Tujuan Pengelolaan Perikanan Hasil

24 selar kuning jantan adalah 0,34 dan koefisien pertumbuhan bagi ikan selar kuning betina lebih besar yaitu 0,36. Menurut Sparre Venema 1999, semakin rendah koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang asimtotik begitupun sebaliknya semakin tinggi koefisien pertumbuhan maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik. Ikan selar kuning betina memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibanding ikan selar kuning jantan. Sehingga dari hasil tersebut diduga bahwa laju pertumbuhan ikan betina lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan sehingga ikan betina lebih cepat mencapai panjang asimtotik dan lebih cepat mati dibandingkan ikan jantan. Menurut Nikolsky 1963 in Suwarni 2009 perbedaan masa hidup merupakan salah satu penyebab dari perbedaan ukuran dan perbedaan jumlah dari salah satu jenis kelamin pada ikan di suatu perairan. Penelitian serupa dilakukan di Perairan Teluk Jakarta oleh Damayanti 2010 terhadap ikan selar Caranx leptolepis. Diperoleh nilai panjang asimtotik L∞ yaitu sebesar 282,98 mm dan nilai koefisien pertumbuhan K sebesar 0,31. Hasil yang diperoleh memang sangat berbeda walaupun merupakan dari spesies yang sama. Nilai K pada ikan selar kuning di Perairan Teluk Banten lebih besar dibanding dengan nilai K pada ikan selar kuning di Perairan Teluk Jakarta. Hal tersebut diduga karena makanan tersedia cukup banyak sehingga pertumbuhannya cepat Sulistiono et al. 2001. Lokasi dan waktu pengambilan contoh juga mempengaruhi nilai K dan L∞ yang diperoleh, karena kondisi perairan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie 2002 dimana pertumbuhan dipengaruhi olah faktor luar seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, ammonia, salinitas, dan fotoperiod panjang hari. Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah, dan kualitas makanan, umur serta tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan. 3.2.5 Tingkat Kematangan Gonad TKG Ikan selar kuning yang diperoleh selama penelitian dibagi menjadi empat tingkat kematangan gonad yaitu TKG I, II, III, dan IV. Informasi mengenai kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad Effendie 2002. Gambar 11 dan 12 menunjukkan TKG ikan selar kuning berdasarkan waktu pengambilan contohnya. Ikan dengan TKG IV dapat ditemukan pada bulan Juli dan Agustus baik pada jantan maupun betina. Adanya ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV mengindikasikan adanya ikan yang memijah di perairan tersebut Sulistiono et al. 2006. Puncak pemijahan ikan selar kuning diduga terjadi pada bulan Agustus, karena sudah mulai banyak ikan yang memiliki TKG III dan IV baik pada jantan maupun betina. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thangaraja 1985 diketahui bahwa musim pemijahan ikan selar kuning terjadi pada Bulan Juni hingga September. Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan-ikan yang masih muda yaitu ikan yang masih TKG I dan II. Dugaan panjang pertama kali matang gonad ikan selar kuning yang didaratkan di PPN Karangantu berdasarkan sebaran frekuensi proporsi gonad yang 25 telah matang King 1995 adalah 146 mm. Artinya pada panjang 146 mm ikan selar kuning telah mengalami pemijahan minimal satu kali. Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama Effendie 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Reuben et al 1992 menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad pada spesies Selaroides leptolepis adalah pada ukuran 88-101 mm. Menurut Blay Egeson 1980 in Makmur Prasetyo 2006 perbedaan ukuran pertama kali ikan matang gonad terjadi akibat perbedaan kondisi ekologis perairan.

3.2.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas dapat terjadi karena adanya aktifitas penangkapan yang dilakukan manusia dan alami yang terjadi karena kematian akibat predasi, penyakit, dan umur Sparre Venema 1999. Ikan selar kuning jantan memiliki laju mortalitas total Z sebesar 1,9496 per tahun dan laju mortalitas alami M sebesar 0,4047 per tahun. Sementara ikan selar kuning betina memiliki laju mortalitas total Z sebesar 1,8740 per tahun dan mortalitas alami M sebesar 0,4368. Laju mortalitas total Z ikan jantan lebih besar dibanding ikan betina sehingga stok ikan jantan lebih rentan dibandingkan ikan betina. Sementara laju mortalitas alami M ikan betina lebih besar dibanding dengan ikan jantan, hal tersebut karena laju pertumbuhan K ikan betina lebih besar daripada ikan jantan. Menurut Nalini et al 2011 perbedaan laju mortalitas diakibatkan karena perbedaan nilai L∞ dan K. Selain itu mortalitas alami juga disebabkan akibat pemangsaan, penyakit, stress, pemijahan, kelaparan dan usia tua Sparre Venema 1999. Laju mortalitas alami yang tidak sama antara ikan jantan dan betina mengakibatkan komposisi antar ikan jantan dan betina yang berbeda. Menurut Bal dan Rao 1984 in Suhono 2005 perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, dan tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah jantan dan betina. Mortalitas alami ikan jantan yang lebih kecil dibanding betina mengakibatkan komposisi ikan jantan menjadi lebih banyak dibandingkan betina. Laju eksploitasi E maksimum didasarkan atas adanya keseimbangan antara laju mortaltas penangkapan F dengan laju mortalitas alami M. Saat itulah diasumsikan bahwa nilai optimal eksploitasi yang sustainable yield sama dengan 0,5. Dengan demikian suatu stok ikan yang mengalami kondisi penangkapan yang berlebihan overfishing apabila laju mortalitas penangkapan sama dan lebih dari seperdua laju mortalitas total Z Gulland 1971 in Syam 2006. Diketahui laju mortalitas penangkapan F ikan selar kuning jantan adalah sebesar 1,5417 per tahun, sementara ikan selar kuning betina adalah 1,4372 per tahun. Sehingga dapat diketahui laju eksploitasi E dari ikan selar kuning jantan adalah 79,80 dan ikan selar kuning betina adalah 76,69. Laju eksploitasi E baik ikan jantan maupun betina masing-masing telah melebihi 50, sehingga dapat diindikasikan bahwa ikan selar kuning baik jantan maupun betina telah mengalami kondisi tangkap lebih overfishing. Sama halnya denga ikan selar di perairan teluk jakarta, menurut Damayanti 2010 ikan selar di teluk jakarta telah mengalami kondisi tangkap lebih overfishing dengan laju eksploitasi E sebesar 96,72.