Gambaran Kemiskinan di Kota Medan

memperhatikan kawasan pinggiran kota, tetapi memang di kawasan pusat kota banyak sekali alternatif pelayanan yang dilakukan oleh pihak swasta, yang tidak saja murah tapi juga menyenangkan.

4.4.7. Gambaran Kemiskinan di Kota Medan

Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sudah sangat lama keberadaannya. Kemiskinan telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah di semua negara. Hal ini memberikan sinyal bahwa sejak jaman dulu penduduk sebuah daerah pemerintahan dapat dibedakan menurut penduduk yang miskin dan penduduk yang tidak miskin. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin bertambah banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Akhir tahun 1998, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 49,5 juta jiwa. Data BPS sebelumnya yakni tahun 1996 menunjukkan jumlah penduduk miskin sebelum krisis ekonomi, berjumlah 22 juta jiwa. Bappenas pada tahun 2000 menyebutkan bahwa krisis ekonomi telah mengakibatkan penurunan daya beli, kenaikan harga-harga, pergeseran dari sektor formal ke sektor informal, penurunan porsi pengeluaran kebutuhan pangan, penurunan tingkat kesehatan dan pendidikan serta peningkatan keresahan sosial baik ditingkat keluarga maupun tingkat masyarakat. Rumah tangga miskin di kota Medan umumnya memiliki jumlah rata-rata anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang Universitas Sumatera Utara tidak tergolong miskin. Rata-rata rumah tangga miskin memiliki anggota keluarga diatas 5 orang. Ciri lain yang berhubungan dengan rumah tangga miskin adalah rendahnya rata-rata tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Selain itu kategori miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Rp. 193.321. Daerah perkotaan, garis kemiskinan sebesar Rp. 218.833 per kapita per bulan dan untuk pedesaan Rp. 171.922 per kapita per bulan. BPS Provinsi Sumatera Utara, 2007. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Sumatera Utara pada Maret 2008 tercatat sebanyak 1.613.800 orang 12,55 . Jumlah ini berkurang dari periode sama tahun lalu, Maret 2007 sebanyak 154.600 orang dari jumlah 1.768.400 orang 13,90 . Untuk Kota Medan jumlah masyarakat miskin pada tahun 2005 tercatat sebanyak 276.215 orang 7,13 . Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Dari segi karakteristik lapangan pekerjaan, data makro Badan Pusat Statistik tahun 1999, menunjukkan bahwa lebih dari 62 tenaga kerja rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian, 10 pada sektor perdagangan, sebagai pedagang kecil, 7 pada sektor industri rumah tangga dan 6 pada jasa. Umumnya, sebagian Universitas Sumatera Utara besar anggota rumah tangga miskin bekerja pada kegiatan-kegiatan yang memiliki produktivitas tenaga kerja rendah. Faktanya, tenaga kerja tersebut cenderung bekerja dengan mengandalkan pekerjaan fisik dengan keterampilan yang minimal. Jika melihat data perekonomian Kota Medan tahun 2000 yang didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel dan restoran sebesar 35,02, disusul oleh sektor industri pengolahan sebesar 19,70, dapat diproyeksikan banyak warga miskin kota Medan yang bekerja mengandalkan fisik dan jasa, yaitu sebagai buruh, nelayan, petani dan bekerja di sektor informal, sehingga akibat dari terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha serta perbedaan upah dan lemahnya perlindungan kerja berimbas pada ciri-ciri masyarakat miskin kota sebagai berikut : 1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, Universitas Sumatera Utara tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. 4. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran rel kereta api, dan daerah aliran sungan kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. 5. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. 6. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian 7. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah nelayankawasan pesisir, daerah pelabuhan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan; 8. Lemahnya partisipasi. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam Universitas Sumatera Utara perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka 9. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup. Menurut Todaro 1998 pengentasan kemiskinan merupakan salah satu dari tujuan pembangunan. Salah satu tolok ukur yang digunakan untuk mengentaskan kemiskinan itu ialah tolok ukur yang bersifat ekonomis seperti pendapatan perkapita namun didukung dengan indikator-indikator sosial non ekonomis. Indikator-indikator sosial non ekonomis tersebut terdiri dari tingkat pendidikan, tingkat pelayanan kesehatan, kecukupan kebutuhan akan perumahan. Persoalan pembangunan di Kota Medan saat ini adalah ketidakmerataan kemajuan pembangunan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya. Pembangunan di kawasan pinggiran sering terlupakan terutama di daerah Medan Belawan, Medan Marelan, dan Medan Labuhan. Fakta di kawasan ini menunjukkan bahwa kelancaran transportasi belum didukung sepenuhnya dengan infrastruktur jalan raya yang memadai, sehingga biaya transportasi tidak terjangkau untuk memudahkan mobilitas mereka. Kedua, kondisi pemukiman yang kurang baik tergambar dari kondisi jalan lingkungan yang buruk, drainase yang tidak lancar sehingga sering tergenang banjir, dan fasilitas air bersih yang tidak memadai serta sanitasi yang buruk masih banyak dijumpai di daerah pinggiran kota medan ini. Ketiga, kurang Universitas Sumatera Utara memadainya fasilitas pendidikan, kesehatan, pasar untuk dijangkau, sehingga seringkali transportasi menjadi persoalan karena jarak yang jauh. Untuk mengatasi masalah ketimpangan dalam pembangunan ini pihak Pemko Medan saat ini telah memfokuskan pembangunan wilayah lingkar luar pinggiran baik secara fisik, sosial, ekonomi dan menjadi isu utama pembangunan kota. Pernyataan ini juga dikatakan oleh salah satu informan dari Bappeda Kota Medan sebagai berikut : “Penyebab munculnya berbagai masalah pembangunan kota ada yang bersifat struktural, natural dan kultural, oleh karena itu upaya penanganan berbagai masalah pembangunan kota tentu tidak dapat dikerjakan secara parsial, namun memerlukan langkah kebijakan dan program yang terkoordinasi, terpadu serta bersinergi dari berbagai pihak. dikatakannya sesuai dengan visi dan misi pembangunan kota yang telah disepakati bersama dalam lima tahun ke depan, komitmen pembangunan wilayah pinggiran menjadi isu utama pembangunan kota, sebab tujuan hakiki pembangunan itu sendiri adalah kemajuan dan kemakmuran yan berkeadilan. Komitmen ini sejalan dengan misi pertama Kota Medan yaitu mewujudkan percepatan pembangunan daerah pinggiran atau lingkar luar dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.” Pembangunan wilayah pinggiran ini merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM untuk mengurangi jumlah masyarakat miskin kota, yang pada akhirnya diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat. Sementara itu untuk meringankan beban masyarakat dalam jangka pendek, pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai BLT kepada masyarakat miskin. Universitas Sumatera Utara Kota Medan termasuk daerah yang pertama penyaluran BLT kepada masyarakat miskin. Pada tahun 2005 pemerintah membuat Program Bantuan Langsung Tunai BLT untuk masyarakt miskin. Program ini adalah model kebijakan pemerintah yang dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan yang matang dan memperhitungkan berbagai aspek. Meski tidak populer, namun program ini sebetulnya dibuat untuk kebaikan semua pihak, khususnya masyarakat miskin yang perlu mendapat perlindungan dari dampak kenaikan harga minyak dunia yang mengakibatkan pengurangan subsidi harga BBM. Program ini juga diselenggarakan dalam rangka kebijakan perlindungan sosial terhadap masyarakat miskin yang merupakan suatu mekanisme atau kebijakan sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada rakyatnya. Tabel berikut merupakan gambaran jumlah penduduk miskin yang ada di Kota Medan, dilihat dari banyaknya rumah tangga miskin yang menerima BLT dirinci per kecamatan. Universitas Sumatera Utara Tabel 22. Banyaknya Rumah Tangga Miskin Penerima BLT pada Kecamatan Medan Timur, Medan Polonia, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Tahun 2005 No Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Peneriman BLT Persentase 1 Medan Timur 111.282 4.364 3.92 2 Medan Polonia 50.426 1.907 3.78 3 Medan Labuhan 102.080 6.714 6.57 4 Medan Marelan 121.721 7.623 6.26 5 Medan Belawan 94.196 13.375 14.19 Sumber : Hasil Penelitian, 2007 Bila diamati menurut per kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Polonia merupakan kecamatan yang paling sedikit menyalurkan BLT kepada masyarakat miskin yaitu 3,78 dari jumlah penduduknya. Hal ini sejalan dengan tingkat kesejahteraan di Kecamatan Polonia jika dilihat dari banyaknya penduduk yang bekerja permanen di pemerintahan maupun swasta. Sementara Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan yang paling banyak menyalurkan BLT kepada Penduduknya yaitu sebesar 14,19 dari jumlah penduduknya. Sebagian besar penduduk miskin disini adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan teratur atau hanya bekerja secara musiman. Selain itu pelaku ekonomi di berbagai kegiatan wiraswasta produktif skala kecil di perkotaan yang di kenal sebagai sektor informal seperti tukang becak, pedagang kaki lima, pemulung, buruh kasar dan sebagainya masuk ke dalam peserta penerima BLT. Universitas Sumatera Utara Untuk tahun 2007 kota Medan merupakan salah satu dari enam kota besar yang mendapat Bantuan Langsung Tunai Plus terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 30 . Untuk mengucurkan BLT Plus di enam kota ini pemerintah pusat mengucurkan total dana Rp. 14 triliun bersumber dari APBN. BLT Plus ini mempunyai perbedaan dari BLT yang pernah disalurkan sebelumnya, dimana orang miskin akan memperoleh biaya kebutuhan bahan pokok seperti minyak goreng dan raskin. Jika dijumlahkan secara keseluruhan jumlah penerima BLT di Kota Medan sekitar 87.000 orang, dan penerima BLT terbanyak berada di Kecamatan Medan Belawan. Berdasarkan data dari BPS Kota Medan BLT dianggap mampu menanggulangi jumlah orang miskin. Misalnya, tahun 2006 angka orang miskin 7,77 dari 2.083.156 jiwa penduduk Kota Medan. Dengan adanya program BLT tahun 2007 jumlah orang miskin turun jadi 7,09 . Berarti ada penurunan sekitar 0,71 atau sekitar 14.000 lebih orang miskin. BPS memprediksi angka 7,09 orang miskin tahun ini bisa ditekan lagi asalkan BLT Plus ini tepat sasaran dan programnya lebih dari tahun lalu. Artinya, penanggulangan kemiskinan terkait dampak kenaikan BBM bisa menambah bukan mengurangi.

4.5. Analisa Hubungan APBD dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di