abc ab
c bc
a ab
c
5 10
15 20
25
R ata
- rata
k o
n su
m si
ran su
m g
ram h
ar i
Kelompok 0.00
1.50 0.97
0.67 3.30
2.37 1.34
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
R ata
-r ata
k o
n su
m si
Is o
flav o
n m
g ek
o rh
ar i
Kelompok
B. Pengaruh Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai
Terhadap Pertumbuhan dan Berat Organ Tikus Jantan dan Betina Induk F0
1. Pertumbuhan dan berat organ tikus jantan F0 Rata
– rata konsumsi ransum tikus jantan F0 selama 30 hari perlakuan untuk kelompok kontrol sebesar 20,3 ghari. Rata - rata konsumsi ransum untuk
kelompok TP1-TP3 berturut - turut sebesar 21,28, 18,22 dan 19,14 ghari sedangkan untuk kelompok IS1-IS3 berturut - turut sebesar 22,23, 21,23 dan
18,07 ghari. Dengan demikian rata - rata konsumsi ransum tikus jantan F0 untuk semua kelompok berkisar antara 18 - 23 gram per hari Gambar 14.
Konsumsi ransum tikus jantan F0 menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji Duncan α=0,05, terutama pada kelompok TP1 yang secara nyata
lebih tinggi daripada TP2 dan tikus kelompok IS2 yang secara nyata lebih tinggi daripada IS3. Walaupun demikian, konsumsi ransum kelompok TP1-TP3 maupun
IS1-IS3 tidak berbeda secara nyata dengan kontrol.Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi tepung kedelai maupun isolat protein tidak menimbulkan
penurunan atau peningkatan nafsu makan tikus jantan F0.
Keterangan: n=5 untuk tiap kelompok
Gambar 14 Konsumsi ransum kiri dan kadar isoflavon yang dikonsumsi kanan tikus jantan F0 selama 30 hari perlakuan.
TP 1 = Tepung kedelai 17,38 IS 1 = Isolat protein kedelai 21,21
TP 2 = Tepung kedelai 13,04 IS 2 = Isolat protein kedelai 15,9
TP 3 = Tepung kedelai 8,69 IS 3 = Isolat protein kedelai 10,6
Konsumsi ransum tikus jantan F0 untuk semua kelompok tergolong ke dalam kisaran konsumsi ransum yang normal untuk tikus jantan dengan berat rata
– rata 300 gram. Menurut Hoitinga dan Chwalibog 2003, konsumsi ransum tikus dengan berat badan 200 gram berat badan adalah 15gramhari sedangkan untuk
tikus dengan berat badan 400 gram sebesar 25 gramhari sehingga konsumsi ransum untuk tikus dengan berat badan 300 gram sebesar 15
– 25 gramhari. Berdasarkan konsumsi ransum, kadar isoflavon yang dikonsumsi tikus
jantan F0 pada kelompok TP1-TP3 berturut – turut sebesar 1,5, 0,97 dan 0,67
mgtikushari, sedangkan pada kelompok IS1-IS3 berturut – turut sebesar 3,30,
2,37 dan 1,34 mgtikushari. Walaupun kadar isoflavon pada kelompok tepung kedelai lebih rendah daripada kelompok isolat protein namun belum
tentumenunjukkan pengaruh yanglebih rendahterhadap profil reproduksisebab komponen kimia kedua bahan tersebut berbeda sehingga respon tubuh dalam
memetabolisme kedua bahan tersebut juga berbeda. Tepung kedelai yang digunakan pada penelitian ini mengandung serat kasar
sebesar 20,57 berdasarkan data hasil analisis dengan estimasi serat pangan sebesar 25. Walaupun jumlah serat yang diberikan pada tikus untuk semua
kelompok sama banyak yaitu 5 namun kualitas dari masing – masing sumber
serat berbeda. Menurut Muchtadi 2010, kedelai lebih banyak mengandung serat pangan dibandingkan sumber serat lain seperti dedak jagung dan dedak gandum.
Selain mengandung serat, kedelai juga kaya akan oligosakarida Middlebos dan Fahey 2008. Kandungan serat pangan dan oligosakarida yang tinggi dapat
menstimulasi pertumbuhan mikroflora usus. Menurut Dixon dan Ferreira 2002, jenis isoflavon yang memiliki daya
estrogenik paling tinggi adalah equol yang merupakan produk hasil fermentasi daidzein oleh mikroflora usus.Selain itu, mikroflora usus juga menghasilkan
enzim β-Glukosidase yang berperan dalam pelepasan molekul gula pada isoflavon glukosida sehingga menghasilkan isoflavon aglikon yang dapat diserap oleh usus
manusia Muchtadi 2010. Berdasarkan hal tersebut, pengaruh isoflavon terhadap reproduksi tikus pada kelompok tepung kedelai diduga dapat menyamai kelompok
isolat protein kedelai walaupun kadar isoflavon pada tepung kedelai lebih rendah.
Pengaruh dari konsumsi ransum diamati melalui pengamatan fisik tikus.Berdasarkan pengamatan secara visual, tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara penampilan dan aktivitas fisik tikus kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Masing
– masing tikus pada setiap kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan penampilan yang normal yaitu rambut
putih bersih, halus, tidak berdiri, tidak terdapat luka ataupun tanda kemerahan, tampak lebat, tidak rontok serta tidak ada cacat Gambar 15.
a b
c Gambar 15 Penampilan fisik tikus jantan F0 kelompok kontrol a, TP b dan
IS c untuk semua ulangan n=5
Aktvitas harian tikus jantan untuk tiap kelompok juga menunjukkan kondisi yang normal yaitu tikus bergerak lincah aktif bergerak dan respon terhadap
pemberian makan cukup baik yaitu segera mendatangi dan mengonsumsi ransum sesaat setelah ransum disediakan.Berdasarkan hal tersebut, tidak terdapat
pengaruh antara konsumsi ransum terhadap penampilan dan aktivitas fisik tikus berdasarkan pengamatan secara visual.
Pemberian ransum ternyata memberi dampak terhadap pertumbuhan tikus jantan F0. Pertumbuhan tikus jantan F0 untuk semua kelompok baik kontrol
maupun perlakuan TP dan IS menunjukkan nilai yang positif. Terdapat kenaikan berat badan yang cukup besar selama periode 30 hari perlakuan Gambar 16 yaitu
dari rata – rata berat badan awal sebesar 230 – 270 gram hingga rata – rata berat
200 220
240 260
280 300
320 340
360 380
400
5 10
15 20
25 30
B er
at b
ad an
g ram
Hari ke- Kontrol
TP 1 TP 2
TP 3 IS 1
IS 2 IS 3
badan akhir mencapai 280 – 360 gram. Rata – rata kenaikan berat badan mencapai
22 – 33. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua tikus jantan F0 untuk tiap
kelompok, baik kontrol, TP maupun IS dalam kondisi sehat karena terjadi kenaikan berat badan.
Keterangan: n=5 untuk tiap kelompok
Gambar 16 Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan F0 induk pada berbagai kelompok.
Rata – rata berat badan akhir tikus jantan F0 kelompok kontrol sebesar 280
gram sedangkan untuk kelompok TP1-TP3 sebesar 320, 340 dan 360 gram dan untuk kelompok IS1-IS3 sebesar 350, 320 dan 300 gram. Berdasarkan hal tersebut
rata - rata berat badan akhir tikus kelompok TP1-TP3 dan IS1-IS3 lebih tinggi daripada kelompok kontrol.Selain itu, laju pertumbuhan tikus jantan F0
gramhari pada kelompok TP1-TP3 dan IS1-IS3 menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.Laju pertumbuhan untuk tikus kelompok TP1-TP3
sebesar 2,87, 3,1 dan 2,91 gramhari, untuk tikus kelompok IS1-IS3 sebesar 3,35, 2,68 dan 1,94 gramhari sedangkan untuk tikus kelompok kontrol hanya sebesar
1,58 gramhari. Berdasarkan hal tersebut, kecepatan pertumbuhan tikus kelompok Laju
pertumbuhan gramhari
1,58 2,87
3,10 2,91
3,35 2,68
1,94
TP 1 = Tepung kedelai 17,38 IS 1 = Isolat protein kedelai 21,21
TP 2 = Tepung kedelai 13,04 IS 2 = Isolat protein kedelai 15,9
TP 3 = Tepung kedelai 8,69 IS 3 = Isolat protein kedelai 10,6
TP1-TP3 dan IS1-IS3 lebih tinggi daripada kontrol di mana kelompok IS1 merupakan kelompok dengan laju pertumbuhan tertinggi.Kelompok IS1 adalah
kelompok yang seluruh sumber protein ransumnya dari kedelai. Bila ditinjau dari konsumsi ransum maka konsumsi ransum antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan baik TP1-TP3 maupun IS1-IS3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi
ransum tepung kedelai dan isolat protein kedelai pada jumlah yang sama dengan ransum kontrol ternyata dapat menimbulkan efek pertumbuhan yang lebih pesat.
Kecepatan pertumbuhan salah satunya disebabkan oleh faktor komposisi protein.Sumber protein kelompok kontrol seluruhnya berasal dari hewani kasein,
sumber protein kelompok TP1-TP3 dan IS2-IS3 berasal dari hewani kasein dan nabati kedelai sedangkan sumber protein kelompok IS1 seluruhnya berasal dari
nabati kedelai. Berdasarkan hal tersebut, konsumsi ransum dengan komposisi protein
campuran hewani dan nabati menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi ransum berprotein hewani.Menurut Pastuszewska
et al. 2007, konsumsi ransum dengan sumber protein berasal produk kedelai dan campuran produk susu dan telur tidak secara signifikan menunjukkan perbedaan
laju pertumbuhan tikus dibandingkan dengan konsumsi ransum dengan sumber protein dari campuran produk susu dan telur saja.Hal tersebut dapat dikarenakan
perbedaan jenis produk kedelai yang digunakan.Produk kedelai yang digunakan Pastuszewska 2007 berupa protein konsentrat sedangkan produk kedelai yang
digunakan pada penelitian ini adalah tepung kedelai utuh dan isolat protein kedelai.Perbedaan jenis produk dapat menyebabkan perbedaan komposisi asam
amino dan komponen selain protein yang tentunya mempengaruhi laju pertumbuhan.Konsumsi ransum berprotein nabati pun ternyata dapat mening-
katkan kecepatan pertumbuhan jika dikonsumsi pada jumlah yang tepat yaitu konsumsi protein kedelai sebanyak 1,11 kali dari protein hewani.
Penurunan laju pertumbuhan tikus jantan F0 yang seiring dengan berkurangnya konsentrasi isolat protein kedelai pada ransum tersebut diduga
bukan disebabkan oleh semakin berkurangnya kadar isolat protein kedelai yang digunakan, namun dikarenakan konsumsi ransum pada kelompok tersebut.
Konsumsi ransum tikus kelompok IS3 secara nyata lebih rendah dari kelompok IS1 dan IS2, dengan demikian kecepatan pertambahan berat badan pada kelompok
tersebut menjadi lebih rendah dari IS1 dan IS2. Kecepatan pertumbuhan yang beragam antar kelompok tikus jantan F0 juga
menyebabkan tidak terdapatnya hubungan antara konsumsi protein kedelai dengan laju pertumbuhan. Berdasarkan uji Korelasi Pearson α=0,05, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jumlah protein kedelai yang dikonsumsi dengan laju pertumbuhan. Hal tersebut tercermin pada nilai rata-rata laju pertumbuhan
tikus jantan F0 kelompok tepung kedelai yang cukup tinggi padahal protein kedelai yang dikonsumsi lebih rendah dari tikus jantan F0 kelompok isolat protein
kedelai. Ketiadaan korelasi tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tikus jantan F0 tidak dipengaruhi kuat oleh protein kedelai melainkan dipengaruhi oleh
komposisi kimia masing - masing sampel di mana tepung kedelai kaya akan asam lemak esensial, fosfolipid dan serat yang dapat menunjang pertumbuhan meskipun
kadar proteinnya lebih rendah daripada isolat protein kedelai. Selain itu, imbangan antara protein kedelai dan protein kasein yang tepat juga diduga memengaruhi
laju pertumbuhan tikus jantan F0. Rata - rata pertumbuhan tikus jantan F0 untuk kelompok TP dan IS untuk
semua konsentrasi sebesar 2,9 dan 2,7 gramhari sedangkan untuk kelompok kontrol hanya 1,52 gramhari. Berdasarkan hal tersebut, laju pertumbuhan tikus
kelompok TP dan IS menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari kontrol Gambar 17. Meskipun demikian, berdasarkan uji t hanya kelompok TP saja yang secara
nyata menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari kontrol walaupun laju pertumbuhan kelompok TP tidak berbeda dengan IS. Hasil analisis statistik untuk
laju pertumbuhan tikus jantan F0 dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil yang tidak berbeda nyata antara kelompok kontrol dengan IS
dikarenakan laju pertumbuhan antara kelompok IS1-IS3 menunjukkan nilai yang cukup beragam Gambar 16. Pada kelompok TP, kecepatan pertumbuhan pada
TP1-TP3 tidak jauh berbeda namun pada kelompok IS, kecepatan pertumbuhan semakin menurun seiring dengan berkurangnya konsentrasi isolat protein kedelai
pada ransum. Hal tersebut menyebabkan nilai simpangan pada kelompok isolat
1.52 2.9
2.7
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5
K TP
IS R
ata -r
ata laj
u p
er tu
m b
u h
an
g ram
h ar
i
Kelompok
protein cukup besar sehingga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol.
Keterangan: = sangat signifikan p0,01. n: K=5, TP=15, IS=15
Gambar 17 Rata - rata laju pertumbuhan tikus jantan F0 antara kelompok Kontrol K, Tepung kedelai TP dan Isolat protein kedelai IS.
Konsumsi ransum tidak hanya mempengaruhi laju pertumbuhan namun juga berdampak pada berat organ tikus jantan F0. Berat absolut organ hati, ginjal dan
testis kelompok TP dan IS lebih tinggi dari kontrol sedangkan untuk berat absolut limpa menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda Tabel 9. Berat relatif organ
hati, ginjal dan testis menunjukkan hasil yang sebaliknya. Berat relatif organ hati, ginjal dan testis kelompok TP dan IS lebih rendah dari kontrol.
Berdasarkan uji Duncan α=0,05, berat absolut dan relatif organ hati tikus jantan F0 menunjukkan hasil yang berbeda nyata yaitu berat absolut organ hati
kelompok tepung kedelai TP1-TP3 dan IS1 lebih tinggi dari kontrol sedangkan berat relatifnya menunjukkan sebaliknya. Berat absolut organ ginjal, limpa dan
testis serta berat relatif organ limpa tikus jantan F0 tidak berbeda nyata sedangkan untuk berat relatif organ ginjal dan testis memiliki pola yang sama dengan berat
relatif organ hati. Rendahnya berat relatif organ hati, ginjal dan testis tikus jantan F0 pada
kelompok tepung kedelai dan IS1 dapat disebabkan karena perbedaan berat badan akhir yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Menurut Bailey, et al.
2004, melalui persamaan linier yang telah dibuat, berat absolut optimum untuk organ hati pada tikus jantan dengan berat badan berkisar 275
– 375 gram adalah sebesar 10,31
– 14,36 gram. Kemudian untuk berat absolut optimum organ ginjal dengan rentang berat badan yang sama sebesar 2,5
– 3 gram. Tabel 9 Berat organ tikus jantan F0 setelah 30 hari perlakuan
Kelompok n=5 tiap
kelompok Hati
Ginjal Absolut
gram Relatif
mgg bb Absolut
gram Relatif
mgg bb Kontrol
8,21 ± 1,37
b
23,62 ± 1,14
a
1,66 ± 0,32 7,80 ± 0,38
a
TP 1 10,57 ± 0,79
a
20,26 ± 0,87
bc
1,99 ± 0,17 6,69 ± 0,29
bc
TP 2 11,16 ± 1,23
a
18,81 ± 1,70
c
1,94 ± 0,23 6,21 ± 0,56
c
TP 3 11,43 ± 1,62
a
18,63 ± 2,70
c
2,08 ± 0,26 6,15 ± 0,89
c
IS 1 10,85 ± 1,66
a
19,02 ± 2,42
c
2,02 ± 0,25 6,28 ± 0,80
c
IS 2 10,14 ± 1,64
ab
20,97 ± 2,05
abc
1,86 ± 0,29 6,92 ± 0,68
abc
IS 3 9,99 ± 1,82
ab
22,15 ± 2,66
ab
1,75 ± 0,26 7,31 ± 0,88
ab
Kelompok Limpa
Testis Absolut
gram Relatif
mgg bb Absolut
gram Relatif
mgg bb Kontrol
0,55 ± 0,09 1,95 ± 0,32
1,36 ± 0,37 5,39 ± 0,36
a
TP 1 0,62 ± 0,27
1,75 ± 0,29 1,45 ± 0,34
4,65 ± 0,38
bc
TP 2 0,69 ± 0,21
1,64 ± 0,32 1,42 ± 0,42
4,42 ± 0,45
bc
TP 3 0,65 ± 0,14
1,58 ± 0,12 1,45 ± 0,36
4,29 ± 0,84
c
IS 1 0,60 ± 0,12
1,53 ± 0,28 1,41 ± 0,35
4,49 ± 0,63
bc
IS 2 0,55 ± 0,09
1,83 ± 0,38 1,37 ± 0,37
4,92 ± 0,39
abc
IS 3 0,54 ± 0,06
1,79 ± 0,35 1,54 ± 0,10
5,08 ± 0,47
ab
Berdasarkan data tersebut, dengan mempertimbangan nilai simpangan dari masing - masing organ maka tikus jantan F0 kelompok kontrol memiliki berat
absolut hati dan ginjal yang lebih rendah dari berat optimum. Berat absolut hati tikus kelompok kontrol seharusnya 10,31 gram namun ternyata hanya sebesar
6,74 - 9,58 gram. Berat absolut ginjal tikus kelompok kontrol seharusnya 2,5 gram namun ternyata hanya sebesar 1,34 - 1,98 gram. Apabila dikaji dari sisi lain,
perbedaan berat badan antara kelompok kontrol dengan perlakuan mencapai 20 –
TP 1 = Tepung kedelai 17,38 IS 1 = Isolat protein kedelai 21,21
TP 2 = Tepung kedelai 13,04 IS 2 = Isolat protein kedelai 15,9
TP 3 = Tepung kedelai 8,69 IS 3 = Isolat protein kedelai 10,6
80 gram atau 7,14 – 28,57. Jika nilai tersebut dipakai untuk menyetarakan berat
absolut organ hati dan ginjal pada kelompok perlakuan maka nilainya berturut –
turut adalah sebesar 8,80 – 10,56 gram dan 1,78 – 2,13 gram. Rentang nilai
tersebut cenderung lebih tinggi untuk organ hati dan ginjal Tabel 9. Oleh karena itu, rendahnya berat relatif organ hati dan ginjal untuk kelompok perlakuan diduga
disebabkan oleh perbedaan berat badan yang cukup jauh dari kontrol dan tidak dipengaruhi oleh pemberian perlakuan.
Berdasarkan hal tersebut, pembahasan tentang berat organ difokuskan pada testis rata
– rata dikarenakan adanya kecenderungan penurunan berat testis akibat konsumsi isoflavon kedelai. Menurut Bailey et al. 2004, berat absolut optimum
untuk organ testis rata-rata dengan berat badan tikus antara 275 - 375 gram adalah 1,46 - 1,57 gram. Bila mempertimbangkan nilai simpangannya maka baik tikus
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan memiliki berat testis yang optimum. Oleh karena itu, rendahnya berat testis relatif tikus kelompok TP1, TP2,
TP3 dan IS1 bukan dikarenakan perlakuan yang diberikan namun karena perbedaan berat badan yang terlalu besar sehingga menimbulkan perbedaan nilai
yang sangat jauh dengan kontrol. Hal tersebut terbukti dari berat testis kelompok tersebut yang masih berada dalam rentang berat optimum Bailey et al. 2004.
Berdasarkan uji Korela si Pearson α=0,05, tidak terdapat hubungan antara
konsumsi protein kedelai terhadap berat organ tikus jantan F0. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi protein kedelai tidak menunjukkan pengaruh
terhadap yang nyata terhadap perubahan berat organ tikus jantan F0.Berdasarkan uji perbandingan nilai tengah dua variabel uji t, terdapat perbedaan nyata antara
konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap berat beberapa organ vital tikus jantan F0 Tabel 10.
Berdasarkan hasil uji t Tabel 10, berat hati absolut tikus jantan F0 kelompok tepung kedelai secara nyata lebih tinggi dari kontrol, begitu pula untuk
kelompok isolat protein kedelai namun berat relatifnya menunjukkan hasil yang berkebalikan yaitu secara nyata lebih rendah dari kontrol. Selanjutnya berat ginjal
absolut tikus jantan F0 kelompok tepung kedelai secara nyata lebih tinggi namun berat relatif kelompok tersebut dan kelompok isolat protein kedelai lebih rendah
dari kontrol. Berat testis absolut tikus jantan F0 kelompok tepung kedelai dan
isolat protein kedelai menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dengan kontrol sedangkan berat relatifnya menunjukkan hasil yang secara nyata lebih rendah.
Tabel 10 Perbandingan berat organ tikus jantan F0 setelah 30 hari antara kelom- pok kontrol, TP dan IS
Organ Kelompok
Absolut gram Relatif mgg bb
K - TP n= 5 - 15
K - IS n= 5 - 15
TP - IS n= 15 - 15
Hati Absolut
TPK, p 0,01 ISK, p0,05
ns Relatif
TPK, p 0,01 ISK, p0,01
ns Ginjal
Absolut TPK, p0,05
ns ns
Relatif TPK, p0,01
ISK, p0,01 ns
Limpa Absolut
Ns ns
ns Relatif
TPK, p0,05 ns
ns Testis
Absolut Ns
ns ns
Relatif TPK, p0,01
ISK, p0,05 ns
Keterangan: p0,01= sangat signifikan
p0,05 = signifikan ns = non signifikan, tidak terdapat perbedaan nyata antar kelompok
Berat absolut hati untuk tikus kelompok TP adalah sebesar 11,06±1,22 gram sedangkan berat absolut hati untuk tikus kelompok IS adalah sebesar 10,33±1,63
gram, dengan berat badan 300-350 gram maka berat hati optimum seharusnya sebesar 11,33 - 13,35 gram. Bila dilihat dari berat absolut organ hati baik untuk
kelompok TP ataupun IS, dengan mempertimbangan nilai simpangannyamaka berat organ hati kelompok tersebutmasih masuk ke dalam rentang berat optimum
Bailey et al. 2004 meskipun secara statistik berat hati dan ginjal relatif kelompok perlakuan lebih rendah dari kontrol. Hal tersebut juga menunjukkan
pola yang sama untuk berat absolut organ ginjal dan testis. Berdasarkan hal tersebut, rendahnya berat relatif organ hati, ginjal dan testis untuk kelompok TP
dan IS benar - benar disebabkan oleh faktor perbedaan berat badan yang cukup jauh.
Bila dihubungkan antaraberat organ dengan angka laju pertumbuhan, terdapat kesesuaian nilai antara kelompok kontrol dan TP. Laju pertumbuhan
tikus kelompok TP lebih tinggi daripada kontrol.Sejalan dengan itu, berat absolut organ pada tikus kelompok TP pun lebih tinggi daripada kontrol. Hal tersebut juga
terjadi pada tikus kelompok IS di mana laju pertumbuhan tikus kelompok tersebut tidak berbeda dengan kontrol ataupun kelompok TP. Sejalan dengan itu, berat
absolut organ tikus pada kelompok ISjuga tidak berbeda nyata dengan kelompok TP, sedangkan dengan tikus kelompok kontrol hanya terdapat perbedaan pada
organ hati saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan tikus kelompok IS juga
seiring dengan peningkatan berat organ selama perlakuan berlangsung. Kedua fenomena tersebut menunjukkan bahwa tepung kedelai dan isolat protein kedelai
yang diberikan dimetabolisme dengan baik oleh tikus percobaan.Perlakuan yang diberikan benar - benar memberikan dampak bagi pertumbuhan dan
perkembangan berat organ tikus jantan F0.
2. Pertumbuhan dan berat organ tikus betina F0 Rata - rata konsumsi ransum tikus betina F0 kelompok kontrol selama 30
hari perlakuan sebesar 17,6 gramhari, untuk kelompok TP1-TP3 berturut - turut sebesar 16,7, 17,9 dan 16,9 gramhari sedangkan untuk kelompok IS1-IS3 berturut
- turut sebesar 18,1, 17,6 dan 16,2 gramhari. Berdasarkan hal tersebut, konsumsi ransum tikus betina F0 untuk semua kelompok berkisar antara 16 - 18
gramhari.Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi ransum tikus jantan F0 yang dapat mencapai 18 - 23 gramhari Gambar 18.
Berdasarkan uji ANOVA α=0,05, rata – rata konsumsi ransum tikus betina antar kelompok baik kontrol maupun perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata Gambar 18. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi ransum tepung kedelai maupun isolat protein kedelai tidak berpengaruh terhadap
peningkatan ataupun menurunan nafsu makan tikus betina F0. Berdasarkan konsumsi ransum, isoflavon yang dikonsumsi tikus betina F0 untuk kelompok
TP1-TP3 berturut - turut sebesar 1,18, 0,95 dan 0,59 mgekorhari sedangkan untuk kelompok IS-IS3 sebesar 2,68, 1,96 dan 1,2 mgekorhari.
Saat masa kebuntingan, rata - rata konsumsi ransum tikus kontrol sebesar 17,13 gramhari, kelompok TP1-TP3 sebesar 16,5, 19,01 dan 18,39 gramhari
sedangkan kelompok IS1-IS3 sebesar 19,79, 17,84 dan 15,43 gramhari. Berdasarkan hal tersebut, konsumsi ransum tikus betina F0 untuk semua
17,6 16,7 17,9 16,9
18,1 17,6
16,2
5 10
15 20
25
R ata
- rata
k o
n su
m si
ran su
m g
ram h
ar i
Kelompok 0,00
1,18 0,95
0,59 2,68
1,96 1,20
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
R ata
- rata
k o
n su
m si
Is o
flav o
n m
g ek
o r
h ar
i
Kelompok
kelompok berkisar antara 15 - 20 gramhari. Konsumsi ransum untuk tiap kelompok baik kontrol, TP maupun IS tidak menunjukkan pola yang khas.
Keterangan: n=5 untuk tiap kelompok
Gambar 18 Konsumsi ransumkiri dan kadar isoflavon yg dikonsumsi kanan tikus betina F0 selama 30 hari perlakuan
Jumlah ransum yang dikonsumsi selama kebuntingan tidak dianalisis secara statistik. Bila melihat data secara deskripstif, tidak terdapat perbedaan yang cukup
jauh antara konsumsi ransum kelompok kontrol dengan perlakuan. Selain itu, jumlah ransum yang dikonsumsi selama kebuntingan tidak jauh berbeda dari
sebelum kebuntingan sehingga pemberian tepung kedelai dan isolat protein kedelai dianggap tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum selama
kebuntingan. Meskipun demikian, kadar isoflavon yang dikonsumsi tikus selama kebuntingan lebih tinggi dibandingkan sebelum kebuntingan karena jenis ransum
yang diberikan berbeda dari sebelumnya. Ransum untuk tikus selama masa kebuntingan mengandung protein dan lemak yang lebih banyak sehingga tepung
kedelai dan isolat protein yang dipakai serta isoflavon yang dikonsumsi menjadi lebih banyak.Berdasarkan konsumsi ransum selama kebuntingan, maka kadar
isoflavon pada kelompok TP1-TP3 adalah sebesar 1,34, 1,16 dan 0,74
TP 1 = Tepung kedelai 17,38 IS 1 = Isolat protein kedelai 21,21
TP 2 = Tepung kedelai 13,04 IS 2 = Isolat protein kedelai 15,9
TP 3 = Tepung kedelai 8,69 IS 3 = Isolat protein kedelai 10,6
17,13 16,50 19,01
18,39 19,79
17,84 15,43
5 10
15 20
25 30
R ata
- rata
k o
n su
m si
ran su
m g
ram h
ar i
Kelompok 0,00
1,34 1,16 0,74
4,20
2,84 1,64
1 2
3 4
5 6
R ata
- rata
k o
n su
m si
Is o
flav o
n m
g ek
o r h
ar i
Kelompok
mgtikushari dan pada kelompok IS sebesar 4,2, 2,84 dan 1,64 mgtikushari Gambar 19.
Keterangan: n kelompok K=1; TP1=5; TP2=1; TP3=4; IS1=2; IS2=3; IS3=1
Gambar 19 Konsumsi ransum kiri dan kadar isoflavon yg dikonsumsi kanan tikus betinaF0 selama kebuntingan.
Selama masa menyusui, konsumsi ransum terus beranjak naik dari 15 gram hingga mencapai 65 gram Gambar 20. Berdasarkan konsumsi ransum, rata
– rata kadar isoflavon maksimum yang dikonsumsi selama menyusui pada kelompok
TP1-TP3 adalah sebesar 2-3,5 mgtikus sedangkan pada kelompok IS1-IS3 adalah 6,5
– 11 mgtikus Gambar 19. Pada kelompok TP, jumlah tersebut mencapai dua kali lipat dari kadar yang dikonsumsi sebelum masa kebuntingan sedangkan pada
kelompok IS, jumlah tersebut mencapai empat kali lipat Gambar 17. Konsumsi ransum kelompok TP1 lebih rendah dibandingkan kontrol dan
kelompok perlakuan lainnya yaitu maksimal hanya sebesar 35 gram.Hal tersebut tidak menimbulkan efek negatif bagi tikus induk maupun keturunannya sebab
semua anak tikus lahir dalam kondisi normal dan insiden kematian anak tikus pada kelompok tersebut cukup rendah.TP1 adalah kelompok dengan tingkat
kematian tikus paling rendah di antara semua kelompok.Rendahnya konsumsi ransum tikus kelompok TP1 menandakan bahwa konsumsi ransum TP hingga
TP 1 = Tepung kedelai 20,00 IS 1 = Isolat protein kedelai 30,30
TP 2 = Tepung kedelai 15,00 IS 2 = Isolat protein kedelai 22,72
TP 3 = Tepung kedelai 10,00 IS 3 = Isolat protein kedelai 15,15
10 20
30 40
50 60
70
3 6
9 12
15 18
21 Ko
n su
m si
ran su
m g
ram
Hari ke- Kontrol
TP 1 TP 2
TP 3 IS 1
IS 2 IS 3
2 4
6 8
10 12
3 6
9 12
15 18
21 k
o n
su m
si Is
o flav
o n
m g
ek o
r h ar
i
Hari ke- Kontrol
TP 1 TP 2
TP 3 IS 1
IS 2 IS 3
20 dapat memberi efek kenyang sehingga menurunkan nafsu makan.Efek kenyang setelah disebabkan oleh serat yang terkandung di dalam tepung
kedelai.Pada kelompok TP1, sumber serat ransum seluruhnya berasal dari kedelai. Menurut Muchtadi 2010, komposisi serat pangan kedelai didominasi oleh serat
tak larut serat kasar, serat kasar berperan dalam memperlambat pencernaan pati sehingga menimbulkan efek kenyang lebih lama.
a
b
Keterangan: n kelompok K=1; TP1=5; TP2=1; TP3=4; IS1=2; IS2=3; IS3=1
Gambar 20 Konsumsi ransum a dan kadar isoflavon yg dikonsumsi b tikus betina F0 pada berbagai kelompok selama menyusui.
TP 1 = Tepung kedelai 20,00 IS 1 = Isolat protein kedelai 30,30
TP 2 = Tepung kedelai 15,00 IS 2 = Isolat protein kedelai 22,72
TP 3 = Tepung kedelai 10,00 IS 3 = Isolat protein kedelai 15,15
Pengaruh konsumsi ransum diamati dari penampilan dan aktivitas fisik tikus betina F0.Hasil dari pengamatan secara visual menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara penampilan dan aktivitas fisik tikus kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.Baik penampilan maupun aktivitas fisik tikus
untuk semua kelompok berada dalam kondisi normal Gambar 21.
a b
c Gambar 21 Penampilan fisik tikus betina F0 kelompok kontrol a, TP b dan
IS c untuk semua ulangan n = 5
Penampilan fisik dari masing – masing tikus pada setiap kelompok yaitu
rambut putih bersih, rambut halus namun lebih halus daripada tikus jantan F0, tidak berdiri, tidak terdapat luka ataupun tanda kemerahan, tampak lebat, tidak
rontok, tidak ada cacat serta memiliki postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan tikus jantan F0. Aktivitas harian tikus betina F0 untuk tiap kelompok juga
menunjukkan kondisi yang normal yaitu tikus bergerak lincah dan respon terhadap pemberian makan cukup baik yaitu segera mendatangi dan mengonsumsi
200 220
240 260
280 300
5 10
15 20
25 30
B er
at b
ad an
g ram
Hari ke- Kontrol
TP 1 TP 2
TP 3 IS 1
IS 2 IS 3
ransum sesaat setelah ransum disediakan.Berdasarkan pengamatan penampilan dan aktivitas fisik, semua tikus betina F0 dalam keadaan sehat.
Pengaruh konsumsi ransum terhadap kondisi fisik tikus betina F0 juga diamati
dari laju
pertumbuhan tikus
betina F0
selama 30
hari perlakuan.Pertumbuhan tikus betina F0 untuk semua kelompok menunjukkan
hasil yang positif Gambar 22.Hal tersebut menandakan bahwa tikus betina F0 di semua kelompok dalam kondisi sehat karena terjadi kenaikan berat badan selama
perlakuan berlangsung.
Keterangan: n=5 untuk tiap kelompok
Gambar 22 Rata - rata laju pertumbuhan tikus betinaF0 pada berbagai kelompok selama 30 hari perlakuan.
Laju pertumbuhan tikus kelompok kontrol sebesar 1,33 gramhari, untuk kelompok TP1-TP3 sebesar 1,09, 1,3 dan 1,49 gramhari sedangkan untuk
kelompok IS1-IS3 sebesar 1,18, 1,2 dan 0,98 gramhari. Berdasarkan data tersebut, laju pertumbuhan tikus betina F0 sebesar 1 - 1,5 gramhari. Tren laju
pertumbuhan tikus betina F0 sangat berbeda dengan tikus jantan F0. Pada tikus jantan F0, antara kelompok kontrol TP dan IS memiliki kecepatan kenaikan berat
Laju pertumbuhan
gramhari
1,33 1,09
1,30 1,49
1,18 1,20
0,98
TP 1 = Tepung kedelai 17,38 IS 1 = Isolat protein kedelai 21,21
TP 2 = Tepung kedelai 13,04 IS 2 = Isolat protein kedelai 15,9
TP 3 = Tepung kedelai 8,69 IS 3 = Isolat protein kedelai 10,6
badan yang berbeda – beda. Pada tikus betina F0, kecepatan kenaikan berat badan
tiap kelompok tidak jauh berbeda. Rata – rata kenaikan berat badan tikus betina
F0 untuk semua kelompok setelah 30 hari perlakuan adalah 40 gram sedangkan pada tikus jantan F0 berkisar antara 50
– 90 gram. Berdasarkan uji Korelasi Pearso
n α =0,05, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi protein kedelai terhadap laju pertumbuhan tikus betina
F0. Selain itu, berdasarkan uji perbandingan nilai tengah uji t antara laju pertumbuhan tikus betina kelompok kontrol dengan TP, kelompok kontrol dengan
IS dan kelompok TP dengan IS, tidak terdapat perbedaan yang nyata antar masing - masing kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik konsumsi
tepung kedelai maupun isolat protein kedelai akan menghasilkan laju pertumbuhan yang tidak berbeda dengan konsumsi ransum kontrol. Hasil yang
tidak berbeda tersebut diduga karena laju pertumbuhan tikus betina dewasa sangat rendah untuk tiap kelompok sehingga parameter laju pertumbuhan menjadi tidak
sensitif untuk mengukur perbedaan pengaruh antara masing - masing kelompok. Selain laju pertumbuhan, pengaruh konsumsi ransum juga dianalisis lewat
berat organ sebagai gambaran dari kondisi fisik internal.Data berat organ tikus betina F0 yang disajikan pada Tabel 10 merupakan berat organ selepas masa
menyusui.Hal tersebut dikarenakan tikus betina baru dapat diterminasi setelah selesai menyusui tikus F1.Jumlah ulangan untuk tiap kelompok pun bervariasi
dikarenakan tidak semua tikus berhasil melahirkan dan menyusui.Pada kelompok kontrol, TP2 dan IS3, hanya satu ekor tikus yang berhasil menyusui tikus F1
hingga tuntas, dengan demikian tidak diperoleh nilai standar deviasinya. Berdasarkan data pada Tabel 11, berat absolut organ hati, ginjal, ovarium
dan uterus tikus kelompok TP dan IS cenderung lebih besar dibandingan kontrol. Berat relatif untuk organ ovarium tikus betina F0 selepas menyusui untuk
kelompok TP dan IS juga menunjukkan nilai yang cenderung lebih tinggi daripada kontrol. Data seluruh berat organ baik absolut maupun relatif tidak dapat
diuji secara statistik karena kekurangan jumlah ulangan sehingga data yang ada bersifat deskriptif.Menurut Garvita 2005, pemberian ekstrak kedelai sebanyak
5mgkadar isoflavon: 98,54 100g berat badan per hari selama 15 hari dapat meningkatkan berat ovarium sebesar 125 dibandingkan kontrol, namun pada
penelitian tersebut ekstrak kedelai diberikan sebelum kebuntingan. Menurut Bailey et al. 2004, tikus betina dengan berat 225 - 250g memiliki berat ovarium
rata - rata optimum sebesar 0,0467 - 0,0491gram. Berdasarkan hal tersebut, berat ovarium rata - rata tikus betina F0 baik kontrol maupun perlakuan cukup tinggi.
Tabel 11 Berat organ tikus betina F0selepas menyusui
Kelompok Hati
Ginjal Limpa
Absolut gram
Relatif mgg bb
Absolut gram
Relatif mgg bb
Absolut gram
Kontrol 7,69
31,39 1,50
6,12 0,47
TP 1 8,05 ± 1,67
30,34 ± 4,28 1,63 ± 0,27 6,17 ± 0,63 0,51 ± 0,07 TP 2
9,91 31.96
1,62 5,23
0,57 TP 3
9,00 ± 0,53 33,59 ± 4,29 1,83 ± 0,17 6,79 ± 0,42 0,48 ± 0,05
IS 1 8,90 ± 0,36
33,20 ± 1,55 1,95 ± 0,13 7,27 ± 0,15 0,52 ± 0,06 IS 2
8,96 ± 0,61 37,00 ± 0,90 1,60 ± 0,17 6,59 ± 0,15 0,44 ± 0,07
IS 3 8.04
34.50 1,59 6,82 ± 0,41
0,40 Kelompok
Ovarium Uterus
Limpa Absolut
gram Relatif
mgg bb Absolut
gram Relatif
mgg bb Relatif
mgg bb Kontrol
0,053 0,22
0,47 1,92
1,92 TP 1
0,065 ± 0,005 0,25 ± 0,02
0,63 ± 0,25 2,37 ± 0.80
1,92 ± 0,22 TP 2
0,063 0,20
0,59 1,89
1,85 TP 3
0,077 ± 0,010 0,29 ± 0,05
0,48 ± 0,09 1,77 ± 0,17
1,78 ± 0,23 IS 1
0,086 ± 0,007 0,32 ± 0,00
0,80 ± 0,14 2,98 ± 0,27
1,95 ± 0,06 IS 2
0,060 ± 0,005 0,25 ± 0,04
0,48 ± 0,12 1,96 ± 0,41
1,85 ± 0,41 IS 3
0,064 0,27
0,58 2,47
1,73
Keterangan: n kelompok K=1; TP1=5; TP2=1; TP3=4; IS1=2; IS2=3; IS3=1
Minimnya jumlah ulangan untuk tiap kelompok tikus betina khususnya kelompok kontrol, TP2 dan IS3 menyebabkan data tidak dapat diolah secara
statistik sehingga tidak dapat dilihat pengaruhnya secara nyata.Walaupun demikian, hasil yang ada dapat menjadi gambaran awal dari pengaruh isoflavon
kedelai terhadap berat organ tikus betina F0.Bila dibandingkan antara berat organ
TP 1 = Tepung kedelai 20,00 IS 1 = Isolat protein kedelai 30,30
TP 2 = Tepung kedelai 15,00 IS 2 = Isolat protein kedelai 22,72
TP 3 = Tepung kedelai 10,00 IS 3 = Isolat protein kedelai 15,15
tikus betina F0 kelompok TP dan IS, baik berat absolut maupun relatif maka hasilnya tidak jauh berbeda Tabel 12.
Berdasarkan uji t, perbandingan nilai rataan berat organ baik absolut dan relatif tikus betina F0 untuk kelompok TP dan IS menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata, kecuali untuk berat hati relatif. Hasil analisis statistik untuk data tikus betina F0 dapat dilihat pada Lampiran 11.Data berat organ tikus betina F0
kelompok kontrol tidak dimasukkan ke dalam perhitungan statistik karena hanya terdapat satu data. Berdasarkan data pada Tabel 12, berat hati relatif tikus betina
F0 kelompok IS secara nyata lebih tinggi daripada kelompok TP. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi isolat protein kedelai selama 30 hari perlakuan,
dilanjutkan hingga bunting dan menyusui menyebabkan peningkatan berat relatif organ hati dibandingkan dengan konsumsi tepung kedelai.
Tabel 12 Berat organ tikus betina F0 antara kelompok kontrol, TP dan IS selepas menyusui
Organ Kelompok
Absolut gram Relatif mgg bb
Kontrol n=1
Tepung kedelai n=10
Isolat protein kedelai n=6
Hati Absolut
7,69 8,61±1,33
8,78±0,55 Relatif
31,39 31,80±4,11
35,31±2,10 Ginjal
Absolut 1,50
1,71±0,23 1,71±0,22
Relatif 6,12
6,32±0,69 6,85±0,43
Limpa Absolut
0,47 0,50±0,06
0,46±0,07 Relatif
1,92 1,86±0,21
1,86±0,27 Ovarium Absolut
0,053 0,069±0,009
0,069±0,014 Relatif
0,22 0,26±0,04
0,28±0,04 Uterus
Absolut 0,47
0,57±0,19 0,60±0,19
relatif 1,92
2,08±0,62 2,39±0,57
Keterangan: = signifikan p0,05
Tikus kelompok IS mengonsumsi protein kedelai lebih banyak daripada tikus kelompok TP. Walaupun demikian, berdasarkan uji Korelasi Pearson, tidak
terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi protein kedelai terhadap berat relatif hati tikus betina F0. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah protein yang
dikonsumsi oleh tikus betina F0 kelompok IS bukan faktor yang menyebabkan peningkatan berat relatif hati.
Tingginya berat relatif hati tikus betina F0 kelompok ISdiduga karenajumlah anak yang disapih oleh tikus kelompok IS lebih banyak yaitu ±6-7 ekor anak
tikusekor tikus betina F0 sedangkan tikus kelompok tepung kedelai hanya ±5ekoranak tikusekor tikus betina F0. Semakin banyak jumlah anak yang harus
disapih maka diduga aktivitas organ hati semakin meningkat sehingga terjadi penambahan jumlah sel-sel hati atau peningkatan volume sel - sel hati yang
menyebabkan peningkatan berat relatif hati. Selain karena jumlah anak yang disapih, tingginya berat relatif hati tikus
betina F0 kelompok IS diduga karena kadar isoflavon yang dikonsumsi.Tikus kelompok IS mengonsumsi isoflavon lebih tinggi daripada tikus kelompok TP.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Ikegami et al. 2006 bahwa tikus betina induk yang diberi isoflavon selama bunting hingga 13 hari menyusui memiliki
berat relatif hati yang secara nyata lebih tinggi daripada tikus kontrol namun penyebabnya tidak dijelaskan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak terdapat fenomena penurunan berat organ baik absolut maupun relatif seperti yang terjadi pada tikus jantan F0.Hal
tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai sebelum dan selama kebuntingan serta selama menyusui cenderung untuk
tidak memberikan pengaruh negatif terhadap organ hati, ginjal, limpa dan uterus tikus betina F0 ditinjau dari beratnya.
C. Pengaruh Konsumsi Tepung Kedelai dan Isolat Protein Kedelai terhadap