Resik-V Sabun Sirih Candida albicans

commit to user 11 hipertensi, dan penyakit hepatitis. Dalam bentuk teh herbal, sirih merah digunakan untuk mengobati asam urat, kencing manis, maag dan kelelahan Manoi, 2007. Senyawa seperti flavonoid, fenolat dan alkaloid diketahui berpotensi sebagai antioksidan, antikanker, dan antidiabetes Atta-ur- Rahman dan Choudhary, 2001; Wicaksono et al., 2009. Kandungan tanin pada sirih merah terbukti dapat digunakan untuk mengobati gastritis. Kandungan alkaloid, flavonoid, dan tanin juga telah diteliti peranannya sebagai antibakteri Juliantina dkk., 2009.

3. Resik-V Sabun Sirih

Resik-V sabun sirih merupakan pembersih daerah khusus kewanitaan. Penggunaanya yaitu dengan mencuci liang kemalun wanita. Setelah itu dibilas dengan air bersih. Kandungan yang terdapat dalam Resik-V sabun sirih adalah ekstrak daun sirih hijau, triclosan, asam laktat, cocamidopropyl betaine, TEA lauryl sulfat, polysorbat 20, sodium methylparaben, pengharum, dan air yang telah dimurnikan. Kandungan ekstrak daun sirih hijau di dalam Resik-V inilah yang diklaim berfungsi sebagai antifungi Moeljanto dan Mulyono, 2003. Kegunaan kandungan lain yang terdapat di dalam Resik-V dapat diuraikan sebagai berikut: a. Triclosan di dalam Resik-V merupakan agen antibakteri dan antifungi yang sering digunakan dalam sabun antiseptik U.S. Food and Drug Administration, 2010. commit to user 12 b. Cocamidopropyl betaine berfungsi sebagai surfaktan sintetis yang membuat molekul sabun tersuspensi dengan mudah di dalam air. c. TEA lauryl sulfat adalah deterjen yang umum digunakan dalam bahan pembersih di berbagai macam produk perawatan Sepp, 2010. d. Polisorbat 20, dikenal pula sebagai Tween 20, berfungsi sebagai deterjen dan emulgator bagi Resik-V sabun sirih. e. Methylparaben memiliki fungsi antiseptik dan sering digunakan sebagai bahan di produk makanan, sabun pembersih, obat dan kosmetik Huaxin, 2007.

4. Candida albicans

a. Taksonomi Taksonomi jamur Candida yang saat ini telah diakui secara internasional adalah penemuan Van Arx tahun 1970 dan Muller dan Loeffler di tahun 1971 yaitu: Divisi : Fungi Sub Divisi : Eumycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Torulosidales Famili : Torulopsidaceae Genus : Candida Species : Candida albicans Adininggar dan Susilo, 1996. commit to user 13 b. Morfologi dan Identifikasi Candida albicans adalah jamur yang tumbuh sebagai sel-sel ragi bertunas dan oval dengan diameter 3-6 µm. Candida albicans merupakan anggota flora normal di kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan Brooks et al., 2005. Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan kompleks dengan tebal dinding sel 100-300 nm. Dinding sel Candida albicans berfungsi untuk memberi bentuk pada sel, melindungi sel ragi dari lingkungannya, berperan dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Dinding sel tersebut juga merupakan target dari beberapa antimikotik Tjampakasari, 2006. Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat Sabouraud Dextrose Agar selama 24 – 48 jam pada suhu 37 o C, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin, berwarna koloni putih kekuningan, berbau asam seperti aroma tape, dan pseudohifa tumbuh terbenam di bawah permukaan agar Tjampakasari, 2006; Brooks et al., 2005. Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya commit to user 14 asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa Tjampakasari, 2006. Dengan perwarnaan gram, Candida albicans diidentifikasi melalui gambaran sel-sel ragi dan pseudohifa Wissman, 2006. Tes sederhana lain untuk menentukan spesies Candida albicans dari spesies Candida yang lain adalah tes germ tube. Setelah inkubasi dalam serum selama 90 menit pada suhu 37 o C, dengan pemeriksaan mikroskopis sel ragi Candida albicans akan menunjukkan penampakan seperti kecambahgerm tube Brooks et al., 2005. c. Habitat Candida albicans adalah anggota flora normal di kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan Brooks et al., 2005. d. Patogenesis Candida albicans merupakan jamur oportunistik. Untuk bisa menginfeksi, perlu faktor predisposisi atau keadaan yang menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insiden kandidiasis antara lain: 1 Faktor endogen a Perubahan fisiologis, seperti kehamilan, kegemukan, debilitas, endokrinopati dan penyakit kronis. b Umur, misalnya orang tua dan bayi yang lebih mudah terkena. commit to user 15 c Imunologikpenyakit genetik. 2 Faktor eksogen a Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat. b Kebersihan kulit. c Kontak dengan pasien, misalnya pada thrush, balanopostitis. d Iatrogenik, misalnya dengan penggunaan antibiotik jangka panjang Mansjoer dkk., 2000. e. Gambaran Klinis Kandidiasis Vaginalis Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi primer atau sekunder oleh genus Candida yang umumnya disebabkan oleh Candida albicans yaitu 80-90. Gambaran klinik sangat bervariasi mulai dari bentuk eksematoid dengan hiperemi ringan sampai gejala klinik berat yang berupa ekskoriasi dan ulkus pada labia minor, introitus vagina, dan dinding vagina. Keluhan lain berupa rasa gatal, pedih disertai keluarnya cairan putih seperti krim susu. Gejala-gejala di atas oleh masyarakat dikenal dengan terjadinya penyakit keputihan Brooks et al., 2005. commit to user 16 f. Terapi Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan azol. Flukonazol, suatu fluorinated bistriazol, merupakan obat dari golongan azol yang umum digunakan dalam pengobatan kandidiasis vaginalis Setiabudy dan Bahry, 2007. Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat biosintesis lipid jamur, terutama ergosterol pada membran sel. Efek ini diakibatkan oleh penghambatan enzim cytochrome P-450 dependent. Pengurangan ergosterol menyebabkan terjadinya perubahan fungsi membran sel, membran sel menjadi tidak stabil dan setelah beberapa lama akan rusak kemudian sel jamur akan mati Katzung, 1998; Sjamsir Munaf, 1992. Flukonazol larut dalam air dan mudah untuk diabsorbsi dari saluran pencernaan karena tidak dipengaruhi oleh adanya makanan ataupun keasaman lambung. Setelah pemberian peroral flukonazol, kadar plasma hampir sama tinggi dengan setelah pemberian intravena. Flukonazol didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinalis, di mana kadarnya mencapai 50-80 kadar dalam serum. Obat ini diekskresikan terutama melalui urin. Waktu paruh flukonazol lebih kurang 30 jam dan sangat diperpanjang pada pasien dengan insufisiensi ginjal Setiabudy dan Bahry, 2007; Jawetz, 1998. commit to user 17 Flukonazol tersedia untuk pemakaian sistemik IV dalam formula yang mengandung 2 mgml, dan untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung 50, 100, 150, 200 mg. Di Indonesia, yang tersedia adalah sediaan 50 dan 150 mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari Setiabudy dan Bahry, 2007. Efek samping flukonazol ialah muntah, diare, rash, dan kadang-kadang gangguan fungsi hati Jawetz, 1998; Setiabudy dan Bahry, 2007. Flukonazol berguna untuk mengobati infeksi jamur serius secara sistemik, infeksi jamur di paru-paru, mata, prostat, kulit, dan kuku. Flukonazol juga seringkali dipakai untuk mencegah infeksi jamur pada individu dengan defisiensi imun seperti pada penderita AIDS, kanker, dan individu yang baru saja melakukan transplantasi organ Medline Plus, 2010. Beberapa penelitian melaporkan adanya resistensi terhadap obat antijamur golongan azol, termasuk flukonazol. Mekanisme resistensi terhadap flukonazol yang telah teridentifikasi di antaranya adalah perubahan gen pengkode target enzim azol terhadap jalur biosintesis ergosterol yaitu ERG11, overekspresi gen pompa efluks termasuk CDR1, CDR2, dan MDR1 White et al., 2000. commit to user 18

B. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

3 49 97

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

1 51 97

Daya Hambat Infusum Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis ; Penelitian In Vitro.

1 79 68

Daya Hambat Infusum Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis ; Penelitian In Vitro

7 106 73

Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

6 56 80

PERBEDAAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS , LENGKUAS DAN KOMBINASINYA TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

1 4 59

AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DAN MINYAK ATSIRI Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) dan Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi (Cymbopogon Nardus (L.) Rendle) Asal

0 3 12

Pengaruh Perbedaan Lama Kontak Sabun Ekstrak Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 5

Perbandingan Efektivitas Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn) dengan Minyak Atsiri Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap Candida albicans secara In Vitro

0 1 8

UJI POTENSI ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz Pav.) TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

0 0 95