Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

T E S I S

Oleh :

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN


(2)

THE INFLUENCE OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS OF TEEN SITE INTERNET AND TELEVISION USER

ON SEXUAL BEHAVIOR IN METHODIST 4 SENIOR HIGH SCHOOL MEDAN

THESIS

By

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

 

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LUSIANA GULTOM 097032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

Nama Mahasiswa : Lusiana Gultom Nomor Induk Mahasiswa : 097032135

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si)

Ketua

(Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi)

Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Asfriyati, S.K.M, M.Kes


(6)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENDORONG REMAJA PENGGUNA SITUS INTERNET

DAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DI SMA METHODIST 4 MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

Lusiana Gultom 097032135    

   


(7)

ABSTRAK

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.

Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).

Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.


(8)

ABSTRACT

The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.

The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.

The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).

It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala kasih karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Pendorong Remaja Pengguna Situs Internet dan Televisi terhadap Perilaku Seksual di SMA Methodist 4 Medan”.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Manyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si selaku Ketua pembimbing satu yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga selesai penelitian ini.

5. Lodiana Ayu, S.Psi. M.Psi selaku komisi pembimbing dua yang telah meluangkan waktu, pikiran serta pengarahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga menyesaikan tesis ini.


(10)

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku pembanding satu yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku pembanding dua yang telah bersedia untuk menguji dan menyempurnakan tesis ini

8. Jansen, S.Si selaku Kepala Sekolah SMA Methodist 4 Medan

9. Suami tercinta Jimmi ERM Panggabean, S.T, dan anak-anakku tersayang Felicia Ivana, Reynara dan Otniel yang telah memberikan saya motivasi, dukungan serta do’anya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

10.Ibu tercinta M. Br. Hombing atas pengorbanan dan kasih sayangnya.

11.Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2011

Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lusiana Gultom yang dilahirkan di Kecamatan Lima Puluh di Kabupaten Asahan pada tanggal empat belas bulan april tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh empat. Penulis merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara, telah berkeluarga dan mempunyai tiga orang anak yaitu satu putri dan dua putra, beralamat di Jalan Pembangunan USU Lorong Kabu No. 20 Medan.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inpres Lima Puluh Kabupaten Asahan Tahun 1986, Tahun 1989 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Khatolik Perdagangan Kabupaten Simalungun, Tahun 1992 penulis menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Kesdam Medan, dan Tahun 1993 penulis menamatkan Sekolah Program pendidikan Bidan di Kesdam Medan, dan Tahun 1997 bekerja sebagai Bidan Desa di Pematang Panjang Kecamatan Lima Puluh, Tahun 2000 menamatkan Pendidikan DIII Kebidanan di Depkes R.I Medan, Tahun 2001 – 2002 bekerja di Akbid Depkes Medan, Tahun 2003 menamatkan Pendidikan DIV Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai PNS di Pematang Panjang Kecamatan Lima Puluh sejak tahun 1994 – 1997, kemudian pindah ke Akbid Depkes sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang sebagai tenaga Dosen di Jurusan Kebidanan Poltekkes Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Karakteristik ... 9

2.1.1. Remaja Dilihat dari Usia... 9

2.1.2. Jenis Kelamin... 11

2.1.3. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 13

2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan ... 16

2.2 Perilaku... 24

2.2.1. Konsep Perilaku ... 24

2.2.2. Perubahan Perilaku ... 26

2.2.3. Perilaku Seksual Remaja ... 29

2.3 Media Massa ... 33

2.3.1. Pengertian ... 33

2.3.2. Pengaruh Paparan Komunikasi di Situs Internet ... 50

2.4 Landasan Teori ... 55

2.5 Kerangka Konsep ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN... 57

3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 57


(13)

3.3.1. Populasi ... 58

3.3.2. Besar Sampel ... 58

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 59

3.4.1. Data Primer... 59

3.4.2. Data Sekunder ... 59

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 60

3.5.1. Variabel ... 60

3.5.2. Definisi Operasional... 60

3.6 Metode Pengukuran... 62

3.7. Metode Analisis Data ... 63

BAB 4. HASILPENELITIAN ... 65

4.1 Gambaran Umum SMA Methodist 4 Medan ... 65

4.2 Analisis Univariat ... 66

4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden... 66

4.2.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap Internet ... 68

4.2.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden terhadap TV ... 69

4.2.4. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 70

4.2.5. Distribusi Frekuensi Tindakan Teman Sebaya terhadap Media ke Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 71

4.2.6. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan... 71

4.2.7. Distribusi frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan ... 72

4.3 Analisis Bivariat ... 72

4.3.1. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilau Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 72

4.3.2. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 73

4.3.3. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ayah dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74

4.3.4. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75

4.3.5. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan ... Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan... 76

4.3.6. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku .... Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77

4.3.7. Tabulasi Silang Tindakan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 78


(14)

4.3.8. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku

Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 79

4.3.9. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 80

4.3.10.Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 81

4.3.11.Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan . 82 4.3.12.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media Dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan. 83 4.3.13.Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya terhadap Media . dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan .. 84

4.4 Analisis Multivariat ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 86

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 86

5.2 Pengaruh Faktor Pemungkin (enabling) terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 98

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong (Reinforcing) terhadap Perilaku ... Seksual Remaja Di SMA Methodist 4 Medan ... 101

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 106

6.1 Kesimpulan ... 106

6.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Penelitian ... 63 4.1. Data Jumlah Siswa-Siswi SMA Methodist 4 Medan Tahun 2008-2010 .. 64 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SMA Methodist

4 Medan... 66 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden

terhadap Internet di SMA Methodist 4 Medan... 68 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden

terhadap TV di SMA Methodist 4 Medan... 69 4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Media Televisi dan Internet oleh

Responden di SMA Methodist 4 Medan ... 70 4.6. Distribusi Frekuensi Tindakan Orang Tua kepada Responden di SMA

Methodist 4 Medan... 70 4.7. Distribusi Tindakan Teman Sebaya kepada Responden di SMA

Methodist 4 Medan ... 71 4.8. Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja SMA Methodist 4 Medan 71 4.9. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 72 4.10. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist

4 Medan ... 72 4.11. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ayah dengan Perilaku Seksual


(16)

4.12. Tabulasi Silang Pendidikan Terakhir Ibu dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 74 4.13. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual

Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 75 4.14. Tabulasi Silang Sikap terhadap Internet dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 76 4.15. Tabulasi Silang Tindakan terhadap Internet dengan Perilaku Seksual

Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 77 4.16. Tabulasi Silang Pengetahuan terhadap TV dengan Perilaku Seksual

Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 78 4.17. Tabulasi Silang Sikap terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 79 4.18. Tabulasi Silang Tindakan terhadap TV dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 80 4.19. Tabulasi Silang Pemanfaatan Media Televisi dan Internet Siswa SMA

dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 82 4.20. Tabulasi Silang Tindakan Orang Tua terhadap Media dengan Perilaku

Seksual Siswa SMA Methodist 4 Medan ... 83 4.21. Tabulasi Silang Tindakan Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Siswa

SMA Methodist 4 Medan ... 84 4.22. Identifikasi Variabel Dominan Perilaku Seksual di SMA Methodist 4


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Bronfenbrenner’s Ecological System... 16 2.2. Teori Lawrence Green ... 55 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 56


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 110

2. Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 124

3. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 140

4. Surat Izin Penelitian ... 142

5. Surat Keterangan telah Selesai Melakukan Penelitian ... 143  

 

 

 

 

 

 

 

 


(19)

ABSTRAK

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Di Medan menurut BKKBN (2010) remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat sebanyak 52%.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMA Methodist 4 yang berjumlah 44 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.

Diperoleh hasil bahwa perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan tergolong pada perilaku seksual yang buruk (56,8%). Hasil penelitian menunjukkan tindakan terhadap internet dan tindakan teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja (p<0,05) dengan variabel dominan adalah tindakan teman sebaya (β = 2,806).

Disarankan kepada 1) pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan agar meningkatkan materi atau penyuluhan mengenai penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa. 2) Selain itu, orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan menjadi tempat keluh kesah yang tepat bagi anak.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Cross Sectional.


(20)

ABSTRACT

The change which occurs in teenagers whether it is physical or psychological change is related to the production of sexual hormone in the body which can cause emotional and sexual drives. In Medan, according to BKKBN(2010), the teenagers have committed sexual intercourse without getting married area about 52%.

The type of the research was observational analytic with cross sectional design. The aim of the research was to analyze the influence factors of predisposition, enabling, and reinforcing for the teenagers on the using of internet and television on teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan. The population were 44 students, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate, bivatriate, and multivatriate analysis.

The result of the research showed that the teenagers’ sexual behavior at Methodist High School 4, Medan, was categorized as bad (56.8%). The result of the research also showed that getting involved in internet and peers had significant influence on teenagers’ sexual behavior (p<0.05), and the dominant variable was the involvement in the peers (ß=2.806).

It is recommended that 1) the authority of Methodist High School 4 Medan should increase additional materials or counseling about the use of internet in order to be used properly and beneficial for the students of Methodist High School 4, Medan, as the support of the knowledge they had studied at school, 2) the parents should pay full attention to their children’s social intercourse so that parents would be the ones to whom they could claim their complaints.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi yang cepat dan industrialisasi yang cepat.

Perubahan yang terjadi pada remaja baik fisik maupun psikologis berhubungan dengan produksi hormon seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Menurut Kothai (2003) , meningkatnya perubahan prilaku seksual remaja mendorong remaja itu sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet.

Remaja sangat sedikit memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual dan kesehatan reproduksi dari guru ataupun orang tua, sehingga tidak jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global (paparan media audio visual) yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat yaitu berbagai macam perilaku seksual seperti


(22)

melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan dan hubungan seksual pra nikah.

Perilaku seksual remaja dari suvei yang dilakukan PKBI di indonesia mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok resiko tertinggi terhadap kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Perempuan yang mengalami kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada tahun 2000-2003, sekitar 30 % dari 37.000 adalah remaja. Remaja berusia antara 15-24 tahun sangat rentan terhadap KTD karena remaja cenderung selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Studi Kualitatif PKBI selama tahun 2005 menyebutkan persentase KTD remaja tertinggi ada di Yogyakarta, Denpasar dan Mataram.

Menurut Kepala BKKBN (2010), bahwa dari data BKKBN diketahui sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau (JABOTABEK) telah berhubungan seks pranikah. Dapat diartikan bahwa dari 100 remaja, 51 remaja putri tidak perawan. Dari kota-kota lain di Indonesia juga didapatkan data remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat 54% di Surabaya, 47 % di Bandung dan 52% di Medan. Sementara itu, data BKKBN mengenai estimasi aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa. Sebanyak 800 ribu diantaranya terjadi di kalangan remaja. Sedangkan data dari Kementerian Kesehatan (2010) diketahui sebanyak 21.770 kasus AIDS serta 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun sebanyak 41,8% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%. Selain itu, kasus


(23)

penularan terbanyak karena hubungan heteroseksual 49,3%, homoseksual 3,3% dan melalui IDU 40,4% (BKKBN PUSAT 2010).

Berdasarkan hasil survei Asfriyati (2005), tentang masalah kehamilan pranikah pada remaja di Kota Medan ditinjau dari kesehatan reproduksi diketahui sekitar 5,5 – 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedang usia 15-24 tahun 14,7-30 % yang sudah melakukan hubungan seksual. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada dua warung internet di Jln.Pembangunan USU Medan 18 nopember2010 menemukan sebagian besar pengakses adalah remaja 75%, remaja putra mencapai hingga 55 orang perharinya dan remaja putri 30 orang perharinya, pengakses situs porno terbanyak adalah remaja putra.

Elmer-Dewitt (2001), menyatakan hasil penelitian dari Universitas Carnegie Mellon di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, selama 18 bulan tentang adanya 917.410 gambar-gambar eksplisit, deskripsi, cerita pendek dan klip film bercorak pornografi. Penelitian tersebut juga menunjukkan 98,9% khalayak situs porno adalah pria dan 1,1% adalah wanita. Menurut DeAngelis (2000), hal ini disebabkan karena pria lebih menyukai stimulus visual atau pengamatan, sementara wanita lebih tertarik menjalin persahabatan, berinteraksi dan terangsang oleh stimulus pendengaran.

Media cetak maupun elektronik saat ini merupakan lingkungan yang dekat dengan remaja. Remaja di Amerika Serikat rata-rata menghabiskan waktu sekitar enam sampai tujuh jam per hari untuk menggunakan media, tiga jam untuk melihat televisi, dua jam untuk mendengarkan musik, satu jam untuk melihat rekaman video


(24)

dan film, tiga sampai empat jam untuk membaca. Setengah dari seluruh remaja Amerika di kamar pribadinya memiliki TV dan 16% disertai komputer. Diantara remaja usia 15 hingga 17 tahun 33% online menggunakan internet selama 6 jam atau lebih dengan perhitungan 24% untuk 3 hingga 5 jam, 23% untuk 1 hingga 2 jam dan 20% untuk di bawah 1 jam (Pellettieri, 2004).

Pada keluarga modern yang para orangtuanya sibuk beraktivitas diluar rumah, televisi berperan sebagai penghibur, pendamping bahkan pengasuh bagi anak-anak. Tetapi sayang tayangan televisi akhir-akhir ini cenderung kurang selektif. Tayangan pada jam-jam utama (prime time) sering menyajikan sinetron yang mengangkat cerita kurang bermutu seperti roman picisan, intrik-intrik rumah tangga kelas atas, kisah horor, komedi yang sedikit "syur" dan sejenisnya. Sinetron yang berisikan adegan percintaan atau pacaran, berpenampilan seksi, berorientasi hidup hedonistik serta berpola hidup serba senang dan serba mudah.

Remaja menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya (Brown & Keller, 2003). Hal ini mungkin terjadi karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kemungkinan yang positif mengenai seks, dibandingkan permasalahan dan konsekuensinya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa media memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Brown & Knight, 2007).


(25)

Ketertarikan remaja terhadap materi porno di media berkaitan dengan masa transisi yang sedang dialami remaja. Remaja sedang mengalami berbagai macam perubahan, baik pada aspek fisik, seksual, emosional. religi, moral, sosial, maupun intelektual (Hurlock, 1993). Remaja menjadi semakin sadar terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seks dan berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks, termasuk informasi tentang seks yang begitu mudah di dapat di internet. Oleh karena itu, remaja menjadi salah satu segmen yang rentan terhadap keberadaan pornografi, terutama situs porno. Hurlock (1993), menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam bentuk pendidikan.

Perubahan perilaku seks pranikah remaja tidak terlepas dari hasil percontohan bahwa remaja dapat belajar melalui meniru. Hasil dari eksperimen Bandura (1963) (dalam Strasburger & Donnerstein, 1999), membuktikan bahwa para remaja sering meniru apa yang mereka lihat di layar televisi, terutama apabila perilaku tersebut dilakukan oleh model yang atraktif.

Kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau perilaku seks pranikah dapat menimbulkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seksual (PMS). Angka infeksi menular seksual (IMS) tertinggi terdapat pada usia 15-23 tahun, dan kehamilan tidak diinginkan yang diakhiri dengan aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700 ribu di antaranya adalah remaja (Duarsa, 2007).


(26)

Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai akibat penumpukan perilaku interaksi keseharian remaja dengan keluarga.Faktor pemungkin juga sangat besar pengaruhnya dimana adanya fasilitas yang tersedia antara lain Warnet yang gampang didapat dengan biaya yang relatif murah. Juga pegaulan dengan teman sebaya dan dukungan orang tua menjadi faktor pendorong terjadinya perilaku seksual remaja. Oleh karena itu orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Menurut Sarwono (2006) bahwa semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan-tindakan seksual.

Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan mereka. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, agama dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Selain itu adanya norma-norma, ekonomi, media dan tetangga yang juga mempengaruhi perkembangan kehidupan remaja (Paquette & Ryan, 2001). Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi remaja untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi-informasi tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang remaja dalam memahami masalah seks.


(27)

Peran orangtua sangat penting dalam hal ini dan harus dapat menjadi panutan bagi anak remajanya, karena orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama, sehingga penting bagi orang tua untuk mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi remaja. Cara penyampaian yang bijak dan tidak menakut-nakuti akan membuat remaja merasa nyaman untuk berdiskusi tentang masalah kesehatan reproduksi ini dengan orang tua (Sarwono, 2006). Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah Methodist 4 Medan saat survei awal menyatakan adanya beberapa siswa yang baru tamat sudah hamil di luar nikah.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi terhadap perilaku seksual remaja SMA Methodist 4 Medan tahun 2011.


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan promosi kesehatan khususnya perilaku seksual remaja.

2. Bagi Yayasan Pendidikan SMA Methodist 4 Medan, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan pendidikan bagi remaja sebagai generasi muda dalam memanfaatkan internet dan televisi sebagai sumber informasi kesehatan yang bernar.

3. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan mengingat ke depan Medan mengarah ke era globaliasai sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi terhadap muatan seksual dari media massa.

4. Bagi pihak lain sebagai studi perbandingan untuk dijadikan pengkajian yang lebih mendalam terhadap pengaruh predisposisi, pemungkin dan pendorong remaja pengguna situs internet dan televisi dengan perilaku seksual remaja.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik

2.1.1. Remaja Dilihat dari Usia

Remaja adalah merupakan masa peralihan seorang anak terlihat adanya perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan fungsi fisiologis. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki (Sarwono, 2006).

Menurut WHO dalam Poltekkes Depkes Jakarta I (2010), yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-19 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas:

1) Masa remaja awal (10-13 tahun)

Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam rumah ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berpikir logis, sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di sekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan, seperti: olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk berpenampilan menarik.


(30)

2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)

Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak selalu bergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini remaja sering mengajukan pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh, dan berpikir tentang bagaimana cara mengembangkan identitas “Siapa saya?” Pada masa ini remaja juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan, tujuan, dan membuat rencana sendiri.

3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)

Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses berpikir secara kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalah-masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam masyarakat.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas atau disebut juga masa puber berawal dari haid atau mimpi basah yang pertama. Akan tetapi pada usia berapa tepatnya masa puber ini dimulai, sulit ditetapkan. Hal ini karena cepat lambatnya haid atau mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh masingmasing individu. Seiring dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak dan dengan meningkatnya informasi melalui media massa menyebabkan menurunnya usia kematangan seksual. Sehingga usia rata-rata haid pertama mengalami penurunan.


(31)

Di Inggris, usia haid pertama menurun dari rata-rata empat belas tahun menjadi dua belas tahun sembilan bulan (Sarwono, 2006).

Usia kematangan seksual diikuti dengan meningkatnya aktivitas seksual pada usia dini. Berdasarkan hasil laporan dari Fury (1980) (dalam Sarwono, 2006), tercatat 33% anak perempuan dan 50% anak laki-laki di bawah usia enam belas tahun telah melakukan hubungan seks. Di Indonesia beberapa hasil penelitian juga menunjukkan adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Iskandar et al. (1998) (dalam Sarwono, 2006), sebanyak 18% responden di Jakarta berhubungan seks 10 pertama di bawah usia delapan belas tahun dan usia termuda tiga belas tahun.

2.1.2. Karakteristik Perkembangan pada Masa Remaja

Hurlock (1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja sebagai berikut: a. Masa remaja adalah masa peralihan.

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukari seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.

b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.

Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat; perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja,


(32)

yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi ambivalen).

c. Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta batuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas.

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalui mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara orang tua dengan remaja.


(33)

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

Remaja cenderung memandang keliidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.

g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa.

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

2.1.3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diartikan sebagai jenis seks yaitu laki-laki atau perempuan. Remaja perlu untuk memahami anatomi alat reproduksi dan fungsinya. Berikut ini akan diuraikan beberapa fungsi fisiologis dari masing-masing alat reproduksi laki-laki dan perempuan (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

1. Alat reproduksi pria a) Testis

Pria memiliki dua buah testis untuk memproduksi sperma yang dibungkus oleh lipatan kulit berbentuk kantung yang disebut skrotum. Dimulai sejak masa puber, sepanjang masa hidupnya pria akan memproduksi sperma. Selain itu, testis juga menghasilkan hormon testosteron. Di sisi belakang masing-masing testis terdapat epididimis, yaitu tempat sperma mengalami


(34)

pematangan. Saluran selanjutnya adalah vas deferens, saluran ini masuk ke vesika seminalis sebagai tempat penampungan sperma.

b) Penis

Penis adalah alat reproduksi yang membawa cairan mani ke dalam vagina. Di dalam penis ada saluran uretra. Jika ada rangsangan seksual, maka darah di dalam penis akan terpompa. Akibatnya, penis menjadi tegang dan mengeras, lalu cairan semen yang mengandung sperma keluar dari vesika seminalis dan melalui uretra terpancar keluar. Proses tersebut dikenal sebagai ejakulasi. 2. Alat reproduksi wanita

1. Ovarium

Setiap wanita memiliki sepasang ovarium, yang setiap bulan secara bergantian mengeluarkan satu sel telur (ovum) yang matang. Ovarium juga menghasilkan hormone estrogen dan progesteron.

2. Tuba falopii

Sepasang tuba falopi menghubungkan ovarium dengan rahim pada sisi kiri dan kanan.

3. Uterus

Uterus (rahim) adalah tempat tertanamnya ovum yang telah dibuahi, yang selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi janin. Bila tidak terjadi pembuahan, maka ada lapisan uterus yang terkelupas dan terjadi perdarahan yang disebut menstruasi. Bagian akhir dari uterus yang berhubungan dengan vagina disebut serviks.


(35)

4. Vagina

Vagina adalah saluran yang menghubungkan uterus dengan alat reproduksi bagian luar. Vagina merupakan tempat masuknya penis saat melakukan hubungan seksual.

Sehubungan dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan alat reproduksi di atas, hormon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seksual. Dari website informasi kesehatan reproduksi Indonesia (2008), diungkapkan bahwa hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon seks merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar seks dan kelenjar adrenalin langsung ke dalam aliran darah. Mereka secara sebagian bertanggungjawab dalam menentukan jenis kelamin janin dan bagi perkembangan organ seks yang normal. Mereka juga memulai pubertas dan kemudian memainkan peran dalam pengaturan perilaku seksual.

Berdasarkan penelitian BPS (2004), diketahui bahwa wanita yang menyetujui hubungan seks pranikah lebih sedikit dibandingkan dengan pria. Dalam penelitian Damayanti menyebutkan perilaku laki-laki dan perempuan hingga berciuman bibir masih sama, akan tetapi perilaku laki-laki lebih agresif dibandingkan remaja perempuan (Heru, 2007). Penelitian Triratnawati (1999), menunjukkan bahwa remaja laki-laki memang cenderung mempunyai seks yang agresif, terbuka, gigih, terang-terangan serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan.


(36)

2.1.4. Remaja Ditinjau dari Pengaruh Lingkungan

Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan remaja. Dalam pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya, teman sekolah, lingkungan agama, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.

Gambar 2.1 Bronfenbrenner’s Ecological System (Paquette & Ryan, 2001)

Teori ini memandang perkembangan remaja di dalam konteks sistem hubungan yang membentuk lingkungan remaja. Menurut teori Ecological System yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner’s menyatakan bahwa anak remaja tidak tumbuh dalam suatu isolasi, remaja berkembang dengan lingkungan yang luas. Pada lapisan yang paling dalam adalah remaja yang memiliki temperamen, kesehatan fisik, ilmu dan kemampuannya masing-masing. Lapisan selanjutnya adalah merupakan lingkungan mikrosistem. Struktur pada mikrosistem meliputi keluarga, sekolah, teman


(37)

sebaya, lingkungan agama. Pada tingkat ini, hubungan yang ada memiliki akibat dalam dua arah baik dari remaja maupun ke remaja (Paquette & Ryan, 2001).

Lingkungan mesosistem merupakan lapisan kedua yang menyediakan hubungan antar struktur mikrosistem remaja. Sebagai contoh hubungan antara guru remaja dengan orangtuanya, antara tempat ibadah dengan remaja dengan lingkungan di sekitarnya. Lapisan selanjutnya merupakan lingkungan makrosistem, lapisan ini dianggap sebagai lapisan paling luar pada lingkungan anak. Lapisan ini terdiri dari nilai budaya, adat, hukum, mass media, ekonomi. Faktor-faktor ini mempengaruhi perkembangan dan dampak secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Semua lapisan mempunyai pengaruh di dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja (Paquette & Ryan, 2001).

Secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan yang sehat adalah bilamana anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik maupun psikologis serta terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, tindakan kriminal dan lain-lainnya. Secara seksual perkembangan yang dianggap berhasil meliputi membangun hubungan antar remaja yang akrab dan kasih tanpa sampai terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki atau terjangkit penyakit menular seksual (Duarsa, 2007).

Perkembangan moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan demikian remaja tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan


(38)

masyarakat. Di sisi lain, tiada moral dan religi ini seringkali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja (Sarwono, 2006). Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan remaja dapat disimpulkan bahwa, faktor orang tua dan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang terdekat dengan kehidupan remaja. Untuk lebih jelasnya diungkapkan sebagai berikut :

a). Orang tua

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Usia 4-5 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang tua pengganti (nenek, kakek, dan orang dewasa lainnya) sangat besar. Apabila proses identifikasi ini tidak berjalan dengan lancer, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja adalah sebagai berikut (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

1) Pola asuh keluarga

Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga, diantaranya sebagai berikut :

1. Sikap orang tua yang otoriter (mau menang sendiri, selalu mengatur, semua perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak) akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian remaja. 2. Sikap orang tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu


(39)

ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di luar keluarga.

3. Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antara saudara. 4. Sikap orang tua yang berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya akan

mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan merasa tidak berharga.

5. Orang tua yang demokratis, akan mengikuti keberadaan anak sebagai individu dan makhluk sosial, serta mau mendengarkan dan menghargai pendapat anak.

2) Kondisi Keluarga

Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Pendidikan moral dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti kepada anak di rumah. Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai berikut ini :

1. Keagamaan

Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang dianjurkan.


(40)

2. Kesusilaan

Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan santun, kerja sama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati, menghargai orang lain, dan sebagainya.

3. Kepribadian

Memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa malas, kejujuran, kemandirian, dan sebagainya.

Agar tercipta lingkungan yang kondusif bagi remaja sehingga tidak melakukan perbuatan yang membahayakan kesehatan, termasuk hubungan seksual pranikah, perlu upaya dari orang tua antara lain (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010). 1. Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang

remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut, pesta tidak dilakukan sampai larut malam, dan tidak menggunakan cahaya yang remang-remang.

2. Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan. Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan dan memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya.

Menurut Madani (2003), faktor lingkungan termasuk salah satunya faktor orang tua dapat mempengaruhi perilaku seks menyimpang pada remaja. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :


(41)

1. Ketidaktahuan orang tua akan pendidikan seks. Banyak orang tua yang tidak mengerti konsep pendidikan seks, sehingga mereka cenderung menyembunyikan masalah seks dari anak-anak, dan membiarkan mereka mencari informasi di luar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada solusi yang menjerumuskan. Para seksolog Barat menganjurkan agar anak dikenalkan dengan pendidikan seks sejak dini.

2. Rangsangan seksual dalam keluarga. Kebanyakan para orang tua kurang mampu menjaga perilaku seksualnya dihadapan anak, misalnya: Bermesraan di depan anak, berciuman di depan anak atau perilaku-perilaku kecil lainnya yang dapat menimbulkan rasa penasaran dan rangsangan seks pada anak. 3. Anak tidak terlatih untuk meminta izin. Masih banyak orang tua yang tidak

membiasakan anak untuk meminta ijin ketika masuk kamar orang tua, sehingga terkadang anak dapat melihat aktivitas seksual orang tua.

4. Tempat tidur yang berdekatan. Kebanyakan orang tua belum mengerti, bahwa membiarkan anak tidur dalam satu selimut dengan saudaranya, atau membiarkan anak laki-lakinya yang sudah remaja tidur dengan anak perempuannya dapat menyebabkan munculnya perilaku seks menyimpang. 5. Orang tua memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan pada

periode terakhir masa kanak-kanak, padahal hal ini juga dapat memicu munculnya perilaku seks penyimpang.


(42)

6. Keluarga mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, sehingga anak mudah meniru perilaku-perilaku berciuman bermesraan dan lain sebagainya yang tidak jarang diperagakan oleh artis-artis di TV.

Bila setiap orang tua dan keluarga memberikan perhatian yang cukup pada remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja. Penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua atau orang dewasa lainnya, bacaan yang sehat, pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar anggota keluarga. Sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini, misalnya membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai di luar moral dan sosial, membaca buku dan menonton VCD porno, bergaul bebas, minuman keras dan merokok, maka akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa remaja (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

b). Teman Sebaya

Dalam perbincangan sehari-hari pun, topik seksualitas bukanlah topik yang umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak. Padahal menurut Sarwono (2006), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya juga merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual,


(43)

sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah (Sarwono, 2006).

Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986), mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima oleh lingkungannya.

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement (penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya didalam kelompok sebaya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh


(44)

orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.

2.2. Perilaku

2.2.1. Konsep Perilaku

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku merupakan tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat dipelajari. Sarwono (2004) berpendapat, perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon/reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah (Notoatmodjo, 2005).


(45)

a. Teori Lawrence Green

Green menganalisis, bahwa faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

b. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).

2. Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social-support).

3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information).


(46)

4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

c. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling).

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertombangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal references).

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

2.2.2. Perubahan Perilaku

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain :


(47)

1. Teori S-O-R:

a. Perubahan perilaku didasari oleh: Respons–Organisme-Stimulus.

b. Perubahan perilaku terjadi dgn cara meningkatkan atau memperbanyak rangsangan (stimulus).

c. Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran (learning process).

d. Materi pembelajaran adalah stimulus.

Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:

1) Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak mengerti (memahami) stimulus.

2) Apabila diterima (adanya perhatian)

3) Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:

 Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)

 Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice) 2. Teori “Dissonance” : Festinger

1) Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance). 2) Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang


(48)

3) Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).

3. Teori fungsi: Katz

1) Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).

2) Prinsip teori fungsi:

a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek) b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila

hujan, panas)

c. Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons terhadap gejala sosial)

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi.(marah, senang)

4. Teori “Driving forces”: Kurt Lewin

a) Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restraining forces).

b) Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut.

c) Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku: a. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap. b. Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.


(49)

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

2.2.3. Perilaku Seksual Remaja

Menurut Sarwono (2006), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Perilaku seks yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.

Menurut L’Engle, et al. (2006), perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan, french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.

Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mengatasi dorongan seksual: bergaul dengan lawan jenis, berdandan untuk menarik perhatian (terutama lawan jenis), menyalurkannya melalui mimpi basah, menahan diri dengan berbagai cara, menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, menghabiskan tenaga dengan berolahraga, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan, berkhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi, masturbasi dan onani, melakukan hubungan seksual non penetrasi (berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat, petting), melakukan aktivitas penetrasi (intercourse). Cara-cara ini ada yang sehat, ada juga yang dapat


(50)

menimbulkan berbagai risiko secara fisik, psikologis, dan sosial. Makin ke bawah risikonya makin besar (PKBI, 1999).

Menurut Koentjoro (2007), beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang berasal dari dalam individu, adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi perilaku seksual adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi (dalam hal ini media) akan berpengaruh pada pola hidup materialisme.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya dan aktivitas seksual yang dilakukan dapat terbagi dua yaitu aktivitas seksual ringan dan berat. Aktivitas seksual ringan dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan, french kiss, dan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UI tahun 1987 pada siswa-siswi kelas II SLTA di Jakarta dan Banjarmasin terungkap bahwa diantara remaja yang sudah berpacaran hampir semua di atas 93% pernah berpegangan tangan dengan pacarnya. Melakukan ciuman 61% untuk pria, 39,4% untuk wanita, yang meraba payudara 2,32% untuk pria dan 6,7% untuk wanita. Sementara itu yang memegang alat kelamin 7,1% untuk pria, 1,0% untuk wanita dan


(51)

yang pernah berhubungan kelamin dengan pacarnya 2,0% semuanya pria (Sarwono, 2006).

Menurut Hanifah (2001), bedasarkan dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Menurut Saifuddin & Hidayana (1999) (dalam Hanifah, 2001), perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani, sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap murahan. Begitu juga sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan nilai tersebut, maka ia akan di cap kurang jantan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldman & Goldman (1982) (dalam Sarwono, 2006), bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada perilaku seksual remaja, dimana wanita-wanita di Inggris lebih berpengalaman dalam perilaku seks tertentu daripada rekanrekan prianya yang sebaya. Hal ini karena memang sesuai dengan ketentuan peran mereka, wanita dianggap sudah lebih dewasa dalam usia daripada prianya. Akan tetapi, remaja prianya justru lebih banyak pengalaman dalam hal berganti-ganti pasangan. Karena besar hal ini ada kaitannya dengan tersedianya sarana pelacuran.

Banyak remaja perempuan yang mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pra nikah dari pacarnya. Alasan yang dikemukakan dalam berhubungan


(52)

seksual sebagai bukti cinta, sayang, pengikat hubungan, serta berencana untuk menikah dalam waktu dekat, namun sering terjadi hubungan seksual pertama tidak diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung terhadap pasangannya, sehingga informan perempuan yang awalnya menolak, pada saat itu sudah terangsang sehingga tidak mampu menolak, dengan itu alasan menuruti keinginan pacar untuk berhubungan seksual cukup banyak.

Perilaku seksual yang sehat bertanggung jawab adalah menunjukkan adanya pengharagaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan diri dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari hal-hal negatif, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima risiko tingkah lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab akan berbeda untuk masing-masing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan terhadap segala risiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai risiko (Imran, 1999).

Seks yang sehat secara fisik artinya tidak tertular penyakit, tidak menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan orang lain. Sehat secara psikologis artinya mempunyai integritas yang kuat (kesesuaian antara nilai, sikap, dan perilaku), mampu mengambil keputusan dan mempertimbangkan segala risiko yang akan dihadapi dan siap atas segala risiko dari keputusan (PKBI, 1999).


(53)

Sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang ada disekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu (agama, budaya dan sosial), mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan nilai norma yang diyakini. Jadi perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab adalah perilaku yang dipilih berdasarkan pertimbangan secara fisik, sosial, agama serta psikologis yang dilandasi kesiapan untuk meminimalkan risiko perilaku yang diiringi dengan upaya bertanggung jawab terhadap diri, orang lain, keluarga, lingkungan dan Tuhan (PKBI, 1999).

Hubungan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak remaja akan memiliki kemampuan yang efektif di dalam memecahkan masalah baik dalam keluarga dan perilaku remaja itu sendiri. Perilaku positif orang tua mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku positif remaja, dengan kata lain orang tua yang memiliki perilaku yang positif maka anak remaja mereka akan lebih berpeluang berperilaku positif (Lerner, et al., 1998).

2.3. Media Massa 2.3.1. Pengertian

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang berarti ’tengah’, perantara atau pengantar atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media menurut Sadiman (2006), segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat beserta perhatian sedemikian rupa sehingga proses


(54)

belajar terjadi. Selain itu, National Education Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya, dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca (Arsyad, 2007).

Menurut Arsyad (2007), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Persyaratan untuk terjadinya komunikasi terdiri dari beberapa komponen yaitu:

1) komunikator, merupakan orang yang menyampaikan pesan, 2) pesan, merupakan pernyataan yang didukung oleh lambang, 3) komunikan, merupakan orang yang menerima pesan,

4) media, merupakan sarana atau saluran yang mendukung pesan,

5) efek, merupakan dampak sebagai pengaruh dari pesan. Teknik berkomunikasi adalah cara atau seni penyampaian pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.

Dari uraian tentang komuikasi diatas dapat disimpulkan bahwa media merupakan bentuk-bentuk dari komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan dari komunikator melalui saluransaluran tertentu baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud memberikan dampak atau effect kepada komunikan sesuai dengan yang diinginkan komunikator.


(55)

1. Bentuk-bentuk media massa

Ada beberapa bentuk media massa yaitu: a) surat kabar,

b) majalah, c) radio, d) televisi, e) film,

f) komputer dan internet.

Adapun bentuk media massa yang akan digunakan dalam penelitian ini terbatas pada bentuk media televisi dan internet.

a. Media televisi

Televisi merupakan paduan radio (broadcast) dan film (moving picture), suatu program siaran televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa, karena dipancarkan oleh pemancar. Hasil yang dipancarkan oleh pemancar televisi, selain suara juga gambar. Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan (Surbakti, 2008). Para pemirsa dapat menikmati siaran televisi, apabila pemancar televisi mamancarkan gambar dan suara melalui pesawat televisi di rumah.

Peran televisi sebagai sarana hiburan murah-meriah memang tidak perlu diragukan dan dipertanyakan keandalannya. Secara teknis pesawat televisi mudah sekali dioperasikan sehingga siapapun pasti mampu mengoperasikannya tanpa perlu harus belajar terlebih dahulu. Popularitas media televisi berkembang sedemikian


(56)

pesat. Setiap malam “kotak ajaib” ini muncul pada hampir setiap rumah tangga dan menghimpun para penghuninya untuk duduk bersantai di depannya sambil istirahat. Mengapa televisi begitu diminati orang banyak, menurut Surbakti (2008) beberapa hal yang membuat orang tertarik terhadap televisi, yaitu:

1) Tidak perlu meninggalkan rumah, 2) Praktis,

3) Menonton bersama-sama dengan keluarga, 4) Saluran mudah diganti,

5) Menonton dengan orang yang dikenal, 6) Menyajikan berbagai informasi, 7) Tidak menuntut persyaratan formal, 8) Ruangan yang terang,

9) Tidak memerlukan syarat baca-tulis.

Setiap media komunikasi apapun bentuknya pasti memiliki karakter yang membuatnya dikenal dan dicintai masyarakat sehingga bisa terus eksis. Tidak terkecuali media televisi juga memiliki karakter (Surbakti, 2008), yaitu :

1) Sifatnya liniear (satu arah)

Karakter media televisi adalah sifatnya yang linear (satu arah) walaupun kadang-kadang televisi menyelenggarakan acara interaktif yang melibatkan penonton secara langsung, namun sifatnya hanya untuk keperluan atau tujuan tertentu yang sangat terbatas. Selebihnya penyelenggara siaran televisi menyelenggarakan siarannya tanpa pernah tahu secara persis dampak sebuah tayangan terhadap


(57)

penontonnya. Efek linear menyebabkan seringkali timbul ketegangan antara penyelenggara siaran dengan penonton karena adanya perbedaan tafsir atau kepentingan di balik sebuah tayangan.

2) Seleksi penonton

Dalam menyelenggarakan siarannya, media televisi sebenarnya melakukan seleksi terhadap penontonnya. Artinya, setiap stasiun penyelenggara siaran televisi harus memilih masyarakat penontonnya. Hal ini penting dilakukan untuk memudahkan mereka merancang program berdasarkan segmen penonton yang mereka tetapkan. Di lain pihak, masyarakat penonton pun menyeleksi stasiun televisi yang mereka tonton sesuai dengan kriteria yang mereka tetapkan. Saling menyeleksi adalah proses yang wajar untuk sebuah proses komunikasi.

3) Jangkauan

Karakter penting lainnya adalah menyangkut daya jangkau siaran. Untuk menyampaikan informasi, dibutuhkan kecepatan dan kemampuan menjangkau wilayah seluas mungkin. Semakin luas cakupan wilayah yang terjangkau, semakin sedikit jumlah penyelenggara siaran yang dibutuhkan. Media televisi mampu mengatasi semua ini karena kemampuannya menjangkau masyarakat secara luas. 4) Segmentasi

Untuk mencapai penonton secara efektif, penyelenggara siaran televisi harus menetapkan segmentasi penonton yang menjadi target siarannya. Segmentasi memudahkan penyelenggara siaran, merancang program yang cocok dengan penonton yang mereka pilih.


(58)

5) Peka terhadap lingkungan

Televisi sebagai media komunikasi dituntut agar senantiasa peka dengan kondisi lingkungan tempatnya berada agar interaksi yang dibangunnya dengan masyarakat penontonnya bisa berlangsung tanpa mengalami benturan yang berarti.

Menurut Surbakti (2008), media televisi sebagai sumber hiburan dan informasi memberi dampak terhadap pembentukan perilaku. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif dari media televisi, yaitu: sebagai sumber hiburan, sumber informasi, dapat memperluas wawasan, menambah pengetahuan, hiburan dan pendidikan serta untuk memperkenalkan pengetahuan. Sementara dampak negatif dari media televisi sebagai sumber informasi dan hiburan, yaitu: sensor yang lemah, merupakan alat propaganda politik, netralitasnya meragukan, penekan gagasan tertentu, dominasi siaran komersial dan menawarkan realitas semu.

Anneahira (2010), dalam situs online yang disponsori oleh asianbrain mengutarakan lebih rinci dampak positif dan negative televise sebagai berikut :

a. Dampak Positif Televisi

1. Dalam hal penyajian berita, televisi umumnya selalu up to date, mampu menyajikan berita terbaru langsung dari lokasi kejadian. Hal ini tentu akan membuat Anda tidak ketinggalan informasi dan memberikan wawasan yang cukup luas pada Anda secara cepat.


(59)

2. Bila televisi menyajikan acara-acara yang berhubungan dengan pendidikan, hal ini tentu sangat berguna bagi para pelajar. Seorang pelajar bisa mengambil manfaat berupa informasi pendidikan dari acara televisi tersebut.

3. Salah satu pengaruh positif televisi adalah Anda bisa menyegarkan otak dengan menonton beragam tayangan hiburan yang disajikan oleh stasiun televisi. Mulai dari acara kuis, film, sinetron, atau hiburan-hiburan yang lain. 4. Televisi banyak menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh, baik

dalam dunia pendidikan, dunia usaha, hiburan, atau yang lainnya. Figur-figur yang ditampilkan dalam televisi ini bisa memicu Anda untuk mencontoh kesuksesan mereka.

b. Dampak Negatif Televisi

1. Pengaruh negatif televisi yang paling utama adalah membuat Anda lupa waktu. Bila sudah menonton televisi, Anda mungkin akan merasa malas untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagi pelajar, pengaruh negatif televisi yang satu ini tentu sangat merugikan, karena mereka bisa saja akan lupa untuk belajar. 2. Banyaknya acara-acara yang tidak mendidik di televisi bisa mempengaruhi

kejiwaan seorang anak. Film kekerasan atau berita kriminal adalah beberapa acara yang tidak patut ditonton oleh anak kecil maupun remaja. Mereka bisa saja meniru adegan kekerasan atau tindak kriminal yang mereka tonton di televisi.


(60)

3. Televisi mampu meningkatkan daya konsumtif masyarakat. Di televisi, banyak sekali iklan-iklan yang menyajikan berbagai barang. Baik orang dewasa maupun anak kecil, siapapun bisa menjadi korban iklan televisi.

4. Menonton televisi terus-menerus tidak hanya akan melalaikan Anda dari pekerjaan, tapi juga merusak kesehatan. Mata Anda perlu istirahat dan tidak menonton televisi dalam waktu lama

Berikut ini terdapat sejumlah daftar acara televisi khusus bagi anak-anak yang dipilah ke dalam 3 kategori: bahaya, hati-hati, dan aman.

Tayangan yang termasuk kategori “bahaya”

No. Stasiun Judul Acara

1. RCTI Crayon Sin-Chan

2. TPI Tom & Jerry

3. TPI Ronaldowati Babak 2

4. AnTV Tom & Jerry

5. AnTV Kekkaishi

6. AnTV Popaye Original

7. AnTV All New Popaye

8. AnTV Inuyasha

9. Indosiar Dragon Ball Z

10 Indosiar Blue Dragon

11. Indosiar Naruto Shippuden

12. Indosiar Bleach 2

13. Trans7 Tom & Jerry Tales

14. Trans7 Tom & Jerry Kids

15. GlobalTV Cat Dog

(Sumber :KIDIA, 2011)

Tayangan yang masuk dalam kategori ini adalah tayangan yang mengandung lebih banyak bermuatan negatif, seperti kekerasan, mistis, seks dan bahasa kasar. Kekerasan dan mistis dalam tayangan yang masuk dalam kategori ini dinilai cukup


(61)

intens, sehingga bukan lagi menjadi bentuk pengembangan cerita, namun sudah menjadi inti dari cerita. Bukan hanya itu saja, kekerasan-kekerasan yang dimaksudkan di sini tidak hanya dinilai dari darah dan sadisme, namun juga kemungkinan anak-anak untuk meniru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Tayangan ini jelas tidak disarankan untuk disaksikan oleh anak. Bila pun anak sudah cukup besar, kami menyarankan pendampingan orangtua dilakukan untuk membentengi anak dari efek negatif yang ditampilkan oleh tayangan tersebut.

Tayangan yang termasuk kategori “hati-hati”

No. Stasiun Judul Acara

1. RCTI Casper’s Scare School

2. RCTI Doraemon

3. Indosiar Casper

4. Indosiar Digimon Savers

5. Indosiar Pokemon 7 Seri AG

6. Indosiar Bakeg yamon

7. Indosiar Bakugan Battle Brawlers

8. Indosiar Power Rangers

9. Indosiar B-Damon

10 Indosiar Ben 10

11. Trans7 Scooby Doo

12. Trans7 Scooby Doo Where Are You

13. Trans7 Legion of Superheros

14. Trans7 The Batman

15. GlobalTV Spongbob Squarepants

16. GlobalTV Idaten Jump

17. GlobalTV Avatar

(Sumber:KIDIA, 2011)

Tayangan yang masuk dalam kategori ini adalah tayangan anak yang dinilai relatif seimbang antara muatan positif dan negatifnya. Seringkali tayangan yang masuk dalam kategori ini memberikan nilai hiburan serta pendidikan dan nilai-nilai


(62)

positif, namun juga dinilai mengandung muatan negatif, seperti kekerasan, mistis, seks dan bahasa kasar yang tidak terlalu mencolok. Pendampingan sangat diperlukan dalam menyaksikan film dalam kategori ini, karena anak-anak membutuhkan orangtua untuk memberikan pemahaman yang baik mengenai muatan positif dan negatif yang ditampilkan. Orangtua diharapkan dapat membantu anak untuk mencontoh hal-hal yang positif dan menghindari muatan negatif yang ditampilkan dalam kehidupan nyata.

Tayangan yang termasuk kategori “aman”

No. Stasiun Judul Acara

1. AnTV Curious George

2. AnTV Land Before Time

3. AnTV Simba The King Lion

4. AnTV Star Kids Ya Iyaalah

5. Trans7 Surat Sahabat

6. Trans7 Bocah Petualang

7. Trans7 Laptop Si Unyil

8. Trans7 Jalan Sesama

9. Trans7 Cita-Citaku

10 Trans7 Dunia Air

11. Trans7 Koki Cilik

12. Trans7 Si Bolang Jalan-Jalan

13. Trans7 Buku Harian Si Unyil

14. GlobalTV Chalkzone

15. GlobalTV Blues Clues

16. GlobalTV Dora The Explorer

17. GlobalTV Backyardigan’s

18. GlobalTV Wonder Pets

19. GlobalTV Go Diego Go

20. GlobalTV Lunar Jim

(Sumber:KIDIA, 2011)

Tayangan yang bukan hanya menghibur bagi anak, namun juga memberikan manfat lebih, seperti pendidikan, memberikan motivasi, mengembangkan sikap


(63)

percaya diri anak, dan penanaman nilai-nilai positif dalam kehidupan. Nilai-nilai yang sering ditampilkan beberapa di antaranya adalah persahabatan, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kejujuran dan lain-lain. Sekalipun dikatakan “Aman” orang tua dihimbau tetap mendampingi anak-anak menonton TV. Pendampingan tidak hanya membantu anak-anak memahami berbagai hal yang mungkin mereka tidak pahami, tetapi juga meningkatkan kedekatan orangtua dan anak.

Media televisi sebagai media audio visual tetap menjadi favorit bagi khalayak dalam penerimaan informasi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang mudah terbentuk apabila ada model yang dapat ditiru, dan televisi mampu menampilkan berbagai macam bentuk tayangan dengan fasilitas gambar yang menarik dan suara yang jelas, sehingga penonton tertarik dan tergerak untuk mengikuti tayangan yang pernah dilihatnya.Televisi adalah merupakan paduan radio (broadcast) dan film (moving picture), suatu program siaran televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa, karena dipancarkan oleh pemancar. Dalam keluarga modern yang para orangtuanya sibuk beraktivitas diluar rumah, televisi berperan sebagai penghibur, pendamping bahkan pengasuh bagi anak-anak. Televisi dijejali dengan hiburan, berita, sinetron, fil dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari. Tetapi sayangnya, peran vital televisi sebagai media hiburan keluarga tampaknya belum diimbangi dengan menu tayangan yang bermutu.

Hasil penelitian Strasburger dan Donnerstein (1999), menunjukkan remaja akan menghabiskan 15.000 jam dalam hidupnya untuk menonton televisi,


(1)

masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan teman sebaya (Kurniawan, 2009).

Menurut Mappiare (1982), kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama di mana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok.

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya didalam kelompok sebaya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan bahwa dapat disimpulkan :

1. Ada hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap internet dengan perilaku seksual di SMA Methodist 4 Medan

2. Ada hubungan tindakan terhadap televisi dengan perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan media televisi dan internet, tindakan orang tua terhadap media dengan perilaku seksual di SMA Methodist 4 Medan

4. Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan, sikap remaja terhadap televisi dengan perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan

5. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir ibu dan ayah terhadap perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan

6. Ada pengaruh tindakan teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di SMA Methodist 4 Medan


(3)

6.2. Saran

Adapun saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah :

a. Kepada pihak sekolah SMA Methodist 4 Medan melalui sosialisasi tentang penggunaan internet untuk kepentingan yang benar dan bermanfaat bagi siswa SMA Methodist 4 Medan bagi penunjang ilmu pengetahuan yang dipelajarinya di sekolah. Selain itu, sekolah juga menyediakan studi-studi tentang pendidikan seks serta etika penggunaan internet yang baik.

b. Kepada orang tua agar memperhatikan pergaulan anaknya dan dapat berkomunikasi dengan teman-temannya, serta bekerjasama dengan guru di sekolah dalam memantau perkembangan anaknya.

c. Membuat kelompok (peer group) untuk membahas pendidikan seks serta pendampingan remaja dalam penggunaan media seperti TV dan Internet yang baik. Selain itu, perlu diadakan penyuluhan ke warnet-warnet agar operator warnet membatasi akses internet pengguna warnet untuk mengakses situs yang berbau pornografi.

d. Kepada kepala sekolah agar membuat pelatihan-pelatihan kepada guru mengenai penggunaan situs internet sehingga dengan demikian dapat membimbing siswa saat membuka situs di internet.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anneahira, (2010). Mengenal Dampak Positif dan Negatif Televisi. Diakses tgl 20 Maret 2011. http://www.anneahira.com/dampak-positif-dan-negatif-televisi.htm

Arsyad, A. (2007) Media pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Asfriyanti, 2005, Masalah Kehamilan Pranikah pada Remaja Ditinjau dari Kesehatan Reproduksi, Info Kesehatan Masyarakat, The Journal of Public Health, Volume IX, Nomor 1, Juni 2005, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Azwar, R. (2007) Sikap manusia teori dan pengukurannya. Edisi ke II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bearman, P. & Bruckner, H. (2001) Peer effects on adolescent sexual debut and pregnancy; An analysis of a National Survey of Adolescent Girl. Columbia University.

Bungin, B. (2003) Pornomedia, konstruksi 126egara teknologi telematika & perayaan seks di media massa. Jakarta: Prenada Media.

Brown, J.D., L’Engle, K.L., Pardun, C.J., Guo, G. & Jackson, C. (2006) Sexy media matter: Exposure to sexual content in music, movies, television, and magazine predicts black and white adolescents’. Sex Behav. Pediatrics, 117,1018-1027. Brown, J.D. & Keller, S.N. (2003) Can the mass media be healthy sex educator?

FamPlan Perspect, 32(5): 255-256.

Brown, J.D. & Knight, J,L (2007) The media as powerful teen sex educators. School of Journalism and Mass Communication University of North Carolina – Chapel Hill.

Chilman, S.C. (1980) Adolescent sexuality changing American Society; Social and Psychological Perspectives. Departement of Health, Education, and Welfare. Public Health Service National Institues of Health. U. S.

Collins, R. L, Elliot, M.N., Berry, S.H., Kanouse, D.E. & Hunter, S.B. (2003) Entertainment television as a healthy sjex educator: The impact of condom-efficacy information in an- episode of friends. Pediatrics, 112,1115-1121.


(5)

Committee on Public Education American Academy of Pediatric. (2001) Children, adolescents, and television. Pediatrics, 107(2):423-426

Daryanto. (2007) Memahami kerja internet. Bandung: Yrama Widya

Duarsa, N.W. (2007) Remaja dan infeksi menular seksual, dalam: Soetjiningsih. Tumbuh kembang remaja dan permasalahnnya. Jakarta: CV. Sagung Seto, 135.

Escobar-Chaves, S.L., Tortolero, S.R., Markham, C.M., Low, B.J., Eitel, P., & Thickstun, P. (2005) Impact of the media on adolescent sexual attitudes and behavior. Pediatrics. 116(2):297-331.

Gordis, L. (2004) Epidemiology, (Third Edition). Pennsylvania: W.B. Saunders Company.

Green, LW. Kreuteur, MW. Deeds, S.G. & Patridge, K.B. (1980) Health education planning, a 127egara127r127c approach. California: Mayfield Publishing Company.

Haryadi,Dwi. (2008). Internet : Media Pendidikan atau Media Pornografi?. Diakses tgl 18 Maret 2011.

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=INTERNET%20:%20MEDIA %20PENDIDIKAN%20ATAU%20MEDIA%20PORNOGRAFI%20?&&no morurut_artikel=4

Hurlock, E.B. (1993) Perkembangan anak, (jilid 1, Edisi keenam). Ed: Dharma, A. Alih Bahasa: Tjandrasa, M.M., Zakarsih, M. Jakarta: Erlangga.

Hardy, S.A. & Raffaelli, M. (2003) Adolescent religiosity and sexuality: an investigation of reciprocal influences. J Adolesc, 26: 731 – 739

Jalaluddin (2007) Psikologi agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjoro. (2007) Pacaran tanpa ciuman rasanya aneh. Majalah Ps//co/og/,1(10):32. Kunkel, D., Cope, K.M., Farinola, W.J.M., Biely, E., Rollin, E., & Donnerstein, E.

(1999). A Biennial report to The Kaiser Family Foundation. Santa Barbara: University of California

Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J. & Lwanga, S.K. (1997) Adequancy of sample size in health studies. Alih bahasa Pramono, D., Kusnanto, H. (1997).


(6)

 

L’Engle, K.L., Brown, J.D. & Kenneavy, K. (2006) The mass media are en important contex for adolescents’ sexual 128egara128r. J Adolesc Health, 38: 186-192.

Madani, Yusuf, (2003). Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Zahra

Mastronardi, M. (2003) Adolescence and media. J Language and Social Psychology, 22: 83-93

Meschke, L.L., Bartholomae, S. Szental, S.R. (2002) Adolescent sexuality and parent adolescent process: Promoting healthy teen choices. J Adolesc Health, 31: 264-279

Murti, B. (2003) Prinsip dan metode riset epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Notoadmodjo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta.

Paquette, D. & Ryan, J. (2001) Bronfenbrenner’s ecological system theory, National-Louis University

Pellettieri, B. (2004) Television and the internet: Important source of sexual health information for youth. Advocates for Youth.

PKBI. (1999) Perkembangan seksualitas remaja. Di dalam: Modul Kesehatan Reproduksi Remaja, Cetakan kedua. PKBI.

Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika

Prasertsawat, P.O. & Petchum, S. (2004) Sexual behavior of secondary students in Bangkok Metropolis. J Med Assoc Thai, 87;(7).

Sarwono, S.W. (2006) Psikologi remaja (Ed.rev.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.