BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres psikososial dan kemampuan menghadapi gangguan kulit
Pengalaman klinis dari para ahli kulit menunjukkan bahwa kebanyakan pasien mampu membuat penyesuaian yang tepat terhadap gangguan kulit mereka
dan tidak menemukan distress. Namun demikian, beberapa pasien dengan penyakit kulit kronik dan kondisi mengubah penampilan dengan menjalani risiko
distress sosial, psikologis, dan fisik. Pengalaman distress psikososial dari pasien ada bervariasi dan bergantung pada : 1 karakteristik gangguan kulit sendiri, 2
karakteristik individual dari pasien dan situasi kehidupannya, 3 perilaku kultural yang berhubungan dengan penyakit kulit sering dinyatakan sebagai stigma.
1
2. 1. 1. Karakteristik gangguan dermatologis
Reaksi emosional terhadap kondisi kulit tertentu bervariasi dan dipengaruhi oleh pemahaman sumbernya sendiri oleh pasien. Kondisi yang
diperoleh sejak lahir seperti noda anggur dapat memicu reaksi yang berbeda, dibandingkan dengan yang dipicu oleh gangguan kulit yang diperoleh seperti
penyakit yang disebarkan secara seksual, dermatitis kontak, lichen simplex, dan prurigo noduralis. Misalnya, dua yang terakhir dipicu oleh jejas dan dapat memicu
rasa tanggung jawab serta perasaan bersalah.
1
Dalam kondisi-kondisi yang dipicu secara genetik seperti dermatitis atopik, psoriasis, respons pasien dapat meliputi mempersalahkan orangtua, dan
perasaan tidak beruntung, frustasi atau tidak berdaya. Penampilan lesi kulit eksternal dapat menimbulkan beberapa tingkat gangguan penampilan yang
berbeda. Lesi-lesi kulit bisa merah, bula, oozing, krusta, atau rambut yang tebal pada permukaan kulit. Simtom-simtom terkait dengan menetap gatal, panas, atau
nyeri yang tidak dapat ditoleran, dapat menambah distress, insomia, ansietas dan depresi. Lokasi lesi di kulit dapat mempengaruhi kesadaran diri pasien dan
bagaimana pasien dipersepsikan oleh orang lain. Lesi yang bisa langsung dilihat pada wajah dan tangan biasanya menyebabkan perhatian yang paling besar. Lesi
yang dijumpai pada badan dan bagian tubuh bisa merupakan sumber perhatian di tempat-tempat umum seperti senam, klub kesehatan ataupun pantai.
1
Universitas Sumatera Utara
2. 1. 2. Karakteristik Individu
Usia dan jenis kelamin jelas panting sekali bila mempertimbangkan kemampuan seseorang menghadapi penyakit kronik. Wanita muda yang menderita
psoriasis kemungkinan jauh lebih terganggu secara emosional dari pada pria yang lebih tua dengan kondisi serupa. Kepribadian bisa mempengaruhi reaksi pasien
dan pengalaman subjektif penyakit dan kemampuan mengatasi. Pasien-pasien dengan kepribadian narsissistik bisa memiliki harapan kekaguman dan perhatian,
serta perhatian yang berlebihan mengenai bagaimana orang lain menganggap mereka. Pasien dengan kondisi ini dapat dipermalukan oleh penyakit kulit yang
mengubah penampilan pribadinya. Pasien dengan gangguan kepribadian borderline dapat menganggap penyakit kulit sebagai ancaman terhadap self-
image dan kebebasan autonom dan bereaksi dengan mood yang tidak stabil, ansietas yang berat, dan takut ditinggalkan. Jika seseorang memiliki sifat obsesif-
kompulsif, gangguan kulit dapat mamicu perasaan tidak punya pengendalian pada tubuhnya dan jijik yang berlebihan dengan perasaan tidak bersih atau kotor karena
lesi-lesi kulit dan pengobatan topikal. Adanya diagnosis gangguan psikiatrik pada aksis I seperti depresi, gangguan obsesif-kompulsif, atau psikosis dapat
mempengaruhi kognitif pasien, pemikiran, dan kepercayaan tentang lesi-lesi kulit. Pasien dengan delusi parasitosis bisa memiliki kepercayaan delusi tentang
eksposur terhadap parasit dan detail spesifik mengenai infestasi. Gangguan depresif mayor adalah salah satu gangguan psikiatrik yang paling umum
ditemukan pada pasien-pasien dermatologi. Depresi bisa meningkatkan sensasi gatal dalam gangguan kulit pruritik seperti dermatitis atopik, psoriasis, dan
urtikaria idiopatik kronik.
1
2. 1. 3. Body image dan self-schema