2. 3. Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar 1966 dan Berakhirnya Orde Lama

dimana PKI telah menaruh kecurigaan tersendiri kepada AD karena dianggap akan melakukan tindakan kudeta. Mayjen Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagi Pangkostrad segera mengumpulkan stafnya untuk mempelajari situasi yang sedang terjadi. Setelah diadakan pembahasan mengenai situasi tersebut, kemudian Mayjen Soeharto menyimpulkan bahwa yang mendalangi Gerakan 30 September tersebut adalah PKI yang bertujuan untuk menggulingkan dan merebut kekuasaaan dari Pemerintahan Republik Indonesia. Mayjen Soeharto kemudian mengkonsolidasikan kepada anggota-anggotanya untuk melakukan penumpasan terhadap pelaku Gerakan 30 September yang dipelopori oleh kelompok PKI tersebut. Pernyataan dari AD yang menyatakan PKI sebagai dalang dari aksi dilubang buaya tersebut ternyata menjadi isu hangat di kalangan masyarakat secara luas. Tuntutan akan penangkapan terhadap anggota PKI pun terus dikumandangkan. Reaksi spontan pun datang dari masyarakat untuk membantu AD untuk menangkap orang-orang yang mempunyai hubungan dengan PKI. Aksi-aksi tanggapan terhadap keadaan ini adalah dengan dikumandangkannya Tri Tuntutan Rakyat Tritura pada tanggal 10 Januari 1966 oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Inti tuntutan Tritura terhadap pemerintah pada saat itu adalah bubarkan PKI, Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI dan turunkan harga- harga.

III. 2. 3. Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar 1966 dan Berakhirnya Orde Lama

Pasca terjadinya Gerakan 30 September 1965, keadaan politik di Indonesia menjadi tidak stabil. Hal ini disebabkan karena penumpasan terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam Gerakan 30 Sepetember dalam hal ini AD mengkaitkannya dengan PKI dilakukan sampai kepelosok daerah. Kondisi ini membuat kekisruhan terjadi disetiap daerah terutama didaerah- Universitas Sumatera Utara daerah yang menjadi basis bagi kekuatan PKI. TNI AD dibantu dengan masyarakat melakukan penyisiran di daerah-daerah untuk menagkap setiap orang yang berhubungan dengan unsur-unsur PKI. Kondisi yang terjadi pasca Gerakan 30 Sepetember tersebut membuat iklim politik dan stabilitas pemerintahan menjadi tidak kondusif. Untuk mengatsai hal tersebut, Soekarno melakukan pembicaraan secara intens terhadap Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad. Soeharto mengatakan kepada presiden Soekarno bahwa pembubaran terhadap PKI harus segera dilakukan karena usahanya yang telah melakukan pemberontakan. Namun Soekarno sedikit enggan mewujudkan permintaan Soeharto tersebut, karena bagi dia tidak mungkin menghilangkan salah satu unsur dari NASAKOM yang selama ini telah menjadi landasan politik negara dan telah dikenal dunia. Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, perbedaan pemikiran seperti ini pun menjadi sulit untuk dihindarkan. Pada suatu waktu Soeharto menyatakan niatnya bersedia untuk mengkembalikan stabilitas negara asal diberi kebebasan bertindak oleh presiden. Pesan ini pun kemudian disampaikan kepada presiden Soekarno yang pada saat itu sedang berada di Istana Bogor. Soekarno kemudian memerintahkan kepada orang yang berada dalam Istana Brigjen M Sabur dan MenTjakrabirawa untuk membuat konsep surat perintah kepada Soeharto. Kemudian Soekarno bersama subandrio, Chaerul Saleh dan Leimina melakukan pembahasan terhadap konsep surat perintah yang telah disusun tersebut. Karena surat tersebut dikeluarkan tanggal 11 Maret 1966, surat perintah itu kemudian lebih dikenal sebagai “ Supersemar”. Adapun isi Supersemar tersebut antara lain adalah agar Letjen Soeharto atas nama Presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia, serta menjamin keslamatan pribadi dan kewibawaan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Universitas Sumatera Utara Indonesia dengan mengadakan koordinasi bersama Panglima Angkatan lainnya. 40 Transisi politik dapat diartikan sebagai suatu pergantian dari sebuah era politik kepada era politik yang lain. Biasanya dalam sebuah masah pergantian ini akan banyak sekali dijumpai perbedaan-perbedaan politik bila dilakukan komparasi diantara kedua era politik tersebut. Sejak di kelurakannya Supersemar Soekarno secara perlahan mulai kehilangan kekuasaanya. Ini disebabkan karena fungsi dan kedudukan Presiden sebagai Panglima tertinggi pati telah diberikan perannya kepada Soeharto. Hal ini dianggap sebagai sesuatu Satu hari setelah diterbitkannya Supersemar tersebut, Soeharto langsung menandatangi Surat Keputusan PresidenPangtiMandataris MPRPBR No.131966 yaitu mengenai pembubaran PKI dan organisasi-organisai yang bernaung dan berlindung didalmnya sebagi organisai terlarang. Setelah diberi kekuasan dalam melakukan terhadap penumpasan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan Gerakan 30 September, Soeharto semakin leluasa untuk mengkebiri kekuatan PKI hingga ke pelosok-pelosok daerah. Melalui Supersemar pulahlah Soeharto membangun kharisma dirinya sebagai penumpas terhadap unsur-unsur PKI yang dianggap telah melakukan pemberontakan untuk mendapat simpati dari rakyat. Melalu surat itu pulahlah Soeharto melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya dan bertindak seolah-oleh semua yang dilakukannya beratasnamakan PresidenPanglima tertinggi. Supersemar merupakan sebuah alat bagi Soeharto untuk mendapat kekuasaan tertinggi dan mengakhiri dominasi kekuasaan Soekarno Orde Lama yang telah bertahan selama dua puluh tahun.

III. 3. Transisi Politik Dari Orde Lama ke Era Soeharto