PELUANG INFEKSI HASIL DAN PEMBAHASAN

25 Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa satu porsi ayam panggang mengandung 1.5 koloni Campylobacter jejuni per porsi yang dikonsumsi. Hasil ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah sel awal yang berpotensi dapat menyebabkan infeksi dan penyakit lebih lanjut . Dari sini dapat dilihat bahwa pemanggangan sebenarnya cukup efektif dalam menekan jumlah cemaran Campylobacter jejuni. Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi akibat dari kontaminasi silang akibat penanganan pasca pemasakan, seperti penyajian yang berdekatan dengan karkas ayam yang masih mentah atau penggunaan alat masak atau alat makan yang terkontaminasi. Sejumlah metode dekontaminasi secara kimia dan fisik telah diteliti untuk mengendalikan tingkat Campylobacter dan patogen manusia lain pada ayam karkas ayam antara lain pembekuan, ozonisasi, super klorinasi, penambahan asam organik dan pasteurisasi uap Whyte et al. 2003 . Hanninen 1981 dalam Rosenquist 2003 menyatakan bahwa pembekuan dapat menurunkan konsentrasi Campylobacter jejuni hingga sekitar 2 log. Klorinasi juga dapat digunakan untuk meminimalisasi jumlah Campylobacter jejuni Stern dan Line 2000. Abdy 2007 menjelaskan bahwa asam asetat 3 juga dapat dengan efektif mereduksi Campylobacter jejuni hingga 2 log CFUml pada waktu kontak 5 menit. Pemberian bumbu rempah pada karkas saat proses pemasakan juga dapat mengurangi jumlah cemaran Campylobacter jejuni. Studi yang dilakukan oleh González dan Hänninen 2011 menunjukkan bahwa kombinasi bumbu dapat mereduksi C. jejuni di kisaran 1.09-1.66 log CFU selama tujuh hari penyimpanan pada suhu 4 C. Diketahui juga bahwa reduksi paling terjadi paling cepat pada fase awal inisiasi dari jangka waktu penyimpanan. Walaupun Campylobacter jejuni adalah bakteri yang sangat rentan pada perlakuan antimikroba, pengolahan dan faktor lingkungan seperti yang dijelaskan diatas, tetapi bakteri ini masih terus menyebabkan peningkatan kasus foodborne disease pada manusia Mc Clure dan Blackburne 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan manajemen pengendalian risiko yang tepat untuk menekan kasus ini dengan dukungan data-data kajian risiko.

D. PELUANG INFEKSI

Hubungan positif antara paparan patogen sel Campylobacter jejuni dan kemungkinan infeksi campylobacteriosis telah dikemukakan oleh Black et al. 1988. Hubungan ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah Campylobacter jejuni dalam produk unggas komersial dapat mengakibatkan pengurangan kejadian campylobacteriosis dan sebaliknya. Stern et al. 1992 menyatakan bahwa Campylobacter jejuni dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan jumlah sedikitnya 500 sel . Pada kasus keracunan pangan di restoran, jumlah sel Campylobacter jejuni yang terkandung dalam ayam penyebab keracunan diperkirakan berkisar antara 54 sampai 750 Campylobacter jejuni per gram Rosenfield et al. 1985. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis infektif Campylobacter jejuni relatif rendah. Untuk menentukan peluang infeksi digunakan model matematis untuk mengekstrapolasi data percobaan laboratorium yang biasanya menggunakan dosis tinggi ke data riil yang relatif memiliki dosis lebih rendah. Selain itu, hanya ada sedikit penelitian yang dapat menjelaskan respon manusia terhadap dosis Campylobacter yang diberikan, sehingga hubungan dosis-respon umumnya menggunakan model matematis. Pada penelitian yang dilakukan Robinson 1981 dalam Rosenquist, dosis 500 sel Campylobacter dalam susu menyebabkan penyakit pada satu sukarelawan. Pada percobaan lainnya yang melibatkan 111 remaja sehat dari Baltimore, Inggris, 26 dosis antara 800 sampai 20.000.000 organisme sel meyebabkan penyakit diare Black et al. 1988. Model dosis respon yang biasa digunakan untuk menghitung peluang infeksi adalah model eksponensial dan model beta poisson. Hasil perhitungan peluang infeksi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Peluang terjadinya infeksi Campylobacter jejuni setelah mengonsumsi ayam panggang tercemar per porsi Variabelproses Satuanrumus Rerata Ce Dosis pathogen per porsi ayam panggang CFU100 gram 1.5 Pdr Peluang Infeksi per porsi ayam panggang model eksponensial r= 3.52 x10 -6 1-e -r x Ce 5.27x10 -6 Peluang Infeksi per porsi ayam panggang model beta-poisson α= 0.145, β =7.589 Teunis dan Havelaar 2000 1-1+ - α 2.5x10 -3 Peluang Infeksi per porsi ayam panggang model beta-poisson α= 0.21, β=59.95 FAOWHO 2001 1-1+ - α 5.17x10 -3 Model peluang infeksi ini diartikan sebagai jumlah organisme yang terpapar yang memungkingkan seseorang mengalami kemungkinan infeksi Campylobacter jejuni. Pada perhitungan ini, dua model coba digunakan yaitu model eksponensial dan model beta-poisson. Nilai alfa dan beta yang digunakan didapat dari estimasi model Teunis dan Havelaar 2000 yang memberikan nilai α= 0.145 dan β =7.589 serta model yang telah dilakukan oleh FAOWHO 2001 yang memberikan nilai α= 0.21 dan β=59.95. Kedua model tersebut digunakan dan kemudian dibandingkan hasilnya. Nampak hasil yang lebih besar didapat pada perhitungan dengan model beta poisson, namun perbedaan nilai alfa dan beta pada model beta poisson antara FAOWHO2001 dan Teunis dan Havelar 2000 menghasilkan perbedaan data yang tidak terlalu besar. Data pada tabel 9 dihitung berdasarkan faktor reduksi dengan jumlah akhir Campylobacter jejuni berada pada limit deteksinya, yaitu pada cawan tidak ditemukan koloni yang tumbuh. Nilai peluang infeksi bisa jadi lebih kecil dari perhitungan karena nilai reduksi akibat pemanggangan kemungkinan lebih besar dari yang didapat. Nilai peluang infeksi dapat diartikan sebagai berapa banyak kemungkinan orang terinfeksi per suatu populasi. Sebagai contoh, dari hasil perhitungan peluang infeksi dengan model beta poisson didapat nilai peluang sebesar 5.17 x 10 -3 . Hasil ini berarti 5 dari 1000 orang berpeluang terinfeksi Campylobacter jejuni akibat mengonsumsi ayam panggang. Namun, nilai estimasi dari model ini bisa bervariasi dari keadaan sebenarnya, tergantung pada faktor virulensi dan potensi kolonisasi bakteri yang tertelan serta faktor kerentanan individu seperti status daya tahan tubuh dan usia Coleman dan Marks 1998. 27 Sebagai contoh, Rosenquist et al. 2003 menyatakan bahwa di denmark, usia 18-29 tahun ternyata memiliki risiko infeksi Campylobacter yang lebih besar dibanding kelompok usia lainnya. Hasil perhitungan model dosis-respon juga dipengaruhi oleh faktor mikrobiologis, faktor inang, faktor matriks makanan, sumber data yang dipakai, dan model empiris yang digunakan Buchanan 2000. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan lebih lanjut berdasarkan jumlah dan pola konsumsi. Selain itu ada data-data asumsi dan sumber data sekunder dari penelitian luar negeri yang digunakan. Apabila digunakan data primer atau data yang berbeda atau asumsi yang juga berbeda, kemungkinan akan dihasilkan perhitungan yang berbeda. Calistri dan Giovanni 2008 menyatakan bahwa asumsi-asumsi yang melatarbelakangi perhitungan model matematis sangat mempengaruhi kerepresentatifan hasil yang didapat. Dari perhitungan diatas, peluang infeksi Campylobacter jejuni setelah mengonsumsi satu porsi ayam panggang yang tercemar relatif kecil terutama untuk perhitungan dengan menggunakan model eksponesial dimana hanya terjadi peluang infeksi 5 dari 1.000.000 konsumsi ayam panggang, namun untuk perhitungan dengan model beta-Poisson nilainya masih relatif besar yaitu 3 dari 1000 orang untuk perhitungan dengan nilai α dan β Teunis dan Havelaar 2000 dan 5 dari 1000 orang untuk perhitungan dengan nilai α dan β FAOWHO 2001. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses pemanggangan sebenarnya sudah efektif untuk dapat mengeliminasi jumlah cemaran Campylobacter jejuni yang mengkontaminasi karkas mentah. Pada perhitungan kali ini digunakan nilai reduksi pemanggangan dengan jumlah akhir mikroba pada limit deteksi, sehingga nilai reduksi yang seharusnya terjadi kemungkinan dapat lebih besar dari yang didapat pada perhitungan kali ini dan nilai peluang infeksi dapat menjadi lebih kecil. Beberapa kasus dapat dijadikan sebagai perbandingan, misalnya, Stern et al. 2003 melaporkan bahwa pada tahun 1999, Islandia memiliki tingkat yang sekitar 116 kasus per 100.000 orang. Di Denmark, kasus infeksi Campylobacteriosis diestimasi sekitar 0.6 sampai 8.3 dari populasi, atau sekitar 6-83 kasus per 1000 orang. Sementara di Belgia ada sekitar 0.71 persen kasus dan di Italia sekitar 1.8 populasi diperkirakan mengalami infeksi campylobacteriosis Wheleer et al. 1999, Uyttendale et al. 2006 dalam Calistri dan Giovanni 2008. Infeksi Campylobacter ternyata tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dari percobaan yang dilakukan Black et al. 1988, dari 50 sukarelawan yang terinfeksi Campylobacter spp. hanya 11 yang menunjukkan gejala sakit. Lebih lanjut, Black et al. 1988 menjelaskan bahwa perkembangan sakit ternyata tidak menunjukkan hubungan yang jelas dengan dosis yang diberikan. Pada model dosis-respon yang banyak digunakan sekarang, diasumsikan bahwa dosis yang tertelan dan kemungkinan terjadinya penyakit adalah proses yang tidak berpasangan. Sehingga perlu dilakukan asumsi dan juga model matematis lagi untuk menghitung peluang sakit setelah terinfeksi Campylobacter jejuni.

E. SIMULASI WORST CASE