yang beragama Kristen itu menyatakan bahwa bank Islam adalah partner baru dalam pembangunan.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia Persero dan Bank Rakyat Indonesia Persero. Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan
Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
2.2.2 Pengertian Bank Syariah
Dalam konsep islam sendiri, sebenarnya istilah “bank” secara literal tidak dikenal. Istilah “bank” secara bahasa diambil dari bahasa Itali, yakni banco yang
berarti meja. Penggunaan istilah ini disebabkan dalam realita bahwa proses kerja bank sejak dulu, sekarang dan mungkin di masa yang akan secara administratif
dilaksanakan di atas meja. Sedangkan dalam bahasa Arab bank biasa disebut dengan
mashrif, yang berarti tempat berlangsungnya saling menukar harta, baik dengan cara
mengambil ataupun menyimpan, atau untuk melakukan muamalah. Dalam kerangka ekonomi ummat islam, istilah bank memiliki konsep
tersendiri, yakni bank syariah yang beroperasi diatas dasar ajaran syariat Islam yang memiliki prinsip operasional berbeda dengan prinsip operasional bank konvensional.
Menurut Karnaen A. Perwaatmadja dan Syafi’I Antonio, bank syariah memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. 2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Quran
dan al-Hadist. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis
untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syariah berarti bank yang tata cara operasionalnya
didasari dengan tata cara islam yang mengacu kepada ketentuan Alquran dan al Hadist.
2.2.3 Tinjauan Umum Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
defisit unit. Menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 hal
berikut:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan
produktif dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:
Pertama , pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi;dan
b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
Kedua pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang
modal capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer pokok atau
dasar dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal maupun
berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan
sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti
makanan dan minuman, pakaianperhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan,
pariwisata, hiburan, dan sebagainya. Pada umumnya, bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk
pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan
utama main collateral. Adapun untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran
kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan
dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1.Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah adalah Bank menyediakan pembiayaan modal
investasi atau modal kerja secara penuh trusty financing, sedangkan nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap dengan manajemennya. Hasil keuntungan
dan kerugian yang dialami nasabah dibagikan atau ditanggung bersama antara bank dan nasabah dengan ketentuan sesuai kesepakatan bersama. Prinsip mudharabah
dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan dari nasabah, baik dalam bentuk tabungan atau deposito dan juga untuk melakukan pembiayaan.
Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut: a.Ada shahibul maal modalnasabah
b.Adanya mudharib pengusahabank c.Adanya amal usahapekerjaan
d.Adanya hasil bagi hasilkeuntungan dan e.Adanya aqad ijab-qabul
Prinsip bagi hasil profit sharing merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah,
prinsip ini berdasarkan pada kaidah mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan
pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib pengelola, sementara penabung bertindak sebagai shahibul maal pemilik
dana. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.
Di sisi lain, dengan pengusaha atau peminjam dana, bank syariah akan bertindak sebagai shahibul maal pemilik dana, baik dari tabungan, deposito, giro,
maupun dana bank sendiri yang berupa modal pemegang saham. Sementara itu pengusaha atau peminjam akan berfungsi sebagai mudharib pengelola karena
melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank. Seperti yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, mudharabah terbagi atas
dua jenis yakni yang bersifat tidak terbatas muthlaqah, unrestricted dan yang bersifat terbatas muqayyadah, restricted. Pada jenis mudharabah yang pertama
pemilik dana memberikan otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk menginvestasikan atau memutar uangnya.
Pada jenis mudharabah kedua, pemilik dana memberikan batasan kepada mudharib untuk menginvestasikan dananya. Beberapa batasan itu antara lain jenis
investasi, tempat investasi serta pihak-pihak yang dibolehkan terlibat dalam investasi. Pada jenis ini, shahibul maal dapat pula mensyaratkan kepada mudharib
untuk tidak mencampurkan hartanya dengan dana mudharabah. Dalam hal jenis simpanan, maka terdapat dua macam bentuk kontrak mudharabah, yaitu tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah. Secara prinsip syariah tidak ada perbedaan di antara keduanya, tetapi secara praktis keduanya mengacu kepada konsep tabungan
dan deposito di bank konvensional. 2.Pembiayaan Musyarakah
Adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha,yang mana pihak bank dapat dilibatkan dalam proses manajemennya. Modal yang disetor dapat berupa uang,
barang perdagangan trading asset, property, equipment atau intangible asset seperti hak paten dan goodwiil dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. 3.Pembiayaan Murabahah
Dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu.dalam transaksi jual beli tersebut,penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan
termaksud harga pembelian dan keuntungan yang diambil . Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia bank dengan nasabah
yang memesan untuk membeli barang.
Adapun rukun dan syaratnya sebagai berikut: a.Penjual
b.Pembeli c.Barang yang diperjual-belikan
d.Harga dan e.Ijab-qabul
4. Pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil Adalah pembiayaan untuk membeli barang dengan cicilan. Syarat-syarat
dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan
murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan
pada pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya.
5. Pembiayaan Salam
Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan jangka pendek untuk produksi agrobisnis atau industri jenis lainnya.
6. Pembiayaan Isthina’
Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil- menengah,dan konstruksi. Dalam pelaksanaannya pembiayaan isthina dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak produsen ditentukan oleh nasabah.pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut
harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan kedua belah pihak.
7. Pembiayaan sewa beli ijarah wa iqtina atau ijarah muntahiyyah bi tamlik
Adalah akad sewa suatu barang antara bank dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli obyek sewa pada akhir akad atau dalam dunia
usaha dikenal dengan finance lease. Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini yang menjadi obyek sewa diisyaratkan
harus barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan
cara: pertama lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam membeli aset yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka,
lembaga tersebut menyewakan aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam perjanjian kedua belah pihak.
8. Hiwalah
Hiwalah adalah produk perbankan syari’ah yang disediakan untuk membantu
suplier dan mendapatkan modal tunai agar melanjutkan produksinya. dalam hal ini Bank akan mendapatkan imbalan fee atas jasa pemindahan piutang. Besarnya
imbalan yang akan diterima Bank ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar Bank dengan nasabah.
9. Rahn
Produk perbankan ini disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiyaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman berarti Bank hanya memperoleh
imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi dan administrasi barang yang
digadaikan. berkenaan dengan hal tersebut maka, produk Rahn hanya digunakan bagi keperluan sosial seperti pendidikan dan kesehatan.
2.3 Dana Pihak Ketiga Dana Masyarakat