Persepsi masyarakat terhadap hutan kota

a. Faktor Struktural Faktor-faktor yang terdapat dalam situasi fisik seperti gerakan, perubahan, frekuensi, intensitas dan peristiwa-peristiwa neural yang dihasilkan oleh sistem syaraf individu. b. Faktor Fungsional Faktor yang terdapat dalam diri individu seperti kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu dan sifat-sifat lain dari individu. Menurut Mauludin 1994 faktor pendidikan dapat dijadikan faktor penduga persepsi paling baik dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Faktor pendidikan dalam pengaruhnya terhadap persepsi juga telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Purwanto 1998 menyatakan bahwa tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang cukup erat terhadap persepsi masyarakat. Hubungan tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan, maka persentase nilai persepsi semakin besar. Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan Kurniasih 2004 bahwa tingkat pendidikan dan komposisi umur berdasarkan angkatan kerja memiliki hubungan yang lebih dekat terhadap tingkat persepsi dibandingkan dengan pendidikan, pekerjaan dan jarak tempat tinggal dari pusat kota. Sedangkan menurut Zakih 1997 menyatakan bahwa media massa merupakan sumber yang efektif dalam menyebarkan informasi. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan antara informasi dengan tingkat persepsi bahwa semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat tingkat persepsi juga semakin tinggi.

2.1.3 Persepsi masyarakat terhadap hutan kota

Menurut PP No. 63 Tahun 2002 Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota diperlukan untuk memelihara kualitas hidup masyarakat perkotaan Dwivedi et al. 2009. Banyak manfaat yang diberikan dengan adanya hutan dalam suatu lingkungan kota. Hutan Kota juga memiliki beberapa peranan penting yaitu menghasilkan oksigen, mengurangi polusi, meredam kebisingan, melestarikan air tanah, menambah keindahan sebagai sarana rekreasi, penyerap partikel timbal dan pelestarian plasma nutfah. Penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap hutan kota sebelumnya telah dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwanto 1998 di Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki persepsi yang tinggi terhadap lingkungan hijau di pemukiman. Persepsi yang tinggi dapat dilihat dari kemampuannya dalam menilai manfaat atau fungsi pepohonan dan tanaman lain yang ada di pemukiman, serta dukungan dalam pengelolaannya. Namun pada kenyataannya persepsi masyarakat tersebut tidak menunjukkan hubungan dengan perilakunya. Hal ini disebabkan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh dari pada persepsi yaitu tingkat pendapatan dan keterbatasan lahan. Mauludin 1994 juga melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap hutan kota yang dilakukan di Kecamatan Bogor Timur dan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat memiliki persepsi yang tinggi terhadap hutan kota. Persepsi yang positif terhadap hutan kota diwujudkan dalam bentuk kesukaan masyarakat terhadap tanaman dengan tujuan menciptakan kesejukan, kenyamanan, indah dan asri. Sedangkan menurut Fuad 2003 yang melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap hutan kota di Kabupaten Serang menyatakan bahwa persepsi masyarakat Kabupaten Serang terhadap hutan kota tergolong sedang. Djatmiko 2008 menyatakan bahwa persepsi masyarakat dari RW.013, RW.002 dan RW.020 Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan memiliki tingkat persepsi yang sama dan tergolong tingkat persepsi yang tinggi terhadap hutan kota. Tingginya tingkat persepsi masyarakat tersebut menjadi potensi keberhasilan program pengembangan dan pengelolaan hutan kota di Bekasi. Hasil penelitian Zakih 1997 yang membandingkan persepsi masyarakat kota modern dengan masyarakat kampung kota terhadap hutan kota di Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan menyatakan bahwa masyarakat kota modern memiliki persepsi yang tinggi terhadap hutan kota, sedangkan masyarakat kampung kota memiliki persepsi yang masih tergolong rendah terhadap hutan kota. Namun, kedua golongan masyarakat tersebut menginginkan keberadaan hutan kota di Jakarta terus digalakkan dan dilestarikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kurniasih 2004 di Kota Cilegon yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat kota Cilegon memiliki persepsi yang masih tergolong sedang terhadap hutan kota, namun mereka mendukung penyelenggaraan pembangunan hutan kota. 2.2 Partisipasi 2.2.1 Pengertian partisipasi