Analisis Pengaruh Jumlah Dana Pihak ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia (Periode januari 2007-Oktober 2012)

(1)

ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON

PERFORMING FINANCING (NPF) DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL

PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA

(Periode Januari 2007- Oktober 2012)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh : Mufqi Firaldi NIM : 107084003501

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1. Nama Lengkap : Mufqi Firaldi

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 mei 1989

3. Alamat : Jalan Lapangan Tenis Rt/Rw 04/05 No. 74A, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat

4. Jenis Kelamin : Laki-laki

5. Agama : Islam

6. Tinggi / Berat Badan : 178/85

7. Telepon : 087884300631

8. e-mail : mufqifiraldi@yahoo.co.id

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. (1994) TK Qoriah Thoyibah -Jakarta Barat 2.(2001) Lulus SDN 05 – Srengseng Jakarta Barat

3. (2004) Lulus SLTPN 207-meruya selatan Jakarta Barat 4. (2007) Lulus SMAN 112- meruya utara Jakarta Barat


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of Third Party Fund (DPK), Non performing Financing (NPF), and Inflation to Total Financing in the Sharia Rural Banking in Indonesia (BPRS) in the short and long term. Data used was time series data periode of Januari 2007 – October 2012 from statistic Banking of Indonesia. It used Cointegration test to see any indicate of long-term relationship and Error Correction Model (ECM)to see any indicate of short-term relationship.

The results of this research indicate that Third Party Fund has a short-term relationship, and Non Performing Financing has a long-term relationship, and Inflation doesn’t has any relationship in short and long-term to Total Financing in The Sharia Rural Banking in Indonesia

Keyword : Third Party Fund, Non performing Financing, Inflation, Total Financing, Sharia Rural Banking


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Kepada Masyarakat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam statistik Perbankan Syariah periode januari 2007 – oktober 2012. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang, dan menggunakan model koreksi kesalahan untuk melihat hubungan jangka pendek.

Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Dana Pihak Ketiga mempuyai Pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, Non Performing Financing mempunyai pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, dan Inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah DI Indonesia. Kata Kunci : Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Dana Pihak Ketiga, Non Performing Financing, Inflasi, Model Koreksi Kesalahan


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat karunia-Nya, dan Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW beserta kepada para sahabat dan seluruh pengikut beliau yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman kelak. Karena bimbingan Allah SWT serta Rasulnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang di berikan oleh BPR Syariah Di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012 “.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan dengan keterbatasan penulis, baik dalam kemampuan maupun pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki. Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, bapak Syaifudin dan ibu Syarofiah, sumber inspirasi, motivasi dan ambisi penulis dalam hidup. Terima kasih untuk doa yang tak pernah putus untuk ananda mu ini serta pengajaran dan penghargaan yang selalu diberikan olehmu. Semoga suatu saat, semua pengorbanan, keringat, darah, dan airmata mama dan papa dapat ririn balas jauh lebih besar, aminn ya rabb.

2. Kakek Nenek tercinta, H.Majidi bin Ajid, H,Maswan bin H.Tabrani, Hj.Marsiti binti H.Ismail, Hj.Zulailah binti H.Muhamad Noor yang telah tiada, terima kasih sudah mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

3. H.Surahmat bin Joharun, Ibu Erni Subartini binti H.Tubagus Ahmad Sobari, Drs. Hartoyo, terima kasih yang tidak henti-hentinya memberikan ilmu serta mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan FEB Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) jakarta.


(10)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. Terima kasih sudah membantu saya dalam berbagai hal.

7. Bapak Roikhan Mochamad Aziz, Dr.Ir.MA.MM, selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh hati sampai selesai.

8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh hati sampai selesai.

9. Seluruh dosen yang telah ikhlas mengajarkan ilmunya dan berbagi pengalaman, serta para staff akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

10.Adikku yang cantik Nurul Aini. Terima kasih udah menyemangati aku dalam penulisan skripsi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi.

11.Riyanti Nurul Janah terima kasih banyak telah membantu, menemani, mendukung, memotivasi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi ini.

12.Seluruh teman-teman IESP Angkatan 2007, khusus nya teman-teman IMES yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kalian semua terlalu manis untuk dilupakan. Terima kasih untuk segala bantuan, kerjasama, dan kenangan yang telah kalian berikan.

13.Seluruh teman-teman komunitas whiteblack terima kasih telah menjadi tempat berkumpul.

Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang terdalam untuk bantuan, dukungan dan doanya. Semoga keberkahan dan kesuksesan selalu menyertai kita semua, amin ya rabb. Akhirnya, semoga bantuan, doa dan semangat yang diberikan dapat menjadi amalan bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini.


(11)

DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP……….. .. i

ABSTRACT………. ... ii

ABSTRAK……… iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian……… . 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Pengertian Bank Syariah ... 11

a. Tujuan Bank Syariah……….. 15

2. Risiko Perbankan……… 17

3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ... 18

a. Tujuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah……… .... 19

4. Pembiayaan ... 21

a. Pengertian Pembiayaan ... 21

b. Fungsi Pembiayaan………. 27

c. Jenis Pembiayaan Di lihat dari Tujuan………... 30

5. Dana Pihak Ketiga………... 32

a. Pengertian Dana Pihak Ketiga ... 32

b. Hubungan DPK Terhadap Pembiayaan………... .. 35 ………


(12)

a. Pengertian Inflasi……… 41

b. Teori Inflasi………. ... 43

c. Macam-macam Inflasi……… 45

d. Inflasi Dalam Presfektif Ekonomi Islam……….... 49

e. Hubungan Inflasi Terhadap Pembiayaan……….. . 50

B. Penelitian Sebelumnya... 51

C. Kerangka Pemikiran ... 57

D. Hipotesis ... 61

BAB III METODELOGI PENELITIAN... 63

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 63

B. Teknik Pengumpulan Data ... 63

C. Teknik Analisis ... 65

D. Operasional Variabel Penelitian ... 75

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN……… 78

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian..………. 78

1. Perkembangan Total Pembiayaan yang Diberikan BPRS……….. 78

2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga……….. 80

3. Perkembangan Non Performing Financing………. 82

4. Perkembangan Tingkat Inflasi………. 85

B. Analisis Dan Pembahasan………. 87

1. Hasil Uji Normalitas………. 88

2. Hasil Uji Linieritas………... 89

3. Hasil Uji Stasioneritas……….. 90

4. Hasil Uji Kointegrasi……… 92

5. Hasil Uji Asumsi Klasik………... 93

6. Hasil Regresi Error Correction Model………...………. 97

C. Interpretasi Data………. 100

D. Analisis Ekonomi………... 103

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI………. 107

A. Kesimpulan……… 107

B. Implikasi………. 108


(13)

DAFTAR TABEL

NO. Keterangan Hal

1.1 Perkembangan Total Pembiayaan,DPK,NPF,dan Inflasi……… 4

2.1 Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional………. 13

2.2 Penelitian Sebelumnya……… 55

4.1 Uji Linieritas..……….. 89

4.2 Uji Akar Unit……… 90

4.3 Uji Derajat Integrasi First Difference……… 91

4.4 Uji Kointegrasi………. 92

4.5 Uji Multikolinieritas……… 94

4.6 Uji Multikolinieritas Setelah Differensiasi……… 95

4.7 Uji Otokolerasi……….. 96

4.8 Uji Heterokedastisitas……… 97

4.9 Uji ECM……….. 98


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan

Hal

1.1 Jumlah Bank dan Kantor BPRS Di Indonesia……… 2

2.1 Penghimpunan Sumber Dana……….. 32

2.2 Demand Push Inflation……… 47

2.3 Cost Push Inflation……….. 48

2.4 Kerangka Pemikiran………. 60

4.1 Perkembangan Total Pembiayaan……… 78

4.2 Perkembangan DPK………. 80

4.3 Perkembangan NPF……….. 83

4.4 Perkembangan Inflasi……….. 86


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Data Penelitian, Januari 2007 – Oktober 2012... 114

2. Hasil Uji Normalitas………... 116

3. Hasil Uji Linieritas……….. 117

4. Hasil Uji Stasioneritas Akar unit Total Pembiayaan LnPBPRS………. 118

5. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Dana Pihak Ketiga LnDPK………... 119

6. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Non Performing Financing NPF…... 120

7. Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Inflasi……….. 121

8. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnPBPRS ……… 122

9. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnDPK……… 123

10. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference NPF……….. 124

11. Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi……….. 125

12. Hasil Uji Kointegrasi Philips Peron……….. 126

13. Hasil Uji Asumsi Klasik………. 127


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbankan syariah hadir di Indonesia untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa perbankan tanpa adanya riba. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun persaingan dengan bank konvensional, membuat bank syariah dituntut harus memiliki kinerja yang baik agar mampu bersaing dalam pasar perbankan di Indonesia.

Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah cukup signifikan, seiring dengan tanggapan masyarakat yang sangat positif dengan keberadaan lembaga keuangan syariah yang ada. Hal tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga ini dapat menjangkau masyarakat kalangan ekonomi mikro kecil dan menengah. Kedudukan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) yang antara lain dipresentasikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), lembaga ini mempunyai peran yang cukup strategis dalam menjangkau transaksi syariah mikro kecil dan menengah.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang kegiatannya diatur oleh Bank Indonesia. Berbeda dengan Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang diatur oleh Kementrian Koperasi


(17)

dan UKM. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroprasi, hal ini menunjukan bahwa kegiatan keuangan syariah khususnya bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) berkembang cukup signifikan. Dapat dilihat dari perkembangannya pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 di bawah ini :

Gambar 1.1

Jumlah Bank dan kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di indonesia

114 131 138

150 154 156

185 202

225

286 299

386

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Perkembangan BPR Syariah di Indonesia

JUMLAH BPRS JUMLAH KANTOR

Berdasarkan gambar 1.1 ,dapat dilihat perkembangan BPRS di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada akhir tahun 2007 jumlah bank dan kantor BPRS ada sebannyak 114 jumlah bank dan 185 jumlah kantor di seluruh Indonesia, pada tahun 2012 meningkat secara signifikan menjadi 156 jumlah bank dan 386 jumlah kantor BPRS di seluruh Indonesia, dan hal tersebut menunjukan bahwa BPRS terus mengalami pertumbuhan yang baik di masyarakat dilihat dari


(18)

tahunnya.

Bank pembiayaan rakyat syariah adalah perbankan yang unik, dimana bank ini beroperasi dalam skala kecil, diperuntukan melayani usaha kecil dan mikro, BPRS beroperasi pada wilayah kabupaten ataupun kotamadya dengan jangkauan yang terbatas sebagaimana permodalannya yang relatif kecil. Namun meskipun pada satu sisi BPRS adalah perbankan yang beroperasi terbatas, dengan permodalan mulai dari Rp 500 juta, yang tentunya pula dengan jumlah karyawan yang kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa BPRS adalah sebuah bank atau suatu lembaga kepercayaan, yang harus dikelola sesuai prinsip-prinsip Good Corporate Governace (GCG). (Siregar,2008:27)

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang memerlukan pendanaan. Untuk itu bank syariah dalam menyalurkan pembiayaannya harus berdasarkan dua prisnsip perbankan syariah yang mendasar. Pertama, prinsip keadilan, pembiayaan harus saling menguntungkan baik bagi pihak pengguna dana maupun pihak penyedia dana. Kedua, prinsip kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan yang akan diberikan. Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah yaitu produk penyaluran dana (Financing) dan produk penghimpunan dana (Funding). Dan bank syariah perlu memperhatikan tingkat pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing) untuk mengamankan likuiditasnya. Dan salah satu gambaran perekonomian makro dari suatu Negara dapat dilihat dari tingkat Inflasi yang terjadi di Negara tersebut.


(19)

Perkembangan Total Pembiayaan yang di berikan kepada para nasabah, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) serta tingkat Inflasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1

Perkembangan Total Pembiayaan BPR Syariah, DPK, NPF, dan Tingkat Inflasi Periode tahun 2007 – 2012

Tahun Total Pembiayaan BPRS (Juta

Rupiah)

Dana Pihak Ketiga (Juta

Rupiah)

Non Performing

Financing

Tingkat Inflasi 2007 Rp.876.921 Rp.707.706 7.98% 6.59% 2008 Rp.1.256.610 Rp. 972.809 8.38% 11.06% 2009 Rp.1.586.919 Rp. 1.250.609 7.03% 2.78% 2010 Rp.2.060.437 Rp. 1.603.778 6.50% 6.96% 2011 Rp.2.675.930 Rp. 2.095.333 6.11% 4.79% 2012 Rp.3.465.137 Rp. 2.776.159 6.83% 4.61%

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa total pembiayaan BPRS pada tahun pada tahun 2007 sebesar Rp 876.921 juta dan pada tahun 2008 saat terjadinya krisis keuangan global yang dihadapi Amerika maupun Asia Tenggara tidak berpengaruh secara signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada nasabahnya di Indonesia. dapat dilihat pada tahun 2008 sebesar Rp 1.256.610 juta. pada tahun 2009 hingga tahun 2012 total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia terus meningkat secara signifikan hingga mencapai angka Rp 3.465.137 juta pada akhir Oktober 2012.


(20)

Dana Pihak Ketiga setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2007 sebesar Rp 707.706 juta kemudian pada tahun 2008 jumlah Dana Pihak Ketiga BPRS di Indonesia tumbuh sebesar Rp 972.809 juta, walaupun pada tahun 2008 sampai tahun 2009 terjadi krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat telah menggangu stabilitas sistem keuangan global, namun jumlah Dana Pihak Ketiga pada BPRS di Indonesia tetap meningkat secara signifikan menjadi sebesar Rp 1.250.609 juta, hal ini menunjukan bahwa penghimpunan dana masyarakat pada BPRS tidak terpengaruh oleh krisis. Dana Pihak Ketiga yang yang dihimpun BPRS terus meningkat hingga mencapai Rp 2.776.159 juta pada Oktober tahun 2012.

Dan dapat dilihat pula perkembangan Non Performing Financing (NPF) dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami peningkatan dari 7.98% naik menjadi 8,38%, hal tersebut mungkin dikarenakan total pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat yang juga terus meningkat. Peningkatan penyaluran pembiayaan dalam kondisi sector rill yang kurang kondusif karena laju inflasi yang tinggi dalam satu tahun terakhir, mendorong peningkatan jumlah pembiayaan bermasalah (NPF) yang dihadapi perbankan Syariah. namun pada tahun 2008 berjalan sampai ke tahun 2011 Non Performing Financing turun menjadi 6.1%, dan kemudian naik kembali pada tahun 2012 menjadi 6.8%.

Pergerakan tingkat Inflasi Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 dapat dilihat bergerak sangat fluktuatif, dan sempat mencapai di atas 10% pada tahun 2008 disaat terjadinya krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat dan telah


(21)

menggangu stabilitas sistem keuangan global. Pada periode penelitian tesebut juga dapat dilihat bahwa tingkat Inflasi berada pada posisi terendah dalam 20 tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009 sempat berada pada angka 2,78 %.

Kegiatan usaha yang paling utama dari suatu perbankan adalah melakukan penghimpunan dan penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi, dan dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris. Kegiatan penghimpunan dana bank sebagian besar bersumber dari simpanan nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka. Simpanan nasabah ini sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK).

Pembiayaan yang diberikan oleh BPR Syariah diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memperoleh pendanaan untuk kegiatan ekonomi, karena BPR Syariah dikhususkan untuk menjangkau masyarakat dalam kalangan ekonomi mikro, kecil, dan menengah. Masyarakat yang seperti inilah yang memerlukan bantuan pendanaan dari BPR Syariah dengan sistem bagi hasil dan bukan dengan sistem bunga yang sangat memberatkan masyarakat kecil.

Tingginya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengindikasikan semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah sekaligus menunjukan bahwa pasar potensial perbankan syariah masih besar di Indonesia


(22)

Semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank akan menyalurkan pembiayaan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cendrung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin. (Wuri & Harjum,2011:22)

Apabila Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank meningkat maka penyaluran kredit di masyarakat akan meningkat, sebaliknya apabila tingkat inflasi meningkat maka penyaluran kredit perbankan akan menurun. (Hasanudin dan Prihatiningsih : 2010:25)

Faktor internal bank yang harus juga diperhatikan dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat, salah satunya adalah berkaitan dengan resiko likuiditas yaitu Pembiayaan non lancar (Non Performing Financing). Menurut Bank Indonesia bank yang sehat adalah bank yang memiliki Non Performing Financing (NPF) kurang dari 5%. besar kecilnya NPF dapat dijadikan pertimbangan oleh bank syariah untuk menyalurkan dan memberikan pembiayaan kepada masyarakat, semakin besar pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan, karena apabila Non Performing Financing (NPF) cukup tinggi pada bank syariah akan mengurangi likuiditas dana yang akan di salurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan.

Kestabilan tingkat Inflasi sangat penting untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Apabila tingkat atau kondisi Inflasi yang stabil, maka dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya,


(23)

baik konsumsi maupun investasi. Gejolak inflasi yang signifikan akan mengganggu kestabilan perekonomian. Dampak adanya inflasi yang tinggi pun akan merugikan banyak golongan masyarakat (Rivai, 2007:15).

Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Total Pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada masyarakat, Dimana faktor internal (DPK, NPF) dan faktor eksternal (Inflasi). Penulis tertarik untuk meneliti dan memahami lebih dalam seputar masalah tersebut karena masih sedikit penelitian yang mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara umum. Maka oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan mengenai “ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING

FINANCING (NPF), DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL

PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA ( PERIODE : JANUARI 2007 – OKTOBER 2012 )


(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan dasar-dasar permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak Ketiga terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012?

2. Bagaimana pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Non Performing Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012?

3. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode januari 2007 – Oktober 2012?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012.

2. Untuk menanalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Non Performing Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank


(25)

Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012.

3. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang tingkat Inflasi terhadap Total pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode januari 2007 – Oktober 2012.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha menganalisa suatu laporan keuangan, dan diharapkan penulis dapat mempraktekan teori yang didapat selama perkuliahan dengan menganalisa dan memecahkan suatu masalah. 2. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Syariah

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga keuangan syariah dan Diharapkan karya tulis ini dapat berguna dalam pengambilan keputuan berdasarkan informasi yang diperoleh untuk merencanakan suatu inovasi baru khususnya alokasi pembiayaan di sektor usaha kecil dan menengah, serta peningkatan kinerja dari Bank Syariah.

3. Bagi Pihak Lain

Diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi mengenai keadaan keuangan Bank Syariah kepada nasabahnya serta masyarakat umum yang tertarik terhadap Bank Syariah dan ingin bergabung.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pengertian Bank Syariah

Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, Pasal I, Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat Islam, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat Islam.

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Muhammad, 2005: 17)

Bank didefinisikan sebagai suatu lembaga intermediasi yang mengalirkan investasi publik secara optimal (dengan kewajiban zakat dan pelarangan riba) yang bersifat produktif. Bank dalam pengertian islam yang sederhana adalah bank yang


(27)

terbebas dari bunga. Pengertian ini memberikan arah kepada perbankan syariah dalam operasional serta pemilihan instrumen perbankan yang harus menghindari bunga (Arief,2008:17).

Antara bank syariah dan bank konvensional mempunyai perbedaan mendasar yang cukup berarti, perbedaan mendasar antara bank Konvensional dan Bank Syariah yaitu:

1) Pertama, dari segi akad dan aspek legalitas. Akad yang dipraktikan dalam bank syariah memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrawi, dunia dan akhirat, karena akad yang dilakukan berdasarkan hokum atau syariat islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dan bank, maka bank syariah dapat merujuk kepada Badan Abritase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan hukum Islam.

2) Kedua, dari sisi struktur organisasi, Bank Syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, namun unsur yang membedakannya adalah bahwa bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DSN) yang bertugas mengawasi oprasional dan produk-produk bank agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Eksistensi Dewan Syariah di dalam struktur organisasi bank syariah adalah wajib, bahkan bagi setiap bank syariah berskala kecil sekalipun, seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) atau Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah.

c) Ketiga, berkenaan dengan bisnis dan usaha yang dibiayai, haruslah bisnis dan usaha yang diperkenankan atau dihalalkan oleh syariat Islam.Kehalalan bisnis


(28)

dan usaha merupakan syarat mutlak agar suatu bidang usaha itu halal untuk dibiayai oleh perbankan Islam.

d) Keempat, berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan. Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan Islam. Dengan demikian, perbankan Islam adalah perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini menjadi landasan dan acuan dalam mengatur hubungan antara perbankan dan pihak-pihak lain serta di dalam usaha menghimpun dan menyalurkan dana dan aktivitas perbankan syariah lainnya (Rivai, Arivin,2010:30-31).

Tabel. 2.1

Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

No. Perbedaan Perbankan Syariah Perbankan Konvensional

1. Falsafah Tidak berdasarkan atas bunga

(riba), spekulasi (maysir) dan ketidakjelasan (gharar)

Berdasarkan bunga

2. Operasionalisasi - Dana masyarakat (DPK) berupa titipan (wadiah dan investasi (mudharabah) yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. - Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan

- Dana masyarakat (DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada setiap saat jatuh tempo,

- Penyaluran dana pada sektor yang menguntungkan, pada sisi pendanaan aspek halal dan haram tidak dipertimbangkan

3. Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan

tegas yang tertuang dalam misi dan visi

Tidak diketahui secara tegas

3. Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas

Syariah (DPS)

Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)


(29)

Landasan Bank Islam atau Bank Syariah pada Firman Allah dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 275 dan 278 – 279 :

                                                                         Artinya :

”Orang-orang yang makan (mengaambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya terserah kepada Allah. Orang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS.Al-Baqarah: 275)

Menurut ayat di atas, riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat arab zaman jahiliyah.


(30)

                                              Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meniggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al-Baqarah :278-279)

Sebagaimana dimaksud dengan ayat diatas, pelarangan bunga dalam islam dimaksudkan untuk menciptakan sebuah system ekonomi dimana segala bentuk eksploitasi (penganiayaan) ditiadakan. Islam menghendaki keadilan antara pihak pemodal dan pengusaha. Pemodal tidak boleh dijanjikan akan menerima imbalan hasil tanpa melakukan aktivitas apa-apa atau tidak menanggung risiko bersama. Tujuan social ekonomi islam tersebut menyelaraskan konteks dimana pelarangan Islam terhadap riba dapat dipahami dengan baik. (Rivai,2011:66-67)

a. Tujuan Bank Syariah

Sasaran utama pendirian bank Islam adalah untuk menyebarkan kemakmuran ekonomi dalam struktur Islam dengan mempromosikan dan mengembangkan prinsip Syariah Islam dalam area bisnis, Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut (Rivai, 2010:33-34) :

1) Menawarkan Jasa Keuangan: aturan dan hukum dari bank Islam dengan tepat menerapkan prinsip syariah Islam untuk transaksi keuangan, dimana riba (bunga)


(31)

dan gharar (spekulasi/ketidakpastian/tipuan) diidentifikasi sebagai sesuatu yang haram dan tidak Islami. Pendorong utamanya adalah kearah keuangan yang berbagi keuntungan dan resiko dan fokus pada kegiatan-kegiatan yang halal.Fokusnya adalah menawarkan transaksi perbankan yang melekat pada prinsip syariah dan menolak transaksi yang berdasarkan bunga.

2) Menjaga stabilitas nilai uang: Islam mengakui uang sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, dimana harga dapat digunakan. Jadi, system tanpa bunga membawa ke stabilitas dalam nilai uang sehingga bisa menjadi alat tukar yang dapat dipercaya dan unit transaksi.

3) Pengembangan ekonomi: Bank Syariah mengembangkan ekonomi melalui fasilitas seperti musyarakah, mudharabah, dll, dengan prinsip pembagian keuntungan dan kerugian yang khusus. Hal ini membangun relasi yang langsung dan dekat antara hasil investasi bank dan keberhasilan operasi dari bisnis oleh pengusaha, dimana akan berdampak pada perkembangan ekonomi suatu Negara. 4) Alokasi sumber daya yang optimum: bank syariah optimis dalam mengalokasikan

sumber dana melalui investasi dari sumber keuangan ke proyek-proyek yang diyakini sangat menguntungkan, diizinkan agama dan memberikan keuntungan secara ekonomi.

5) Pendekatan yang optimis: prinsip pembagian keuntungan mendorong bank untuk memilih proyek-proyek dengan keuntungan yang jangka panjang dari pada keuntungan jangka pendek. Hal ini memimpin bank untuk mempelajari terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam suatu proyek yang aman baik bagi bank dan


(32)

investor. Hasil yang tinggi diperoleh kemudian didistribusikan ke shareholder yang memberikan keuntungan social dan membawa kemakmuran secara ekonomi.

6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah. 2. Risiko Perbankan

Dalam bidang perbankan, risiko sangat penting untuk dikelola. Penerapan manajemen risiko pada bank akan meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai potensi kerugian di masa mendatang, serta meningkatkan daya saing bank.

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia PBI No 5/8/PBI/2003 dan perubahannya no 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko pada bank umum, terdapat 8 risiko yang harus dikelola oleh Bank, yaitu:

a. Risiko Kredit

Risiko Kredit adalah risiko yang terjadi ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. Potensi risiko ini dapat terjadi pada aktivitas operasional bank seperti perkreditan, aktivitas treasuri dan investasi, dll.

b. Risiko Pasar

Risiko Pasar adalah risiko yang terjadi akibat perubahan kondisi pasar terkait posisi neraca, rekening administratif, termasuk transaksi derivatif.

c. Risiko Likuiditas

Risiko Likuiditas adalah risiko yang terjadi karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid


(33)

berkualitas tinggi yang dapat diagunkan.Risiko likuiditas terbagi atas risiko likuiditas pasar dan risiko likuiditas pendanaan.

d. Risiko Oprasional

Risiko Operasional adalah risiko yang terjadi akibat tidak berjalannya proses internal secara optimal. Contohnya adalah kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau kejadian eksternal yang dapat memengaruhi operasional bank.

e. Risiko Hukum

Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis.

f. Risiko Reputasi

Risiko Reputasi adalah risiko yang terjadi akibat menurunnya kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

g. Risiko Strategis

Risiko Strategis adalah risiko yang terjadi akibat ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan strategis.

h. Risiko Kepatuhan

Risiko Kepatuhan adalah risiko yang terjadi akibat bank tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (http://iknow.apb-group.com/risiko-perbankan/). 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam. BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992


(34)

tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.

a. Tujuan Pendirian BPRS

Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sumitro, 1997:111)

1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi mikro, kecil, dsn menengah, yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan.Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.


(35)

2) Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi mikro, kecil, dan menengah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka.

3) Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini

mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling

membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai

ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang

merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.

Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)


(36)

mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbank-bankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

4) Menempatkan dananya dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

4. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu


(37)

diimbangi dengan peningkatan kemampuanya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itulah pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya.

Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan (Rivai Veithzal dan Arifin,2010:685).

Dalam perbankan syariah terdapat bebrapa produk pembiayaan, berikut ini merupakan produk-produk pembiayaan BPR Syariah :

1) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik dana/modal, biasa disebut shahibul maal menyediakan modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola (mudharib) untuk melakukan aktifitas produktif atau kegiatan usaha dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan


(38)

sebelumnya dalam akad. Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola modal, maka kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kerugian tersebut. Pemilik modal disini hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam kegiatan usaha yang dibiayainya (Rivai, Arifin,2010:192)

Mudharabah atau penanaman modal disini artinya adalah menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga dia mendapatkan presentase keuntungan.Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak, pihak yang memiliki modal namun tidak bisa ber-bisnis, dan pihak yang pandai ber-bisnis namun tidak memiliki modal. Melalui usaha ini keduanya saling melengkapi (Al-mushlih,2001:168).

2) Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik modal/dana turut serta sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha pihak lain. Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama.Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.Musyarakah merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayaai bersama terus beroperasi (Rivai, Arifin,2010:193).


(39)

3) Pembiayaan Murabahah

Definisi murabahah secara bahasa adalah bentuk mutual bermakna saling dari kata ribhu yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal yang berarti saling mendapatkan keuntungan. Menurut terminology ilmu fiqih arti murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas (Al-mushlih,2001:194)

Murabahah yaitu Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).

Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual-beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.

Pada pembiayaan ini bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.Murabahah dapat dilaukan dengan pesanan atau tanpa pesanan, jika pesanan maka pihak bank dapat meminta uang tanda jadi pada saat ijab dan qabul sebagai bukti keseriusan pesanan, dalam hal


(40)

ini pesanan bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh dalam bentuk angsuran maupun lunas (Arief,2008:42).

4) As- Salam

Menurut terminology ilmu fiqih, as-salam artinya transaksi terhadap suatu barang yang digambarkan dan dalam kepemilikan dengan harga atau pembayaran dimuka pada saat waktu akad namun penyerahan barang tertunda atau setelahnya.As-salam termasuk salah satu bentuk jual beli, berbeda dengan jual beli lain, karena dengan system kontan plus tertunda, yakni dengan pembayaran kontan dan penyerahan barang tertunda (Al-mushlih,2001:194) .

Berkaitan dengan barang yang akan diserahkan secara tertunda, ada juga persyaratan sebagai berikut :

(a) Hendaknya barang itu diketahui ukuran atau jumlahnya, terdeteksi dengan jelas melalui berbagai media ukur yang dikenal seperti takaran, timbangan atau kalkulator, bila bias dihitung. Jika jumlah atau ukurannya tidak diketahui maka perjanjian tersebut batal.

(b) Hendaknya waktu penyerahan barang sudah jelas diketahui. Hal ini mencegah ketidakjelasan yang berakibat pertikaian dan perselisihan.

(c) Barang harus bisa diserahterimakan. Yakni hendaknya barang itu memang diharapkan bisa ada pada waktu yang disepakati.


(41)

5) Isthisna

Istishna atau pemesanan secara bahasa artinya, meminta dibuatkan. Menurut trminologi ilmu fiqih artinya perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepimilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau meminta dibuatkan dengan cara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual. Contohnya seseorang pergi ke salah seorang tukang, misalnya tukang kayu, tukang besi, atau tukang jahit, lalu ia mengatakan, “tolong buatkan untuk

saya barangay ini dengan jumlah sekian”. Syarat sah nya perjanjia pemesanan ini

adalah bahwa bahan baku harus berasal dari tukang. Kalau berasal dari pihak pemesan atau pihak lain, tidak disebut Ishtishna, tapi menyewa tukang (Al-mushlih,2001:214)

Ishtishna yaitu Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah. 6) Ijarah

Dalam konteks fikih klasik Ijarah adalah hak untuk pemanfaatan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaaran sewa/upah, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Pada umumnya bank tidak memiliki barang, tapi menyewa dari pihak lain dan


(42)

kemudian menyewakannya lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi (Arief,2008:46)

Ijarah yaitu Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

b. Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (daya guna) dari Modal

Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, deposito, ataupun tabungan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.

Dengan demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penabung) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.


(43)

2) Pembiayaan Meningkatkan Utility (daya guna) Suatu barang

Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan daya guna kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, dan lain sebagainya. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah lain yang kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang tersebut. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja oleh karena itu mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan.

3) Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, bilyet giro, wesel dan sebagainya melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif. Hal ini selaras dengan pengertian bank selaku money creator. Penciptaan uang itu selain dengan cara subtitusi; penukaran uang kartal yang disimpan di giro dengan uang giral maka ada cara exchange of claim, yaitu bank memberikan pembiayaan dalam bentuk giral. Di samping itu, dengan cara tramsformasi yaitu bank giral.


(44)

4) Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat

Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu, maka pengusaha atau manusia akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna meningkatkan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima dari bank inilah yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya.

Ditinjau dari sisis hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan beragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikan rupa, sehingga meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha peningkatan produktifitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan dana oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaannya.

5) Pembiayaan Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi

Dalam kondisi perekonomian yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk : pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat.


(45)

Untuk menekan arus inflasi dan terlebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi, maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting. Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor produktif dan sektor-sektor prioritas secara langsung yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarkat. Pembiayaan bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha tersebut bersifat spekulatif. Simpanan atau investasi masyarakat ditingkatkan seperti, giro, deposito, dan tabungan, sedangkan uang masyarakat yang tertanam itu disalurkan ke usaha-usaha yang produktif.

c. Jenis Pembiayaan Dilihat dari Tujuan 1) Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi. Pembiayaan konsumtif dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembiayaan konsumtif untuk umum dan pembiayaan konsumtif untuk pemerintah.

Pembiayaan konsumtif yang diterima oleh umum dapat memberikan fungsi-fungsi yang bermanfaat, terutama dalam mengatasi saat-saat dimana kegiatan produksi/distribusi sedang mengalami gangguan. Pembiayaan konsumtif mempunyai arti ekonomis dengan adanya penarikan pembiayaan konsumtif oleh suatu perusahaan, maka proses produksi akan dapat berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang banyak. Bahwa antara pembiayaan konsumtif dan produktif terdapat suatu perbuatan inter-acting yaitu, adanya kenaikan konsumsi akan meminta


(46)

suatu keharusan kenaikan produksi. Mengenai pembiayaan konsumtif untuk pemerintah, disuatu pihak akan membawa kesulitan-kesulitan bagi pemerintah sendiri karena dapat mengakibatkan inflasi, dan dilain pihak akan menjadi beban bagi masyarakat dalam bentuk pajak-pajak luar biasa.

2) Pembiayaan Produktif

Pembiayaan produktif bertujuan untuk memungkinkan penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan. Pembiayaan produktif adalah bentuk pembiayaan yang bertujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi, mulai dari saat pengumpulan bahan mentah, pengolahan, dan sampai kepada proses penjualan barang-barang yang sudah jadi.

Penggunaan pembiayaan produktif dalam proses produksi mengalami perputaran yang tidak sama. Terhadap alat-alat produksi yang berupa modal tetap seperti mesin-mesin, maka perputaran modal itu akan berakhir setelah proses produksi selesai, sedangkan terhadap bahan-bahan pembantu dan tenaga kerja, hanya dalam suatu proses produksi saja. Pembiayaan bisa dilakukan dari pengambilan saving, yaitu baigan kentungan yang tidak dibagikan, apabila pembiayaan dari hal tersebut kurang mencukupi maka pembiayaan dapat dilakukan dengan jalan menjual saham-saham kepada masyarakat (menarik saving dari masyarakat). Pembiayaan dapat pula dilakukan dengan jalan mengadakan pinjaman-pinjaman baik kepada bank maupun kepada masyarakat (Rivai, Arifin,2010:712-717).


(47)

5. Dana Pihak Ketiga (DPK)

a. Pengertian Dana Pihak Ketiga

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit.

Dana pihak ketiga merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat yang terhimpun melalui produk giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Dana pihak ketiga yang dimiliki bank akan disalurkan ke berbagai jenis pembiayaan (Nur Kurnaliyah,2011:30).

Sumber dana bank syariah dapat diperoleh dari empat sumber, yaitu modal, titipan, investasi, dan investasi khusus. Secara sederhana, sumber dana bank syariah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Peghimpunan Sumber Dana

MASYARAKAT

Wadiah

mudharabah BANK SYARIAH

m. mulaqah muqayadah


(48)

1) Dana Titipan (Al-wadiah)

Al-wadiah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga. Dari aspek teknis, wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki

2) Investasi (a) Al-Mudharabah

Dalam mengaplikasikan mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.Bila bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. (b) Al-Mudharabah Mulaqah

Penerapan Al-Mudharabah Mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun Teknik perbankan.


(49)

Menurut (Arifin,2006:41) Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu: giro, tabungan dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1) Giro

Giro yang pada bank syariah disebut giro wadiah umumnya tetap sama dengan giro bank konvensional, dimana bank tidak membayar apapun kepada pemegangnya, bahkan tidak mengenakan biaya layanan (service charge). Dana giro ini boleh dipakai bank syariah dalam operasional bagi hasil (profit sharing).Pembayaran kembali nilai nominal giro dijamin sepenuhnya oleh bank dan dilihat sebagai pinjaman depositor kepada bank. Beberapa ulama memandang giro sebagai kepercayaan, dimana dana diterima bank sebagai simpanan untuk keamanan (wadi’ah yad al dhamanah).

2) Tabungan

Tabungan di bank konvensional berbeda dari giro dimana ada beberapa restriksi seperti berapa dan kapan dapat ditarik. Tabungan biasanya memperoleh hasil pasti (fixed return). Pada bank bebas bunga, tabungan juga mempunyai sifat yang sama kecuali bahwa penabung tidak memperoleh hasil yang pasti. Menurut para ulama, penabung boleh menerima hasil yang berfluktuasi sesuai dengan hasil yang diperoleh bank dan setuju untuk berbagi resiko dengan bank.


(50)

3) Deposito

Deposito pada bank konvensional menerima jaminan pembayaran kembali atas simpanan pokok dan hasil (bunga) yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada bank dengan sistem bebas bunga, deposito diganti dengan simpanan yang memperoleh bagian dari laba/rugi bank. Oleh karena itu, bank syariah menyebutnya rekening investasi atau simpanan investasi. Rekening-rekening itu dapat mempunyai tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda. Giro dan tabungan itu dikumpulkan (pooled) menjadi satu dengan rekening investasi oleh bank syariah sebagai sumber dana utama bagi kegiatan pembiayaan (financing).

b. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan

Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada perbankan syariah, seperti : giro wadiah, tabungan wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin meningkat sumber dana yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan semakin meningkat pula.

Seperti teori pembiayaan (Karim 2004: 50) yang menyebutkan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.Pembiayaan merupakansalah satu aktiva produktif yang merupakan lawan daripada dana pihak ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan penawaran terhadap


(51)

pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) karena dengan semakin meningkatnya dana pihak ketiga yang dikumpulkan maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang akan di berikan Bank Syariah kepada masyarakat.

Dalam penelitian Moch Soedarto, simpanan masyarakat yang terdiri dari tabungan dan deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap besar kecilnya penyaluran kredit. Oleh karena itu semakin besar simpanan masyarakat pada BPR akan semakin besar pulan penyaluran Kredit (Soedarto,2004:63).

Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terdapat pengaruh positif antara Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit BPR. Jadi apabila Dana Pihak Ketiga naik akan berpengaruh terhadap naiknya penyaluran kredit BPR (Hasanudin & Prihatiningsih,2010:31)

6. Non Performing Financing (NPF)

a. Pengertian Non Performing Financing (NPF)

Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non Performing Financing (NPF)

Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan


(52)

tanda-tanda terlebih dahulu. Pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan pihak bank seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah; pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank; pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian.

Non Performing Financing dalam perbankan Syariah atau Non Performing Loans dalam perbankan konvensional adalah jumlah kredit yang tergolong tidak lancar/macet yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPF sekecil mungkin, dengan kata lain tingginya NPF sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank-bank syariah dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar.

Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) dan pembentukan cadangan (cash provision). Semakin tinggi NPF, semakin tinggi resiko yang dihadapi bank, karena akan mempengaruhi permodalan bank tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan


(53)

membuat bank mempunyai kewajiban untuk memenuhi Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk. Bila hal ini terus terjadi maka mungkin saja modal bank tersebut akan tersedot untuk membayar PPAP, karena itulah bank menginginkan NPF yang rendah, nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai profitabilitas bank syariah. ( Nur Kurnaliyah 2011:32)

Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF ditentukan sebagai berikut :

Lebih dari 8%, skor nilai = 0 Antara 5% - 8%, skor nilai = 80 Antara 3% - 5%, skor nilai = 90 Kurang dari 3%, skor nilai = 100

Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.


(54)

1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross

(Septiana Ambarwati,2008:65) NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya:

Keterangan :

a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah.

b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain).

c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP. e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).

Penyediaan Dana Bermasalah NPF Gross =


(55)

2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana Bermasalah) Net

Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.

b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan

Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non-Performing Financing (NPF)

Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari resiko pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Semakin tinggi Non Performing Finacing (NPF) semakin tinggi pula resiko yang dihadapi bank. Variabel NPF mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap pembiayaan Artinya jika persentase NPF meningkat maka persentase pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah akan berkurang, dengan asumsi variabel lain tetap.

Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah yang tinggi dapat mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi intermediasi bank secara optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran

Penyediaan Dana Bermasalah – PPAP NPF Net =


(56)

dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. Apabila dana di bank berkurang maka akan pula mengurangi pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada masyarakat (Nasiruddin, 2005).

Hasil penelitian Moch. Soedarto menyimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% jumlah kredit non lancar berpengaruh negatif signifikan terhadap besarkecilnya pemberian kredit. Oleh karena itu semakin besar kredit non lancar maka jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Syariah semakin kecil, begitu sebaliknya (Soedarto,2004:64)

Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terhadap hubungan positif tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performing Loan terhadap Penyaluran kredit BPR. Hal ini berarti berapapun tingkat non Performing Loan tidak akan mempengaruhi penyaluran kredit BPR (Hasanudin & prihatiningsih,2010:31). 7. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter terhadap barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).


(57)

Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price index dan producer price index sebagai pengukur tingkat inflasi (Karim,2010:136).

Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literature ekonomi. Keanekaragaman pengertian inflasi tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5).

Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbrich dalam bukunya Principle of Microeconomic (1989:101-102) menjelaskan bahwa terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum yang dapat

Tingkat harga t– tingkat harga t-1 Tingkat harga t-1


(58)

diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun, sebagaimana terlihat pada definisi inflasi yang dikemukakan sebagai berikut :

Inflation arises in the general, or average, level of price. The measure of inflation is a price index. A price index measure changes in price level from year to year. The best known measure is the Consumer Price Index (CPI). Consumer Price Inex is a measure of the year increase in the price level based on the cost of a representative market basket of consumer goods.

Jadi inflasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Khalwaty,2000:6).

b. Teori Inflasi 1) Teori Kuantitas

Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher yang tergolong dalam ekonom klasik, teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.

(b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.


(59)

2) Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan (permintaan agregat). Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

3) Mark-up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.

Price = Cost + Profit Margin


(60)

4) Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang

Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam dan sebagainya) atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks.

c. Macam-Macam Inflasi

1) Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi

Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

(a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat. Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.


(1)

122

Lampiran 9 : Uji Derajat Integrasi Variabel DPK

Null Hypothesis: D(LNDPK) has a unit root

Exogenous: Constant

Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -12.04866 0.0001 Test critical values: 1% level -3.530030

5% level -2.904848

10% level -2.589907

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 0.000243 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.000208

Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(LNDPK,2) Method: Least Squares

Date: 04/15/13 Time: 03:12

Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(LNDPK(-1)) -1.352096 0.115505 -11.70600 0.0000 C 0.031721 0.003309 9.586736 0.0000

R-squared 0.674926 Mean dependent var 0.000152 Adjusted R-squared 0.670000 S.D. dependent var 0.027520 S.E. of regression 0.015809 Akaike info criterion -5.427481 Sum squared resid 0.016495 Schwarz criterion -5.362201 Log likelihood 186.5344 Hannan-Quinn criter. -5.401615 F-statistic 137.0305 Durbin-Watson stat 2.098910 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF

Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root

Exogenous: Constant

Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -12.15365 0.0001 Test critical values: 1% level -3.530030

5% level -2.904848

10% level -2.589907

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 1.43E-05 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.19E-05

Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF,2) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:14

Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(NPF(-1)) -1.332629 0.113639 -11.72688 0.0000 C -0.000450 0.000467 -0.962682 0.3392

R-squared 0.675707 Mean dependent var -9.71E-05 Adjusted R-squared 0.670793 S.D. dependent var 0.006701 S.E. of regression 0.003845 Akaike info criterion -8.255089 Sum squared resid 0.000976 Schwarz criterion -8.189809 Log likelihood 282.6730 Hannan-Quinn criter. -8.229223 F-statistic 137.5196 Durbin-Watson stat 2.001583 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

124

Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi

Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root

Exogenous: Constant

Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -4.645508 0.0003 Test critical values: 1% level -3.530030

5% level -2.904848

10% level -2.589907

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 3.11E-05 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 3.02E-05

Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI,2) Method: Least Squares

Date: 04/15/13 Time: 03:15

Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(INFLASI(-1)) -0.500775 0.106914 -4.683904 0.0000 C -0.000105 0.000688 -0.153263 0.8787

R-squared 0.249479 Mean dependent var 3.82E-05 Adjusted R-squared 0.238108 S.D. dependent var 0.006489 S.E. of regression 0.005664 Akaike info criterion -7.480509 Sum squared resid 0.002117 Schwarz criterion -7.415229 Log likelihood 256.3373 Hannan-Quinn criter. -7.454643 F-statistic 21.93896 Durbin-Watson stat 2.050457 Prob(F-statistic) 0.000015


(4)

Lampiran 12 : Uji Kointegrasi Philips Perron

Null Hypothesis: RESID01 has a unit root

Exogenous: Constant

Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -8.288020 0.0000 Test critical values: 1% level -3.531592

5% level -2.905519

10% level -2.590262

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 3.15E-05 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 3.15E-05

Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares

Date: 04/15/13 Time: 03:17

Sample (adjusted): 2007M04 2012M10 Included observations: 67 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RESID01(-1) -1.031323 0.124435 -8.288020 0.0000 C -3.35E-05 0.000696 -0.048133 0.9618

R-squared 0.513805 Mean dependent var 3.50E-05 Adjusted R-squared 0.506325 S.D. dependent var 0.008110 S.E. of regression 0.005698 Akaike info criterion -7.467918 Sum squared resid 0.002111 Schwarz criterion -7.402106 Log likelihood 252.1752 Hannan-Quinn criter. -7.441876 F-statistic 68.69128 Durbin-Watson stat 1.978798 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

126

Lampiran 13 : Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinieritas

DLNDPK

DINFLASI

DNPF

DLNDPK

1.000000

-0.018498

-0.063764

DINFLASI

-0.018498

1.000000

-0.197251

DNPF

-0.063764

-0.197251

1.000000

2. Uji Autokolerasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.997475 Prob. F(2,59) 0.3749 Obs*R-squared 2.256769 Prob. Chi-Square(2) 0.3236

3. Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.911468 Prob. F(35,33) 0.0322 Obs*R-squared 46.20752 Prob. Chi-Square(35) 0.0974 Scaled explained SS 43.55124 Prob. Chi-Square(35) 0.1521


(6)

Lampiran 14 : Hasil Estimasi Model dinamis Error Correction Model (ECM)

Dependent Variable: D(LNPBPRS) Method: Least Squares

Date: 01/27/13 Time: 23:31

Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.764596 0.362670 2.108243 0.0391 D(LNDPK) 0.243404 0.115679 2.104125 0.0395 D(NPF) -0.154115 0.596516 -0.258359 0.7970 D(INFLASI) -0.205306 0.377398 -0.544006 0.5884 LNDPK(-1) -0.021328 0.011479 -1.857963 0.0680 NPF(-1) -1.286195 0.633232 -2.031158 0.0466 INFLASI(-1) 0.173486 0.122841 1.412287 0.1629 ECT 0.168579 0.059598 2.828581 0.0063

R-squared 0.280371 Mean dependent var 0.022957 Adjusted R-squared 0.197791 S.D. dependent var 0.017660 S.E. of regression 0.015818 Akaike info criterion -5.346730 Sum squared resid 0.015262 Schwarz criterion -5.087703 Log likelihood 192.4622 Hannan-Quinn criter. -5.243965 F-statistic 3.395129 Durbin-Watson stat 1.715516 Prob(F-statistic) 0.003982


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga Dan Non Performing Financing Terhadap Penyaluran Dana Perbankan Syariah Di Indonesia

0 41 114

Analisi pengaruh dana pihak ketiga (DPK) dan non performing financing (NPF) terhadap pembiayaan yang disalurkan serta imlekasinya pada return on assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia

2 38 96

Analisis pengaruh inflasi srtifikat bank Indonesia Syariah (SBIS), non performing financing (NPF) dan dana pihak ketiga (DPK) terhadap pembiayaan murabahah pada bank Syariah di Indonesia (periode januari 2007--maret 2011)

6 43 157

pengaruh penyaluran pembiayaan mudharabah,pembiayaan musyarakah,pembiayaan murabahah,dan non performing financing (npf) terhadap kinerja bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia periode januari 2010-maret 2015

0 7 122

Pengaruh capital adequacy ratio (car), non performing financing (npf), danan pohak ketiga (dpk), sertifikat bank umum syariah (sbis) terhadap penyaluran pembiayaan bank umum syariah periode 2009-2015

0 8 116

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013

2 8 115

Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia)

0 5 119

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009 - 2014

2 18 138

Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015

5 20 120

Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Penyaluran Pembiayaan Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia

0 10 113