BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jeruk Citrus sp. adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Sejak ratusan tahun lalu, tanaman ini sudah terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar
maupun sebagai tanaman pekarangan Soelarso, 1996. Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah yang paling banyak digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk mengalami perubahan populasi yang cukup tajam. Pada saat ini sebagian petani buah menyadari bahwa komoditas buah
jeruk memang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama jenis komoditas
jeruk keprok Kanisius, 1994. Jeruk keprok Citrus nobilis Lour. merupakan salah
satu spesies dari sekian banyak spesies jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Mutu dan penampilannya sangat mempengaruhi dan memegang peranan
penting dalam perdagangan Zahara, 2002.
Ada beberapa jenis jeruk keprok yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti keprok Pulung Ponorogo, keprok Tawangmangu Kalanganyar, Surakarta,
keprok Grabag Magelang, keprok Brastepu Tanah Karo-Sumatera Utara Kanisius, 1994. Di Sumatera Utara jeruk keprok tumbuh di berbagai daerah seperti desa
Mardinding-Kabupaten Karo, Melas, Guru Kinayan, desa Bukit, Sompat 4, Situmba dan Beganding. Namun sekarang jeruk keprok di Indonesia sudah banyak yang rusak
dan tidak diregenerasikan lagi. Daerah-daerah yang tadinya merupakan sentra jeruk yang terpenting, sekarang sudah tidak ada lagi. Jeruk keprok di beberapa daerah sudah
terancam punah, diantaranya jeruk keprok Brastepu. Kehancuran tanaman jeruk ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama kurangnya pemeliharaan disertai dengan
Universitas Sumatera Utara
serangan penyakit akar dan batang serta akhir-akhir ini disebabkan oleh suatu penyakit yang dinamakan CVPD Citrus Vein Phloem Degeneration Joesoef, 1993.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan jeruk bermutu dan bebas penyakit, teknik perbanyakan tanaman secara in vitro digunakan untuk memperoleh tanaman yang
berkualitas, homogen, cepat dan dalam jumlah yang banyak. Kultur jaringan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang tidak terbatas, dan mewarisi sifat induk
Wiryanta Raharja, 2003. Sesuai dengan pendapat Suryowinoto 1996, bahwa memperbanyak jeruk keprok dapat dilakukan secara klonal melalui teknik kultur
jaringan atau teknik in vitro. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media tanam dan pemilihan
eksplan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit
yang baru.
Menurut Heinz Mee 1969 dalam Reinert Bajaj, 1989, media yang paling baik untuk diferensiasi kalus dan perkembangan planlet adalah media
Murashige Skoog 1962 atau modifikasinya. Media ini kaya akan makroelemen, nitrogen, sukrosa dan vitamin tertentu Hartman Kester, 1983. Sementara zat
tambahan yang biasa digunakan adalah zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dapat diberikan bersama-sama atau auksin saja ataupun sitokinin
saja, tergantung dari tujuan Hendaryono Wijayani, 1994. Penambahan berbagai macam ekstrak organik pada media kultur sering memberikan respon pertumbuhan
yang diinginkan. Bahan organik kompleks tersebut antara lain protein hidrolisa, air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak malt, pisang, jus jeruk, jus tomat, dan sebagainya.
Tunas pucuk dan satu ruas jeruk manis telah ditanam pada media dasar Murashige Skoog
yang diperkaya dengan 500 mg ekstrak malt Agisimanto et al., 2006.
Penelitian kultur jaringan tentang embrio jeruk keprok sudah pernah dilakukan Bintang 1996, penelitian dilakukan terhadap biji jeruk keprok dengan penambahan
IAA dan kinetin konsentrasi 0,0-3,0 mgl. Dari hasil penelitian diperoleh kombinasi IAA 3,0 mgl dan kinetin 3,0 mgl pada kultur biji jeruk Brastepu memberikan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar dan pengaruh sangat nyata terhadap berat 2
Universitas Sumatera Utara
akar. Butar-butar 2006 juga melakukan penelitian terhadap kultur biji jeruk keprok
Citrus nobilis Lour. Var. Brastepu pada media MS diperkaya kinetin 0,0; 0,1; 1,0;
10 mgl dan atonik 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 mgl dari penelitian tersebut diperoleh kombinasi atonik 0,5 mll dan kinetin 1,0 mgl pada kultur biji jeruk keprok
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas. Perlakuan terbaik pada 0,5 mll atonik + 1,0 mgl kinetin yang berpengaruh terhadap berat basah kultur dan
jumlah tunas. Selanjutnya Silalahi 2006 juga melakukan penelitian pengaruh konsentrasi media MS dengan kombinasi 2,4-D 1 mgl dan BAP 1 mgl pada kultur
biji jeruk Brastepu Citrus nobilis Lour. Var. Brastepu, dari penelitian diperoleh
pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Penelitian lainnya tentang jeruk ini juga pernah dilakukan oleh Devi Hardiyanto 2007 terhadap kultur nuselus “Japanes Citroen”. Dalam penelitian
tersebut digunakan kombinasi antara sitokinin dan ME Ekstrak Malt. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa kalus akan berkembang baik pada media MS + 3
ppm BA + 500 mgl ME + 5 sukrosa.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini embrio jeruk keprok dikulturkan dalam media MS dengan penambahan ME dan perlakuan zat
pengatur tumbuh kinetin dengan 5 konsentrasi yaitu 0, 1, 2, 3, 4 ppm.
1.2 Permasalahan