuntutan-tuntutan ini menimbulkan kekhawatiran dalam diri seorang gay. Seperti yang dikisahkan oleh Dimas seorang gay yang pernah menikah dalam Nugroho, 2007 bahwa pernikahan merupakan tantangan dan memutuskan untuk menikah adalah sebuah konflik besar yang menimbulkan kekhawatiran yang terus menghantui pikiran seorang gay yaitu apakah saya mampu berhubungan seks dengan lawan jenis. Membentuk sebuah keluarga dengan lawan jenis bukanlah suatu keputusan yang mudah bagi seorang gay. Pertentangan yang terjadi pada diri seorang gay antara ideologi heteroseksual dengan orientasi seksualnya, sering mendatangkan tekanan yang dapat berujung pada stres. Tetapi, ada satu alasan yang membuat seorang gay akhirnya memilih untuk menikah yaitu kehadiran anak. Seperti yang dituturkan oleh Dimas dalam Nugroho, 2002 bahwa selain tekanan dari keluarga besar, biasanya seorang gay memutuskan untuk menikah karena ingin memiliki anak. commit to user Di sini terlihat bagaimana seorang individu bahkan gay sekalipun menganggap kehadiran anak di kehidupan mereka sangatlah penting. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa dengan adanya seorang anak dalam kehidupan seorang gay, ada suatu jaminan bahwa kelak ketika telah beranjak tua ada yang merawat individu gay tersebut. Sementara itu, hingga saat ini pernikahan homoseksual belum bisa dicatatkan di Indonesia, yang dapat dilihat pada pengertian “pernikahan” yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di situ perkawinan pernikahan diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Nugroho, 2007. Undang-undang tersebut jelas menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat mencatatkan pernikahan sesama jenis. Memang pernah ada pernikahan lesbian di Indonesia, yakni yang dilakukan oleh Jossie dan Boni di Jakarta pada 1981, namun setelah itu tidak pernah ada lagi pernikahan sejenis Boelstorf dalam Nugroho, 2007. Dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas yang dihadapi oleh seseorang ketika memasuki usia dewasa untuk segera berkeluarga sangatlah besar. Hal ini pun terjadi pada seorang gay terkait dengan isu generativitas. Isu generativitas keberkembangan menurut Erikson 1963 akan dialami seseorang pada usia tengah baya. Masa dewasa tengah baya menurut Levinson dalam Milla, 1999, terjadi antara usia 40-60 commit to user tahun yang terbagi atas : 40-45 tahun masa transisi tengah baya, 45-50 tahun memasuki masa dewasa tengah baya, 50-55 tahun masa transisi usia 50, dan 50-60 puncak dari masa dewasa tengah baya. Reid dalam Papalia dkk., 2007 mengatakan bahwa seorang gay yang memasuki masa dewasa tengah baya, sama halnya dengan seorang heteroseksual memiliki suatu keinginan kuat untuk intimasi, kontak sosial dan generativitas. Seorang gay pun pasti memiliki cara yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi generativitas. Manakala jika dilihat dari segi usia yang memang saatnya untuk segera membina keluarga, dan mewariskan hal-hal yang positif kepada generasi berikutnya. Seorang gay kehidupannya pun tidak berbeda dengan kehidupan heteroseksual pada umumnya. Ketika memasuki usia tertentu maka seseorang akan mengalami krisis generativitas. Studi tentang generativitas lebih lanjut tidak hanya membatasi pada domain kedudukan sebagai orangtua. Orang dewasa mengekspresikan generativitas dalam berbagai kehidupan yang luas melalui bekerja sebagai profesional, sukarelawan, partisipan pada organisasi politik dan keagamaan, aktivitas di masyarakat, menjalin hubungan akrab dengan teman, bahkan aktivis pada saat waktu luang McAdams de St.Aubin, 1992. Berdasarkan data yang dipaparkan sebelumnya, menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah pendampingan Gessang yang cukup signifikan. Gessang melakukan dampingan terhadap tiga tipe kelompok yaitu Pria Pekerja Seks PPS, Man Who Have Sex With Man MSM dan pasangan kel.Risiko Tinggi. Kelompok commit to user Pria Pekerja Seks ini merupakan orang yang bisa dikatakan menjajakan diri kepada gay atau waria berdasarkan kebutuhan akan uang. Pria Pekerja Seks sendiri bisa seorang gay atau heteroseksual. Istilah yang beredar di komunitas gay bagi para Pria Pekerja Seks adalah “kucing” yang maknanya berbeda dengan “gigolo”. Istilah “kucing” dimaksudkan pada seorang pria yang menjajakan dirinya kepada gay atau waria, sedangkan istilah “gigolo” dimaksudkan pada seorang pria yang menjajakan diri kepada seorang wanita. Untuk Man who have Sex with Man MSM, ditujukan pada seorang lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki untuk menjangkau semua individu laki-laki yang melakukan hubungan dengan sesama jenis. Istilah ini menjangkau individu yang memiliki perilaku seksual sejenis baik itu gay, waria, atau biseksual. Peneliti memfokuskan pada MSM yang mengidentifikasi diri sebagai seorang gay. Untuk kelompok risiko tinggi adalah kelompok di mana seorang gay yang telah menikah dengan wanita tetapi masih melakukan perilaku homoseksual. Pembagian tipe kelompok ini berdasarkan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan pembagian ini menunjukan adanya perbedaan antara gay satu dengan yang lainnya, karena setiap manusia pasti memiliki perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal termasuk salah satunya tentang generativitas. Fakta yang ada berdasarkan data yang diperoleh dari Gessang menunjukan bahwa ada beberapa anggotanya yang telah menikah dengan lawan jenis, tetapi ada pula yang belum menikah. Penelitian ini difokuskan pada kelompok Pria Pekerja Seks dengan bukan PPS atau Man who have Sex with Man MSM yang mengidentifikasi diri sebagai gay, untuk kelompok kel.Risiko Tinggi tidak diikutsertakan karena telah menikah commit to user yang dapat diartikan bahwa kelompok ini telah mampu mengatasi krisis generativitas dan memikirkan generasi selanjutnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana seorang gay dari kelompok Pria Pekerja Seks PPS dengan bukan PPS atau Man who have Sex with Man MSM yang mengidentifikasi diri sebagai gay dalam menghadapi generativitas keberkembangan. Pada masa tengah baya, seseorang dituntut untuk membina keluarga dan bertanggung jawab terhadap keturunannya kelak. Disebabkan sebagian besar gay merahasiakan status pekerjaan di segala bidang kehidupan, maka peneliti akan mengambil pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku seksual gay yaitu antara Pria Pekerja Seks dengan bukan Pria Pekerja Seks. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan Generativitas pada Gay Pria Pekerja Seks dengan Gay bukan Pria Pekerja Seks Studi Komparatif pada Komunitas “Gessang” di Surakarta”.

B. Perumusan Masalah