i dengan jenis lahan aktual j
yang dialokasikan ke jenis lahan rencana k
tidak lebih dari luas seluruh kecamatan i dengan jenis lahan aktual j yang sesuai
untuk diubah ke jenis lahan rencana k, yaitu
, ,
.
ijk ij
jk i I
i I
X A Q
j J k
K
5. Kendala areal penanaman, yaitu luas lahan di kecamatan i dengan jenis lahan aktual j
yang dialokasikan ke jenis lahan rencana k yang ditanami komoditas pertanian l di
musim tanam m harus sama dengan luas lahan di kecamatan i dengan jenis lahan
aktual j yang dialokasikan ke jenis lahan rencana k, yaitu
, ,
, .
,
ijklm ijk
l L
Y X
i I j
J k K m
M
6. Kendala perlindungan kawasan bentang alam, yaitu bahwa luas lahan di kecamatan
i dengan jenis lahan aktual j yang berupa kawasan hijau dan bentang alam yang
dialokasikan ke jenis lahan rencana k yang berupa kawasan hijau dan bentang alam
dipertahankan bentuknya
setidaknya melebihi koefisien perlindungan kawasan
hijau dan bentang alam di kecamatan i dengan jenis lahan aktual j berupa kawasan
hijau dan bentang alam, yaitu
, ,
k aw asan h ijau d an b en tan g alam .
ijk ij
X A
i I
j k
7. Kendala sasaran pemenuhan permintaan konsumsi
masyarakat lokal,
yaitu produktivitas komoditas pertanian l yang
ditanam di
jenis lahan
rencana k
diusahakan mencapai
pemenuhan permintaan konsumsi masyarakat akan
komoditas pertanian l, yaitu
1000 , .
lk lm ijklm
i I j J k K m M l
l l
P S Y h
h R E
l L
8. Kendala ketaknegatifan ,
, ,
, ,
, ,
0, ,
, ,
, .
i i
i i
i i
ijk ijklm
d d
g g
h h
X Y
i I j
J k K l
L m M
V IMPLEMENTASI PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU DAN RUANG TERBANGUN DI KOTA BOGOR
5.1 Deskripsi Masalah
Sebagai wilayah penyokong ibu kota, pertumbuhan yang pesat di Kota Bogor tak
dapat dielakkan. Pertumbuhan ini berdampak pada peningkatan pembangunan fisik untuk
memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, baik untuk pertumbuhan ekonomi, sosial,
kesehatan, pendidikan, maupun transportasi. Pesatnya pembangunan menyebabkan terjadi
alih fungsi lahan. Lahan-lahan pertanian banyak diubah menjadi ruang terbangun. Bila
alih fungsi lahan pertanian ini dibiarkan maka luas ruang terbangun di Kota Bogor akan terus
bertambah
hingga melebihi
standar, sedangkan luas ruang terbuka hijau akan terus
menurun hingga berada di bawah standar yang
seharusnya. Hal
tersebut akan
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di Kota Bogor.
Penurunan luas ruang terbuka hijau berbanding lurus dengan penurunan luas lahan
pertanian dan berdampak pada berkurangnya produksi komoditas pertanian di Kota Bogor.
Berkurangnya produksi komoditas pertanian dapat menurunkan pendapatan petani dan
kemandirian Kota Bogor dalam memenuhi sendiri permintaan konsumsi masyarakat lokal
akan komoditas pertanian.
5.2 Pendugaan Parameter
Penentuan parameter model secara garis besar dilakukan dengan menggunakan data,
asumsi berdasarkan logika tertentu, atau dengan gabungan data dan asumsi.
1. Luas wilayah Parameter luas wilayah menggunakan data
luas kecamatan di Kota Bogor tahun 2009 BPS Kota Bogor 2010. Data luas
wilayah terdapat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Luas wilayah tiap kecamatan Kecamatan
Luas wilayah ha
Bogor Utara 1.768,30
Bogor Selatan 2.926,70
Bogor Timur 1.015,00
Bogor Barat 3.134,00
Bogor Tengah 811,30
Tanah Sareal 2.030,70
Jumlah 11.686,00
2. Koefisien ruang terbuka hijau
Koefisien ruang terbuka hijau RTH pada tiap penggunaan lahan rencana ditentukan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011- 2031, yang menyebutkan bahwa:
a. koefisien RTH pada ruang terbangun
sebesar 10, b. koefisien RTH pada taman sebesar
80, sisanya untuk bangunan fasilitas rekreasi,
olahraga, dan
fasilitas penunjang lainnya,
c. pada lahan kosong dan perairan tidak terdapat RTH sehingga koefisien RTH
sebesar 0, d.
pada lahan lainnya 100 merupakan RTH sehingga koefisien RTH sebesar
100. Penentuan nilai koefisien RTH 100
dimaksudkan untuk
menyederhanakan model.
Pada kenyataannya angka tersebut berbeda
untuk setiap penggunaan lahan. Hal tersebut ditentukan oleh tutupan lahan
pada tiap penggunaan lahan.
Data koefisien RTH terdapat dalam Lampiran 2.
3. Standar koefisien ruang terbuka hijau Parameter standar koefisien ruang terbuka
hijau ditentukan berdasarkan Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yaitu sebesar 30 dari luas wilayah perkotaan.
4. Koefisien ruang terbangun Luas ruang terbangun dari suatu jenis
lahan merupakan selisih antara luas lahan dengan luas ruang terbuka hijau, sehingga
berdasarkan parameter koefisien ruang terbuka hijau RTH yang telah dijelaskan
sebelumnya, dapat ditentukan koefisien ruang terbangun RTB sebagai berikut:
a. koefisien RTB pada ruang terbangun
sebesar 90, b. koefisien RTB pada taman sebesar
20, c. pada lahan kosong dan perairan tidak
terdapat RTB sehingga koefisien RTB sebesar 0,
d. pada lahan lainnya 100 merupakan
RTH sehingga koefisien RTB sebesar 0.
Data koefisien RTB terdapat dalam Lampiran 2.
5. Standar koefisien ruang terbangun Parameter
standar koefisien
ruang terbangun
ditentukan berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bogor 2011-2031, yang menyebutkan bahwa koefisien ruang
terbangun di wilayah dengan kepadatan sedang sebesar 50.
6. Luas tiap jenis lahan aktual Luas tiap jenis lahan aktual di setiap
kecamatan merupakan
penggabungan antara data luas tiap jenis lahan di Kota
Bogor tahun 2009 BPS Kota Bogor 2010, luas tiap jenis lahan di Kota Bogor
tahun 2007 Bappeda Kota Bogor 2007. Karena keterbatasan data, diasumsikan
tidak terjadi perubahan penggunaan lahan dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Data
selengkapnya terdapat dalam Lampiran 3.
7. Kesesuaian penggunaan lahan Parameter kesesuaian penggunaan lahan
seharusnya ditentukan dengan metode analisis spasial peta penggunaan lahan,
tetapi dalam karya ilmiah ini ditentukan berdasarkan
struktur logika
dalam Lampiran 4 ide didasari oleh struktur
logika perencanaan pengggunaan lahan dalam Ciptaningrum 2009. Hal ini karena
untuk melakukan analisis spasial peta penggunaan lahan diperlukan gambar citra
satelit Kota Bogor, namun penulis tidak berhasil mendapatkannya dari instansi
terkait. Data kesesuaian penggunaan lahan terdapat dalam Lampiran 5.
8. Produktivitas komoditas pertanian di tiap jenis lahan pertanian
Produktivitas komoditas padi, ubi, dan sayur-sayuran per hektar menggunakan
data produktivitas komoditas pertanian di Kota Bogor Diperta Jawa Barat 2011,
sedangkan untuk produktivitas buah- buahan per hektar dianggap sama dengan
produktivitas di DAS Citarum Hulu Ghufrona
2010, dikarenakan
tidak tersedia data mengenai produktivitas buah-
buahan per hektar di Kota Bogor. Berdasarkan data tersebut
ditentukan produktivitas komoditas pertanian di tiap
jenis lahan pertanian dengan asumsi: a. produktivitas
komoditas pertanian
tanaman semusim pada sawah 1 kali rataan, sedangkan pada ladang dan
pekarangan 0,8 kali rataan, b. tidak ada produktivitas
komoditas pertanian tanaman tahunan pada sawah