Isoflavon pada kedelai terdiri atas tiga macam bentuk aglikon struktur yang tidak mengikat molekul gula yaitu genistein, daidzein dan glycitein. Selain itu,
terdapat juga bentuk glikosidanya atau struktur yang mengikat molekul gula yaitu genistin, daidzin dan glicitin serta bentuk asetil glikosida dan bentuk malonil
FSC NFEC 2006. Komponen isoflavon yang paling banyak terdapat pada kedelai adalah genistein dan daidzein Watanabe et al. 2006. Struktur kimia
genistein dan daidzein dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur kimia genistein kiri dan daidzein kanan FSC dan NFEC 2006.
Berikut adalah karakteristik kimia yang dimiliki oleh kedua senyawa tersebut FSC NFEC 2006.
a. Genistein: Rumus molekul= C15H10O5, Berat molekul = 270. Sifatnya tidak
berwarna, bentuknya seperti kristal – kristal jarum dan memiliki titik didih
296 – 298
C. Senyawa ini sulit larut dalam asam asetat glacialetanol dingin namun larut dengan baik pada eter atau etanol panas. Senyawa ini dapat
berubah menjadi kuning setelah dilarutkan pada larutan alkali dan berubah menjadi merah gelap pada larutan etanolik besi klorida III.
b. Daidzein: Rumus molekulnya: C15H10O4, BM = 254. Berbentuk batangan
kristal tak berwarna dengan titik didih 315 – 320
C. Tidak larut dalam air tapi larut dalam metanol, etanol dan aseton. Dapat berubah warna menjadi kuning
pada larutan alkali dan dapat dideteksi membentuk fluoresen pada radiasi sinar UV. Senyawa ini bisa rusak oleh asam format, resorcin dan p-
hydroxybenzoate dengan alkali.
Genistein memiliki kapasitas estrogenik yang beberapa kali lipat lebih tinggi daripada daidzein. Aktivitas estrogenik isoflavon juga berbeda untuk tiap jaringan
tubuh dikarenakan jenis reseptor estrogen yang berbeda – beda. Reseptor estrogen
alfa ER- α banyak terdapat pada korteks adrenal, ginjal dan testis sedangkan
reseptor estrogen beta ER- β banyak terdapat pada timus, kantung empedu, paru
– paru, tulang, prostat serta terdapat pula pada payudara dan uterus Yamamoto Tsugane 2006.
Selain genistein, equol yang merupakan metabolit daidzen juga memiliki potensi estrogenik dikarenakan kemiripan strukturnya. Equol terbentuk akibat
fermentasi yang terjadi pada gastrointestinal manusia Dixon dan Ferreira 2002. Kemiripan struktur metabolit isoflavon equol dengan estradiol hormon
estrogen dapat dilihat pada Gambar 5. Efek estrogenik pada isoflavon telah diteliti pada berbagai kondisi dan
menunjukkan efek yang relatif rendah yaitu 1100 hingga 110.000 kali jika dibandingkan dengan estradiol Yamamoto Tsugane 2006. Berdasarkan
solubilized receptor ligand binding assay, genistein memiliki kekuatan ikat sebesar 71000 kali dan daidzein sebesar 21000 kali dari estradiol. Kemudian
Kano et al 2003 diacu dalam FSC NFEC 2006 menyebutkan bahwa daya ikat genistein sebesar 41000 dari estradiol. Berdasarkan paparan tersebut,
genistein memiliki afinitas yang lebih tinggi daripada daidzein dalam hal daya ikat dengan ER. Meskipun demikian, equol yang merupakan metabolit dari daidzein
memiliki daya afinitas yang lebih kuat dibandingkan genistein terhadap reseptor estrogen FSC NFEC 2006.
Gambar 5 Struktur kimia estradiol kiri dan equol kanan Dixon dan Ferreira 2002.
Peranan isoflavon sebagai fitoestrogen yaitu dapat meningkatkan profil reproduksi wanita. Safrida 2008 menyebutkan bahwa kadar hormon estrogen
pada tikus ovariektomi tikus yang ovariumnya dihilangkan dengan sengaja yang diberi tepung tempe lebih tinggi dibandingkan dengan tikus ovariektomi kontrol
sebab terjadi proliferasi dan kornifikasi sel epitel vagina. Hal ini dikarenakan estrogen merangsang sel epitel vagina untuk berkornifikasi atau menjadi
kehilangan inti sel Bearden et al. 2004. Dengan demikian, pemberian tepung kedelai dan tepung tempe pada tikus ovariektomi dapat mengoptimalkan hormon
estrogen dalam memunculkan fase estrus. Selain berfungsi sebagai fitoestrogen, isoflavon juga dapat berfungsi sebagai
anti estrogen FSC NEFC 2006. Sifat yang saling bertolak belakang tersebut bergantung dari konsentrasi estrogen di dalam tubuh. Isoflavon akan memiliki
efek estrogenik jika kadar estrogen di dalam tubuh rendah yaitu pada kondisi postmenopous namun isoflavon akan memiliki efek antiestrogenik jika kadar
estrogen di dalam tubuh tinggi yaitu pada kondisi premenopous Yamamoto Tsugane 2006.
Selain itu, secara in vivo isoflavon terbukti sebagai anti kanker sebab isoflavon dapat menginduksi apoptosis sel kanker pada manusia FSC NFEC
2006. Kim GN et al. 2011 mengungkapkan hal yang sama, isoflavon secara efektif dapat menginduksi apoptosis sel kanker kolon. Mekanisme apoptosis sel
kanker kolon adalah melalui reaksi berantai caspase-3. Isoflavon secara signifikan dapat meningkatkan ekspersi gen caspase-3 pada sel kanker kolon pada
konsentrasi 500 dan 1000μgmL selama 24 jam secara in vitro. Beberapa studi tentang pemberian isoflavon kepada tikus dewasa
menyatakan bahwa isoflavon berdampak positif terhadap reproduksi. Disisi lain, ada pula studi yang menyatakan bahwa pemberian isoflavon kepada tikus bunting
ternyata berdampak buruk bagi anak tikus yang dilahirkan Tabel 1. Garvita 2005 menyatakan bahwa pemberian ekstrak kedelai kadar isoflavon sebesar
98,54 sebanyak 5mg100g bbhari kepada tikus betina pra kebuntingan selama 15 hari dapat meningkatkan berat ovari sebesar 125, berat uterus 58, berat
kelenjar mamae 100 kuantitas produksi susu total dan pertambahan bobot badan anak yang dilahirkan. Kemudian menurut Astuti 2009, pemberian tepung kedelai
kaya isoflavon sebanyak 1,5mgekorhari yang dikombinasi dengan seng dan vitamin E dapat meningkatkan motilitas dan konsentrasi spermatozoa, kadar
hormon testosteron serum serta jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferi testis.
Di sisi lain Delcols et al. 2001 menyatakan bahwa pemberian genistein hingga dosis 1250 ppm pada tikus bunting menyebabkan penurunan berat badan
dan konsumsi ransum tikus bunting serta berat badan anak yang dilahirkannya mengalami penurunan dibandingkan kontrol. Selain itu, anak yang dilahirkannya
mengalami penurunan berat kelenjar prostat serta peningkatan berat kelenjar pituitari. Selanjutnya, menurut Wisniewski et al. 2003 pemberian genistein pada
tikus bunting sebanyak 5 – 300 mgkg berat badan hari secara signifikan
menimbulkan penurunan kadar hormon testosteron pada tikus keturunannya.
Tabel 1 Telaah penelitian terdahulu tentang pengaruh isoflavon kedelai terhadap reproduksi tikus jantan dan betina F0 dan F1
Peneliti Perlakuan
Hasil penelitian Garvita 2005
Pemberian ekstrak kede- lai sebanyak 5mg100g
berat badanhari selama 15 hari kepada tikus be-
tina pra kebuntingan a. Peningkatan berat ovarium sebesar
125, b. Peningkatan berat uterus sebesar
58, c. Peningkatan berat kelenjar mamae
sebesar 100 d. Peningkatan produksi susu
e. Peningkatan bobot badan anak yang dilahirkan
Astuti 2009 Pemberian tepung kedelai
kaya isoflavon yang di- kombinasi seng vit E
a.
Peningkatan berat testis
b.
Peningkatan motilitas dan kon- sentrasi sperma
c.
Peningkatan jumlah sel sperma- togenik pada tubulus seminiferus
testis Delcols
et al.
2001 Pemberian genistein hi-
ngga 1250ppm pada tikus bunting
Penurunan berat badan anak tikus yang dilahirkan
Wisniewski et al. 2003
Pemberian sebanyak 5 –
300 mgkg berat badan hari
Penurunan hormon testosteron anak tikus yang dilahirkan
D. Metabolisme Isoflavon