Nilai Aset Tegakan Hutan Tanaman

CAI tertinggi ini dapat disebabkan karena kondisi tapak dan perlakuan silvikultur yang berbeda. Nilai MAI dan CAI yang berfluktuasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, karena pertumbuhan suatu tegakan dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah sifat atau genotype dari jenis yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal mencakup kualitas tempat tumbuh, kondisi persaingan dan perlakuan silvikultur yang diberikan Fuad 2001. Selain itu sering ditemui pohon yang mati pada saat pengukuran dilakukan, sehingga dapat mempengaruhi besarnya volume per ha. Tabel 5 MAI dan CAI Eucalyptus pellita berdasarkan pengukuran PUP Umur Volume m 3 ha MAI m 3 hatahun CAI m 3 ha 1 6,19 6,16 2 36,65 17,68 30,5 3 59,47 20,16 22,8 4 94,91 23,30 35,4 5 118,75 23,96 23,8 6 151,17 24,99 32,4 7 177,77 25,52 26,6 8 222,78 27,87 45,0 9 269,20 29,91 46,4 10 310,56 30,80 41,4 Rata-rata 158,64 23,40 29,14 Sumber: Data hasil pengukuran PUP IUPHHK-HT PT. X 2008 Untuk tegakan E.pellita, berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat nilai MAI mengalami peningkatan mulai umur satu tahun sampai umur sepuluh tahun, sedangkan nilai CAI mengalami fluktuasi. Nilai MAI tertinggi untuk jenis E.pellita adalah sebesar 30,80 m 3 hatahun pada umur sepuluh tahun, sedangkan untuk CAI tertinggi adalah sebesar 46,4 m 3 ha pada umur sembilan tahun.

5.3 Nilai Aset Tegakan Hutan Tanaman

Penilaian aset tegakan hutan pada IUPHHK-HT ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan biaya faktual, pendekatan biaya pengelolaan “normal” dan pendekatan nilai guna. Pendekatan biaya kegiatan faktual merupakan analisis aset tegakan hutan atas dasar data biaya yang dikeluarkan, sesuai dengan laporan biaya kegiatan pengusahaan IUPHHK-HT dalam laporan keuangan yang perusahaan miliki Laporan Keuangan IUPHHK PT. X PSAK 32 2008. Hasil analisis nilai aset tegakan dari tahun 1998 sampai tahun 2008 menunjukkan nilai yang fluktuatif. Nilai aset total seluruh umur saat sekarang tahun penilaian sebesar Rp 541.292.951.399 atau Rp 13.005.871 ha Tabel 6 . Berdasarkan laporan keuangan secara faktual, nilai aset tegakan yang fluktuatif disebabkan terdapat beberapa “keganjilan” dalam biaya yang telah dikeluarkan perusahaan, yang secara teoritis sulit dijelaskan. Beberapa kegiatan tersebut yaitu biaya penyusunan RKPHTI, biaya tata batas dan pengukuhan, biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan, biaya pemenuhan kewajiban kepada negara, biaya pemeliharaan sarana dan prasarana. Biaya penyusunan RKPHTI merupakan biaya yang termasuk ke dalam aktiva tetap teramortisasi mengalami penyusutan. Berdasarkan daftar aktiva perusahaan, penyusunan RKPHTI dilaksanakan pada tahun 1999, 2000, 2003 dan 2008, namun pada laporan biaya pengusahaan hutan terjadi peningkatan biaya penyusunan RKPHTI secara tajam pada tahun 2004 sebesar 578 kali lipat atau dari biaya sebesar Rp 2.545.500 pada tahun 2003, menjadi 1.445.461.661 pada tahun 2004. Selain itu, pada tahun 2005 pun terdapat biaya penyusunan RKPHTI yang meningkat tiga kali lipat dari tahun 2004 yaitu sebesar Rp 3.827.547.844 Pada tahun 2006 dan 2007, biaya penyusunan RKPHTI ini berturut-turut sebesar Rp 1.246.451.602 dan Rp 1.467.189.363. Hal ini menjadi “ganjil” mengingat penyusunan RKPHTI tidak dilaksanakan pada tahun 2004 sampai tahun 2006. Peningkatan biaya yang signifikan ini dapat disebabkan karena adanya biaya transaksi dalam penyusunan RKPHTI. Dalam Kartodihardjo 2006 dikatakan terdapat biaya transaksi dalam menjalankan usaha kehutanan. Dalam pembangunan IUPHHK-HT, biaya transaksi adalah berbagai urusan yang dilakukan oleh pengusaha untuk melakukan berbagai transaksi dengan pemerintah serta melakukan transaksi dengan masyarakat misalnya untuk menyelesaikan sengketa penggunaan lahan dan lain-lain. Biaya kegiatan tata batas dan pengukuhan merupakan biaya yang temasuk dalam aktiva tetap yang teramortisasi. Berdasarkan daftar aktiva tetap perusahaan, kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 1999, 2000, 2001, 2003 dan 2006, tetapi masih ditemui ketidakkonsistenan pencatatan biaya kegiatan ini pada laporan biaya pengusahaan hutan dalam laporan keuangan. Berdasarkan nilai aktiva sesuai dengan penyusutannya, maka seharusnya biaya pada tahun 2003 akan sama jumlahnya untuk tahun 2004 dan 2005. Pada tahun 2006 dimana kegiatan ini dilaksanakan kembali, maka seharusnya nilai penyusutan pun akan bertambah. Berdasarkan laporan biaya pengusahaan hutan, biaya penyusunan tata batas dan pengukuhan ini mengalami penurunan dari tahun 2004 sampai 2006, meningkat kembali pada tahun 2007 dan kembali turun pada tahun 2008. Kegiatan pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan merupakan aspek penting untuk menjaga sumberdaya hutan yang dimiliki IUPHHK-HT. Berdasarkan laporan biaya pengusahaan hutan pada laporan keuangan, dapat diketahui bahwa perusahaan belum melaksanakan kegiatan ini secara rutin setiap tahunnya. Kegiatan pengendalian kebakaran hanya dilakukan pada tahun 2003, 2004 dan 2007 saja, sedangkan kegiatan pengamanan hutan satuan patroli hanya dilaksanakan pada tahun 2003 saja. Seharusnya kegiatan ini dilakukan secara kontinyu setiap tahun karena luas areal yang harus dilindungi semakin bertambah setiap tahunnya. Pada biaya pemenuhan kewajiban kepada negara, untuk tahun 1998 belum dilakukan pembayaran baik untuk kewajiban finansial maupun kewajiban teknis pemeliharaan. Biaya IUHPHTI yang seharusnya dibayar pada awal tahun sejak izin usaha diberikan dan termasuk kedalam aktiva tetap teramortisasi, baru dibayarkan pada tahun 2004 dan tidak dimasukkan ke dalam laporan biaya untuk biaya pemenuhan kewajiban kepada negara. Pada kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, kegiatan terbagi menjadi pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana. Pada kegiatan pengadaan, sarana dan prasarana yang di bangun mengalami penyusutan sesuai dengan masa manfaat dari sarana dan prasarana yang dibangun tersebut. Namun jika dilihat pada daftar sarana dan prasarana dalam daftar aktiva tetap perusahaan beserta penyusutannya, terdapat sejumlah biaya pengadaan pada laporan biaya yang tidak sesuai dengan jumlah biaya yang telah dikeluarkan dalam daftar aktiva tetap perusahaan. Untuk kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana, diketahui bahwa perusahaan tidak melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin setiap tahunnya. Dilihat dari kebutuhan, pemeliharaan ini seharusnya dilaksanakan rutin setiap tahunnya karena sarana dan prasarana merupakan aspek penting yang dapat mendukung lancarnya kegiatan perusahaan. Dari hal-hal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa perusahaan belum melaksanakan seluruh aktivitasnya dalam mendukung pengelolaan hutan lestari. Hal tersebut dapat digambarkan pada nilai aset tegakan hutan secara faktual pada lampiran 1. Untuk mendapatkan nilai aset sumberdaya hutan yang mendukung program pengelolaan hutan lestari dibutuhkan pengelolaan hutan “normal” yang menerapkan tata kelola hutan yang baik. Pada hutan yang dikelola secara lengkap regulated forest seluruh macam aktivitas pengelolaan hutan menjadi aktivitas tahunan, sehingga terjadi aliran penggunaan input dan aliran hasil output dalam proses pengelolaan hutan lestari tersebut secara lengkap setiap tahun Darusman dan Bahruni 2004. Dalam rangka penilaian aset tegakan hutan dengan pendekatan biaya kegiatan pengelolaan “normal”, maka analisis dilakukan dengan menerapkan seluruh kegiatan yang dibebankan setiap tahunnya yang tidak dilakukan secara kontinyu setiap tahunnya pada pendekatan faktual. Biaya-biaya kegiatan yang termasuk kedalam biaya pembangunan sarana dan prasarana disusutkan sesuai dengan masa manfaat dari sarana dan prasarana tersebut. Dari hasil analisis nilai aset tegakan hutan dengan pendekatan pengelolaan “normal”, dapat diketahui nilai aset dari umur 1 tahun sampai 11 tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa hutan yang dikelola secara normal akan memberikan nilai aset yang meningkat dari tahun ke tahun. Nilai aset total seluruh umur saat sekarang tahun penilaian sebesar Rp 608.503.148.407 atau sebesar Rp 14.528.526 ha. Nilai aset tegakan sumberdaya hutan dengan pendekatan biaya ini merupakan nilai aset yang dinilai dari sisi penjual atau pemilik tegakan backward looking, dimana nilai aset didapatkan dari keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan pemilik tegakan sampai tegakan tersebut masak tebang, dan nilai aset ini merupakan nilai penawaran aset minimum yang ditawarkan pemilik tegakan kepada pembeli tegakan. Tabel 6 Nilai aset tegakan hutan dengan 3 tiga pendekatan perhitungan dan gambar tegakan pada setiap umur Nilai aset tegakan hutan Rpha Umur tahun 1 2 3 4 Gambar 8 E.pellita Gambar 9 E.pellita Gambar 10 E.pellita Gambar 11 E.pellita P. biaya faktual 16.084.316 7.454.688 10.787.683 8.486.804 P. biaya “normal” 6.893.883 8.412.753 9.100.931 9.986.970 P. nilai guna harapan 7.342.200 17.964.404 27.392.175 36.102.434 5 6 7 8 Gambar 12 E.pellita Gambar 13 A. mangium Gambar 14 E.pellita Gambar 15 A. mangium P. biaya faktual 8.748.887 12.761.627 10.314.594 13.639.399 P. biaya “normal” 10.956.457 12.444.315 13.251.392 16.249.309 P. nilai guna 37.385.103 43.850.834 47.755.805 51.108.639 33 Tabel 6 Lanjutan Nilai aset tegakan hutan Rpha Umur tahun 9 10 11 Rata-rata Gambar 16 A. mangium Gambar 17 A. mangium Gambar 18 A. mangium P. biaya faktual 14.921.826 19.485.869 20.378.886 13.005.871 P. biaya “normal” 19.398.317 25.577.358 27.542.105 14.528.526 P. nilai guna 48.955.418 41.697.055 60.641.686 38.199.614 Keterangan: Gambar yang ditampilkan mewakili salah satu jenis pada setiap umur 34 Nilai aset sumberdaya hutan dengan pendekatan nilai guna in use value approach, merupakan nilai aset tegakan yang diperoleh dengan memasukan komponen pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan, serta biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selama pengusahaan hutan sampai saat daur. Pada pendekatan ini pun dilakukan perhitungan NHL untuk mengetahui nilai lahan dari penggunaan lahan untuk pengusahaan IUPHHK-HT ini. Menurut Davis and Johnson 1987, NHL adalah pendapatan bersih yang diperoleh atas sebidang lahan dengan menggunakan konsep nilai sekarang present value pada tingkat suku bunga tertentu. Oleh karena itu, konsep tersebut lebih tepat untuk digunakan sebagai analisis manfaat bersih pada hutan tanaman yang investasi awal dan akhirnya bisa direncanakan, termasuk strategi teknologi yang kelak akan digunakan pada model pengelolaan sebaiknya sudah ditentukan secara eksplisit. Dengan konsep analisis seperti dikemukakan di atas, adanya perbedaan besarnya tingkat bunga yang digunakan mengakibatkan perbedaan yang cukup signifikan pada besarnya NHL yang ditemukan dan demikian juga akan berpengaruh pada tingkat daur atau umur tegakan yang dianalisis. Tabel 7 Perhitungan NHL hutan di lokasi IUPHHK-HT PT. X Provinsi Kalimantan Tengah Keterangan Rata-rata biaya Rpha Tingkat inflasi 8,74 Biaya saat daur Rpha Perencanaan 58.319 2,311 134.803 Persemaian 392.308 2,311 906.818 Penanaman 2.467.988 2,311 5.704.746 Pemeliharaan 1 762.467 2,311 1.762.441 Pemeliharaan 2 215.055 2,126 457.144 Pengendalian kebakaran pengamanan hutan 1.567 15,006 23.515 Pemenuhan kewajiban kepada negara 6.908 15,006 103.665 Pemenuhan kewajiban kpd. Lingkungan sosial 70.774 15,006 1.062.009 Pembangunan sarana dan prasarana 105.902 15,006 1.589.126 Pemeliharaan sarana dan prasarana 137.643 15,006 2.065.426 Biaya administrasi dan umum 844.811 15,006 12.676.968 Jumlah pengeluaran sampai akhir daur 5.063.742 26.486.662 Harga kayu rata-rata Rpm³ 431.825 Biaya pemanenan Rp m³ 201.500 Nilai tegakan Rp m³ 230.325 Volume akhir daur m3ha 311 Total biaya sampai saat daur Rpha 26.486.662 Pendapatan panen tegakan Rpha 71.529.150 Pendapatan bersih Rpha 45.042.488 NHL Rpha 34.344.338 NHL untuk penilaian aset tegakan sumberdaya hutan ini didapatkan dari rata-rata biaya pada setiap kegiatan yang di coumpounding-kan sampai saat daur. Berdasarkan Tabel 7, NHL IUPHHK-HT menunjukkan nilai sebesar Rp 34.344.338 ha. Pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia, NHL ini merupakan nilai lahan yang dimiliki oleh pemilik lahan yaitu negara, sehingga perhitungan dilakukan hanya untuk mengetahui nilai lahan milik negara yang disewakan kepada pihak pengusaha dalam hal ini pemegang IUPHHK-HT untuk menjalankan usahanya. Dalam kenyataannya di lapangan, IUPHHK-HT tidak membayarkan sewa lahan dengan NHL yang diperhitungkan karena pungutan dalam sewa lahan ini dilakukan dengan pembayaran PBB dan IHPHTI. Pada pendekatan nilai guna, nilai aset tegakan hutan diperoleh dengan memperhitungkan pendapatan bersih yang diperoleh setiap blok pada akhir daur dan biaya-biaya yang dikeluarkan setiap blok sampai akhir daur. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan terhadap tegakan jika sudah mencapai daur. Pada pendekatan ini nilai aset tegakan hutan dapat dilihat dari sisi pembeli forward looking dalam hal ini industri atau pembeli kayu. Berdasarkan hasil analisis nilai aset tegakan hutan dengan pendekatan nilai guna, nilai aset mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur tegakan, namun pada umur tegakan sembilan tahun dan sepuluh tahun nilai aset mengalami penurunan disebabkan pendapatan panen tegakan yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan panen tegakan pada blok tanam yang lain. Hal ini pun dipengaruhi volume tegakan per ha yang lebih kecil pada umur tanaman tersebut, sehingga pendapatan yang diterima pun rendah. Total nilai aset tegakan hutan seluruh blok pada saat sekarang tahun penilaian adalah sebesar Rp 1.790.947.705.018 atau sebesar Rp 38.199.614 ha. Berdasarkan ketiga pendekatan perhitungan yang dilakukan, dapat dilihat perbandingan nilai aset tegakan hutan dengan pendekatan nilai guna terhadap pendekatan biaya faktual. Jika dibandingkan antara nilai aset tegakan hutan pendekatan nilai guna dengan pendekatan biaya faktual, maka dapat dilihat pada tegakan umur satu tahun, biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatan yang diterima. Berdasarkan hal tersebut, apabila selanjutnya perusahaan tidak bisa melakukan efisiensi biaya maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kerugian pada umur satu tahun saat daur nanti. Namun jika dilihat secara keseluruhan, perusahaan masih mendapatkan keuntungan dari investasi yang ditanamkan. Investasi biaya yang ditanamkan perusahaan masih rendah disebabkan karena perusahaan belum melaksanakan seluruh aktivitas pengelolaan hutan secara lengkap, hal ini dapat dilihat dari pengeluaran biaya faktual yang lebih kecil dari biaya pengelolaan “normal”. Untuk melaksanakan pengelolaan hutan secara lengkap dalam mendukung pengelolaan hutan lestari, maka diperlukan investasi yang lebih besar. Untuk mendukung pengelolaan hutan lestari menurut Forest Stewardship Council FSC 2000 adalah adanya kelayakan ekonomi Economically Viable yaitu hasil hutan memiliki nilai ekonomi yang wajar dan hal ini tercermin dari perbandingan harga produksi hasil hutan dengan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dapat dijadikan modal kembali didalam memelihara keberadaan sumberdaya hutan.

5.4 Analisis Nilai Aset Tegakan Hutan Dalam Mendukung PHL