Media Kultur Jaringan Zat Pengatur Tumbuh

Jaringan pada embrio zigotik muda secara alami merupakan jaringan yang embriogenik. Ekplan diberi perlakuan kinetin 1,0 mgl + sukrosa 10 gl, kinetin 2,0 mgl + sukrosa 30 gl, kinetin 3,0 mgl + sukrosa 10 gl menghasilkan kultur dengan persentase hidup yang tinggi yaitu 75. Konsentrasi kinetin 1,0 mgl mampu mempercepat saat inisiasi tunas dalam waktu 16,02 HSI. Konsentrasi sukrosa 30 gl mampu mempercepat saat inisiasi tunas dalam waktu 16,08 HSI Khurniawati, 2007.

2.2.2 Media Kultur Jaringan

Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam tersebut dapat berupa larutan cair atau padat. Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula, protein, vitamin, dan hormon tumbuh. Selain itu diperlukan pula bahan tambahan seperti agar, gula dan lain-lain. Dengan demikian keberhasilan kultur jaringan jelas ditentukan oleh media tanam dan macam tanaman. Campuran media yang satu mungkin cocok untuk jenis-jenis tanaman tertentu, tetapi tidak cocok untuk jenis-jenis tanaman yang lainnya Hendaryono Wijayani, 1994. Media MS merupakan media yang dibuat oleh Murashige Skoog pada tahun 1962, dan sesuai untuk berbagai eksplan spesies tanaman. Dari berbagai komposisi dasar ini kadang-kadang dibuat modifikasi, misalnya hanya menggunakan setengah dari konsentrasi garam-garam makro yang digunakan atau menggunakan komponen garam-garam makro berdasarkan MS yang disesuaikan Gunawan, 1994. Media yang dikembangkan oleh Murashige Skoog MS untuk kultur jaringan tanaman digunakan secara luas untuk kultivasi kalus pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam media cair. Keistimewaan media ini yaitu kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi Wetter Constabel, 1991. Dalam kultur jaringan jeruk banyak media yang telah digunakan, diantaranya media Murashige Tucker MT Chapman et al., 2000. Namun Media MS 8 Universitas Sumatera Utara merupakan media yang cocok untuk merangsang perkembangan kultur dengan cepat serta mempengaruhi organogenesis dan embriosomatik Reinert Bajaj, 1989.

2.2.3 Zat Pengatur Tumbuh

Pada tumbuhan, hormon tumbuh sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan Abidin, 1982. Selain itu zat pengatur tumbuh juga berperan dalam mempercepat terbentuknya kalus serta proses diferensiasi semua fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman Heddy, 1986, juga dapat memberikan arah bagi perkembangan sel tanaman Pierik, 1987. Faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara lain jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan urutan penggunaannya serta periode masa induksi yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan tertentu Gunawan, 1995. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin yang biasa digunakan 6-Benzil Amino Purin BAP dan kinetin, sedangkan auksin yang biasa digunakan adalah IAA, 2,4 D, NAA dan IBA Maryani Zamroni, 2005. Dalam kultur jaringan zat pengatur auksin dan sitokinin sangat berpengaruh Gunawan, 1995. Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan kalus. Jenis auksin buatan yang biasa digunakan adalah IBA, 2,4-D dan ANA sedangkan yang alami biasa digunakan IAA Katuuk, 1989. Asam Naftalen Asetat ANA adalah senyawa sintetis yang berhasil dibuat. Senyawa ini tidak mengandung ciri-ciri indol tetapi mempunyai aktifitas biologis seperti IAA, ANA dan 2,4-D merupakan golongan auksin sintetis yang mempunyai sifat lebih stabil dari pada IAA karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh sel atau oleh pemanasan pada proses sterilisasi. Sitokinin alami yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah zeatin, 2-iP, sedangkan untuk sintetik meliputi BAP dan kinetin Wattimena, 1988. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman dengan menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat yang steril Departemen Pertanian, 2007. Pada penelitian ini zat 9 Universitas Sumatera Utara pengatur tumbuh yang digunakan adalah kinetin. Kinetin Furfuryl amino purine merupakan zat pengatur tumbuh eksogen yang termasuk ke dalam golongan sitokinin Gunawan, 1995. Kinetin adalah N 6 -furfuril adenin merupakan turunan basa adenin. Kinetin belum pernah diisolasi dari jaringan-jaringan tanaman, tetapi berasal dari hasil-hasil kromatografi ekstrak tanaman dan kinetin diduga pada tanaman dalam konsentrasi yang rendah Wattimena, 1998. Menurut Yusnita, 2003, bahwa kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh Carlos Miller pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin yang lain dalam endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik lainnya adalah BAP 6-benzilaminopurin dan 2-ip. Fungsi kinetin dapat mendorong pembelahan sel dari sel-sel kalus. Secara umum kinetin juga digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif dengan konsentrasi kinetin yang digunakan berkisar dari 0,1-1,0 mgl. Gunawan 1995 menambahkan beberapa fungsi sitokinin, antara lain memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik, merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem, mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun, menunda penuaan daun serta merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji breaking dormancy. 2.3 Kultur Embrio Kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel, maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna Mattjik, 2005. Perbanyakan dengan kultur jaringan tidak mengenal musim karena kondisi lingkungan yang sudah diatur sesuai kebutuhan. Biji yang berperan penting mempertahankan keturunan terutama tanaman herba tidak dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang terlalu ekstrim seperti musim dingin yang amat dingin dan musim Universitas Sumatera Utara panas yang amat panas. Keadaan ini dapat diterapkan pada kultur biji. Kegunaan perbanyakan biji lainnya adalah menghilangkan kontaminasi eksternal seperti jamur, bakteri, dan mikroorganisme pengganggu lainnya yang dimusnahkan pada saat sterilisasi material tanaman Katuuk, 1989. Biji masing-masing spesies tanaman memiliki viabilitas tertentu. Misalnya pada tanaman pisang, tingkat kesuburan dan pembelahan sel pada biji lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk bereproduksi Crouck et al., 1998. Sementara tanaman anggrek memiliki biji yang sangat lembut. Sehingga perbanyakan dengan biji membutuhkan perlakuan yang khusus. Biji adalah awal permulaan yang tepat dalam kultur jaringan George Sherrington, 1984. Setelah sterilisasi permukaan, biji dapat ditumbuhkan dalam media yang kaya akan nutrisi untuk membentuk kalus, atau dikecambahkan dalam media sederhana tanpa zat pengatur tumbuh untuk menghasilkan benih yang bebas dari kontaminan George Sherrington, 1984. Menurut Katuuk 1989 bahwa eksplan biji jeruk dapat diambil dari berbagai umur, tetapi sebaiknya dari buah yang muda yaitu 100-200 hari setelah polinasi. Penelitian tentang kultur embrio sudah pernah dilakukan oleh Kosmiatin Mariska 2005, embrio yang akan dikulturkan diisolasi dari polong yang disimpan di dalam lemari pendingin. Sebelum embrio diisolasi, polong disterilkan kemudian embrio diisolasi dengan cara membuka kulit biji. Selanjutnya embrio dikulturkan pada media perkecambahan. Embrio umur 1, 2, dan 3 minggu setelah polinasi dikulturkan pada medium dasar Knudson dan Knudson yang dimodifikasi dengan BA 1 mgl. Sebagai pembanding, embrio dikulturkan pada medium MS yang ditambah dengan IAA 0,01 mgl dan kinetin 0,1 mgl Gosal Bajaj, 1983. Pierik 1987 dalam Kosmiatin Mariska, 2005, menyatakan bahwa kultur embrio matang lebih mudah dibandingkan dengan kultur embrio muda. Pada umur 3 minggu setelah polinasi, kondisi embrio cukup baik dengan kotiledon yang sempurna. Meskipun beberapa embrio memiliki kotiledon yang besar sehingga kulit biji agak merekah, hal itu tidak mengganggu perkecambahan. Dengan kondisi embrio yang hampir sempurna, embrio tidak memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah dengan rata-rata waktu kecambah 4 sampai 5 hari setelah tanam. 11 Universitas Sumatera Utara Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki beberapa aplikasi, yaitu inkompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embrio seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain yaitu untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan penyakit.

2.4 Planlet yang Baik