Faktor-faktor partisipasi Tingkat-tingkat partisipasi

meskipun masyarakat kota Cilegon memiliki persepsi yang masih tergolong sedang terhadap hutan kota, namun mereka mendukung penyelenggaraan pembangunan hutan kota. 2.2 Partisipasi 2.2.1 Pengertian partisipasi Menurut Suharto dan Iryanto 1989 diacu dalam Rahmawaty et al. 2006 pengertian partisipasi adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Dengan demikian dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peranserta. Menurut PP No.69 Tahun 1996 Tentang Penataan Ruang peranserta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Canter 1977 mendefinisikan peranserta masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggungjawab.

2.2.2 Faktor-faktor partisipasi

Menurut pendapat Sastropoetro 1986 diacu dalam Siahaan 2010 ada 5 lima unsur penting yang menentukan gagalnya dan berhasilnya partisipasi, yaitu: 1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran 3. Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan 4. Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain 5. Adanya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama Selain itu Sastropoetro 1986 menjelaskan bahwa ada 5 lima hal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu : 1. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, pendidikan, sosial dan rasa percaya pada diri sendiri. 2. Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama 3. Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara 4. Kesediannya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan 5. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan

2.2.3 Tingkat-tingkat partisipasi

Arstein 1969 menggambarkan delapan tingkatan partisipasi yang setiap tingkatannya menggambarkan peningkatan pengaruh masyarakat dalam menentukan produk akhir pembangunan. Delapan tingkatan tersebut dari yang terendah hingga tertinggi adalah manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, penentraman, kemitraan, pelimpahan kekuasaan dan kontrol masyarakat. Tabel 1 menggambarkan delapan tingkatan partisipasi masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam tiga level yaitu tidak ada partisipasi, partisipasi semu dan partisipasi aktif. Tabel 1 Tangga partisipasi Arnstein Tingkatan terendah adalah manipulasi dan terapi yang dideskripsikan sebagai tidak adanya partisipasi. Pada tingkatan ini tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam merencanakan maupun melaksanakan program. Pemegang kekuasaan mendikte masyarakat, tidak ada dialog diantara mereka. Tingkatan tiga, empat dan lima merupakan peningkatan pada level partisipasi semu yang memungkinkan masyarakat yang semula tidak didengarkan menjadi didengarkan dan memiliki suara. Ada tindakan dari masyarakat untuk mulai terlibat dalam partisipasi. Namun pada tingkatan ini, tidak ada jaminan bahwa suara mereka akan didengarkan oleh pemegang kekuasaan. 8 Kontrol masyarakat Partisipasi aktif 7 Pelimpahan kekuasaan 6 Kemitraan 5 Penentraman Partisipasi semu 4 Konsultasi 3 Informasi 2 Terapi Tidak ada partisipasi 1 Manipulasi Pada tingkatan partisipasi aktif, masyarakat dapat bermitra dengan pemegang kekuasaan yang memungkinkan mereka bernegoisasi. Jika tingkat partisipasi diperdalam hingga level tertinggi yaitu kontrol masyarakat, masyarakat memiliki kekuasaan penuh untuk membuat keputusan. Tingkatan partisipasi masyarakat dapat diidentifikasikan dengan mengkaji darimana asal partisipasi apakah dari pemerintah, masyarakat ataukah bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Huda 2008 menyatakan bahwa pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pada tahapan perencanaan, pelaksanaan awal, adopsi programpersetujuan, implementasipelaksanaan serta tahapan pemantauan dan evaluasi. Secara tipologi, Pretty 1995 mengklasifikasikan partisipasi atas tujuh karakteristik Tabel 2. Tabel 2 Tipologi dan karakteristik partisipasi Tipologi Karakteristik Partisipasi pasif Masyarakat berpartisipasi berdasarkan informasi yang mereka terima dari pihak luar tentang apa yang terjadi di lingkungan mereka Partisipasi informasi Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan ekstraktif yang diajukan pihak luar misalnya peneliti dengan menggunakan kuesioner, di mana hasil temuan tidak dimiliki,dipengaruhi, dan diperiksa akurasinya oleh masyarakat Partisipasi konsultasi Masyarakat berpartisipasi melalui konsultasi dengan pihak luar, di mana pihak luar tersebut mengidentifikasi masalah dan sekaligus mencarikan solusinya serta memodifikasi penemuan berdasarkan respons masyarakat Partisipasi intensif material Masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber daya, misalnya tenaga kerja dan lahan untuk ditukar dengan insentif material, namun partisipasi masyarakat terhenti seiring berakhirnya imbalan insentif tersebut Partisipasi fungsional Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok dan melibatkan pihak luar dalam rangka menentukan tujuan awal programkegiatan , di mana pada umumnya pihak luar terlibat setelah keputusan rencana utama dibuat Partisipasi interaktif Masyarakat berpartisipasi dalam melakukan analisis kolektif dalam perumusan kegiatan aksi melalui metode interdisiplin dan proses pembelajaran terstruktur, di mana masyarakat mengawasi keputusan lokal dan berkepentingan dalam menjaga serta sekaligus memperbaiki struktur dan kegiatan yang dilakukan Partisipasi mobilisasi swadaya Masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif dan tidak terikat dalam menentukan masa depan, di mana pihak luar hanya diminta bantuan dan nasihat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya Sumber : Pretty 1995

2.3 Peran Para Pihak