Pertama, Kesinambungan dan transparansi informasi terhadap usaha yang
akan dijalankan. Informasi usaha dan pasar adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha. Oleh karena itu langkah ini bisa dimaksimalkan melalui
database yang aktual, rinci, dan faktual, sambil terus mencari dan menemukan format usaha yang sesuai dengan iklim usaha tersebut.
Kedua, Pengembangan industri-industri kecil yang dibina langsung oleh bank
syariah. Industri ini benar-benar milik rakyat, prospektif, dan dikelola dengan amanah. Industrialisasi adalah salah satu kunci penting bagi negara kita untuk dapat
survive di saat krisis seperti ini, dan melatih bangsa kita menjadi bangsa yang
mandiri. Ketiga,
Membuat aturan dan regulasi yang tepat, terstandarisasi, dan sesuai dengan prinsip syariah.
4.5 Perkembangan dana pihak ketiga pada bank syariah
Penghimpunan dana dari masyarakat atau disebut dana pihak ketiga DPK mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan DPK tercatat
rata-rata 32,8 per tahun dalam periode 2004 - 2008, yaitu melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada 2003. DPK selama 2008 yang
mencapai Rp 36,8 triliun merupakan kontribusi terbesar dari deposito mudharabah yaitu Rp 20,1 triliun atau sekitar 54,6, tabungan mudharabah Rp 12,5 triliun
33,8 dan giro wadiah Rp 4,2 triliun 11,6. Dilihat dari pertumbuhannya, penghimpunan DPK perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan bank
konvensional. Namun dari sisi jumlah DPK bank syariah masih sekitar 2 dibandingkan DPK konvensional.
Selain itu untuk menjaga DPK yang terhimpun, bank syariah memberikan bagi hasil yang menarik bagi nasabah. Dengan bagi hasil yang kompetitif, maka
nasabah akan tetap menyimpan dana di bank syariah. Tercatat per Oktober 2008 FDR bank syariah mencapai 112, dengan total DPK Rp34 triliun dan pembiayaan
Rp37 triliun. FDR yang ideal bagi perbankan, antara 80 - 90 agar likuiditas bank tetap terjaga.
Posisi dana pihak ketiga menunjukkan angka Rp 52,81 trilyun atau bertumbuh sebesar 338 dari tahun 2005. Pertumbuhan ini patut menjadi kabar
gembira bagi para pendiri atau founding father perbankan syariah di Indonesia. Dalam hal pertumbuhan dana pihak ketiga menjadi sangat penting untuk tetap
terjaga pertumbuhannya, yaitu tidak lain untuk kepentingan semakin meningkatnya jumlah pembiayaan yang akan diberikan bank kepada calon nasabah pembiayaannya
dan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat dalam pola bisnis di sektor riil. Basis pembiayaan yang harus memiliki underlying asset atau menyentuh lini rill juga
harus didukung dengan semakin besarnya dana yang dimiliki bank syariah untuk bisa mencapai hal itu. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari pertumbuhan sektor riil
tentunya sangat berharap bank syariah bisa menjadi kontributor dalam salah satu lembaga keuangan yang pro sektor riil. Sehingga perkembangan ekonomi
masyarakat semakin membaik dan pengentasan kemiskinan juga masalah pengangguran bisa teratasi dengan sempurna. Maka, posisi dana pihak ketiga dalam
hal ini harus juga menjadi perhatian masing-masing bank syariah. Tetap menjaga nasabah agar tetap loyal menabung di bank syariah dan melakukan upaya-upaya
menarik dana kembali dari masyarakat atau segmen lainnya. Dan bank syariah juga
setidaknya perlu mengetahui apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dana pihak ketiga tersebut.
Sementara penghimpunan dana masyarakat pada perbankan syariah di Sumatera Utara sempat mengalami penurunan yang cukup drastis namun di tahun
2000-2005 kembali meningkat. Pada tahun 2000 total DPK bank Syariah di Sumatera Utara adalah Rp. 29.095 juta dan tahun 2001 Rp. 184.056 juta. Namun
pada tahun 2002 DPK mengalami penurunan menjadi Rp. 117.150 juta dan pada tahun 2003 hingga 2005 jumlah dana pihak ketiga kembali mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah dana pihak ketiga tersebut menunjukkan bahwa transaksi lewat bank Syariah di Sumatera Utara meningkat secara signifikan. DPK yang
berhasil dihimpun bank syariah Sumatera Utara pada tahun 2005 baru mencapai Rp. 15,12 miliar dan pada akhir tahun 2010 melonjak menjadi Rp. 431,57 miliar.
Sedankan total aset pada 2005 baru mencapai Rp. 50 miliar maka pada 2010 meningkat menjadi Rp. 826 miliar.
Industri perbankan syariah di Provinsi Sumatera Utara pada Maret 2011 berhasil membukukan asset sebesar Rp. 4,76 triliun atau 3,46 dari total asset keseluruhan.
Sementara itu, total dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp. 3,02 triliun atau 2,68 dari total dana pihan ketiga keseluruhan. DPK industri perbankan syariah di
Sumut juga mengalami pertumbuhan yang pesat mencapai 3,42 seiring dengan pertumbuhan aset yang juga naik.
4.6 Perkembangan pendapatan bank syariah