dimana PKI telah menaruh kecurigaan tersendiri kepada AD karena dianggap akan melakukan tindakan kudeta. Mayjen Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagi
Pangkostrad segera mengumpulkan stafnya untuk mempelajari situasi yang sedang terjadi. Setelah diadakan pembahasan mengenai situasi tersebut, kemudian Mayjen Soeharto
menyimpulkan bahwa yang mendalangi Gerakan 30 September tersebut adalah PKI yang bertujuan untuk menggulingkan dan merebut kekuasaaan dari Pemerintahan Republik
Indonesia. Mayjen Soeharto kemudian mengkonsolidasikan kepada anggota-anggotanya untuk melakukan penumpasan terhadap pelaku Gerakan 30 September yang dipelopori oleh
kelompok PKI tersebut. Pernyataan dari AD yang menyatakan PKI sebagai dalang dari aksi dilubang buaya
tersebut ternyata menjadi isu hangat di kalangan masyarakat secara luas. Tuntutan akan penangkapan terhadap anggota PKI pun terus dikumandangkan. Reaksi spontan pun datang
dari masyarakat untuk membantu AD untuk menangkap orang-orang yang mempunyai hubungan dengan PKI. Aksi-aksi tanggapan terhadap keadaan ini adalah dengan
dikumandangkannya Tri Tuntutan Rakyat Tritura pada tanggal 10 Januari 1966 oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Inti tuntutan Tritura terhadap pemerintah pada
saat itu adalah bubarkan PKI, Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI dan turunkan harga- harga.
III. 2. 3. Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar 1966 dan Berakhirnya Orde Lama
Pasca terjadinya Gerakan 30 September 1965, keadaan politik di Indonesia menjadi tidak stabil. Hal ini disebabkan karena penumpasan terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam
Gerakan 30 Sepetember dalam hal ini AD mengkaitkannya dengan PKI dilakukan sampai kepelosok daerah. Kondisi ini membuat kekisruhan terjadi disetiap daerah terutama didaerah-
Universitas Sumatera Utara
daerah yang menjadi basis bagi kekuatan PKI. TNI AD dibantu dengan masyarakat melakukan penyisiran di daerah-daerah untuk menagkap setiap orang yang berhubungan
dengan unsur-unsur PKI. Kondisi yang terjadi pasca Gerakan 30 Sepetember tersebut membuat iklim politik
dan stabilitas pemerintahan menjadi tidak kondusif. Untuk mengatsai hal tersebut, Soekarno melakukan pembicaraan secara intens terhadap Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat
sebagai Pangkostrad. Soeharto mengatakan kepada presiden Soekarno bahwa pembubaran terhadap PKI harus segera dilakukan karena usahanya yang telah melakukan pemberontakan.
Namun Soekarno sedikit enggan mewujudkan permintaan Soeharto tersebut, karena bagi dia tidak mungkin menghilangkan salah satu unsur dari NASAKOM yang selama ini telah
menjadi landasan politik negara dan telah dikenal dunia. Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, perbedaan pemikiran seperti ini pun menjadi sulit untuk dihindarkan.
Pada suatu waktu Soeharto menyatakan niatnya bersedia untuk mengkembalikan stabilitas negara asal diberi kebebasan bertindak oleh presiden. Pesan ini pun kemudian
disampaikan kepada presiden Soekarno yang pada saat itu sedang berada di Istana Bogor. Soekarno kemudian memerintahkan kepada orang yang berada dalam Istana Brigjen M
Sabur dan MenTjakrabirawa untuk membuat konsep surat perintah kepada Soeharto. Kemudian Soekarno bersama subandrio, Chaerul Saleh dan Leimina melakukan pembahasan
terhadap konsep surat perintah yang telah disusun tersebut. Karena surat tersebut dikeluarkan tanggal 11 Maret 1966, surat perintah itu kemudian lebih dikenal sebagai “ Supersemar”.
Adapun isi Supersemar tersebut antara lain adalah agar Letjen Soeharto atas nama Presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan
ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia, serta menjamin keslamatan pribadi dan kewibawaan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dengan mengadakan koordinasi bersama Panglima Angkatan lainnya.
40
Transisi politik dapat diartikan sebagai suatu pergantian dari sebuah era politik kepada era politik yang lain. Biasanya dalam sebuah masah pergantian ini akan banyak sekali
dijumpai perbedaan-perbedaan politik bila dilakukan komparasi diantara kedua era politik tersebut. Sejak di kelurakannya Supersemar Soekarno secara perlahan mulai kehilangan
kekuasaanya. Ini disebabkan karena fungsi dan kedudukan Presiden sebagai Panglima tertinggi pati telah diberikan perannya kepada Soeharto. Hal ini dianggap sebagai sesuatu
Satu hari setelah diterbitkannya Supersemar tersebut, Soeharto langsung menandatangi Surat
Keputusan PresidenPangtiMandataris MPRPBR No.131966 yaitu mengenai pembubaran PKI dan organisasi-organisai yang bernaung dan berlindung didalmnya sebagi organisai
terlarang. Setelah diberi kekuasan dalam melakukan terhadap penumpasan terhadap pihak-pihak
yang terkait dengan Gerakan 30 September, Soeharto semakin leluasa untuk mengkebiri kekuatan PKI hingga ke pelosok-pelosok daerah. Melalui Supersemar pulahlah Soeharto
membangun kharisma dirinya sebagai penumpas terhadap unsur-unsur PKI yang dianggap telah melakukan pemberontakan untuk mendapat simpati dari rakyat. Melalu surat itu
pulahlah Soeharto melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya dan bertindak seolah-oleh semua yang dilakukannya beratasnamakan PresidenPanglima tertinggi. Supersemar
merupakan sebuah alat bagi Soeharto untuk mendapat kekuasaan tertinggi dan mengakhiri dominasi kekuasaan Soekarno Orde Lama yang telah bertahan selama dua puluh tahun.
III. 3. Transisi Politik Dari Orde Lama ke Era Soeharto