2. 2. Meletusnya Tragedi 30 September 1965 Pergerakan PKI di Madiun 1948 Sebuah Usaha Kudeta Yang Gagal

disebabkan karena diantara keduanya saling menaruh kecurigaan dalam hal keinginan melakukan perebutan kekuasaan. Disatu pihak PKI menilai bahwa AD memiliki sebuah niatan untuk melakukan pergeseran kekuasaan tertinggi ke tangan militer, sedangkan dipihak lain PKI lah yang memiliki tujuan untuk mengambil alih kekuasaan yang selama ini dipegang oleh Soekarno. Hal ini tidak terlepas karena AD melihat hubungan antara Soekarno dan beberapa tokoh PKI seperti D.N. Aidit terjalin dengan sangat baik. Posisi Soekarno dalam kondisi seperti ini merupakan sebagai penengah yang mampu menjadi penyeimbang diantara kedua kekuatan tersebut.

III. 2. 2. Meletusnya Tragedi 30 September 1965

Pertarungan diantara PKI dan AD sudah tidak dapat dielakan lagi. Kedua kekuatan saling melancarkan tuduhan diantara sesamannya. PKI menuduh bahwa dalam tubuh AD telah dipersiapkan Dewan Jenderal yang siap untuk melakukan kudeta terhadap presiden Soekarno. Oleh karena itu, utntuk mencapai tujuannya Dewan Jendral melakukan pameran kekuatan machvertoon pada Hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober dengan mendatangkan pasukan dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. 39 Terlepas dari tuduhan yang dilontarkan PKI tersebut, AD juga menaruh kecurigaan tersendiri terhadap PKI. AD melihat bahwa Biro Khusus PKI yang dikomandoi oleh Pemusatan kekuatan yang akan dilakukan disekitar ibukota tersebut dicurigai oleh PKI sebagai sebuah upaya kudeta yang akan dilakukan oleh AD. 39 Sulastomo, Dibalik Tragedi 1965, Jakarta: Intermassa, 2006, hal. 44. Universitas Sumatera Utara Sjamkamaruzaman telah merencanakan sebuah program khusus untuk melakukan pengalihan kekuasaan dari Soekarno kepada PKI. Situasi ini jelas membuat AD semakin berang karena keberadaan PKI yang semakin berani dalam melakukan aksi-aksinya. Dari duluh AD menilai bahwa ajaran-ajaran PKI sangat bertentangan dengan Pancasila sehingga keberadaannya harus disingkaikan. Ketegangan yang terjadi antara PKI dan AD diawali karena pada tanggal 4 Agustus 1965 presiden Soekarno jatuh sakit. Dengan keadaan kesehatan Soekarno yang memburuk maka muncullah spekulasi bahwa Soekarno tidak akan lamah lagi mampu mengendalikan kekuasaan. Yang menjadi pertanyaan besar pada saat itu adalah bagaimana jika kesehatan presiden Soekarno semakin memburuk dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas-tugas nya? Ternyata keadaan ini mendapat perhatian serius baik itu dari kelompok PKI maupun kelompok AD. Kalau saja Soekarno tiba-tiba wafat, maka konflik terbuka antara PKI dan AD sangat sulit untuk dihindarkan. Pada keesokan harinya tepatnya tanggal 1 Oktober 1945 di sekitar daerah Lubang Buaya ditemukan jenazah para petinggi-petinggi AD yaitu Jendral Ahmad Yani, Mayjen S.Parman, Brigjen D.I.Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Mayjen Haryono dan Mayjen Suprapto. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh AD diketahui bahwa para petinggi AD ini diculik dari kediamannya masing-masing, lalu dibunuh dan dibawah ke daerah Lubang Buaya. Belakangan diketahui bahwa ternyata Jenderal A.H. Nasution juga tak luput dari aksi penculikan tersebut, namun Jenderal Nasution berhasil lolos dari penculikan tersebut dengan cara melarikan diri. Namun ajudannya Mayor Pierre Tendean dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dalam aksi penculikan tersebut. Tewasnya petinggi-petinggi AD membuat mereka menjadi marah, dan yang menjadi kecurigaan utama mereka adalah PKI. Hal ini tidak terlepas dari perseteruan selama ini Universitas Sumatera Utara dimana PKI telah menaruh kecurigaan tersendiri kepada AD karena dianggap akan melakukan tindakan kudeta. Mayjen Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagi Pangkostrad segera mengumpulkan stafnya untuk mempelajari situasi yang sedang terjadi. Setelah diadakan pembahasan mengenai situasi tersebut, kemudian Mayjen Soeharto menyimpulkan bahwa yang mendalangi Gerakan 30 September tersebut adalah PKI yang bertujuan untuk menggulingkan dan merebut kekuasaaan dari Pemerintahan Republik Indonesia. Mayjen Soeharto kemudian mengkonsolidasikan kepada anggota-anggotanya untuk melakukan penumpasan terhadap pelaku Gerakan 30 September yang dipelopori oleh kelompok PKI tersebut. Pernyataan dari AD yang menyatakan PKI sebagai dalang dari aksi dilubang buaya tersebut ternyata menjadi isu hangat di kalangan masyarakat secara luas. Tuntutan akan penangkapan terhadap anggota PKI pun terus dikumandangkan. Reaksi spontan pun datang dari masyarakat untuk membantu AD untuk menangkap orang-orang yang mempunyai hubungan dengan PKI. Aksi-aksi tanggapan terhadap keadaan ini adalah dengan dikumandangkannya Tri Tuntutan Rakyat Tritura pada tanggal 10 Januari 1966 oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Inti tuntutan Tritura terhadap pemerintah pada saat itu adalah bubarkan PKI, Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI dan turunkan harga- harga.

III. 2. 3. Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar 1966 dan Berakhirnya Orde Lama