Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Penelitian Tahapan Penelitian

III. METODE

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah kacang kedelai varietas anjasmoro dan isolat protein kedelai merek Solae, Switzerland dari PT. Sari Husada. Bahan – bahan lain yang digunakan adalah protein kasein, minyak jagung, mineral mix, carboxy methyl cellulose cmc, agar – agar, vitamin merek Fitkom, pati jagung dan air. Bahan – bahan kimia yang digunakan untuk analisis hormon adalah Estrogen ELISA Kit Assay dan Testosteron ELISA Kit Assay produksi Cusabio. Peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk pemeliharaan dan pembuatan ransum tikus percobaan seperti vary mixer, keranjang, botol minum dan wadah makan serta peralatan gelas. Peralatan lain yaitu alat bedah pisau, gunting, pinset, dan bedah, wadah toples untuk pembiusan tikus, timbangan tikus, neraca analitik dan ELISA reader serta mikroskop.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pangan dan Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan ITP Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Bersama Hewan Percobaan SEAFAST Center IPB dan Departemen ITP serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik dan Laboratorium Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilakukan selama 7 bulan mulai bulan Januari hingga Juli 2012.

C. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan ransum dan tahap percobaan menggunakan tikus percobaan F0 induk dan F1 keturunan pertama hasil perkawinan tikus F0. Pada tahap persiapan ransum digunakan dua sampel yaitu tepung kedelai TP dan isolat protein kedelai IS masing – masing terdiri atas tiga formula dengan kasein sebagai kontrol K. Pada tahap percobaan, pemeliharaan tikus dilakukan mulai dari tikus F0 dewasa hingga melahirkan tikus F1 dan dilanjutkan dengan perlakuan tikus F1 hingga dewasa. a Persiapan Ransum Tikus Percobaan Ransum yang diberikan mengandung zat gizi yang terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dengan komposisi yang mengacu pada AIN 1993 yang dimodifikasi. Sumber protein berasal dari kasein, tepung kedelai atau isolat protein kedelai, sumber lemak berasal dari minyak jagung, sumber karbohidrat berasal dari pati jagung, sumber vitamin dan mineral berasal dari vitamin mix dan mineral mix kemudian sumber serat berasal dari carboxy methyl cellulose cmc dan agar – agar dengan persentase yang mengacu pada Correa et al 2009 yang dimodifikasi. Komposisi Ransum standar dapat dilihat pada Tabel 2. Tepung kedelai yang akan digunakan pada penelitian ini sudah mengalami proses steampengukusan untuk menginaktifkan tripsin inhibitor. Diagram alir pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Pembuatan tepung kedelai SEAFAST, 2012. Kedelai Penghancuran kasar Pengukusan 100 C, 14 menit Pemisahan kulit Pengeringan 60 C, 5 jam Pengayakan 30 mesh Penepungan Tepung kedelai Table 2 Komposisi ransum standar Modifikasi AIN 1993 Komposisi gizi AIN-93G AIN-93M Protein Lemak Mineral Vitamin Serat Sukrosa Air Pati jagung 20 7 3,5 1 5 10 5 Hingga 100 14 4 3,5 1 5 10 5 Hingga 100 Komposisi protein selama masa kebuntingan, menyusui pertumbuhan Komposisi protein selama masa pemeliharaan tikus dewasa b Percobaan Menggunakan Tikus Percobaan Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih Rattus norvegicus galur Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan dan betina berumur 2 bulan dengan total 70 ekor yang terbagi ke dalam 7 kelompok dengan 5 ulangan. Pemilihan tikus untuk tiap kelompok dilakukan secara random dengan mempertimbangkan berat badan tikus sehingga perbedaan rata - rata berat badan tikus diantara dan didalam kelompok tidak jauh berbeda. Perlakuan yang diberikan pada tikus berupa 6 jenis ransum yang terdiri atas tiga konsentrasi ransum tepung kedelai TP dan tiga konsentrasi isolat protein kedelai IS dengan ransum standar sebagai kontrol. Ransum diberikan secara ad libitum. Konsentrasi tepung kedelai yang pertama TP 1 berdasarkan kandungan lemak ransum maksimal 4. Konsentrasi tepung kedelai yang kedua TP 2 dan ketiga TP 3 sebanyak 75 dan 50 dari konsentrasi tepung kedelai yang pertama. Konsentrasi isolat protein kedelai yang pertama IS 1 berdasarkan kandungan protein ransum maksimal. Konsentrasi isolat protein kedelai yang kedua IS 2 dan ketiga IS 3 sebanyak 75 dan 50 dari konsentrasi isolat protein kedelai yang pertama. Berdasarkan hal tersebut, faktor pembatas pada penggunaan tepung kedelai adalah kadar lemaknya sedangkan pada isolat protein kedelai adalah kadar proteinnya. Rincian ransum tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Ransum kontrol menggunakan kandungan protein ransum sebesar 14 modifikasi AIN-93M sedangkan ransum perlakuan menggunakan kandungan protein ransum sebesar 15,56. Hal ini dikarenakan nilai biologis protein kedelai sebesar 81 – 98 protein susu Muchtadi 2010. Jika diambil nilai tengah dari angka tersebut yaitu 90 maka kadar protein yang harus terkandung di dalam ransum perlakuan sebesar 15,56. Berdasarkan hal tersebut diharapkan kadar protein ransum pada perlakuan TP dan IS pada masing – masing konsentrasi dapat mengimbangi kadar protein ransum pada perlakuan kontrol. Tabel 3 Komposisi protein ransum dan total isoflavon yang dikonsumsi tikus F0 diluar masa kebuntingan dan menyusui Jenis Perlakuan Kasein g100g ransum Sampel g100g ransum Total Isoflavon hari mgekor K: Kontrol 15,09 0,0 0,0 Tepung kedelai TP 1 8,40 17,38 1,41 TP 2 75 dari TP 1 10,57 13,04 1,06 TP 3 50 dari TP 1 12,23 8,69 0,70 Isolat protein kedelai IS 1 0,00 21,21 2,97 IS 2 75 dari IS 1 2,98 15,91 2,23 IS 3 50 dari IS 1 7,78 10,60 1,48 Asumsi total isoflavon yang diterima tikus jika konsumsi ransum 20g per hari Konsumsi maksimum yang dapat diberikan mengikuti komposisi AIN-93M Saat masa kebuntingan, menyusui dan pasca menyusui, formula ransum yang diberikan berdasarkan modifikasi AIN-93G dengan kadar protein 20. Berdasarkan nilai biologis protein kedelai sebesar 90 protein susu maka kadar protein untuk ransum perlakuan sebesar 22,22. Berdasarkan hal tersebut, jumlah sampel yang diberikan baik sampel tepung kedelai maupun isolat protein kedelai ikut berubah. Pada sampel tepung kedelai, faktor yang membatasi pemberian jumlah sampel bukan lagi lemak melainkan kadar serat sampel. Hal ini dikarenakan formula AIN-93G menghendaki kadar lemak yang lebih tinggi yaitu 7 sedangkan kadar serat tetap 5. Pada sampel isolat protein kedelai, faktor pembatasnya tetap kadar protein sampel. Rincian ransum tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Kemudian, daftar komposisi ransum, perhitungan komposisi ransum dan hasil analisis bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum dapat dilihat pada Lampiran 1 - 9. Tabel 4 Komposisi protein ransum dan total isoflavon yang dikonsumsi tikus F0 pada masa kebuntingan menyusui serta tikus F1 Jenis Perlakuan Kasein g100g ransum Sampel g100g ransum Total Isoflavon hari mgekor K: Kontrol 21,55 0,0 0,0 Tepung kedelai TP 1 14,0 20 1,62 TP 2 75 dari TP 1 16,49 15 1,22 TP 3 50 dari TP 1 18,4 10 0,81 Isolat protein kedelai IS 1 0,0 30,3 4,24 IS 2 75 dari IS 1 4,26 22,72 3,18 IS 3 50 dari IS 1 11,11 15,15 2,12 Asumsi total isoflavon yang diterima tikus jika konsumsi ransum 20g per hari Konsumsi maksimum yang dapat diberikan mengikuti komposisi AIN-93G Periode pemeliharaan tikus percobaan dibagi menjadi beberapa tahap. Sebelum memulai intervensi, terlebih dahulu dilakukan masa penggenapan umur tikus hingga 2 bulan agar tikus siap dikawinkan setelah selesai masa perlakuan. Kemudian tikus mulai diberi perlakuan selama 30 hari. Selanjutnya tikus dikawinkan sampai mengalami kebuntingan. Perlakuan dilanjutkan hingga tikus F1 anak tikus hasil kebuntingan yang pertama mengalami perlakuan selama sebulan selepas masa menyusui. Tahapan pemeliharaan tikus percobaan F0 dan F1 dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, tahapan pemeliharaan tikus terdiri atas tujuh tahapan yaitu tahap 1 penggenapan umur, 2 adaptasi, 3 perlakuan tikus F0, 4 perkawinan, 5 kebuntingan, 6 persusuan dan 7 perlakuan tikus F1. Parameter pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 6. Parameter tersebut dikelompokkan berdasarkan tujuan dan output penelitian. Semua parameter mengarah pada satu topik besar yaitu tentang profil reproduksi tikus. Tabel 5 Tahapan pemeliharaan tikus percobaan Grup Keterangan Tahapan Pemeliharaan Tikus Percobaan 1. Pengg ena p an u m ur 2. A dap tas i 3. Per lak uan ti ku s F0 4. Per kawin an 5.. K ebun ti n gan 6. Per sus u an 7. Pel akua n t ikus F 1 14 hari 6 hari 30 hari 5 hari 23 hari 21 hari 30 hari Kontrol Jantan F0 Betina F0 F1 Tepung kedelai TP 1 Jantan F0 Betina F0 F1 TP 2 Jantan F0 Betina F0 F1 TP 3 Jantan F0 Betina F0 F1 Isolat protein kedelai IS 1 Jantan F0 Betina F0 F1 IS 2 Jantan F0 Betina F0 F1 IS 3 Jantan F0 Betina F0 F1 F1 merupakan anak tikus hasil perkawinan tikus jantan F0 dan betina F0. Tikus F1 yang dipelihara berjenis kelamin jantan dan betina Tikus percobaan yang telah selesai diberi perlakuan akan diterminasi. Terminasi dilakukan dengan cara pembiusan yang dilanjutkan dengan pengambilan darah dari jantung dan pengambilan beberapa organ untuk dilakukan penimbangan lihat Tabel 6. Terminasi tikus jantan F0 dilakukan setelah selesai masa perkawinan, terminasi tikus betina F0 dilakukan setelah selesai masa menyusui sedangkan terminasi tikus jantan dan betina F1 dilakukan setelah selesai masa perlakuan 30 hari. Sebelum dilakukan diterminasi, tikus betina F0 F1 akan melalui tahap pemeriksaan status reproduksi. Terminasi tikus betina dilakukan pada status reproduksi yang sama yaitu pada saat fase proestrus atau mendekati fase estrus. Hal ini dikarenakan, pada saat fase proestrus kadar estrogen berada dalam konsentrasi tertinggi Beimborn et al. 2003. Salah satu parameter penelitian ini adalah analisis kadar hormon reproduksi. Rincian parameter penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 5 dan 6, dibuatlah bagan yang merepresentasikan seluruh kegiatan penelitian Gambar 10. Tabel 6 Parameter penelitian berdasarkan tujuan dan output penelitian Parameter Tujuan Output Jumlah konsumsi Ransum Menjelaskan pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap pertumbuhan dan berat organ tikus jantan dan betina F0 dan F1 Informasi mengenai dampak konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap pertumbuhan dan berat organ tikus jantan dan betina F0 dan F1 Penampilan dan aktivitas fisik Pertumbuhan pengamatan berat badan tiap 2 hari Berat organ ginjal, hati, limpa, testis, ovarium uterus Vaginal plug Menjelaskan pengaruh konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap profil reproduksi tikus jantan dan betina F0 serta kadar hormon testosteron tikus jantan dan estrogen tikus betina F1 Informasi mengenai dampak konsumsi tepung kedelai dan isolat protein kedelai terhadap profil reproduksi tikus jantan dan betina F0 serta kadar hormon testosteron tikus jantan dan estrogen tikus betina F1 Persen Kebuntingan Jumlah anak Konsentrasi sperma Motilitas sperma Kadar hormon estrogen Kadar hormon testosteron Gambar 10 Tahapan pemeliharaan tikus percobaan serta parameter pengamatan dan analisis Keterangan: AIN-93M = formula ransum untuk tikus dewasa AIN-93G = formula ransum untuk tikus bunting, menyusui dan masa pertumbuhan = pengamatan dan analisis = perlakuan Pembesaran tikus F0 hingga 2 bulan Adaptasi 6 hari Perlakuan 30 hari Perkawinan 5 hari Tikus betina F0: kebuntingan 23 hari Persusuan 21 hari Tikus jantan dan betina F1: Perlakuan 30 hari Ransum standar AIN-93M Ransum perlakuan AIN-93M Ransum standar AIN-93M Pengamatan: Kondisi fisik, perkembangan berat badan konsumsi ransum Pengamatan: Deteksi vaginal plug Analisis: Berat organ kadar hormon estrogen Analisis: Berat organ, kadar hormon testosteron tikus jantan kadar hormon estrogen tikus betina Tikus F1 setelah perlakuan: terminasi Tikus jantan F0: Terminasi Analisis: Kualitas sperma, berat organ konsentrasi testosteron Tikus betina F0: terminasi Pengamatan: Kondisi fisik, perkembangan berat badan konsumsi ransum Ransum perlakuan AIN-93G Ransum perlakuan AIN-93G Pengamatan: Kondisi fisik konsumsi ransum Data yang diperoleh dari penelitian ini terdiri dari data kondisi fisik, kesuburan dan kadar hormon tikus jantan dan betina F0 serta data kondisi fisik dan kadar hormon tikus jantan dan betina F1. Data kesuburan tikus jantan dan betina F1 tidak dapat diperoleh karena tikus masih dalam usia puber sehingga belum dapat dikawinkan serta belum menghasilkan sperma. Pada akhir perlakuan, tikus jantan dan betina F1 baru mencapai umur 7 - 8 minggu di mana pada umur tersebut tikus sudah mencapai usia puber. Umur ideal untuk perkawinan tikus adalah 10 - 12 minggu Smith Mangkoewidjojo 1989.

D. Prosedur Pengamatan dan Analisis