2 Frasa
Ramlan menyatakan bahwa “frasa adalah satuan gramatik yang terdiri
atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
”
26
“Frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau juga disebut gabungan kata yang
mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. ”
27
Contohnya pabrik kopi, sangat malas, sudah datang, dalam rumah, dan lainnya.
3 Klausa
Chaer dalam bukunya menyatakan: “Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata
berkonstruksi predikatif. Artinya dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat; dan yang
lainnya sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh
dikatakan wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib.
”
28
4 Kalimat
Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.
29
Menurut Alwi, dalam wujud tulisan,
“kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
”
30
b. Jenis-Jenis Campur Kode
Ada beberapa macam campur kode sesuai dengan unsur bahasa serapan yang menimbulkan terjadinya peristiwa campur kode, yaitu 1
campur kode ke dalam inner code mixing, 2 campur kode keluar outer code mixing, dan 3 campur kode campuran hybrid code mixing.
31
Campur kode ke dalam merupakan campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekerabat, misalnya dalam peristiwa
26
Ramlan, Sintaksis, Yogyakarta: CV Karyono, 2005, hlm. 138
27
Abdul Chaer, op.Cit.,Linguistik Umum, hlm. 222
28
Ibid., hlm. 231
29
Ramlan, op. Cit., hlm. 23
30
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran, Bandung: Refika Aditama, 2007, hlm. 20
31
Ni Nyoman Padmadewi, dkk., op. cit., hlm. 67.
campur kode tuturan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur bahasa Padang. Campur kode keluar dinyatakan sebagai campur kode yang
menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jerman, sedangkan campur kode
campuran dinyatakan sebagai campur kode yang di dalamnya telah menyerap unsur bahasa asli dan bahasa asing.
c. Faktor Terjadinya Campur Kode
Campur kode merupakan peristiwa yaang diakibatkan oleh kemampuan penutur dalam penguasaan lebih dari satu bahasa. Selain itu,
banyak faktor lain yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam kegiatan berbahasa. Hoffman menyatakan
“campur kode banyak muncul pada anak-anak dan seiring dengan bertambahnya umur, fenomena
campur kode akan berkurang. Ada beberapa alasan mengapa anak melakukan campur kode, 1 karena input bahasa, 2 karena
perkembangan linguistik, 3 karena perkembangan kognitif secara umum.
”
32
Campur kode yang terjadi pada anak yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan berkurang sesuai dengan kosakata yang
mereka ketahui. Selain itu, Hoffman menganggap bahwa perkembangan linguistik juga mempengaruhi seorang anak sehingga terjadilah campur
kode. Keraf menyatakan ada tiga faktor yang memengaruhi terjadinya
campur kode, yaitu:
1 Partisipan. Penutur yang melakukan campur kode terhadap lawan
bicaranya adalah karena mereka memiliki tujuan dan maksud tertentu.
2 Solidaritas. Penutur dapat melakukan alih kodecampur kode ke
dalam bahasa lain sebagai penanda dari kelompok tertentu dan percampuran etnis dengan pendengar.
32
Ibid., hlm. 66.
3 Status. Peralihan kode juga dapat merefleksikan perubahan kepada
dimensi yang berbeda, seperti hubungan status antara beberapa orang atau keformalitasan interaksi mereka.
33
Salah satu fungsi komunikasi yaitu menyampaikan suatu tujuan sehingga lawan tuturnya akan memahaminya pula. Faktor partisipan
menurut Hoffman berpengaruh pada terjadinya campur kode. Pada situasi tertentu, seseorang akan mengubah bahasa yang diucapkan ke dalam
bahasa lain ketika ia mengetahui bahwa lawan tuturnya akan paham juga apa yang disampaikan. Perubahan bahasa ini juga terkait akan status
orang yang diajak berkomunikasi. Seperti halnya dalam keadaan formal dan informal.
Nababan memiliki argumen lain terkait sebab campur kode. Menurutnya, latar belakang terjadinya campur kode adalah sebagai
berikut: 1
Kesantaian penutur dan kebiasaan penutur dalam situasi informal; 2
Tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai; 3
Ingin memamerkan keterpelajarannyakedudukannya.
34
4. Karangan
Kegiatan mengarang merupakan suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam tulisan, karena disampaikan secara teratur maka
karang-mengarang memiliki mekanisme yang mesti dipahami sungguh- sungguh.
35
Lado mengungkapkan bahwa “mengarang adalah menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang tersebut. ”
36
Finoza menyatakan bahwa mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan atau
33
Janet Holmes, An Introduction to Sociolinguistics, New York: Longman, 2013, hlm. 42
34
P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 32
35
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 56
36
Ibid., hlm. 56.
mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan.
”
37
Sudarno menyatakan bahwa “mengarang ialah bagian dari ekspresi
secara tertulis dan diperoleh karena latihan. ”
38
Karangan sebagai sebuah hasil dari proses berpikir seseorang, ia juga menggambarkan apa yang
ingin disampaikan oleh pengarang, baik itu berupa gambar, grafik, dan lainnya. Sudarno mengatakan
“ada tiga tujuan mengarang: untuk komunikasi, tujuan ilmiah, dan tujuan kesenangan.
”
39
Tujuan mengarang untuk berkomunikasi dapat dilihat dari penulisan surat. Penulisan karangan
yang bertujuan ilmiah dapat ditemui dalam bentuk laporan, skripsi, dan lainnya. Sedangkan karangan yang bertujuan untuk kesenangan atau
hiburan dapat ditemukan dalam novel, cerpen, pantun, dan lainnya. Susunan karangan dapat bersifat melukiskan deskripsi, memaparkan
eksposisi, mengajak persuasi, meyakinkan atau mempengaruhi pembaca argumentasi, dan atau menceritakan narasi.
1 Deskripsi
Mahsusi menerangkan “karangan deskripsi merupakan bentuk
karangan yang menggambarkan atau melukiskan sesuatu, benda, atau peristiwa. Melalui deskripsi, penulis mengajak pembaca agar mengetahui
apa yang dilukiskan. ”
40
Misalnya penulis menggambarkan ruangan kuliah. Maka akan ditemukan deskripsi atau gambaran ukuran, letak papan tulis,
meja dosen, lampu, dan lainnya. Heri Jauhari menuturkan bahwa
“karangan deskripsi memberikan daya bayang kepada pembacanya, ia menggunakan kata-kata yang dapat
memancing kesan indrawi kesan yang berhubungan dengan pancaindra dan suasana batin perasaan pembaca.
”
41
Keraf dalam bukunya
37
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2009, hlm. 234
38
Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia, Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1986, hlm. 96
39
Ibid., hlm. 98.
40
Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia, Jakarta: FITK UIN Jakarta, 2004, hlm. 230.
41
Heri Jauhari, Terampil Mengarang, Bandung: Nuansa Cendekia, 2013, hlm. 45.