lokasi desa dan kota maka diketahui bahwa, persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas tempat buang air besar sendiri di perkotaan dan perdesaan menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan. Persentase di perkotaan sebesar 88,6, sedangkan di perdesaan sebesar 58,5.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Humbahas 2009, penggunaan jamban di Kabupaten Humbahas hanya 21.027 dari 35.045 rumah yang memiliki
jamban atau sekitar 60. Cakupan kepemilikan jamban keluarga yang paling rendah di Kabupaten Humbahas terdapat di Kecamatan Lintongnihuta yaitu sebanyak 1.165
dari 4.296 KK atau sebesar 27,118. Secara rinci dapat kita lihat pada Tabel 1.1. di bawah ini:
Tabel 1.1. Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di Kabupaten Humbahas Tahun 2009
No. Kecamatan
Jumlah KK
Jamban Jumlah
KK yang diperiksa
Jumlah KK yang
memiliki Persentase
KK yang memiliki
1. Lintongnihuta
4.296 4.296
1.165 27,118
2. Baktiraja
1.809 1.809
498 27,529
3. Tarabintang
1.620 1.620
5.212 32,173
4. Pollung
3.730 3.730
1.313 35,201
5. Doloksanggul
8.130 8.130
4.234 52,079
6. Parlilitan
4.338 4.338
2.403 55,394
7. Sijamapolang
1.321 1.321
834 63,134
8. Paranginan
2.403 2.403
1.715 71,369
9. Pakkat
5.212 5.212
4.149 79,605
10. Onanganjang 2.186
2.186 4.338
198,44 Jumlah
35.045 35.045
25.861 -
Rata-rata 73,793
Sumber: Bidang Promkes Dinas Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Profil Puskesmas Sigompul Kec. Lintongnihuta 2009, cakupan penggunaan jamban di Kecamatan Lintongnihuta hanya 684 dari 1.165 rumah yang
memiliki jamban yaitu sekitar 58,7. Desa Sibuntuon Partur merupakan desa yang memiliki cakupan kepemilikan jamban yang paling rendah dari 22 desa yang ada di
Kecamatan Lintongnihuta yaitu 130 kepala keluarga dari 226 atau sekitar 57,221.
Tabel 1.2. Cakupan yang Memiliki Sarana Jamban Keluarga di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Tahun 2009
No. Desa
Jumlah KK
Jamban Jumlah
KK yang diperiksa
Jumlah KK yang
memiliki Persentase
KK yang memiliki
1.
Dolok Margu 260
260 193
74,230 2.
Siponjot 342
342 226
66,081 3.
Hutasoit 1 248
248 190
76,612 4.
Hutasoit 2 193
193 135
69,948
5.
Sitio-tio 199
199 124
62,311 6.
Lobutua 137
137 86
62,277 7.
Tapian Nauli 328
328 221
67,378 8.
Sitolu Bahal 257
257 198
77,042 9.
Habeahan 127
127 86
67,71 10. Pargaulan
274 274
250 91,240
11. Siharjulu
294 294
182 61,904
12. Sigumpar
210 210
129 61,428
13. Sigompul
206 206
186 90,291
14. Sibuntuon Parpea
338 338
312 92,307
15.
Sibuntuon Partur 226
226 130
57,221
16. Parulohan
302 302
199 65,894
17. Bonan Dolok
91 91
70 76,923
18. Nagasaribu 1
253 253
151 59,683
19. Nagasaribu 2
239 239
137 57,322
20. Nagasaribu 3
258 258
154 59,689
21. Nagasaribu 4
168 168
97 57,738
22. Nagasaribu 5
191 191
122 63,874
JUMLAH 5141
5141 3578
- Rata-rata
69,597 Sumber : Kesling Puskesmas Sigompul
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara peneliti di Desa Sibuntuon Partur bahwa dari 130 kepala keluarga yang memiliki jamban, hanya 62 kepala keluarga yang
menggunakan jamban yaitu sekitar 47,6. Persentase yang menggunakan jamban sehat adalah sebesar 29,23 atau sebanyak 38 KK. Cakupan penggunaan jamban di
Desa Sibuntuon Partur masih di bawah target Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yaitu sebesar 75.
Sumber air minum masyarakat desa tersebut kebanyakan menggunakan air sumur, di mana jarak sumur dengan jamban tidak sesuai dengan syarat jamban sehat
yaitu 10 m dari sumber air. Sumber air bersih masyarakat Desa Sibuntuon Partur yaitu dari 226 kepala keluarga yang diperiksa yang menggunakan sumur gali
sebanyak 184 KK atau 81,41 dan yang menggunakan sumber air lainnya sebesar 42 KK atau 18,58. Masyarakat yang memiliki SPAL Saluran Pembuangan Air
Limbah sebanyak 192 KK dari 226 KK atau 84,95 dan persentase yang memiliki SPAL sehat sebesar 48,43 atau sebanyak 93 KK Profil Puskesmas Sigompul Kec.
Lintongnihuta Kab. Humbahas, 2009. Jumlah kasus diare di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta
Kabupaten Humbahas Tahun 2009 yaitu sebanyak 36 dari 495 kasus. Jumlah kasus diare pada masyarakat yang memiliki jamban sebanyak 15 kasus dan kasus diare pada
masyarakat yang tidak memiliki jamban sebanyak 21 kasus. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara jumlah kasus diare pada masyarakat yang memiliki jamban
dengan yang tidak memiliki jamban. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa Kepala Keluarga KK
yang tidak menggunakan jamban sebagai tempat membuang tinja disebabkan oleh 1
Universitas Sumatera Utara
faktor ekonomi di mana pendapatan rumah tangga yang masih rendah membuat masalah kesehatan bukan merupakan prioritas seperti halnya untuk memperbaiki
kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga layak untuk dipakai. 2 kebiasaan masyarakat yang menggunakan pekarangan rumah atau kolam sebagai
tempat membuang hajat, sehingga sulit menerima perubahan untuk menggunakan jamban, 3 rendahnya kesadaran masyarakat untuk buang air besar di jamban dan 4
kualitas pendidikan masyarakat yang relatif rendah juga sangat berpengaruh. Menurut Green dalam Notoatmotjo 2003, kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu
: faktor predisposisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, pendukung lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas dan
pendorong sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari kelompok masyarakat.
Menurut Irianti dalam Pinem 2003, menyatakan bahwa alasan masyarakat tidak menggunakan jamban adalah karena keterbatasan dana, tidak ada lahan dan
sudah terbiasa dengan cara pembuangan yang ada seperti dekat dengan sungai dan pantai. Sebenarnya tidak ada norma atau kepercayan yang menghambat pemanfaatan
jamban oleh masyarakat, bahkan semua agama dan kepercayan yang mereka anut mengajarkan untuk hidup bersih.
Berdasarkan penelitian Tarigan 2007, menyatakan bahwa penggunaan jamban keluarga dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan bagi yang
memiliki jamban diberikan penyuluhan agar jamban yang dimilikinya dimanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
dengan baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan penggunaan jamban adalah dengan cara identifikasi sedini mungkin baik yang dilakukan oleh penyuluh
kesehatan dengan mengunjungi rumah secara khusus maupun dilakukan secara pasif melalui pembinaan di tempat tertentu.
Berdasarkan penelitian Fauziah 2000, menyatakan bahwa pendidikan, kebiasaan dan pengetahuan sangat berpengaruh terhadap penggunaan jamban
keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Jika dilihat dari pengetahuan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap sanitasi jamban keluarga maka sangat diperlukan
pemberian bimbingan kesehatan dan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik meneliti pengaruh
faktor predisposisi pekerjaan, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, pendukung kondisi jamban dan pendorong peran penyuluh terhadap perilaku BAB
di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas Pada Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah